• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Dalam proses heat treatment untuk bahan baja HSS ASP 23 dalam penelitian ini, sebaiknya dicoba dengan media pendingin yang lain, seperti udara dan solar. Dan untuk quenching dengan air es sebaiknya dicoba dengan kondisi vakum.

2. Untuk perkembangan penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan untuk diadakan penelitian lanjutan dari data hasil penelitian yang menyangkut sifat mekanis lainnya, seperti uji ketangguhan bahan (impact) dan uji keausan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisau Pemanen Sawit/Pisau Egrek

Bahan baku alat pemanen sawit dalam hal ini pisau egrek biasanya menggunakan baja karbon sedang dari pegas daun mobil yang dalam bentuk potongan platstrip sesuai dengan ukuran pisau egrek dan tipe yang ada. Proses produksi egrek ini dilakukan dengan pembakaran arang kayu atau dipanaskan didalam furnace guna untuk mempermudah proses tempa (hammer). Proses pembakaran arang kayu atau furnace dapat dilakukan sesuai dengan bahan yang akan di tempa.

Sumber : http://alatperkebunan.blogspot.com/

Gambar 2.1Pisau Egrek/Pisau Pemanen Sawit

Dalam proses produksi egrek, beberapa tahapan yang harus dilalui antara lain:

1. Proses tempa (hammer)

lebih 45 menit tujuannya agar baja karbon sedang tersebut mudah untuk dibengkokkan karena pada awal tahap ini dilakukan proses tarik ekor yaitu pada ujung potongan baja karbon sedang. Proses tarik ekor ini dilakukan dengan menggunakan mesin tempa manual. Setelah proses tarik ekor, potongan baja karbon sedang dipanaskan kembali. Akibat pemanasan ini, ukuran baja karbon sedang semakin memanjang karena mengalami proses pemuaian. Selanjutnya dilakukan proses buka bagian depan dengan menggunakan mesin tempa. Agar ukuran/dimensi platstrip tersebut rata, maka dibawa ke tempat pemotongan dan dipotong dengan menggunakan mesin potong. Kemudian dipanaskan kembali di tungku pembakaran agar baja karbon sedang tersebut dapat dibengkokkan dengan menggunakan mesin rolling sesuai dengan bentuk egrek yang sudah standard dan dipukul rata dengan menggunakan mesin tempa. Seperti gambar dibawah ini.

Sumber : Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan

2. Proses Polishing

Hasil akhir dari proses tempa (hammer) sudah dalam bentuk egrek tetapi masihmemerlukan pemolesan kembali agar sesuai dengan ukuran standard perusahaan.Tahap pertama proses ini adalah penggambaran pola. Dalam penggambaran polaini, digunakan egrek yang sudah terstandar sebagai acuan. Dengan menggambarpola ini, maka operator dapat dengan mudah memformat dengan menggunakanmesin format dan mempertajam bagian tepinya. Setelah selesai diformat, egrek dibawa ke proses flating. Proses flating ini merupakan proses pemukulan dengan menggunakan palu, tujuannya agar egrek tersebut tidak baling. 3. Gerinda kasar

Setelah selesai dari proses format, egrek dibawa ke stasiun gerinda kasar.Pada tahap ini dilakukan kegiatan tekuk ekor dengan menggunakan mesin gerinda sehingga bagian ujungnya runcing dan bagian tepinya juga makin dipertajam. Proses ini merupakan proses paling lama karena membutuhkan waktu sekitar 7 menit untuk menyelesaikannya. Setelah kegiatan gerinda selesai, maka kembali. dibawa ke tempat flating untuk dipukul dengan palu. Tiap akhir proses selalu dilakukan proses pemukulan yang tujuannya agar egrek tersebut tidak baling karena biasanya setelah mengalami proses permukaan egrek tersebut tidak rata.

4. Penyepuhan

Setelah mengalami proses gerinda kasar, egrek tersebut di sepuh dengan memanaskan pada tungku pembakaran. Oleh karena itu sebelum disepuh, arang dibakar selama 5 menit pada tungku pemanasan sehingga suhu mencapai diatas 850˚C. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengeluarkan kandungan karbon sehingga egrek tersebut makin keras. Pada tahap penyepuhan ini terjadi dua proses yaitu proses pengerasan (hardening) dan proses tempering. Pada proses hardening, egrek dipanaskan agar kandungan karbon hilang namun apabila pada tahap pemanasan suhu sudah terlalu tinggi maka egrek dapat patah maka dilanjutkan dengan tahap

tempering agar panas pada egrek dapat disesuaikan. Sesudah disepuh, egrek masih mengalami proses flating untuk meratakan permukaan egrek (agar tidak baling).

5. Gerinda halus

Egrek yang sudah disepuh dibawa ke mesin gerinda halus untuk digerinda. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memutihkan permukaan egrek sehingga tampak mengkilap dan tampak lebih tajam.

6. Finishing

Tahap finishing merupakan tahap pengecatan dengan menggunakan tiner.Egrek direndam sebentar dalam wadah yang berisi tiner kemudian ditiriskan pada lemari oven dengan temperatur 600ºC. Dalam lemari oven ini, bertujuan untuk

mengeringkan cat clear dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit agar cat clear tersebut dapat benar-benar kering. Setelah itu, egrek yang sudah selesai dibawa ke gudang produk jadi dengan menggunakan beko.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Egrek – SNI 02-4874-1998

No Jenis Uji Satuan Persyaratan

1 Tampak Luar - Tidak cacat

2 Sisi Potong - Tajam

3 Bahan Baku - Baja karbon sedang

atau setara 4 Kekerasan Sisi Potong

Dilakukan Perlakuan Panas

HRC 45,3 (421 BHN) Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). Medan

2.2 Baja

Baja adalah logam paduan antara besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,1% hingga 1,7% sesuai tingkatannya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silikon (Si), kromium (Cr), vanadium (V), dan unsur lainnya.

Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari peralatan dapur, transportasi, generator pembangkit listrik, sampai kerangka gedung dan jembatan menggunakan baja. Baja menduduki peringkat pertama di antara barang tambang logam dan produknya melingkupi hampir 90 % dari barang berbahan logam.

2.2.1. Klasifikasi Baja A. Baja Karbon

Berdasarkan komposisi dalam prakteknya baja terdiri dari beberapa macam yaitu: Baja Karbon ( Carbon Steel ), dan Baja Paduan ( Alloy Steel )

Berdasarkan tinggi rendahnya presentase karbon di dalam baja, baja karbon diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Baja Karbon Rendah (Low Carbon Steel)

Baja karbon rendah mengandung karbon antara 0,10 s/d 0,30 %. Baja karbon ini dalam perdagangan dibuat dalam plat baja, baja strip dan baja batangan atau profil. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung dalam baja, maka baja karbon rendah dapat digunakan atau dijadikan baja-baja sebagai berikut:

a. Baja karbon rendah yang mengandung 0,04 % - 0,10% C. untuk dijadikan baja – baja plat atau strip.

b. Baja karbon rendah yang mengandung 0,10 - 0,15% C digunakan untuk keperluan badan-badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah yang mengandung 0,15% - 0,30% C digunakan untuk konstruksi jembatan, bangunan, membuat baut atau dijadikan baja konstruksi.

2. Baja Karbon Menengah (Medium Carbon Steel)

Baja karbon menengah mengandung karbon antara 0,30% - 0,60% C. Baja karbon menengah ini banyak digunakan untuk keperluan alat-alat perkakas bagian mesin. Berdasarkan jumlah

karbon yang terkandung dalam baja maka baja karbon ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk keperluan industri kendaraan, roda gigi, pegas dan sebagainya.

3. Baja Karbon Tinggi (High Carbon Steel)

Baja karbon tinggi mengandung kadar karbon antara 0,60% - 1,7% C dan setiap satu ton baja karbon tinggi mengandung karbon antara 70 – 130 kg. Baja ini mempunyai tegangan tarik paling tinggi dan banyak digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja ini adalah dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang terkandung didalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam pembuatan pegas, alat-alat perkakas seperti: palu, gergaji atau pahat potong. Selain itu baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lain sebagainya.

Baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi, mudah dimachining dan dilas, serta keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, pagar, dan lain-lain.

B. Baja Paduan

Selain baja dengan paduan karbon (C), ada juga baja dengan paduan lainnya seperti Cr, Mn, Ni, S, Si, P, dan lain-lain. Baja paduan didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih

unsur campuran yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti sifat kekuatan, kekerasan, dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar paduannya, baja paduan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

Baja paduan diklasifikasikan menurut kadar paduannya dibagi menjadi:

1. Baja paduan rendah (low-aloy steel ), jika elemen paduan ≤ 2,5 %

misalnya unsur Cr, Mn, S, Si, P dan lain-lain.

2. Baja paduan menengah (medium-aloy steel ), jika elemen paduannya 2,5-10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.

3. Baja paduan tinggi (high- alloy steel) jika elemen paduannya > 10 % misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si, P dan lain-lain.

Baja paduan dihasilkan dengan biaya lebih mahal dari baja karbon lainnya, karena bertambahnya biaya untuk penambahan pengerasan khusus yang dilakukan dalam industri atau pabrik. Baja padauan dapat didefenisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih unsur campuran seperti nikel, kromium, molibden, vanadium, mangan dan wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki (1).

Pada umunya, baja paduan mempunyai sifat yang unggul dibandingkan dengan baja karbon biasa, diantaranya adalah mempunyai keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik, tahan terhadap

korosi dan keausan yang tergantung pada jenis paduannya, tahan terhadap perubahan suhu, serta memiliki butiran yang halus dan homogen.

Pengaruh unsur-unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut : 1. Unsur Karbon (C)

Karbon merupakan unsur terpenting yang dapat meningkatkan kekerasan dan kekuatan baja. Kandungan karbon di dalam baja sekitar 0,3 – 1,7%, sedangkan unsur lainnya dibatasi sesuai dengan kegunaan baja. Unsur paduan yang bercampur di dalam lapisan baja adalah untuk membuat baja bereaksi terhadap pengerjaan panas dan menghasilkan sifat-sifat yang khusus. Karbon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan dan kekerasan tetapi jika berlebihan akan menurunkan ketangguhan.

2. Unsur Mangan (Mn)

Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih 0,6% tidak mempengaruhi sifat baja, dengan kata lain mangan tidak memberikan pengaruh besar pada struktur baja dalam jumlah yang rendah. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kekuatan tarik sehingga baja dengan penambahan mangan dapat memiliki sifat kuat dan ulet.

3. Unsur Silikon (Si)

Silikon merupakan unsur paduan yang ada pada setiap baja dengan kandungan lebih dari 0,4% yang mempunyai pengaruh untuk

menaikkan tegangan tarik dan menurunkan laju pendinginan kritis. Silikon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat. 4. Unsur Nikel (Ni)

Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan, yaitu memperbaiki kekuatan tarik dan menaikkan sifat ulet, tahan panas, jika pada baja paduan terdapat unsur nikel sekitar 2,5% maka baja dapat tahan terhadap korosi. Unsur nikel yang bertindak sebagai tahan korosi disebabkan nikel bertindak sebagai lapisan penghalang yang melindungi permukaan baja.

5. Unsur Kromium (Cr)

Sifat unsur kromium dapat menurunkan laju pendinginan kritis (kromium sejumlah 1,5% cukup meningkatkan kekerasan dalam media pendinginan minyak). Penambahan kromium pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus dan membuat sifat baja dikeraskan lebih baik karena kromium dan karbon dapat membentuk karbida. Kromium dapat menambah kekuatan tarik dan keplastisan serta berguna juga dalam membentuk lapisan pasif untuk melindungi baja dari korosi serta tahan terhadap suhu tinggi.

6. Wolfram (W)

Unsur paduan dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan untuk: 1. Meningkatkan kekerasan dan kekuatan pada temperatur tinggi. 2. Membentuk karbida yang kuat sehingga membentuk partikel

7. Vanadium (V)

Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan antara lain :

1. Memantapkan ferrit.

2. Menurunkan kekerasan austenit. 3. Sebagai pembentuk karbida yang kuat.

4. Mengurangi pengembangan butir pada suhu yang tinggi.

5. Membatasi pertumbuhan butir sehingga karbida-karbida tersebar secara halus dan merata

8. Molibdenum (Mo)

Unsur paduan ini dalam baja, pemakaiannya dimaksudkan antara lain :

1. Meningkatkan ketahanan korosi.

2. Pembentuk karbida sehingga mempunyai partikel-partikel yang tahan pada gesekan dan sangat besar pengaruhnya terhadap sifat mampu keras.

3. Meningkatkan kekuatan dan kekerasan. 4. Meningkatkan mampu bentuk.

5. Meningkatkan kekerasan butir pada fasa austenit. 6. Memperlambat proses difusi.

7. Memcegah pertumbuhan butir pada temperatur tinggi. 2.2.2. Sifat-Sifat Baja

Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka bahan tersebut harus dapat dikenali dengan baik sifat-sifatnya yang mungkin

akan dipilih untuk digunakan. Sifat-sifat tersebut tentunya sangat banyak macamnya, untuk itu secara umum sifat-sifat bahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Sifat Kimia

Dengan sifat kimia diartikan sebagai sifat bahan yang mencakup antara lain kelarutan bahan terhadap larutan kimia, basa atau garam dan pengoksidasiannya terhadap bahan tersebut. Salah satu contoh dari sifat kimia yang terpenting adalah : Korosi

2. Sifat Teknologi

Sifat teknologi adalah sifat suatu bahan yang timbul dalam proses pengolahannya. Sifat ini harus diketahui terlebih dahulu sebelum mengolah atau mengerjakan bahan tersebut.

Sifat-sifat teknologi antara lain : sifat mampu las (weldability), sifat mampu dikerjakan dengan mesin (machineability), sifat mampu cor (castability), dan sifat mampu dikeraskan (hardenability)

3. Sifat Mekanik

Sifat mekanik suatu bahan adalah kemampuan bahan untuk menahan beban-beban yang dikenakan padanya. Beban-beban tersebut dapat berupa beban tarik, tekan, bengkok, geser, puntir, atau beban kombinasi.

Sifat-sifat mekanik yang terpenting antara lain : a. Kekuatan (strength)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan tersebut menjadi patah.

Kekuatan ini ada beberapa macam, dan ini tergantung pada beban yang bekerja antara lain dapat dilihat dari kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan puntir, dan kekuatan bengkok.

b. Kekerasan (hardness)

Dapat didefenisikan sebagai kemampuan bahan untuk bertahan terhadap goresen, pengikisan (abrasi), penetrasi. Sifat ini berkaitan erat dengan sifat keausan (wear resistance). Dimana kekerasan ini juga mempunyai korelasi dengan kekuatan.

c. Kekenyalan (elasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu bahan mengalami tegangan maka akan terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi bersifat sementara, perubahan bentuk ini akan hilang bersamaan dengan hilangnya tegangan, akan tetapi bila tegangan yang bekerja telah melampaui batas, maka sebagian bentuk itu tetap ada walaupun tegangan telah dihilangkan.

Kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan kata

lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.

d. Kekakuan (stiffness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada kekuatan.

e. Plastisitas (plasticity)

Menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastis yang permanen tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai proses pembentukan seperti, forging, rolling, extruding dan sebagainya. Sifat ini sering juga disebut sebagai keuletan/kekenyalan (ductility). Bahan yang mampu mengalami deformasi plastis yang cukup tinggi dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan / kekenyalan tinggi, dimana bahan tersebut dikatakan ulet / kenyal (ductile). Sedang bahan yang tidak menunjukan terjadinya deformasi plastis dikatakan sebagai bahan yang mempunyai keuletan rendah atau dikatakan getas / rapuh (brittle).

f. Ketangguhan (toughness)

Menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini dipengaruhi oleh banyak faktor, sehingga sifat ini sulit untuk diukur.

g. Kelelahan (fatigue)

Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah apabila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress) yang besarnya masih jauh dibawah batas kekuatan elastisitasnya. Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang mempengaruhinya.

h. Keretakan (creep)

Merupakan kecenderungan suatu logam mengalami deformasi plastis yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat bahan tersebut menerima beban yang besarnya relatif tetap.

2.2.3. Diagram Fasa Besi-Karbon (Fe-C)

Diagram keseimbangan besi karbon seperti pada gambar 2.3 adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi

perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan yang lambat dengan kadar karbon. Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi-operasi perlakuan panas. Dimana fungsi diagram fasa adalah memudahkan memilih temperatur pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil, normalizing maupun proses pengerasan.

Sumber : http://idrusme.blogspot.com/2011/11/diagram-fasa.html

Gambar 2.3. Diagram Fasa Fe-C

Besi karbon terbagi atas dua bagian yaitu baja (steel) dan cast iron. Baja adalah paduan besi dengan karbon maksimal sampai sekitar 2%, sedangkan cast iron adalah paduan besi dengan karbon diatas 2%. Baja dibagi dua bagian yaitu baja yang mengandung kurang dari 0,83% disebut hypoetectoid dan baja yang mengandung lebih dari 0,83% sampai dengan 2% karbon disebut dengan hyperetectoid.

Pemanasan pada suhu 723 0C dengan komposisi 0,8 % C disebut dengan titik eutectoid. Apabila dilakukan pemanasan sebelum mencapai titik eutectoid, pada titik hypoeutectoid terbentuk fasa pearlit dan ferrit. Sedangkan dibawah hypereutectoid mempunyai fasa pearlit dan sementit. Pada pemanasan melewati garis eutectoid, terjadi perubahan fasa pearlit menjadi austenit.

Ketika paduan A (A1) mencapai suhu 7230C (suhu eutektoid) sisa austenit sekitar 0,8% C (meskipun sebenarnya jumlah komposisinya 0,4%). Oleh karena itu, pada titik eutectoid reaksi yang terjadi adalah

perubahan sisi austenite menjadi pearlite (α + Fe3C). ketika paduan A (A3) mencapai suhu 9100C, ferit bcc mulai berubah bentuk menjadi austenite. Ini merupakan reaksi solid dan dipengaruhi oleh difusi karbon pada austenit. Ferrit yang berisi karbon terbentuk dengan sangat lambat. Keadaaan paduan A (Acm) transformasi Fe3C menjadi austenit secara keseluruhan pada suhu ini, seperti prediksi pada diagram. Seluruh sistem austenit fcc dengan kadar karbon 0.95 %.

Dari gambar (2.2), andaikan suatu bahan dipanaskan sampai sekitar suhu 800-12000C dengan komposisi 0,68 % karbon sampai fasa austenit, kemudian didinginkan sampai 6000C fasa yang terbentuk adalah fasa pearlit tetapi bila didinginkan sampai batas kritis 7380C, fasa gamma sebagian akan terdistorsi menjadi fasa alpha, dan bila dilanjutan pendinginan di bawah sedikit batas kritis, ferrit akan bergabung didalam pearlit dan austenite akan bertransformasi menjadi karbida (sementit). Andaikan didinginkan cepat, fasa akan bertransformasi menjadi sementit

dan pearlit. Dalam hal ini, pengaruh waktu tahan sangat menetukan pada pembetukan perubahan butir. Adapun macam – macam struktur yang ada pada besi karbon adalah sebagai berikut:

1. Ferrit

Ferrit adalah fasa larutan padat yang memiliki struktur BCC (body centered cubic). Ferrit terbentuk akibat proses pendinginan yang lambat dari austenit baja hypotectoid pada saat mencapai A3. Ferrit bersifat sangat lunak, ulet dan memiliki kekerasan sekitar 70 - 100 BHN dan memiliki konduktifitas yang tinggi.

2. Austenit

Fasa Austenit memiliki struktur atom FCC (Face Centered Cubic). Dalam keadaan setimbang fasa austenit ditemukan pada temperatur tinggi. Fasa ini bersifat non magnetik dan ulet (ductile) pada temperatur tinggi. Kelarutan atom karbon di dalam larutan padat austenit lebih besar jika dibandingkan dengan kelarutan atom karbon pada fasa ferrit dan memiliki kekerasan sekitar 200 BHN. 3. Sementit

Sementit adalah senyawa besi dengan karbon yang umum dikenal sebagai karbida besi dengan kandungan karbon 6,67% yang bersifat keras sekitar 5-68 HRC

4. Perlit

Perlit adalah campuran sementit dan ferit yang memiliki kekerasan sekitar 10-30HRC. Perlit yang terbentuk sedikit dibawah

temperatur eutectoid memiliki kekerasan yang lebih rendah dan memerlukan waktu inkubasi yang lebih banyak.

5. Bainit

Bainit merupakan fasa yang kurang stabil yang diperoleh dari austenit pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur transformasi ke perlit dan lebih tinggi dari transformasi ke martensit. 6. Martensit

Martensit merupakan larutan padat dari karbon yang lewat jenuh pada besi alfa sehingga latis-latis sel satuanya terdistorsi.

2.3 Mekanisme Penguatan Logam

Penguatan logam yang berdampak terhadap peningkatan sifat mekanik dapat terjadi dengan berbagai cara, antara lain dengan mekanisme pengerasan regangan (strain hardening), larut-padat, fasa kedua, prespitasi, dispersi, penghalusan butir dan tekstur.

1. Pengerasan regang (strain hardening)

Penguatan melalui mekanisme pengerasan regangan dapat terjadi terhadap semua logam akibat proses deformasi plastis yang menyebabkan terjadinya peningkatan kerapatan dislokasi. Dislokasi yang semakin rapat mengakibatkan dislokasi itu sendiri semakin sukar bergerak sehingga bahan semakin kuat atau keras.

2. Larut padat

Penguatan mekanisme larut padat terjadi akibat adanya atom-atom asing yang larut padat baik secara subtitusi maupun interstisi.

Atom asing yang larut padat tersebut dapat berupa unsur pemadu dalam bentuk paduan maupun inklusi berupa atom pengotor. Kelarutan atom-atom asing ini dalam bentuk larut padat mengakibatkan timbulnya medan tegangan yang berdampak terhadap pergerakan dislokasi. Pergerakan dislokasi semakin sukar dengan timbulnya medan tegangan sehingga mengakibatkan logam menjadi lebih kuat atau keras.

3. Fasa kedua

Penguatan atau pengerasan dapat pula terjadi melalui mekanisme fasa kedua karena timbulnya senyawa fasa paduan. Pembentukan senyawa fasa kedua dalam paduan terjadi karena penambahan unsur paduan yang melampaui batas larut padat. Senyawa fasa yang terbentuk relatif bersifat keras dan pergerakan

Dokumen terkait