BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
Berdasarkan keterbatasan dalam penelitian ini, adapun saran yang dapatdiberikan untuk penelitan selanjutnya adalah :
1. Untuk penelitian selanjutnya, dapat menambahkan variabel lainnya yang juga dapat mempengaruhi nilai perusahaan.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengambil sampel yang tidak terbatas pada perusahaan manufaktur saja, tetapi dapat dikembangkan dengan menambahkan sektor industri lain yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat memperpanjang rentang waktu periode pengamatan dengan periode atau rentang waktu yang berbeda.
3. Untuk penelitian selanjutnya, dalam penggunaan variabel kepemilikan institusional khususnya sebagai variabel pemoderasi, disarankan dapat mengelompokkan variabel ini, misalnya pemisahan antara kepemilikan oleh Instansi Pemerintah, kepemilikan institusional asing, kepemilikan institusional dalam negeri, dan kepemilikan institusional oleh investor yang bergerak dalam bidang keuangan (investment-fund) dan non-keuangan.
4. Mekanisme corporate governance yang lain bisa digunakan selain kepemilikan institusional untuk penelitian selanjutnya seperti kepemilikan manajerial, komisaris independen, jumlah dewan direksi, dan lain-lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan menurut Salvatore (2005 : 9)adalah “untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm)”. Kenaikan nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik perusahaan, sehingga pemilik perusahaan berupaya untuk bekerja lebih keras dengan menggunakan berbagai insentif untuk memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara mendorong kinerja manajer. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Penilaian para investor atas saham di sebuah perusahaan, salah satunya dipengaruhi oleh return yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi juga kemakmuran pemegang saham (Sari, 2010).
Bagi perusahaan yang telah go public, maka nilai pasar wajar perusahaan ditentukan mekanisme permintaan dan penawaran di bursa yang tercermin dalam listing price. Namun untuk nilai perusahaan yang belum go public nilainya terealisasi apabila perusahaan akan dijual (total aktiva dan prospek perusahaan, risiko usaha, lingkungan usaha, dan lain – lain). Menurut Keown (2011), nilai perusahaan dapat dihitung dengan beberapa rumus, diantaranya:
1. Price to Book Value (PBV) atau Market to Book Value (MBV) yaitu perbandingan antara harga pasar saham dengan nilai buku saham.
2. Market to Book Assets Ratio yaitu ekspektasi pasar tentang nilai dari peluang investasi dan pertumbuhan perusahaan yaitu perbandingan antara nilai pasar aset dengan nilai buku aset.
3. Enterprice Value (EV) yaitu nilai kapitalisasi pasar yang dihitung dengan total kewajiban ditambah minority interest dan saham preferen dikurangi total kas dan ekuivalen kas.
4. Price Earning Ratio (PER) yaitu harga yang bersedia dibayar oleh pembeli apabila perusahaan dijual. PER dapat dirumuskan sebagai price per share / earnings per share. 5. Tobin’s Q yaitu nilai pasar dari suatu perusahaan dengan
membandingkan nilai pasar suatu perusahaan yang terdaftar di pasar keuangan dengan nilai penggantian aset (asset replacement value) perusahaan.
6. Market Value yaitu nilai perusahaan yang dihitung berdasarkan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar.
Pada penelitian ini nilai perusahaan diukur menggunakan nilai buku atau Price to Book Value (PBV), yaitu membandingkan nilai saham dengan nilai bukunya. PBV menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menciptakan nilai perusahaan dalam bentuk harga terhadap modal yang tersedia.Semakin tinggi nilai PBV, maka semakin meningkat pula kesejahteraan para pemegang saham.
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi nilai PBV adalah aktivitas tax avoidance dan dividend policy. Perusahaan selalu diwajibkan untuk membayar pajak sesuai dengan tarif dari jumlah penghasilan yang diterima. Adanya pembayaran pajak akan menimbulkan penurunan laba bersih. Pada umumnya, perusahaan akan berusaha untuk meminimumkan beban pajak perusahaan dengan cara melakukan tindakan penghematan pajak yang masih dalam koridor perundangan-undangan (Chasbiandani dan Martani, 2012).
Oleh sebab itu, perlu adanya kebijakan dan pelaksanaan fungsi manajemen. Salah satunya dilakukan dengan aktivitas tax avoidance.
Selain itu, kebijakan proporsi pembagian dividen yang tepat juga akan turut meningkatkan nilai perusahaan. Adanya pembagian dividen kepada pemegang saham menjadi salah satu sinyal positif kepada pihak eksternal bahwa perusahaan memiliki kondisi finansial yang baik. Besarnya dividen yang dibagikan kepada pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi calon investor lain (Susanti, 2010). Dengan adanya aktivitas tax avoidance dan dividend policy diharapakan dapat meningkatkan nilai perusahaan yang akan tercermin pada rasio Price To Book Value (PBV) perusahaan.
Adapun kelebihan menggunakan nilai PBV sebagai pengukur nilai perusahaan yaitu:
1. Nilai buku mempunyai ukuran intuitif yang relatif stabil yang dapat diperbandingkan dengan harga pasar,
2. Nilai buku memiliki standar akuntansi yang konsisten untuk semua perusahaan. PBV dapat diperbandingkan dengan antara perusahaan-perusahaan yang sama sebagai petunjuk adanya under atau over valuation.
3. Perusahaan-perusahaan dengan earningsnegatif yang tidak dapat dinilai dengan price earning ratio (PER) dapat dievaluasi dengan menggunakan PBV.
2.2 Tax Avoidance (Penghindaran Pajak)
Tax avoidance merupakan segala bentuk kegiatan yang memberikan efek terhadap kewajiban pajak, baik kegiatan diperbolehkan oleh pajak atau kegiatan khusus untuk mengurangi pajak dan biasanya dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan – kelemahan hukum pajak dan tidak melanggar hukum perpajakan (Dyreng, et al. 2008)
Tax avoidance merupakan rekayasa ‘tax affairs’ yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful fashion). Menurut Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), terdapat tiga karakter dari tax avoidance, yaitu :
a. Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah – olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak.
b. Sering memanfaatkan loopholes dari Undang – Undang atau menerapkan ketentuan – ketentuan legal untuk berbagai tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh pembuat Undang – Undang.
c. Adanya unsur kerahasiaan. Biasanya konsultan yang ditunjuk perusahaan untuk mengurus pajak perusahaan tersebut menunjukkan cara penghindaran pajak yang dilakukannya dengan syarat wajib pajak harus menjaga kerahasiaannya.
Secara teori, faktor – faktor yang mempengaruhi kepatuhan perpajakan ditentukan oleh tarif pajak, kemungkinan terdeteksinya penghindaran pajak, hukuman, pinalti, dan risk-aversion, serta terpisahnya kepemilikan dan
kontrol dalam perusahaan (Hanlon dan Heizman,2010). Adanya pemisahan kepemilikan dan manajemen seperti yang dikemukakan dalam teori agensi (Jensen dan Meckling, 1976) mengindikasikan keputusan pajak perusahaan dapat memicu konflik agensi antara kepentingan pribadi manajer dan pemegang saham. Pemisahan kepemilikan dan pengawasan ini menunjukkan bahwa tax avoidance merupakan aktivitas yang penting karena penghindaran pajak dapat memfasilitasi kesempatan manajerial untuk memanipulasi laporan sesuai kepentingannya sekaligus memunculkan kesempatan bagi manajemen untuk menutupi berita buruk atau menyesatkan investor. Manajer dapat membenarkan aktivitas ini dengan mengatakan ketidaktahuan dalam meminimalkan terdeteksinya aktivitas penghindaran pajak oleh pemeriksa pajak atau fiskus (Chasbiandani dan Martani, 2012).
Oleh karena itu, pemilik perlu merancang insentif dan pengawasan yang tepat bagi manajemen agar manajer mengambil keputusan pajak yang efektif dan efisien, yaitu ketika biaya yang harus dikeluarkan untuk aktivitas tax avoidancemasih lebih kecil daripada benefit yang akan diterima.
Dalam penelitian ini, tax avoidance diukur dengan menggunakan perhitungan kumulatif Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) selama lima tahun berturut – turut sesuai dengan penelitian yang telah dikembangkan oleh Dyreng, et al. (2008). Pengukuran tax avoidance dengan menggunakan Cash ETR baik digunakan untuk menggambarkan kegiatan penghindaran pajak oleh perusahaan karenaCash ETR tidak terpengaruh dengan adanya perubahan estimasi seperti penyisihan penilaian atau perlindungan pajak.
Menurut Wang (2010), Cash ETR digunakan baik untuk mengukur tax saving potensial dari strategi tax planning (misalnya: percepatan pengurangan beban dan penundaan pengakuan penghasilan) yang membuat perbedaan permanen dan temporer perhitungan buku dengan pajak. Semakin rendah angka CashEffective Tax Rate (CETR), maka semakin tinggi aktivitas penghindaran pajak yang dilakukan (Dyreng, et al.2008).Cash ETR dalam penelitian ini dapat diukur melalui rumus di bawah ini.
���� − ������ℎ���
��=
∑� ���ℎ��� ������ −5�=5
∑� ��� −��� �������� −5
�=5
Keterangan :
Long-Run Cash ETR :Perhitungan kumulatif 5 tahun untuk Cash ETR
���ℎ���������−5 : Pajak yang dibayarkan perusahaan secara kas/tunai pada tahun t-5 sampai tahun t (terdapat dalam laporan arus kas perusahaan)
��������������−5 : Laba perusahaan sebelum pajak pada tahun t-5 sampai tahun t (hanya perusahaan yang mempunyai laba sebelum pajak positif).
Perhitungan Cash ETR juga merupakan solusi atas keterbatasan pengukuran tax avoidance berdasarkan model GAAP ETR yaitu sebagai berikut :
1. GAAP ETR hanya berdasarkan pada data 1 periode, dimana ada kemungkinan terjadi variasi dalam ETR tahunan. Hal tersebut dapat menyebabkan kebiasaan dalam perhitungan dan perilaku tax avoidance yang dilakukan perusahaan.
2. Tax expense merupakan jumlah dari beban pajak tangguhan yang menggambarkan jumlah pajak yang akan datang sebagai konsekuensi atas adanya temporary different. Oleh sebab itu, GAAP ETR tidak dapat mencerminkan tax avoidance perusahaan.
2.3 Dividend Policy (Kebijakan Dividen)
Dividend Policy (Kebijakan Dividen) adalah keputusan tentang seberapa banyak laba saat ini yang akan dibayarkan sebagai dividen daripada ditahan untuk diinvestasikan kembali dalam perusahaan. Semakin tinggi harga saham berarti semakin tinggi tingkat pengembalian kepada investor. Hal ini turut menaikkan nilai perusahaan terkait dengan tujuan dari perusahaan itu sendiri, yaitu untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham (Gultom, 2008).
Berdasarkan teori sinyal, perusahaan pada dasarnya mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat informasi asimetris antara perusahaan dan pihak luar. Sinyal dapat berupa informasi mengenai apa yang telah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik (Thiono, 2006). Salah satunya adalah seberapa besar proporsi dividen yang dibagikan oleh
perusahaan kepada pemegang sahamnya yang dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang. Hal tersebut akan meningkatkan harga saham sebagai indikator nilai perusahaan (Jama’an, 2008).
Kebijakan dividen melibatkan dua pihak yang berkepentingan dan saling bertentangan yaitu kepentingan perusahaan dengan labanya dan kepentingan pemegang saham dengan kebijakan dividennya. Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan sehingga laba ditahan menjadi sangat berarti bagi pemenuhan kebutuhan intern dan di pihak lain perusahaan juga ingin tetap membayarkan dividen kepada pemegang saham demi tercapainya nilai perusahaan melalui peningkatan nilai harga saham perusahaan. Dividen perusahaan dapat dlihat dari nilai Dividend Payout Ratio (DPR). DPRmenunjukkan rasio dividen yang dibagikan perusahaan dengan laba bersih yang dihasilkan perusahaan (Subramanyam & Wild, 2010:45). DPR dapat dihitung melalui rumus berikut ini.
��� = ������������ℎ���
������������ℎ���
Semakin tinggi dividend payout ratio akan semakin menguntungkan bagi para pemegang saham. Namun, bagi pihak perusahaan tidak mengharapkan hal tersebut terjadi karena dapat memperlemah keuangan internalsehingga laba ditahan semakin berkurang. Di sisi lain, semakin kecil dividend pay out ratio maka akan merugikan bagi pihak pemegang saham dan
menguntungkan bagi perusahaan melalui internal financial yang semakin kuat.
2.4 Corporate Governance
Menurut Organization of Economic Cooperation and Development (OECD), Corporate governance adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengawasi perusahaan. Corporate governance melibatkan hak dan kewajiban para pemangku kepentingan untuk menetapkan tujuan, mengambil keputusan, dan memonitor kinerja perusahaan. Dengan adanya corporate governance diharapkan akan dapat meminimalisir konflik kepentingan yang terjadi antara pemegang saham dan manajemen. Mekanisme corporate governance yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan selain pemegang saham dan manajemen akan membuat fungsi pengawasan dan monitoring lebih efektif.
Dalam pedoman umum GCG di Indonesia yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), terdapat lima unsur dalam corporate governance yaitu: transparency, accountability, reliability, independency, dan fairness (TARIF). Dengan adanya unsur – unsur tersebut diharapkan dapat meminimalisir terjadinya konflik keagenan. Menurut Barnhart dan Rosenstein (1998) dalam Siswantaya (2007) mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Internal mechanism (mekanisme internal), seperti struktur dewandireksi/komisaris, kepemilikan manajerial, dan kompensasi eksekutif.
2. External mechanism (mekanisme eksternal), seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan institusional, dan tingkat pendanaan dengan hutang.
Dalam penelitian ini, salah satu mekanisme good corporate governance yang akan digunakan sebagai alat monitoring aktivitas perusahaan adalah kepemilikan institusional. Menurut Wardhani (2008), Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham yang dimilki oleh pihak institusi yang mencakup bank, dana pensiun, perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Kepemilikan institusional adalah ukuran dasar dari kualitas aktivitas pemegang saham (Desai dan Dharmapala,2009). Hal tersebut dikarenakan investor institusional memiliki insentif dan kapasitas yang lebih besar dalam memonitor kinerja manajemen.
Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam mempengaruhi kebijakan perusahaan dan memonitor kinerja manajemen karena dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Semakin besar kepemilikan yang dimiliki institusional maka semakin besar juga dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan (Wening, 2009). Hal ini didukung oleh penelitian Suranta (2004) yang menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan institusi mampu mensubstitusi biaya keagenan lain, sehingga biaya
keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat. Kepemilikan institusional dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
����������������������� = ∑ ��ℎ�����������
∑ ����� ℎ��ℎ���������
x 100%
Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain :
1. Memiliki profesionalisme dalam menganalis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi.
2. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan.
2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Nilai Perusahaan
No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1 Ernita Sartika Pardede (2015) Analisis Pengaruh Pendanaan, Kebijakan Dividen, Keputusan Investasi dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 – 2013 Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel Independen : 1. Keputusan Pendanaan 2. Kebijakan Deviden 3. Keputusan Investasi 4. Profitabilitas Secara Parsial : 1. Keputusan pendanaan dan kebijakan deviden berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai perusahaan
2. Keputusan investasi dan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan Secara simultan : Keputusan pendanaan, kebijkan deviden, keputusan investasi, dan ROE
berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
2 Ari Putra Permata (2014) Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang Terhadap Nilai Perusahaan dengan Kepemilikan Institusional sebagai Variabel Moderasi Variabel Dependen: Nilai Perusahaan Variabel Independen: Tax avoidance Variabel Moderasi :Kepemilikan institusional
Tax avoidance tidak memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Kepemilikan institusional tidak memperkuat hubungan antara tax avoidance dengan nilai perusahaan. 3 Tryas Chasbiandan i dan Dwi Martani (2012) Pengaruh Tax Avoidance Jangka Panjang Terhadap Nilai Perusahaan Variabel Dependen: Nilai perusahaan Variabel Independen: Tax Avoidance Jangka Panjang
Short run tax avoidance berpengaruh positif terhadap long run tax avidance . Long run tax avoidance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, sedangkan short run tax avoidance tidak secara signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. 4 Dwi Sukirni (2011) Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Dividen, dan Kebijakan Hutang Analisis Terhadap Nilai Perusahaan Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel Independen : 1. Kepemilikan Manajerial 2. Kepemilikan Institusional 3. Kebijakan Dividen 4. Kebijakan Hutang Analisis Secara Parsial : 1. Kepemilikan Manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan 2. Kepemilikan
Institusional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan 3. Kebijakan Dividen tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Nilai Perusahaan 4. Kebijakan hutang
berpengaruh positif dan signifikan terrhadap Nilai Perusahaan Secara simultan : Kepemilikan manajerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan dividen, dan Kebijakan hutang bersama – sama berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. 5 Xiaohang (Tina) Wang (2010) Tax avoidance, Corporate Transparency, and Firm Value Variabel Dependen: Nilai Perusahaan Variabel Independen : Tax Avoidance
Tax avoidance berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, terutama pada perusahaan yang
transparansinya baik. Perusahaan yang memiliki transparansi baik akan
cenderung melakukan penghindaran pajak. 6 Mihir A. Desai dan Dhammika Dharmapla (2009) Corporate Tax Avoidance and Firm Value Variabel Dependen: Firm Value Variabel Independen: Tax avoidance
Pengaruh tax avoidance terhadap nilai perusahaan positif dan tidak signifikan.
7 Sujoko dan Soebintoro (2007) Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern Terhadap Nilai Perusahaan Variabel Dependen : Nilai Perusahaan Variabel Independen : 1. Kepemilikan institusional 2. Kepemilikan manajerial 3. Suku bunga 4. Keadaan pasar modal 5. Pertumbuhan pasar 6. Profitabilitas 7. Pembayaran deviden 8. Ukuran perusahaan 9. Pangsa pasar relatif 10.Leverage 1. Kepemilikan institusional, suku bunga, dan leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
2. Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan
3. Keadaan pasar modal, pertumbuhan pasar, profitabilitas, pembayaran deviden, ukuran perusahaan, dan pangsa pasar relatif berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Sumber : Hasil Olahan Peneliti (2016)
2.6 Kerangka Konseptual
Berdasarkan tinjauan pustaka dan penelitian terdahulu, maka peneliti menghitung variabel tax avoidance dengan menggunakan perhitungan Cash Effective Tax Rate (Cash ETR) dan variabel dividend policy dengan menggunakan perhitungan Dividend Payout Ratio (DPR). Dalam pemelitian ini, tax avoidance diukur dalam rentan jangka panjang (perhitungan kumulatif 5 tahun). Sementara, dividend policy, kepemilikan institusional, dan nilai perusahaan diukur dalam rentang jangka waktu 3 tahun.
Praktik tax avoidance yang dilakukan perusahaan seharusnya dapat meningkatkan nilai dari pemegang saham (Desai dan Dharmapala, 2009). Selain itu, dividend policy diharapkan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Hal tersebut dikarenakan besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadidaya tarik bagi pemegang saham sehingga nilai perusahaan naik (Brealeys, et al. 2007).
Dengan adanya praktik tax avoidance dan dividend policy yang dilakukan perusahaan, apakah akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal tersebut akan dilihat dalam penelitian ini. Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini akan dilihat apakah memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu, peneliti ingin melihat apakah variabel kepemilikan institusional ini dapat mempengaruhi hubungan antara tax avoidance dan dividend policy terhadap nilai perusahaan Berdasarkan keterangan diatas, maka kerangka pemikiran teoritis penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.7 HIPOTESIS PENELITIAN
2.7.1 Pengaruh Tax Avoidance terhadap Nilai Perusahaan
Pada dasarnya penghindaran pajak dapat meningkatkan nilai perusahaan karena terjadi pengambilalihan potensi kekayaan negara kepada pemegang saham (Kim, et al. 2011). Penghindaraan pajak merupakaan aktivitas untuk meminimalkan kewajiban pajak dengan tetapi dengan cara yang legal yaitu dengan memanfaatkan kelemahan pada peraturan dan kebijakan mengenai perpajakan. Dalam penelitian Desai dan Dharmapala (2009), aktivitas penghindaran pajak akan meningkatkan nilai perusahaan apabila kepemilikan institusional semakin besar. Penelitian tersebut didukung oleh Wang (2010) yang
Nilai Perusahaan (Y) Kepemilikan Institusional (Z) Dividend Policy (X2) Tax Avoidance (X1) H2 H1 H3 H4 H5
meningkatkan nilai perusahaan terutama perusahaan yang transparansinya baik.
Hanlon dan Slemrod (2009) menyatakan bahwa tindakan tax aggressiveness dapat meningkatkan atau menurunkan nilai saham perusahaan. Jika tax aggressiveness dipandang sebagai upaya untuk melakukan tax planning dan efisiensi pajak, maka pengaruhnya positif terhadap nilai perusahaan. Namun jika dipandang sebagai tindakan non complience, justru akan meningkatkan risiko sehingga mengurangi nilai perusahaan. Perusahaan dengan pengungkapan pajak yang lebih luas dan didukung oleh good corporate governance yang baik akan memperoleh reaksi yang lebih positif dari pasar sehingga dapat menaikkan nilai perusahaan.Selain itu, pemegang saham sebagai pengawas cenderung menyetujui tindakan tax avoidance yang dilakukan oleh manajemen ketika keuntungan atau benefit yang akan diterima atas imbal jasa aktivitas tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. Di Indonesia, tax avoidance lebih dipandang sebagai benefit bukan risiko, karena risiko deteksi yang dapat diminimalkan (Chansbiandani dan Martani, 2012). Berdasarkan penjelasan diatas, maka hipotesis yang dapat dikembangkan sebagai berikut:
H1 : Tax Avoidance berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan. 2.7.2 Pengaruh Dividend Policy terhadap Nilai Perusahaan
Signaling theory yang menyatakan bahwa faktor internal perusahaan yaitu kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Kenaikan dividen sering diikuti dengan kenaikan hargasaham sehingga meningkatkan nilai perusahaan(Brealeys, et al.2007). Berdasarkan Theory Bird In Thehand, besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor menilai dividen bersifat lebih pasti. Banyaknya investor yang berinvestasi diperusahaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya harga saham sehingga dengan meningkatnya harga saham akan meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri. Jadi kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan memperhatikan uraian di atas maka dapat dirumuskan hipotesis
H2 : Dividend Policy berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan.
2.7.3 Pengaruh Tax Avoidance dan Dividend Policyterhadap Nilai Perusahaan
Dalam penelitian Desai dan Dharmapala (2009), aktivitas penghindaran pajak akan meningkatkan nilai perusahaan apabila kepemilikan institusional semakin besar. Penelitian tersebut didukung oleh Wang (2010) yang juga membuktikan bahwa aktivitas
penghindaran pajak akan meningkatkan nilai perusahaan terutama perusahaan yang transparansinya baik.
Selain itu, pemegang saham sebagai pengawas cenderung menyetujui tindakan tax avoidance yang dilakukan oleh manajemen ketika keuntungan atau benefit yang akan diterima atas imbal jasa aktivitas tersebut masih lebih tinggi dibanding dengan biaya yang dikeluarkan. Di Indonesia, tax avoidance lebih dipandang sebagai benefit bukan risiko, karena risiko deteksi yang dapat diminimalkan (Chansbiandani dan Martani, 2012).
Berdasarkan Theory Bird In Thehand, besarnya dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham akan menjadi daya tarik bagi pemegang saham karena sebagian investor menilai dividen bersifat lebih pasti. Banyaknya investor yang berinvestasi diperusahaan tersebut dapat menyebabkan meningkatnya harga saham sehingga dengan meningkatnya harga saham akan meningkatkan nilai perusahaan itu sendiri.Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis H3 : Tax avoidance dan Dividend Policy berpengaruh secara simultan
terhadap Nilai Perusahaan.
2.7.4 Pengaruh Kepemilikan Intitusional terhadap Hubungan Tax
Avoidance denganNilai Perusahaan
Dalam penelitian Desai dan Dharmapala (2009) mengatakan bahwa manajer cenderung melakukan tindakan opportunistic dengan melakukan tindakan penghindaran pajak untuk kepentingan diri sendiri,
bukan untuk kepentingan pemegang saham. Hal ini tentu akan memicu konflik agensi antara manajer dan pemegang saham. Untuk mengatasi