• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Sebaiknya pada pengujian untuk sediaan sirup yang mengandung parasetamol tidak hanya dilakukkan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi saja, akan tetapi menggunakan metode yang lainnya, seperti metode titrimetri, spektrofotometri, untuk melakukan perbandingan metode yang paling baik untuk analisis parasetamol.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam

Demam adalah peningkatan titik patokan (set point) suhu di hipotalamus. Dengan meningkatkan titik patokan tersebut, maka hipotalamus mengirim sinyal untuk mengkatkan suhu tubuh. Tubuh berespons dengan menggigil dan meningkatkan laju metabolisme basal. Demam adalah keadaan dimana temperatur rektal >38oC. Menurut American Acedemy of Pediatrics (AAP) suhu normal rektal pada anak berusia kurang dari 3 tahun sampai 38oC, suhu normal oral sampai 37,5oC. Pada anak berusia lebih dari 3 tahun suhu oral normal sampai 37,2

o

C, suhu rektal normal sampai 37,8 oC (Atiq, 2009).

Demam merupakan salah satu bagian dari pertahanan fisiologi alamiah dalam melawan agen infeksi. Mekanisme imunologis meningkat dengan adanya demam dan kemampuan virus dan bakteri untuk bereplikasi akan menurun. Suatu randomized controlled trial pada anak dengan varisela menemukan bahwa pemberian parasetamol (asetaminofen) tidak mengurangi gejala demam dan dapat memperpanjang proses penyakit. Walaupun demikian, praktisi klinis sering mengobati demam, dengan pemberian obat antipiretik untuk mengurangi ketidaknyamanan anak. Obat antipiretik yang disetujui untuk digunakan pada anak adalah parasetamol dan ibuprofen. Penggunaan asetilsalisilat sangat tidak dianjurkan pada anak usia <15 tahun oleh karena resiko terhadap sindrom Reye. Steroid tidak bisa digunakan pada anak dengan demam karena rasio keuntungan – kerugian yang rendah. Dari kelompok NSAIDs, antipiretik yang lebih baik dibandingkan dengan plasebo, walaupun hasil ini dipengaruhi oleh jumlah pasien

yang sedikit dalam studi. Menurut pedoman NICE, antipiretik tidak bisa digunakan secara rutin pada penanganan anak dengan demam, walaupun dapat digunakan pada anak yang menunjukkan gejala ketidaknyamanan, termasuk menangis berkepanjangan, iritabilitas, aktivitas yang berkurang, selera makan menurun, dan gangguan tidur. Sebaliknya pedoman WHO menganjurkan penggunaan parasetamol apabila suhu tubuh >39oC. Dan dokumen terbaru dari WHO tidak menganjurkan penggunaan rutin antipiretik pada anak, terutama pada situasi keluarga harus menanggung biaya pengobatan dan juga karena peran obat antipiretik pada anak dengan malaria, sepsis atau malnutrisi kronik masih belum ditetapkan (Atiq, 2009).

2.2 Analgetik – Antipiretik

Antipiretik Adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh. Suhu tubuh normal adalah 36 – 37o. Analgetik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Kebanyakan antipiretik memberi efek analgetik, begitu juga sebaliknya tergantung yang mana efek yang paling dominan (Anief, 1991).

Analgetik antipiretik adalah obat yang mampu mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri sekaligus menurunkan suhu tubuh (Tjay dan Rahardja,2007).

Analgetik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu analgetik narkotik dan analgetik non narkotik. Analgetik-antipiratik adalah kelompok non narkotik, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamhuri, 1990).

Analgetik non narkotik disebut juga dengan analgetik-antipiretik atau non steroidal anti-inflamantory drug (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Obat golongan ini manpu meringankan atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mempengaruhi sistem saraf pusat atau menurunkan kesadaran. Kebanyakkan berdaya antipiretis dan anti radang. Daya antipiretisnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di hipothalamus, yang mengakibatkan fase dilatasi perifer dengan meningkatkan eliminasi panas disertai pengeluaran keringat. Daya antiradang digunakan untuk pengobatan rematik (Tjay dan Rahardja,2007).

2.3 Sirup

Menurut Farmakope Indonesia III, Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa. Kadar sakarosa (C12 H22 O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66% (Ditjen, POM., 1979).

Sirup aadalah sediaan pekat dalam air dari gula atau pengganti gula dengan atau dengan adanya penambahan bahan pewangi dan zat obat. Sirup merupakan sediaan farmasi berbentuk cairan yang digunakan untuk pemberian obat yang rasanya tidak enak. Sirup efektif dalam pemerian obat untuk anak-anak, karena rasanya yang tidak enak biasanya menghilangkan keengganan pada sebagian anak-anak untuk meminum obat. Dan sirup obat yaitu sirup yang menggandung bahan terapetik atau bahan obat. Sirup obat dalam perdagangan di buat dari bahan bahan awal: yaitu dengan menggabungkan masing-masing komponen tunggal dari sirup seperti sukrosa, air murni, bahan pemberi rasa, bahan pewarna, dan bahan terapetik (Ansel, 1989).

Sebagian besar sirup-sirup menggandung komponen-komponen berikut di samping air murni di semua zat-zat obat yang ada; (1) gula; biasanya sukrosa atau pengganti gula yang digunakan untuk memberi rasa manis dan kental, (2) pengawet antimikroba, (3) pemberi aroma, dan (4) pewarna. Juga banyak sirup sirup terutama yang dibuat dalam perdagangan, mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu kelarutan, pengantal dan stabilisator (Ansel, 1989).

2.4 Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofenadalah metabolit fenasetin dengan khasiat analgetik dan antipiretik yang sama (sedikit lebih lemah). Sifat-sifat farmakokinetiknya lebih kurang sama dengan fenasetin, efek-efek sampingnya lebih ringan, khususnya tidak nefrotoksis dan tidak menimbulkan euforia dan ketergantungan psikis. Karena tidak menimbulkan pendarahan lambung seperti asetosal, maka pada tahun-tahun terakhir parasetamol banyak sekali digunakan di Indonesia sebagai analgetikum-antipiretikum yang aman (Tjay dan Rahardja,2007).

2.4.1 Uraian Umum Rumus Bangun :

Gambar 2.1 Struktur Parasetamol Rumus molekul :C8H9NO2

Nama Kimia : N-acetyl-p-aminophenol atau p-asetamedofenol atau 4’ – Hidroksiasetanilida

Sinonim : Asetaminofen Berat Molekul : 151,16

Pemerian : hablur putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit

Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol

Paracetamol Derivat-Asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin yang dahulu banyak digunakan sebagai analgeticum, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetis dan antipiretis, tetapi tidak anti radang. Dewasa ini dianggap sebagai zat antinyeri yang paling aman, juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Efek analgetisnya diperkuat oleh kodein dan kofein dengan kira – kira 50% (Tjay dan Rahardja,2007).

2.4.2 Farmakodinamik

Efek analgetik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek netral seperti salisilat (Setiabudy, 2007).

Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan sabagai antineuromatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintetis PG yang lemah. Efek iritasi dan pendarahan pada lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa (Setiabudy, 2007).

2.4.3 Farmakokinetik

Farmakokinetik Parasetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain itu kedua obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai parasetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi (Setiabudy, 2007).

2.4.4 Efek Samping

Reaksi alergi jarang terjadi, kecuali ruam kulit, kelainan darah, pancreatitis akut terjadi pada penggunaan jangka panjang (Sukandar, 2008).

2.4.5 Kelebihan Dosis

Kelebihan dosis parasetamoldapat berakibat hepatotoksik, nekrosis hati yang fatal timbul setelah mengkonsumsi 10-15 g parasetamol dosis tunggal. Ditandai dengan timbulnya mual, muntah, nyeri perut, dan akhirnya koma hepatic, penanggulangannya dengan cuci lambung (Komala, 1997).

2.5Analisis Parasetamol dalam sediaan farmasi

Parasetamol dalam sediaan farmasi dapat berupa tablet, larutan oral, suspensi oral (Ditjen,POM., 1995).

1. Tablet

Tablet Parasetamol mengandung C8H9NO2 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Parasetamol dalam sediaan tablet menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi yang dilengkapi dengan detektor 243 nm dan kolom 3,9 mm x 30 cm berisi bahan pengisi dengan ukuran partikel 5µm serta laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit. Dimana penetapan kadar menggunakan fase gerak air : metanol P (3:1). Pada proses penimbangan kosentrasi dari larutan uji dan baku yaitu mengandung lebih kurang 0,01 mg dalam 1 ml larutan (Ditjen, POM., 1995). 2. Larutan oral dan suspensi oral

Tablet Parasetamol mengandung C8H9NO2 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Parasetamol dalam sediaan Larutan Oral dan suspensi oralmenggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dilengkapi dengan detektor 243 nm dan kolom 3,5 mm x 30 cm berisi bahan pengisi dengan ukuran partikel 5µm serta laju alir lebih kurang 1,5 ml per menit. Dimana penetapan kadar menggunakan fase gerak air : metanol P (3:1) (Ditjen,POM., 1995).

2.6 Penetapan Kadar Parasetamol

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi V, dapat ditetapkan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan kolom jenis L1 atau C18 dan dengan menggunakan fase gerak berupa campuran aquadest dengan metanol (Ditjen,POM., 2014).

a. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatograficairkinerjatinggi (KCKT) merupakanteknik yang manasoluteatauzatterlarutterpisaholehperbedaankecepatanelusi, dikarenakan solute-solute

inimelewatisuatukolomkromatografi.Pemisahansolut-solutinidiaturolehdistribusisolutedalamfasegerakdanfase diam. Penggunaankromatograficairsecarasuksesterhadapsuatumasalah yang dihadapimembutuhkanpenggabungansecaratepatdariberbagaimacamkondisioperas

ionalsepertijeniskolom, fasegerak, panjangdan diameter kolom, kecepatanalirfasegerak, suhukolom, danukuransampel (GandjardanRohman, 2007).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Perpormance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat (Rohman, 2009).

Kromatograficairkinerjatinggi (KCKT) merupakansystempemisahandengankecepatandanefisiensi yang

tinggikarenadidukungolehkemajuandalamteknologikolom,

systempompatekanantinggi, dandetektor yang sangatsensitivedanberagamsehinggamampumenganalisaberbagaicuplikansecaraku

alitatifmaupunkuantitatif, baikdalamkomponentunggalmaupuncampuran (Ditjen, POM., 1995).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan jenis yang khusus dari kromatografi kolom, metode ini menggunakan cairan dengan tekanan tinggi sebagai fase mobil (fase gerak) sebagai pengganti gas. Metode ini dapat

dibedakan dari kromatografi kolom klasik oleh empat sifat yang khas yaitu(Roth, 1998).

1. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

2. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm, untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

3. Ukuran partikel bahan absorbsi (penyerap) terletak dibawah 50 µm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

4. Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom.

b. Kegunaan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities); analisis senyawa-senyawa tidak mudah menguap (non-volatil); penentuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan senyawa- senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa-senyawa dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak dan dalam skala proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Rohman, 2009).

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis; menentukan kadar senyawa- senyawa aktif obat, produk hasil samping proses sintetis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi; memonitor sampel-sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan

senyawa dalam suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintetis. Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika KCKT dihubungkan dengan Spektrometer Masa (SM).Keterbatasan lainnya adalah jika sampelnya sangat komlpeks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Rohman, 2009).

c. Keuntungan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

KCKT dapat dianggap sebagai pelengkap KG. Dalam banyak hal keduanya dapat digunakan untuk menghasilkan pemisahan yang sama. Untuk KG diperlukan pembuatan turunan senyawa, sedangkan KCKT dapat dilakukan tanpa pembuatan turunan senyawa.Untuk senyawa yang tidak tahan panas atau tidak atsiri, KCKT merupakan pilihan yang tepat. Bagaimanapun, KCKT tidak akan menggantikan KG, sekalipun memang peranannya di laboratorium analisis semakin lama semakin besar. Pembuatan turunan senyawa menjadi popular pula pada KCKT karena cara itu dapat dipakai untuk meningkatkan kepekaan detektor UV-Vis yang biasa digunakan (Johnson, 1991).

d. Sistem Peralatan KCKT

Istrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi terdiri dari : 1. Tandon Pelarut

Tandon pelarut atau wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert) terhadap fase gerak berair dan tidak berair, sehingga baja nir (anti) karat dan gelas menjadi bahan terpilih. Baja nir karat jangan di pakai pada pelarut yang menggandung ion halida dan hindarkan penggunaan gelas jika tandon harus bertekanan. Daya tampung tandon harus lebih besar dari 500ml, dapat digunakan selama 4 jam dengan kecepatan alir 1-2 ml/menit (Munson, 1991).

2. Pompa

Pompa yang cocokuntuk KCKT mempunyaibeberapacirriyaitu : pompaharusdibuatdaribahan yang lembamterhadapsemuamacampelarut, mampumenghasilkantekanansampai 5000-6000 psipadakecepatanalirsampai 3 mL/menit, sedangkanjikauntukskala preparative perlukecepatanalirsampai 20

mL/menit, danmenghantarkanaliranpelarut yang tetapdanterulangkankedalamkolom (Gritter, 1991).

3. Penyuntik

Alat penyuntik terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang di lengkapi dengan keluk sampel internal atau eksternal. Teknik penyuntikkan harus dilakukkan dengan cepat untuk mencapai ketelitian maksimum analisis kuantitatif. Dan yang terpenting, sistem harus dapat mengatasi tekanan balik yang tunggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian cuplikan, cuplikan di alirkan melewati keluk cuplikan dan kelebihannya dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikkan, katup di diputar sehingga fase gerak mengalir melewati keluk cuplikan dan mengalirkan cuplikan ke kolom (Rohman, 2007).

4. Kolom

Kolommerupakankomponen yang vital padaanalisiskromatografi.Keberhasilanataukegagalananalisisbergantungpadapiliha

nkolomdankondisikerja yang tepat.Kolompadakromatograficairkinerjatinggimerupakanbagian yang

sangatpenting, karena proses separasi (pemisahan)

komponen-komponensampelakanterjadi di dalamkolom.

Kolomakanmenjadikuncipenentukeberhasilanpemisahankomponen-komponensampelsertahasilakhiranalisisdengan KCKT. Dianjurkanuntukmemasangpenyaring 2 µm di

jalurantarapenyuntikdankolomuntukmenahanpartikel yang dibawafasegerakdanmemperjangumurdarikolom (MuljadanSuharman, 1995).

5. Detektor

Detektor diperlukan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan didalam eluen kolom dan mengukur jumlahnya. Detektor harus memberikan tanggapan terhadap cuplikan, kepekaannya tinggi, hasilnya efisien, tanggapan dapat diramalkan, dan tidak terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak. Pemilihan detektor untuk KCKT tergantung pada sifat analit, matriks, fase gerak, dan kepekaan yang ingin dicapai. Detektor yang dipakai pada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi biasanya adalah detektor UV 250nm. Detektor ini tanggap terhadap banyak obat dan kepekaannya memadai bagi penetapan sediaan obat dan cairan biologi. Detektor UV tampak dengan panjang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai untuk mendeteksi senyawa dalam lingkup yang lebih luas. Bila tanggapan detektor lebih lambat dari elusi cuplikan, akan timbul pelebaran pita yang memperburuk pemisahan. Oleh karena itu, waktu tanggapan detektor ditetapkan harus tidak lebih besar dari 0,5 detik (Munson, 1991).

6. Penguat Signal

Pada umumnya signal yang berasal dari detektor diperkuat terlebih dahulu sebelum disampaikan pada alat perekam potensiometri. Signal dapat juga dikirimkan kepada suatu integrator digital elektronik untuk mengukur luas puncak kromatogram secara otomatik.

7. Perekam

Perekam merupakan salah satu dari bagian peralatan dalam sistem Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang berfungsi untuk menunjukkan hasil pemeriksaan suatu senyawa berupa pucak. Dari daftar tersebut secara kualitatif kita dapat menentukkan atau mengetahui senyawa apa yang di periksa. Luas dan tinggi puncak berbanding lurus dengan konsentrasi. Data ini dapat pula dipakai untuk memperoleh kadar cuplikan secara kuantitatif. Sebagai perekam biasanya dipakai bersama sama dengan integrator (Munson, 1991).

Selain dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Penetapan kadar Parasetamol dapat juga ditetapkan dengan metode Spektrofotometri berdasarkan absorbansi pada panjang gelombang tertentu dengan reagen resorcinol dan 1-naphtol untuk menghasilkan warna yang dapat dideteksi dengan spektrofotometri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Obat adalah suatu zat aktif yang berasal dari nabati, hewani, maupun sintetis yang dalam dosis atau kadar tertentu dapat digunakan untuk mencegah, mengurangi, serta mendiagnosa penyakit atau gejala penyakit pada manusia maupun hewan. Namun zat aktif tersebut tidak dapat digunakan begitu saja sebagai obat, terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. Oleh karena itu muncul sediaan pil, tablet, kapsul, sirup, suppositoria, salep dan lain-lain (Jas, 2004).

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat Analgetik – Antipiretik yang penggunaannya sangat luas di kalangan masyarakat. Parasetamol dapat tersedia dalam berbagai macam sediaan seperti tablet, kapsul, tetes, eliksir, suspensi, dan supositoria. Parasetamol pada umumnya diberikan dalam bentuk tablet yang mengandung 500mg bahan aktif. Parasetamol juga sering dikombinasikan dengan bahan obat lain dalam satu formulasi (Setiabudy, 2007).

Penetapan kadar ini dilakukan untuk mengetahui apakah sirup tersebut memenuhi syarat sesuai dengan etiket. Bila kadar obat tersebut tidak memenuhi syarat, berarti obat tersebut tidak memiliki efek terapi yang baik atau tidak layak dikonsumsi. Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan cara – cara yang sesuai yang tertera pada monografi antara lain di Farmakope Indonesia (Syukri, 2002).

Kiranya Tugas Akhir ini dapat berguna untuk menentukan kadar sirup parasetamol produksi PT.Otto secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui kadar paracetamol dalam sediaan sirup dan untuk mengetahui apakah sirup parasetamol yang diuji memenuhi persyaratan atau tidak

1.2.2 Manfaat

Manfaat dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memastikan kadar parasetamol yang terdapat dalam sirup yang beredar di pasaran memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia sehingga dapat dikonsumsi dengan aman.

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN SIRUP DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI

ABSTRAK

Setiap kandungan obat harus mengandung zat berkhasiat yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia, sedian sirup parasetamol harus tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% sesuai yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar parasetamol dalam sediaan sirup memenuhi persyaratan kadar yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di Farmakope Indonesia Edisi V.

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dimana menggunakan oktadesil silica sebagai penjerap dan campuran aquabidest-metanol dengan perbandingan 3:1 sebagai fase geraknya. Kadar diperoleh dengan membandingkan antara respon puncak utama sampel denganrespon puncak utama baku pembanding yang kemudian dikalikan dengan kadar BPFI.

Dari penetapan kadar yang dilakukan terhadap sediaan sirup parasetamol diperoleh kadar parasetamol, yaitu 101,07%. Kadar tersebut sesuai dengan batas yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia Edisi V, dimana persyaratan yang tertera parasetamol mengandung C8H9NO2 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada monografi.

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN

SIRUP DENGAN MENGGUNAKAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR OLEH : RIZKY FADHILLAH NIM 132410057

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN

SIRUP DENGAN MENGGUNAKAN METODE

KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

TUGAS AKHIR

DiajukanUntukMemenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III AnalisFarmasidanMakanan

FakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara OLEH : RIZKY FADHILLAH NIM 132410057

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALISIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkankehadirat Allah SWT yang telahmemberikanrahmatdankaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “ Penetapan Kadar Parasetamol Dalam Sediaan Sirup Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi’’ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Selama Penulisan Tugas Akhir ini, Penulis banyak mendapat bimbingan dari berbagai pihak maka dengan segala ketulusan hati penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt.,selakuDekanFakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara.

2. Ibu Poppy Anjelisa Zaitun Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selakuKoordinator

Program Studi Diploma III AnalisFarmasidanMakananFakultasFarmasiUniversitas Sumatera Utara

dansebagaiDosenPembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Bapak Hari Ronaldo Tanjung., S.Si, M.Sc., Apt., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis selama melaksanakan pendidikan yang dengan sabar

memberikan nasehat kepada penulis dalam bidang akademik selama masa perkuliahan.

5. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan.

6. IbuLambokOktavia SR, S.Si., Apt., M.Kes.,

selakuKoordinatorPembimbing PKL BalaiBesarPengawasObatdanMakanan di Medan.

7. Teman – teman terdekat penulis serta seluruhteman-temanmahasiswaAnalisFarmasidanMakananangkatan 2013 yang tidakdapatpenulissebutkansatupersatu,

tanpatidakmengurangiartikeberadaanmereka.

8. Terakhir dan sangat yang teristimewa, penulis menggucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta (Papa Sudarsono S,Pd dan Mama Rismawati) dan abang serta adik yang penulis sayangi (M.Risda Hidayat S.T dan Khairunnisa Fazlaini) yang selalu memberikan perhatian, kasih sayang, serta dorongan moril maupun materil kepada penulis selama ini.

Penulis menyadari bahwa tulisanlaporaninimasihjauhdarikesempurnaan. Kritikdan saran yang membangunsangatpenulisharapkan demi kesempurnaan tulisan ini.Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan ilmu yang bermanfaat.

Medan, Agustus 2016 Penulis RizkyFadhillah NIM 132410057

PENETAPAN KADAR PARASETAMOL DALAM SEDIAAN SIRUP DENGAN MENGGUNAKAN METODE KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI

ABSTRAK

Setiap kandungan obat harus mengandung zat berkhasiat yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia, sedian sirup parasetamol harus tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% sesuai yang ditetapkan pada Farmakope Indonesia. Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui apakah kadar parasetamol dalam sediaan sirup memenuhi persyaratan kadar yang sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan di Farmakope Indonesia Edisi V.

Penetapan kadar parasetamol dalam sediaan sirup dilakukan dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, dimana menggunakan oktadesil silica sebagai penjerap dan campuran aquabidest-metanol dengan perbandingan 3:1 sebagai fase geraknya. Kadar diperoleh dengan membandingkan antara respon puncak utama sampel denganrespon puncak utama baku pembanding yang

Dokumen terkait