• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Nosokomial

Istilah nosokomial berasal dari bahasa Yunani yaitu nosokomeion yang berarti rumah sakit (nosos = penyakit, komeo = merawat). Infeksi nosokomial dapat diartikan infeksi yang berasal atau terjadi di rumah sakit. Infeksi yang timbul dalam kurun waktu 48 jam setelah dirawat di rumah sakit sampai dengan 30 hari lepas rawat dianggap sebagai infeksi nosokomial (Nasution, 2012).

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara yang sedang berkembang. Survei prevalensi yang dilakukan dengan bantuan World Health Organization (WHO) pada 55 rumah sakit di 14 negara mewakili 4 wilayah WHO (Eropa, Mediterania Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit mendapatkan infeksi nosokomial. Dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0% (Ducel et al., 2002).

Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10% pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8% pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Spiritia, 2006).

Pasien akan terpapar dengan berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat di rumah sakit. Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection) (Ducel et al., 2002).

7

Tabel 2.1. Mikroorganisme Penyebab Infeksi Nosokomial (Nguyen, 2006)

Lokasi Jenis mikroorganisme Persentase

Saluran kemih Gram-negative enteric 50%

Jamur 25%

Enterococci 10%

Luka operasi Staphylococcus aureus 20%

Pseudomonas 16% Coagulase-negative Staphylococci 15% Enterococci, jamur, Enterobacter, dan Eschericia coli <10% Darah Coagulase-negative Staphylococci 40% Enterococci 11,2% Jamur 9,65% Staphylococcus aureus 9,3% Enterobacter species 6,2% Pseudomonas 4,9%

8

2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial

Terjadinya suatu penyakit termasuk infeksi nosokomial adalah merupakan interaksi 3 faktor yaitu:

1. Host (penderita)

2. Agent (kuman atau mikroorganisme) 3. Environment (lingkungan)

Host adalah penderita yang dirawat di rumah sakit dan mempunyai kondisi yang lebih rentan terhadap invasi kuman dan mikroorganisme. Faktor yang penting diketahui antara lain:

1. Keadaan penderita yang memudahkan terjadinya infeksi, misalnya: keadaan umum yang buruk, adanya penyakit kronis yang lain, obesitas, anemia, dan lain-lain

2. Keadaan kulit penderita. Kulit yang rusak atau adanya lukanya akan mempertinggi kemungkinan terjadinya infeksi. Kulit yang normal saja sebenarnya sudah merupakan sumber kuman penyebab infeksi, oleh karena di kulit dijumpai 2 kelompok kuman yaitu:

i. Kuman komensal yang berada dalam pori-pori kulit. Kuman ini jumlahnya dapat dikurangi, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan

ii. Kuman pendatang yang berasal dari lingkungan dan berada di permukaan. Kuman pendatang ini dapat dihilangkan dengan cara perawatan kulit dan pemakaian desinfektan

Agent adalah kuman-kuman yang dijumpai di rumah sakit dan pada hakekatnya kuman-kuman ini lebih resisten (khususnya dalam kepekaannya terhadap satu atau banyak antibiotika) dibandingkan dengan kuman-kuman yang berada di luar rumah sakit.

9

Environment adalah suatu lingkungan dimana host dan agent itu berada dan merupakan media untuk terjadinya invasi agent terhadap host. Lingkungan ini adalah lingkungan rumah sakit baik ruang rawat maupun benda-benda yang terdapat di ruangan itu. Dapat dimasukkan dalam kelompok lingkungan ini adalah:

1. Lamanya penderita dirawat di rumah sakit

2. Manusia yang berhubungan dengan penderita, baik pasien lainnya, pengunjung maupun petugas yang disamping dapat sebagai sumber penularan (carrier) ataupun sebagai pengantara (vehicle)

3. Sarana dan fasilitas perawatan dan pengobatan yang erat kaitannya dengan pola sterilisasi dan pengelolaan lingkungan (hygiene dan sanitasi)

4. Air, yang digunakan adalah safe water

5. Disposal (bahan-bahan atau limbah yang harus dibuang) yang diusahakan untuk tidak menjadi sumber infeksi

6. Udara seharusnya diupayakan agar tetap bersih, mengalir dan dengan kelembaban yang sesuai dan baik, serta bila perlu untuk ruangan-ruangan tertentu dilakukan filtrasi (Pandjaitan, 2001)

Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya nosokomial terdiri atas 2 bagian besar, yaitu:

1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh, dan kondisi-kondisi lokal)

2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkungan)

Untuk mudahnya bagaimana seorang pasien mendapat infeksi nosokomial selama dirawat di rumah sakit dapat diringkas sebagai berikut:

1. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui dirinya sendiri (auto infeksi) 2. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui petugas yang merawat di rumah

sakit

3. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui pasien-pasien yang dirawat di tempat atau ruangan yang sama di rumah sakit tersebut

10

4. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui keluarga pasien yang berkunjung ke rumah sakit tersebut

5. Pasien mendapat infeksi nosokomial melalui peralatan yang dipakai di rumah sakit tersebut

6. Pasien mendapat infeksi nosokmial melalui peralatan makanan yang disediakan rumah sakit ataupun yang didapatnya dari luar rumah sakit

7. Disamping ke-6 cara terjadinya infeksi nosokomial seperti yang dinyatakan di atas, maka faktor lingkungan tidak kalah penting sebagai faktor penunjang untuk terjadinya infeksi nosokomial, faktor lingkungan tersebut adalah air, bahan yang harus dibuang (disposial), dan udara (Parhusip, 2005)

2.1.2. Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Penularan oleh patogen di rumah sakit dapat terjadi melalui beberapa cara: 1. Penularan melalui kontak merupakan bentuk penularan yang sering dan

penting infeksi nosokomial. Ada 3 bentuk, yaitu:

i. Penularan melalui kontak langsung: melibatkan kontak tubuh dengan tubuh antara pejamu yang rentan dengan yang terinfeksi

ii. Penularan melalui kontak tidak langsung: melibatkan kontak pada pejamu yang rentan dengan benda yang terkontaminasi misalnya jarum suntik, pakaian, dan sarung tangan

iii.Penularan melalui droplet, terjadi ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau melalui prosedur medis tertentu, misalnya bronkoskopi

2. Penularan melalui udara yang mengandung mikroorganisme yang mengalami evaporasi, atau partikel debu yang mengandung agen infeksius. Mikroorganisme yang terbawa melalui udara dapat terhirup pejamu yang rentan yang berada pada ruangan yang sama atau pada jarak yang jauh dari sumber infeksi. Sebagai contoh mikroorganisme Legionella, Mycobacterium tuberculosis, Rubeola, dan virus varisela 3. Penularan melalui makanan, air, obat-obatan dan peralatan yang

11

4. Penularan melalui vektor, misalnya nyamuk, lalat, tikus, dan kutu (Nasution, 2012)

2.1.3. Pencegahan Terjadinya Infeksi Nosokomial

Pencegahan dari infeksi nosokomial ini membutuhkan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring, dan program yang termasuk:

1. Membatasi transmisi organisme dari atau antara pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan desinfektan

2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan

3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi

4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif 5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit, dan mengontrol penyebarannya

(Ducel et al., 2002)

Dokumen terkait