• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

mengunjungi pasar tradisional. Salah satunya yaitu dengan merevitalisasi pasar tradisional. Ada banyak cara merevitalisasi pasar salah satunya dengan menata kawasan pasar menjadi sebuah citywalk. Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah maupun tenaga pendidik dalam merevitalisasi pasar tradisional.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. City Walk

2.1.1. Pengertian City Walk

Dalam bahasa baku urban design,city walk dikenal dengan istilah mall atau pedestrian. Pedestrian berasal dari kata latin Pedos yang artinya kaki. Pedestrian dapat berupa trotoar, alun-alun dan sebagainya. Shivani (1985) dan Lynch (1987) mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun street (jalan-koridor). Jika jalan dirancang sebagai public space

berarti memberikan porsi yang dominan bagi pejalan kaki dan membatasi fungsi kendaraan bermotor. Pengembangan ruas jalan menjadi public space ini dapat menggunakan pendekatan city walk atau mall. Mall berarti sebuah plaza umum, jalan-jalan umum atau sekumpulan sistem jalan dengan belokan-belokan dan dirancang khusus untuk pejalan kaki. Menurut Rubenstain (1978) mall adalah sebagai suatu area pergerakan dengan pola linier pada suatu area pusat bisnis kota atau Central Bussiness Distric (CBD) yang lebih diorientasikan bagi pejalan kaki, berbentuk pedestrian dengan kombinasi plaza dan ruang-ruang interaksional. Sedangkan menurut Maitland (1987), mall adalah pusat perbelanjaan yang didalamnya terdapat suatu atau beberapa department store besar sebagai daya tarik dari beberapa retail kecil dan rumah makan dengan tipologi bangunan seperti

merupakan unsur utama dari shopping mall, dengan fungsi sebagai sirkulasi dan sebagai ruang komunal bagi terselenggaranya interaksi antar pengunjung dan pedagang.

Menurut Maithland (1987), berdasarkan bentuknya mall terdiri dari tiga jenis dengan keuntungan dan kerugiannya masing-masing, yaitu:

a. Open mall (mall terbuka), adalah mall tanpa penutup atap. Keuntungan dari open mall ini adalah kesan luas dan perencanaan teknis yang mudah sehingga biaya lebih murah. Kerugiannya adalah kendala pada climatic control berpengaruh terhadap kenyamanan dan kesan kewadahan kurang.

b. Enclosed mall (mall tertutup), adalah mall dengan penutup atap. Keuntungannya dari segi kenyamanan. Kerugiaannya adalah biaya yang mahal dan kesan ruang yang kurang luas. c. Integrated mall, adalah penggabungan antara mall terbuka dan

mall tertutup. Biasanya berupa mall tertutup dengan akhiran

mall terbuka.

Berdasarkan dari cara pola penataannya, menurut Rubenstein (1987) mall dapat dibedakan menjadi :

a. Full Mall, diperoleh dengan menutup suatu jalan yang sebenarnya difungsikan untuk kendaraan, dan diubah menjadi jalan untuk pejalan kaki atau plaza dengan jenis perkerasan yang berbeda, dan dilengkapi dengan pepohonan, penerangan dan elemen ruang luar lainnya.

b. Transit Mall, dibuat dengan memindahkan kendaraan pribadi dan kendaraan angkutan dari jalan yang sudah ada, dan hanya mengizinkan sarana transportasi umum seperti bus, taxi dan kendaraan umum lainnya pada jalan tersebut. Parkir ditepi jalan (on-street parking) dilarang, jalur pejalan kaki diperbesar dan dilengkapi juga elemen. ruang luar seperti paving, bangku dan tempat duduk, pohon-pohon, pencahayaan buatan, patung, air mancur.

c. Semi Mall. Pada mall jenis ini, jumlah lalu lintas dan kendaraan parkir dikurangi,jalur untuk pejalan kaki diperluas serta dilengkapi dengan taman dan pepohonan, penerangan dan elemen luar lainnya.

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa City Walk merupakan ruang terbuka yang berbentuk koridor bagi pejalan kaki dan yang menghubungkan beberapa massa bangunan dengan fungsi komersial dan ritel yang ada.Setiap persimpangan koridor City Walk bisa digunakan sebagai ruang terbuka untuk panggung pertunjukan, dan juga berfungsi sebagai penghubung atau penyatu massa bangunan yang terpecah.

2.1.2. Tipologi City Walk

a. City Walk Sebagai Ruang Terbuka

Ruang terbuka publik merupakan ruang atau wadah untuk aktivitas sosial yang melayani dan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat

maupun aktivitas ritual yang mempertemukan sekelompok masyarakat dalam rutinitas normal kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan periodik (Carr,1992). Dengan adanya pertemuan antar manusia, maka akan timbul bermacam-macam aktifitas di ruang tersebut. Ruang terbuka harusnya menjadi ruang kota mudah dicapai oleh semua orang dan terkesan terbuka dan masih dapat dirasakan pengaruh dari alam misalnya : angin, matahari, suara, dan air hujan.

Gambar 2.1.

City walk sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi Sumber : www.google.com/Ruang Publik

b. City Walk Sebagai Fungsi Komersial

Kegiatan komersial merupakan wadah kegiatan perniagaan, pembelian atau penjualan barang dan jasa khususnya secara besar-besaran baik nasional maupun internasional (Winardi, kamus ekonomi 1976). Fasilitas komersial adalah segala yang memudahkan sarana dan prasarana untuk melakukan kegiatan perniagaan atau perdagangan baik itu barang ataupun jasa (Poerwadarminta 1970). Orientasi dari fasilitas komersial

adalah keuntungan finansial yang akan dihasilkan dengan adanya kegiatan pedagangan dan kegiatan perekonomian didalamnya, dengan prinsip

ekonomi “pengeluaran sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan

sebesar-besarnya”.

Sesuai pengertian diatas, fasilitas komersial mempunyai sifat (skripsi Pranantyo Harwantono) :

1. Marketable, yaitu dapat dipasarkan

2. Profitable, yaitu mendapatkan keuntungan 3. Manageable, yaitu mudah dikelola

4. Adjustable, yaitu mudah disesuaikan dengan kebutuhan 5. Sustainable, yaitu mempunyai keberlangsungan

Klasifikasi fasilitas komersial :

1. Fasilitas komersial untuk menjual barang, yaitu fasilitas komersial yang menjual barang produk-produk berupa barang.

2. Fasilitas komersial yang memberikan pelayanan jasa.

Sasaran fasilitas komersial dapat dicapai dengan memperhatikan citra bangunan, yang mana perlu diperhatikan adalah (skripsi Pranantyo Harwantono ) :  Clarity (kejelasan), bertujuan memberikan kejelasan kepada seseorang untuk mengenal suatu fasilitas dengan cepat. Kejelasan ini ditranformasikan dengan bentuk, ukuran dan tekstur yang dominan diantara lingkungannya. Bentuk yang komunikatif, arah bangunan yang jelas, bukaan yang dapat diketahui semua orang, serta view.

Boldness (kemencolokan), yaitu bentuk yang berbeda dengan

bangunan disekitarnya, kemencolokan bangunan ini juga bisa ditunjukan dengan iklan komersial yang besar sehingga mudah diingat bagi orang yang melihatnya. Boldness dapat ditransformasikan melalui bentuk, bahan, letak, tekstur, dan warna.

Intimacy (keakraban), yaitu menciptakan suasana yang membuat orang merasa betah, yaitu dengan membuat skala manusia pada beberapa bagian bangunan, menciptakan kesan alami, vegetasi yang cukup pada lansekap, dan tangkapan visual dari pusat perbelanjaan.

Flexibility (fleksibilitas), ditransformasikan dalam bentuk peruangan yang universal, suasana yang dapat berubah, dan dibentuk dengan karakter yang kuat.

Eficiency (efisien), ditransformasikan dengan penggunaan ruang yang optimal dan profitable dalam setiap luasan yang ada.

Inventiveness (kebaruan), ditransformasikan dalam bentuk tatanan fisik yang inovatif, ekspresif, dan spesifik untuk mencegah kebosanan dan memberi atmosfir yang khas dalam bangunan komersial tersebut. c. City Walk Sebagai Tujuan Perbelanjaan

Pusat perbelanjaan merupakan wadah/ruang terjadinya kegiatan niaga dalam suatu lingkup kawasan maupun kota, dan tercipta transaksi jual beli dan kegiatan didalamnya. Selain itu, pusat perbelanjaan dapat juga diartikan sebagai sebuah kompleks toko-toko dan ritel-ritel dan fasilitas yang berhubungan dengan perbelanjaan yang direncanakan sebagai kelompok yang menyatu untuk memberikan kenyamanan maksimum dalam berbelanja untuk para pelanggan dan keterbukaan maksimum juga untuk barang dan jasa. Secara umum pusat perbelanjaan mempunyai pengertian sebagai suatu wadah dalam masyarakat yang menghidupkan kota atau lingkungan setempat, selain berfungsi sebagai tempat untuk berkumpul, berekreasi, atau rileks.

Maka sebagai kesimpulan pusat perbelanjaan adalah suatu lingkup kawasan dengan bangunan komersial yang dirancang dan direncanakan beserta fasilitas pendukungnya untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam melakukan aktivitas perdagangan.

2.2. Penataan

penyelenggaraan pemerintah dimana dalam proses penataan tersebut dapat menjamin terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Penataan dapat dirumuskan sebagai hal, cara, hasil atau proses menata. (Badudu, Zein, 1995:132). Penataan ini membutuhkan suatu proses yang panjang dimana dalam proses penataan ini perlu ada perencanaan dan pelaksanaan yang lebih teratur demi pencapaian tujuan. Dalam kamus Tata Ruang dikemukakan bahwa penataan merupakan suatu proses perencanaan , pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan untuk semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan serta keterbukaan , persamaan keadilan dan perlindungan hukum (Kamus Tata Ruang, Edisi I :1997)

Proses penataan ini juga mencakup penataan ruang dimana penduduk menempati daerah tertentu. Wilayah penempatatan penduduk juga perlu ditata dan diatur agar dapat mencipatakan suatu lingkungan masyarakat yang tertib dan teratur dalam rangka mewujudkan pembangunan. Dalam UU RI No. 24 tentang penataan ruang dikatakan bahwa penataan ruang adalah wujud struktural dari pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Sujarto dalam bukunya Pengantar Planologi mengemukakan bahwa penataan sebagai proses perencanaan , pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan merupakan satu kesatuan sisem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Kebutuhan suatu penataan pada berbagai tingkat wilayah pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan pembangunan.(Sujarto, 2003:50).

Permasalahan pembangunan ini tidak terlepas dari peran penataan ruang. Penataan ruang menjadi sangat penting karena dengan penataan ruang tersebut dapat menjamin terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur. Keadaan masyarakat yang tertib dan teratur akan mampu mendukung terselenggaranya pembangunan.

2.2.1. Penataan Ruang

Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Hal tersebut merupakan ruang lingkup penataan ruang sebagai objek Hukum Administrasi Negara. Jadi, hukum penataan ruang menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yaitu hukum yang berwujud struktur ruang (ialah sususnan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional) dan pola ruang (ialah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya). Keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

a. Asas dan Tujuan Penataan Ruang

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ditegaskan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:

Keterpaduan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain, adalah pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.

2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan.

Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

3. Keberlanjutan.

Keberlanjutan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan kelangsungan daya dukung dan daya tamping lingkungan dengan memperhatikan kepentingan generasi mendatang.

4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan.

Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang dan sumber daya yang terkandung di dalamnya serta menjamin terwujudnya tata ruang yang berkualitas.

Keterbukaan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penataan ruang.

6. Kebersamaan dan kemitraan.

Kebersamaan dan kemitraan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. 7. Perlindungan kepentingan umum.

Perlindungan kepentingan umum adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan masyarakat. 8. Kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian hukum dan keadilan adalah bahwa penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan kepastian hukum.

9. Akuntabilitas.

Akuntabilitas adalah bahwa penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik prosesnya, pembiayaannya, maupun hasilnya.

b. Klasifikasi Penataan Ruang

utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. Selanjutnya ditegaskan sebagai berikut:

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administrasi terdiri atas penataan ruang wilayah nasional, penataaan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan Ruang kawasan perkotaan, dan penataan ruang kawasan perdesaan. 5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas

penataan ruang kawasan strategis nasional, penatan ruang kawasan strategis provinsi, dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.

2.3. Revitalisasi

Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat)

(Danisworo, 2002). Revitalisasi sendiri bukan sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja, tapi juga harus dilengkapi dengan peningkatan ekonomi masyarakatnya serta pengenalan budaya yang ada. Untuk melaksanakan revitalisasi perlu adanya keterlibatan masyarakat. Keterlibatan yang dimaksud bukan sekedar ikut serta untuk mendukung aspek formalitas yang memerlukan adanya partisipasi masyarakat, selain itu masyarakat yang terlibat tidak hanya masyarakat di lingkungan tersebut saja, tapi masyarakat dalam arti luas (Laretna, 2002).

Persamaan fungsi yang dimiliki oleh pusat perbelanjaan modern dan pasar tradisional menimbulkan persaingan antara keduanya dan juga menimbulkan modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern. Preferensi prioritas faktor internal, faktor eksternal, faktor bertahan, dan daya tarik pusat perbelanjaan modern menyebabkan pasar tradisional mengalami kondisi bertahan, kehancuran, maupun modernisasi. Ketiganya ini dapat menyebabkan sebuah pasar tradisional dapat tetap mempertahankan konsep dan fisik bangunannya sebagai pasar, modernisasi dari pasar tradisional ke pusat perbelanjaan modern, dan menyebabkan suatu pasar tradisional ke arah kehancuran (Andreas Y.C. dan Marinus W., 2006).

Menurut Mudrajad Kuncoro (2008), isu utama yang berkaitan dengan perkembangan pasar tradisional adalah sebagai berikut.

1. Jarak antara pasar tradisional dengan hypermarket yang saling berdekatan.

2. Tumbuh pesatnya minimarket (yang dimiliki pengelola jaringan) ke wilayah pemukiman.

3. Penerapan berbagai macam syarat perdagangan oleh ritel modern yang memberatkan pemasok barang.

4. Kondisi pasar tradisional secara fisik sangat tertinggal, maka perlu ada program kebijakan untuk melakukan pengaturan. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, dikembangkan berbagai upaya untuk mengembangkan pasar tradisional. Salah satunya dilakukan dengan pemberdayaan pasar tradisional, antara lain dengan mengupayakan sumber-sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan, meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola, memprioritaskan kesempatan memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada sebelum dilakukan renovasi atau relokasi, serta mengevaluasi pengelolaan.

Gambar 2.3.

Salah Satu Konsep Revitalisasi Pasar Tradisional Sumber : www.google.com/konseprevitalisasi

2.4. Pasar Tradisional

Pasar tradisional terdiri dari dua kata yaitu “pasar” dan tradisional”. Pasar

berasal dari kata bazaar yang berasal dari bahasa Parsi dan Arab berarti tempat berjualan (Geertz, 1963, dalam Rochyansyah, 2009:200). Sedangkan dalam

Kamus Bahasa Indonesia “pasar” juga diartikan sebagai tempat berjual beli. Sehingga dapat disimpulkan kata “pasar” secara umum memiliki arti sebagai

tempat berjualan.

Kata tradisional berasal dari serapam bahasa inggris yaitu traditional. Dalam Kmaus Besar Bahasa Indonesia kata “tradisional” memiliki arti menurut

tradisi, yaitu adat kebiasaan yang masih diturunkan secara turun temurun. Sedangkan dalam kamus Oxford for Advance Learners Dictionary, traditional diartikan sesuatu yang bersifat dan didasarkan pada tradisi (kebiasaan). Dari pengertian menurut bahasa, dapat disimpulkan bahwa pasar tradisional yaitu tempat yang mewadahi aktivitas jual beli yang dilakukan secara tradisional yaitu dengan bertemunya penjual dan pembeli secara langsung.

2.5. Ruang Terbuka Publik

Stephen Carr, dkk (1992) melihat ruang terbuka publik sebagai ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan ritualnya dalam suatu ikatan komunitas, baik kehidupan sehari-hari maupun dalam perayaan berkala yang telah ditetapkan sebagai sesuatu yang terbuka, tempat masyarakat melakukan aktivitas pribadi dan kelompok. Pengertian-pengertian

mengenai ruang terbuka publik yang dikemukakan oleh para ahli perencanaan kota sangat beragam, beberapa pengertian ruang terbuka publik tersebut, adalah:

1. Ruang terbuka publik adalah lahan tidak terbangun di dalam kota dengan penggunaan tertentu. Pertama, ruang terbuka kota didefinisikan sebagai bagian dari lahan kota yang tidak ditempati oleh bangunan dan hanya dapat dirasakan keberadaanya jika sebagian atau seluruh lahannya dikelilingi pagar. Selanjutnya ruang terbuka didefinisikan sebagai lahan dengan penggunaan spesifik yang fungsi atau kalitas terlihat dari komposisinya (Rapuano, 1994).

2. Ruang terbuka publik merupakan ruang wadah aktivitas sosial yang melayani dan juga mempengaruhi kehidupan masyarakat kota. Ruang terbuka juga merupakan wadah dari kegiatan fungsional maupun aktivitas ritual yang mempertemukan sekelompok masyarakat dalam rutinitas normal kehidupan sehari-hari maupun dalam kegiatan periodik (Carr,1992). 3. Sedangkan menurut Daisy (1974), berdasarkan pemilikannya

ruang terbuka publik dapat diklasifikasikan berdasarkan dua jenis :

a. Ruang terbuka publik yang merupakan milik pribadi atau institusi yang dipergunakan oleh publik dalam kalangan terbatas. Misalnya halaman bangunan perkantoran, halaman sekolah atau mall shooping centre.

b. Ruang terbuka publik yang merupakan milik publik dan digunakan oleh orang banyak tanpa kecuali. Misalnya jalan kendaraan, jalan pedestrian, arcade, lapangan bermain, taman kota dan lain lain.

2.5.1. Tujuan Ruang Terbuka Publik

Secara umum, tujuan ruang terbuka publik (Carr dkk,1992) adalah:

1. Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan masyarakat menjadi motivasi dasar dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik yang menyediakan jalur untuk pergerakan, pusat komunikasi, dan tempat untuk merasa bebas dan santai.

2. Peningkatan Visual (Visual Enhancement)

“Keberadaan ruang publik di suatu kota akan meningkatkan kualitas visual kota tersebut menjadi lebih manusiawi,

harmonis, dan indah.”

3. Peningkatan Lingkungan (Environmental Enhancement)

“Penghijauan pada suatu ruang terbuka publik sebagai sebuah

nilai estetika juga paru-paru kota yang memberikan udara segar di tengah-tengah polusi.”

4. Pengembangan Ekonomi (Economic Development)

“Pengembangan ekonomi adalah tujuan yang umum dalam penciptaan dan pengembangan ruang terbuka publik.”

“Merupakan tujuan yang tidak tertulis secara jelas dalam

kerangka penciptaan suatu ruang terbuka publik namun selalu

ingin dicapai.”

2.5.2. Fungsi Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik sebagai salah satu elemen perancangan mempunyai fungsi-fungsi:

1. Ruang terbuka publik melayani kebutuhan sosial masyarakat kota dan memberikan pengetahuan kepada pengunjungnya. Pemanfaatan ruang terbuka publik oleh masyarakat sebagai tempat untuk bersantai, bermain, berjalan-jalan dan membaca. (Nazarudin, 1994).

2. Ruang terbuka publik adalah simpul dan sarana komunikasi pengikat sosial untuk menciptakan interaksi antarkelompok masyarakat (Carr, 1992).

2.5.3. Jenis Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik dapat berupa landscape (ruang terbuka hijau) maupun hardscape (ruang terbuka terbangun), pengkategoriannya adalah:

1. Ruang terbuka publik skala lingkungan dengan luas dan lingkup pelayanan kecil, seperti ruang sekitar tempat tinggal (home oriented space), ruang terbuka lingkungan (neighbourhood space) (Rapuano, 1964).

2. Ruang terbuka publik skala bagian kota yang melayani beberapa unit lingkungan, seperti taman umum (public park), ruang terbuka untukmasyarakat luas (community space).

3. Ruang terbuka publik dengan fungsi tertentu, seperti ruang sirkulasi kendaraan (jalan raya/freeway, jalan arteri, dll), ruang terbuka publik di pusat komersial (area parkir, plaza, dan mall), ruang terbuka publik kawasan industri, dan ruang terbuka publik peringatan (memorial) (Carr, 1992).

4. Pasar terbuka publik (markets), yaitu ruang terbuka publik atau jalan yang digunakan untuk PKL, bersifat temporer pada ruang yang ada seperti taman, daerah pinggir jalan, atau area parkir (Carr, 1992).

2.6. Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau kota merupakan salah satu bagian dari penataan ruang yang berfungsi sebagai paru paru kawasan. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004). Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuhnya tanaman-tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang

sengaja ditanam ( Pasal 29 UU No. 26 tahun 2007). Menurut Dinas Tata Kota, ruang terbuka hijau kota meliputi:

1. Ruang terbuka hijau makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota, dan landasan pengamanan bandar udara.

Gambar 2.4.

Ruang Terbuka Hijau Makro

Sumber : www.google.com/ruangterbukahijauhutankota 2. Ruang terbuka hijau medium, seperti kawasan area pertamanan

(city park), sarana olah raga, dan sarana pemakaman umum.

Gambar 2.5.

Ruang Terbuka Hijau Makro Sumber : www.google.com/citypark

3. Ruang terbuka hijau mikro, lahan terbuka yang ada di setiap kawasan permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum seperti taman bermain (play ground), taman lingkungan (community park), dan lapangan olah raga.

Gambar 2.6.

Ruang Terbuka Hijau Mikro

Sumber : www.google.com/lapanganolahraga 2.6.1. Fungsi dan Manfaat RTH

Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia mengeluarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan, dengan tujuan sebagai berikut :

a. Meningkatkan lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan

b. Menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.

a. Alat pengukur iklim amplitude (klimatologis). Penghijauan memperkecil amplitude variasi yang lebih besar dari kondisi

Dalam dokumen Penataan City Walk Pada Pasar Petisah (Halaman 77-128)

Dokumen terkait