• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Agar masyarakat menjadikan kerupuk dengan penambahan sari bit sebagai alternatif variasi pangan ditingkat rumah tangga ataupun tingkat industri. 2. Perlu dilakukan upaya untuk lebih memperkenalkan kerupuk dengan

bekerjasama dengan produsen kerupuk merah untuk memproduksi kerupuk merah dengan menggunakan pewarna dari bit.

3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kandungan gizi lain dalam kerupuk dengan penambahan sari bit sebagai pewarna.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerupuk

Kerupuk adalah suatu jenis makanan kering yang terbuat dari bahan-bahan yang mengandung pati cukup tinggi. Pengertian lain menyebutkan bahwa kerupuk merupakan jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume membentuk produk yang porus dan mempunyai densitas rendah selama proses penggorengan. Demikian juga produk ekstrusi akan mengalami pengembangan pada saat pengolahannya. Pengembangan kerupuk merupakan proses ekspansi tiba-tiba dari uap air dalam struktur adonan sehingga diperoleh produk yang volumenya mengembang dan porus. Pada dasarnya kerupuk mentah diproduksi dengan gelatinisasi pati adonan pada tahap pengukusan, selanjutnya adonan dicetak dan dikeringkan. Pada proses penggorengan akan terjadi penguapan air yang terikat dalam gel pati akibat peningkatan suhu dan dihasilkan tekanan uap yang mendesak gel pati sehingga terjadi pengembangan dan sekaligus terbentuk rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng (Koswara, 2009).

Berdasarkan penggunaan proteinnya, kerupuk dibagi menjadi kerupuk tidak bersumber protein dan kerupuk bersumber protein. Kerupuk sumber protein merupakan kerupuk yang mengandung protein, baik protein hewani maupun nabati. Sedangkan kerupuk bukan sumber protein, tidak ditambahkan bahan sumber protein seperti ikan, udang, kedelai dan sebagainya dalam proses pembuatannya.

Adapun syarat mutu kerupuk menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Kerupuk Menurut SNI Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk

Non Protein Persyaratan Kerupuk Protein Bau, rasa, warna - Normal Normal

Benda asing %/b/b Tidak nyata Tidak nyata

Abu %/b/b Maks 2 Maks 2

Air %/b/b Maks 12 Maks 12

Protein %/b/b - Min 5

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1999) 2.1.1. Nilai Gizi Kerupuk

Dari segi gizi, apabila diamati komposisinya, kerupuk dapat merupakan sumber kalori yang berasal dari pati (dan lemak apabila telah digoreng), serta sumber protein (apabila ikan dan udang benar-benar ditambahkan). Dari hasil analisis di laboratorium ditemukan bahwa kadar protein kerupuk mentah bervariasi dari 0,97 % sampai 11,04 % berat basah (dengan kadar air yang bervariasi dari 9,91 % sampai 14 %). Sedangkan kadar patinya bervariasi dari 10,27 % sampai 26,37 % berat basah. Sesudah digoreng, komposisinya berubah karena hilangnya sebagian kadar airnya (karena menguap) dan masuknya minyak goreng ke dalam kerupuk. Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kerupuk yang telah digoreng berkurang menjadi sekitar 1,05 % sampai 5,48 %, sedangkan kadar lemak yang asalnya sekitar 1,40 % sampai 12,10 % menjadi sekitar 14,83% sampai 25,33 % berat basah (Koswara, 2009). 2.1.2. Jenis Kerupuk

Di pasaran dapat dijumpai bermacam-macam jenis kerupuk, sehingga kadang-kadang membingungkan konsumen untuk memilihnya. Ada yang

disebut kerupuk ikan atau udang, kerupuk mie, kerupuk gendar (dibuat dari nasi), kerupuk kulit (dibuat dari kulit kerbau atau sapi), kerupuk sayuran dan sebagainya. Dilihat dari namanya saja jelas bahwa masing-masing mempunyai kekhususan. Berdasarkan bahan-bahan pemberi rasa yang digunakan dalam pengolahannya, dikenal kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk terasi dan beberapa jenis lainnya. Berdasarkan cara pengolahan, rupa dan bentuk kerupuk dikenal beberapa kerupuk seperti kerupuk mie, kerupuk kemplang, kerupuk atom, kerupuk merah dan lain sebagainya (Koswara, 2009).

2.2. Kerupuk Merah

Kerupuk merah merupakan kerupuk khas dari padang, dan biasanya di gunakan sebagai makanan pelengkap pada nasi goreng, lontong, soto, gado-gado dan makanan lainnya. Kerupuk merah hanya dibuat dari adonan tepung tapioka, garam, pewarna makanan dan tidak diberi bumbu apa-apa (rasanya tawar), jadi tidak ada warung atau restoran menjual kerupuk merah yang sudah digoreng. Kerupuk merah yang ada di pasaran di jual dalam bentuk mentah, sehingga lebih tahan lama, namun kalau sudah digoreng kerupuk merah harus segera dikonsumsi atau dapat disimpan dalam toples atau wadah yang tertutup (Rohaendi, 2009).

2.2.1. Bahan-Bahan Pembuatan Kerupuk Merah

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan kerupuk merah meliputi bahan baku utama, yaitu bahan yang digunakan dalam jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digunakan oleh bahan lain, dan bahan baku tambahan yang merupakan bahan pelengkap bahan baku utama dalam proses produksi.

Bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk merah adalah tepung tapioka yang berasal dari ketela pohon. Sedangkan sebagai bahan pelengkapnya adalah garam, dan zat warna.

1. Tepung Tapioka

Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk. Menurut Widowati (1987), tepung tapioka digunakan untuk membuat kerupuk dikarenakan harganya yang relatif murah, mempunyai daya ikat yang tinggi, serta membentuk tekstur yang kuat. Menurut Wiriano (1984), tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari ubi kayu atau singkong segar setelah melalui proses pemarutan, penyairan serta penyaringan, pengendapan pati dan kemudian pengeringan.

Tepung tapioka merupakan salah satu contoh bahan makanan yang banyak mengandung karbohidrat. Jenis karbohidrat yang terdapat dalam tepung tapioka adalah pati. Komposisi kimia tepung tapioka per 100 gram bahan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Komposisi Zat Gizi Tepung Tapioka Per 100 gram Bahan

Komposisi Zat Gizi kadar

Air (g) 9,1 Energi (kkal) 363 Protein (g) 1,1 Lemak (g) 0,5 Karbohidrat (g) 88,2 Abu (g) 1,1 Kalsium (mg) 84 Fosfor (mg) 125 Besi (mg) 1

2. Bahan Tambahan

Bahan tambahan atau pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan sewaktu pengolahan makanan untuk meningkatkan mutu termasuk di dalamnya penyedap rasa, pewarna, pengawet, pengental dan lain-lain (Winarno, 1992).

Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan kerupuk merah antara lain garam dan pewarna.

a. Garam

Istilah garam biasanya digunakan untuk garam dapur dengan nama kimia natrium chlorida (NaCl). Pemakaiannya dipilih yang mempunyai mutu yang baik, warna putih mengkilat, kotorannya sedikit dan sesuai dengan syarat mutu garam yang telah ditentukan (Wiriano, 1984).

Garam mungkin terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Winarno dkk, 1980).

Fungsi garam dalam pembuatan kerupuk merah adalah untuk menambah cita rasa dan mempertinggi aroma, memperkuat kekompakan adonan dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir. Banyaknya garam yang digunakan dalam pembuatan kerupuk merah biasanya 2,5-3,0%. Pemakaian yang berlebihan menyebabkan warna kerupuk menjadi lebih tua dan tekstur agak kasar (Wiriano, 1984).

b. Pewarna

Menurut Suprapti (2005) dalam pembuatan kerupuk juga dapat ditambahkan pewarna. Bahan pewarna yang digunakan adalah bahan pewarna yang diizinkan untuk makanan. Penambahan sari bit dalam adonan kerupuk merah berperan sebagai bahan pewarna alami sehingga dapat menghasilkan kerupuk dengan warna yang menarik.

2.2.2. Proses Pembuatan Kerupuk Merah

Komposisi bahan yang diperlukan dalam proses pembuatan kerupuk merah menurut Suprapti (2005) adalah sebagai berikut :

1. Tepung tapioka 1 kg

2. Garam 30 gr

3. Air bersih 650 ml

4. Pewarna merah (Secukupnya)

Menurut Suprapti (2005) dalam pembuatan kerupuk merah terdapat beberapa langkah yaitu pembuatan adonan, pencetakan adonan dan pengukusan, pendinginan dan pengerasan, pengirisan, pengeringanan dan pengemasan. 1. Pembuatan adonan kerupuk

Pembuatan adonan kerupuk merupakan tahap yang penting dalam pembuatan kerupuk. Garam dan pewarna merah dicampur dengan sepertiga bagian tepung tapioka, kemudian dilarutkan dengan air yang sebelumnya di panaskan sampai mendidih sambil diaduk hingga diperoleh campuran berbentuk bubur. Selanjutnya sisa tepung tapioka ditambahkan kedalam adonan kemudian diuleni dengan tangan sehingga dihasilkan adonan yang liat dan homogen.

2. Pencetakan adonan kerupuk dan pengukusan

Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk dengan warna yang seragam. Pencetakan adonan kerupuk dapat dibuat menjadi bentuk silinder, lembaran dan melingkar. Adonan kerupuk merah yang sudah jadi dibentuk silinder diameter 1,5-3 cm kemudian dimasukkan kedalam kantung plastik atau dibungkus daun pisang. Kemudian dikukus hingga matang selama 2 jam.

3. Pendinginan dan Pengerasan

Adonan yang telah matang diangkat didinginkan dan dibiarkan selama satu hari di suhu ruang atau di dalam lemari pendingin sehingga mengeras, dengan demikian mudah saat akan dipotong.

4. Pengirisan

Setelah cukup keras, adonan diiris dengan ketebalan 1-2 mm. Pisau yang digunakan untuk memotong sesekali diolesi minyak goreng agar adonan tidak lengket. Minyak yang dioleskan pada pisau adalah minyak goreng buatan pabrik, bukan minyak tradisional karena mudah tengik dan menyebabkan kualitas kerupuk rendah.

5. Pengeringan dan Pengemasan

Untuk megeringkan kerupuk cukup dijemur diatas nampan yang terbuat dari anyaman bambu hingga benar-benar kering selama 5 jam setiap hari dan dilakukan dalam dua hari. Setelah kering kerupuk segera dikemas.

6. Penggorengan

Penggorengan kerupuk bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan renyah. Pada proses penggorengan, kerupuk mentah mengalami pemanasan sehingga air yang terikat pada jaringan dapat menguap dan menghasilkan tekanan uap untuk mengembangkan struktur elastis jaringan kerupuk tersebut. Secara umum cara penggorengan kerupuk ada dua macam, yaitu penggorengan langsung dalam minyak yang telah dipanaskan dan penggorengan dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang akan digoreng dalam minyak dingin atau hangat, baru kemudian digoreng dalam minyak yang telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan kerupuk (Koswara, 2009).

2.3. Pewarna Alami

Zat pewarna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan dan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk zat warna alami asal tumbuhan, bentuk dan kadarnya berbeda-beda, dipengaruhi faktor jenis tumbuhan, iklim, tanah, umur dan faktor-faktor lainnya. Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menggolongkan zat warna alami ke dalam golongan zat warna yang tidak perlu mendapat sertifikat (Koswara, 2009).

Sejak dulu zat pewarna alami (pigmen) telah banyak digunakan sebagai bahan pewarna bahan makanan. Daun suji telah lama digunakan untuk mewarnai kue pisang, serabi, bikang, dan dadar gulung. Kunyit untuk mewarnai nasi kuning, tahu serta hidangan dan masakan lain. Kecenderungan penggunaan bahan pewarna alami dalam produk makanan terus berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan permintaan akan makanan berbahan pewarna alami dan berbagai peraturan nasional yang secara menyeluruh ataupun selektif dalam membatasi pewarna sintetik pada makanan (Koswara, 2009).

Pembuatan bahan pewarna alami sebenarnya sangatlah mudah. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai pewarna alami ditumbuk, dapat pula menggunakan blender atau penumbuk biasa dengan sedikit ditambah air, lalu diperas dan disaring dengan alat penyaring. Agar warnanya cerah dapat ditambah sedikit air kapur atau air jeruk nipis. Setelah diperoleh air perasan pewarna, lalu disimpan di dalam lemari es atau freezer jika menginginkan disimpan lebih lama (Hidayat 2007).

Bit merupakan pewarna alami makanan yang bewarna merah. Pewarna ini memiliki rasa sedikit manis dan merupakan alternatif pengganti pewarna merah sintetik yang dapat menyebabkan alergi pada beberapa orang.

2.4. Bit (Beta Vulgaris L.)

Bit adalah umbi dari tanaman Beta Vulgaris L. Tanaman dari keluarga Chenopodiaceae ini merupakan jenis sayuran subtropis yang sangat terkenal. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman bit adalah umbi dan daunnya (Lingga, 2010).

Bit merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput. Batang bit sangat pendek, hampir tidak terlihat. Akar tunggangnya tumbuh menjadi umbi. Daunnya tumbuh terkumpul pada leher akar tunggang (pangkal umbi) dan bewarna kemerahan. Tanaman bit dapat dipanen hasilnya setelah berumur 2,5-3 bulan dari waktu tanam. Tanaman bit yang terawat baik dapat menghasilkan lebih dari 30 ton umbi per hektar. Semakin tua tanaman bit, semakin manis rasanya dan kadar vitamin C juga semakin tinggi (Sunarjono, 2013).

2.4.1. Jenis Bit

Menurut Sunarjono (2013) Ada beberapa varietas bit (Beta vulgaris L.) yang dikenal. Jenis itu dikelompokkan menjadi dua yaitu :

1. Bit merah (Beta vulgaris L. Var. Rubra L.)

Bit merah umbinya bewarna merah tua. Bit merah banyak ditanam di daerah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 1.000 m dpl.

2. Bit putih (B. vulgaris L. var. cicla L)

Bit putih atau bit potong umbinya bewarna merah keputih-putihan. Bit putih ditanam pada ketinggian 500 m dpl. Menurut Setiawan (1995) tanaman ini ditanam khusus untuk menghasilkan daun besar, berdaging renyah, separuh keriting, dan mengkilat ketimbang umbinya. Tulang daunnya besar dan bewarna. Warna tulang daun biasanya putih, merah atau hijau. Warna lembar daun berkisar dari hijau muda hingga hijau tua. Dimana umbinya bewarna merah keputih-putihan.

2.4.2. Kandungan Gizi Bit

Bit mempunyai kandungan gizi yang baik, berikut adalah kandungan gizi bit dalam 100 gram bdd (bagian yang dapat dimakan) :

Tabel 2.3. Kandungan Gizi Bit Dalam 100 gram BDD

Komponen Gizi Kadar

Air (g) 87,6 Energi (kkal) 41 Protein (g) 1,6 Lemak Total (g) 0,1 Karbohidrat (g) 9,6 Abu (g) 1,1 Serat (g) 13,6 Vitamin C (mg) 10

Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2009) 2.4.3. Manfaat Bit

Tanaman dengan nama latin Beta Vulgaris ini masih merupakan tanaman baru di Indonesia yang belum banyak dimanfaatkan. Padahal di balik warna merah tuanya, bit menyimpan banyak kandungan gizi yang bermanfaat. Adapun beberapa manfaat dari bit adalah sebagai berikut (Lingga, 2010) : a. Memperkuat Susunan Tulang

Bit mengandung banyak kalium (Potassium). Kadarnya sebesar 518,6 mg/cup dan masuk dalam kategori unggul. Keberadaan kalium dalam bit dapat memperkokoh matrik tulang. Tanpa kalium yang cukup, tulang yang terbentuk tidak dapat tumbuh sempurna karena ikatan antarselnya longgar.

b. Pembersih Darah yang Ampuh

Umbi bit mampu membersihkan darah dari racun, seperti logam berat, alkohol, dan zat kimia beracun. Bit juga mampu melakukan detoksifikasi hati yang tercemar oleh obat beracun, yaitu berbagai macam obat terlarang, obat

yang tidak diresepkan oleh dokter, alkohol dan zat adiktif makanan yang berbahaya.

c. Memaksimalkan Perkembangan Otak Bayi

Bit mengandung folat dalam jumlah cukup banyak sehingga berguna bagi perkembangan janin. Folat diperlukan pada minggu-minggu awal kehamilan dalam jumlah memadai agar perkembangan otak bayi normal.

d. Mengatasi Anemia

Folat yang terkandung dalam bit juga bermanfaat untuk pembentukan darah merah. Bit merupakan obat alami yang ampuh untuk anemia dan memperkuat daya tahan tubuh.

e. Antikanker

Bit mengandung betasianin yang dikenal sebagai fitokimia antikanker. Dalam menghambat kanker betasianin bekerja sama dengan beberapa mineral dan fitokimia yang berperan sebagai antikanker. Ada beberapa macam fitokimia pada umbi bit, yaitu betain, betalain, allatine, farnesol, asam salisilat, dan saponin. Berdasarkan uji ilmiah, diketahui bahwa mekanisme antikanker yang dilakukan oleh fitokimia pada umbi bit sangatlah kompleks. Uji laboratorium membuktikan bahwa senyawa antikanker tersebut berperan untuk mencegah pertumbuhan sel kanker, khususnya kanker prostat, kanker payudara, dan kanker darah (leukemia). Sebuah studi yang dilakukan di Howard University membuktikan bahwa ekstrak bit mampu menghambat kanker kulit, kanker paru-paru, dan kanker hati tikus melalui proses detoksifikasi.

f. Menu Rendah kalori

Umbi bit sering direkomendasikan ahli nutrisi dalam daftar menu diet bagi pengidap hiperkolesterol (kelebihan kolesterol dalam darah) dan hiperlipemia (akibat kelainan metabolisme lemak darah). Rujukan ini diberikan karena bit merupakan menu rendah kalori. Energi yang diberikan per satuan beratnya rendah, tetapi tetap mengenyangkan karena mengandung cukup banyak serat. g. Menurunkan Kadar Lemak dan Kolesterol

Bit juga mampu menurunkan kadar lemak dan kolesterol dalam tubuh. Uji laboratorium pada binatang menunjukkan bahwa mengonsumsi bit secara teratur dapat menurunkan kadar kolesterol total sebesar 30%. Penurunan kolesterol total diikuti dengan peningkatan jumlah kolesterol baik (HDL). Penelitian lain membuktikan bahwa dengan mengonsumsi bit secara rutin, kadar trigliserida dalam darah akan mengalami penurunan secara nyata.

h. Melancarkan BAB

Umbi bit mengandung selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai obat wasir. Selulosa adalah serat makanan larut dalam air yang berfungsi meningkatkan peristaltik usus besar sehingga BAB menjadi lancar.

2.4.4. Pigmen Warna Bit

Umbi bit kaya akan pigmen betalain. Betalain merupakan pigmen yang pada awalnya di kategorikan sebagai antosianin bernitrogen karena terdapat nitrogen pada struktur cincinnya dan juga mengandung residu glikosida. Seiring dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan, kini betalain tidak lagi digolongkan sebagai bagian antosianin. Pigmen betalain berdiri sendiri sebagai

sebuah jenis pigmen dan merupakan induk dari kelompok betasianin yang bewarna merah violet dan betaxantin yang bewarna kuning. Dalam banyak kasus, tidak mungkin membedakan betalain dan antosianin pada tumbuhan hanya secara visual. Dibutuhkan serangkaian tes untuk membedakan kedua jenis pigmen ini. Namun demikian, keberadaan pigmen betalain disuatu tanaman tidak mungkin bersamaan dengan adanya antosianin. Saat ini diketahui bahwa perbedaan paling mencolok antara betalain dan antosianin adalah distribusinya di tanaman. Antosianin atau flavonoid tersebar luas dalam dunia tumbuhan, sedangkan betalain secara eksklusif hanya terdapat pada kelompok Angiospermae, khususnya Caryophyllales (termasuk didalamnya tumbuhan bit). Kelompok betalain terdiri dari sekitar 50 pigmen merah betasianin dan 20 pigmen kuning betaxantin (Andarwulan, 2012).

Betalain yang terdapat dalam bit merupakan pewarna alami penting dalam industri makanan. Pigmen betalain dijual kepada industri makanan dalam bentuk konsentrat sari buah maupun bentuk bubuk. Betanin memiliki intensitas warna yang lebih kuat dibandingkan berbagai macam pewarna sintetik makanan lainnya. Pewarna merah alami dari bit telah diterima dan dikomersialkan baik di Eropa dan Amerika maupun di Asia. Secara sederhana, warna merah bit dapat diperoleh dengan merebus bit. Pigmen betalain akan terekstrak ke air rebusan dan membuat bewarna merah sehingga dapat digunakan sebagai pewarna makanan. Selain itu bit juga dapat diblender dengan penambahan air. Bubur bit dapat digunakan langsung sebagai campuran adonan atau terlebih dahulu di

saring untuk mendapatkan air yang bewarna merah baru kemudian diaplikasikan ke bahan makanan (Andarwulan, 2012).

2.5. Daya Terima

Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu, sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, social, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap 2 cita rasa makanan, nilai gizi dan hygiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

3. Rasa Makanan

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

4. Aroma makanan

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap, dapat sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

Daya terima dengan penilaian organoleptik saling berkaitan, dimana penilaian organoleptik disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik. Merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan

indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistika (Soekarto, 2000).

Pada prinsipnya terdapat 3 jenis uji organoleptik, yaitu uji pembedaan, uji deskripsi dan uji afektif. Uji pembedaan digunakan untuk memeriksa apakah ada perbedaan diantara contoh-contoh yang disajikan. Uji deskripsi digunakan untuk menentukan sifat dan intensitas perbedaan tersebut. Kedua kelompok uji di atas membutuhkan panelis yang terlatih atau berpengalaman. Sedangkan uji afektif didasarkan pada pengukuran kesukaan (atau penerimaan). Pengujian ini membutuhkan jumlah panelis yang tidak dilatih. Uji afektif terdiri atas Uji Perbandingan Pasangan, Uji Hedonik dan Uji Ranking. Uji hedonik merupakan pengujian yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya sangat

Dokumen terkait