• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mencoba memberikan saran maupun masukan bagi pihak perusahaan dan bagi peneliti selanjutnya.

1. Bagi perusahaan

Bagi perusahaan, harus mampu memberikan masukan dan informasi khususnya di bidang keuangan dalam menilai hasil operasi dan kebijaksanaan pendanaan perusahaan untuk mencapai Return On Asset (ROA) melalui penggunaan variabel tersebut dalam mengambil keputusan dalam penggunaan keuangan.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggunakan lebih banyak variabel independen lainnya diluar variabel ukuran perusahaan, modal kerja, dan Debt to Equity Ratio (DER) dan variabel dependen diluar Return On Asset (ROA). Peneliti selanjutnya juga disarankan untuk menggunakan perusahaan dengan karakteristik yang lebih beragam bukan hanya perusahaan barang konsumsi. Selain itu, juga disarankan agar menambah periode pengamatan sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Profitabilitas

Profitabilitas merupakan salah satu pengukuran bagi kinerja suatu perusahaan, profitabilitas suatu perusahaan menunjukan kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu pada tingkat penjualan aktiva. Profitabilitas suatu perusahaan dapat dinilai melalui berbagai cara tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya.

Profitabilitas merupakan kemampuan sebuah perusahaan atau sebuah badan usaha dalam menghasilkan laba pada suatu periode akuntansi. Dengan mengukur tingkat profitabilitas pada suatu perusahaan, kita juga dapat mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas aktiva operasional perusahaan tersebut dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan untuk menghasilkan laba pada suatu periode akuntansi.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Munawir (2004:33) dalam bukunya Analisa Laporan Keuangan “Profitabilitas adalah menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu”. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba pada suatu periode tertentu.

Penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara berbagai komponen yang ada di laporan keuangan, terutama laporan keuangan necara dan laporan laba rugi.

Dalam penelitian ini, profitabilitas perusahaan diukur dengan Return On Asset (ROA). Menurut Sawir (2001) Return On Asset yaitu rasio antara Net Income After Tax terhadap aktiva secara keseluruhan menunjukan ukuran produktivitas aktiva dalam memberi pengembalian pada penanaman modal. Return On Asset (ROA) adalah suatu ukuran pokok keseluruhan keberhasilan perusahaan (Simamora, 2006:528). Sehingga peneliti menarik kesimpulan bahwa Return On Asset (ROA) merupakan rasio imbalan aktiva yang dipakai untuk mengevaluasi apakah manajemen telah mendapat imbalan yang memadai (reasobable return) dari aktiva yang di kuasai perusahaan.

Return On Asset (ROA) terhadap profitabilitas perusahaan untuk mengukur atau menghitung laba yang di peroleh perusahaan dalam satu periode tertentu.

Menurut Ross (2003) Return On Asset (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut :

�������������� =���������ℎ ���������

Menurut Munawir (2002) ROA memiliki beberapa manfaat sebagai berikut : 1. Jika perusahaan telah menjalankan praktik akuntansi dengan baik maka

dengan analisis ROA dapat diukur efisiensi penggunaan modal yang menyeluruh, yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi keadaan keuangan perusahaan.

2. Dapat diperbandingkan dengan rasio industri sehingga dapat diketahui posisi perusahaan terhadap industri. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam perencanaan strategi.

3. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, analisis ROA juga berguna untuk kepentingan perencanaan.

Menurut Munawir (2002) ROA juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut :

1. ROA sebagai pengukur divisi sangat dipengaruhi oleh metode depresiasi aktiva tetap.

2. ROA mengandung distorsi yang cukup besar terutama dalam kondisi inflasi. ROA akan cenderung tinggi akibat dan penyesuaian (kenaikan) harga jual, sementara itu beberapa komponen biaya masih dinilai dengan harga distrosi.

2.1.2 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata total penjualan dan rata-rata total aktiva. Jadi ukuran perusahaan merupakan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, sehingga semakin besar total aktiva perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan itu. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanam. Perusahaan yang berskala besar akan lebih mudah memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil.

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cermin besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir

tahun yang dukur dengan logaritma natural (Ln) dari total aset (Sujoko dan Ugy, 2007:45). Sehingga Sujoko dan Ugy dapat di formulasi ukuran perusahaan adalah sebagai berikut :

����=����������������

Menurut Yuke dan Hadri (2005) ada tiga teori yang secara implisit menjelaskan hubungan antara ukuran perusahaan dan tingkat keuntungan, antara lain :

1. Teori teknologi, yang menekankan pada modal fisik, economies of scale dan lingkup sebagai faktor-faktor yang menentukan besarnya ukuran perusahaan yang optimal serta pengaruhnya terhadap profitabilitas. 2. Teori organisasi, menjelaskan hubungan profitabilitas dengan ukuran

perusahaan yang dikaitkan dengan biaya transaksi organisasi, dimana didalamnya terdapat teori critical resources.

3. Teori institusional mengaitkan ukuran perusahaan dengan faktor-faktor seperti sistem perundang-undangan, peraturan anti-trust, perlindungan patent, ukuran pasar dan perkembangan pasar keuangan.

2.1.2.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Return On Asset (ROA) Menurut Yuke dan Hadri (2005) menyebutkan bahwa menurut teori Critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan akhirnya akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical menekankan pada pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti

asset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang menentukan ukuran perusahaan.

Dengan adanya sumber daya yang besar, maka perusahaan dapat melakukan investasi baik untuk aktiva lancar maupun aktiva tetap dan juga memenuhi permintaan produk. Hal ini akan semakin memperluas pangsa pasar. Dengan adanya penjualan yang semakin meningkat, perusahaan dapat menutup biaya yang keluar pada saat proses produksi. Dengan begitu, laba perusahaan akan meningkat.

2.1.3 Modal Kerja

Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membiayai kegiatan operasionalnya baik dalam perusahaan yang bergerak di bidang industri ataupun jasa. Modal kerja harus selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan melakukan kegiatan usaha. Menurut Munawir (2004) dalam bukunya “Analisa Laporan Keuangan” menyatakan: Rasio yang paling umum digunakan untuk menganalisa posisi modal kerja suatu perusahaan adalah current ratio perbandingan antara jumlah aktiva lancar dengan hutang lancar. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung current ratio adalah :

����������= ��������������� ����������

Riyanto (1995) mengungkapkan pendapatnya bahwa modal kerja terdiri atas tiga konsep yaitu :

1. Konsep Kuantitatif

Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Sehingga modal kerja dalam konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.

2. Konsep Kualitatif

Dalam konsep ini pengertian modal juga dikaitkan dengan besarnya jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Jadi sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban finansial yang harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh digunakan untuk membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh karena itu menurut konsep ini, modal kerja adalah sebagian dari aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu mengganggu likuiditasnya yaitu kelebihan aktiva lancar diatas utang lancar. Dalam pengertian ini modal kerja sering disebut modal kerja memo (non working capital).

3. Konsep Fungsional

Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan pendapatan. Setiap dana yang digunakan dalam perusahaan untuk

menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan periode berikutnya (future income). Dari pengertian tersebut terdapat sejumlah dana yang tidak menghasilkan current income atau jika menghasilkan tidak sesuai dengan misi perusahaan yaitu non working capital, maka besarnya modal kerja adalah :

a. Besarnya kas

b. Besarnya persediaan

c. Besarnya piutang (dikurangi besarnya laba)

d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya adalah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income tahun yang bersangkutan)

2.1.3.1 Pengaruh Modal Kerja terhadap Return On Asset (ROA)

Pada dasarnya modal kerja sangat menentukan tingkat profitabilitas. Bila ditelah secara mendalam ternyata modal kerja mempunyai peranan penting dalam pembentukan profitabilitas. Modal kerja akan menciptakan penjualan dan hasil penjualan akan tercipta laba dan dari laba yang diperoleh dapat menciptakan efisiensi perusahaan melalui besarnya tingkat profitabilitas.

Modal kerja perusahaan selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan beroperasi. Periode modal kerja dimulai saat kas diinvestasikan dalam komponen modal kerja kembali lagi menjadi kas.

2.1.4 Solvabilitas

Solvabilitas perusahaan dapat dihitung dengan menggunakan beberapa indikator rasio seperti debt ratio (debt to total asset ratio). Debt to equity ratio, time interest earned ratio, dan fixed charnge coverage ratio. Dalam penelitian ini, solvabalitas diukur dengan Debt to equity ratio (DER). Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang membandingkan utang perusahaan dengan total ekuitas.

Hasil perhitungan rasio solvabilitas harus dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya atau rata-rata industri sejenis. Hal ini untuk mengetahui bagaimana perusahaan memanajemen pendanaannya. Menurut Darsono (2005:54) “untuk menilai rasio ini faktor lain yang perlu dipertimbangkan adalah stabilitas laba perusahaan. Pada perusahaan yang memiliki catatan laba yang stabil, peningkatan dalam hutang lebih bisa ditoleransi daripada perusahaan yang memiliki catatan laba yang tidak stabil”.

Rasio DER menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban dengan ekuitas. Erich (1997:74) mengatakan “rasio hutang terhadap ekuitas adalah suatu usaha untuk memperlihatkan, dalam format lain, proporsi relatif hak pemberi pinjaman terhadap hak kepemilikan dan digunakan sebagai ukuran peranan hutang”. Rumusnya adalah total utang atau total kewajiban dibagi dengan modal pemegang saham (kekayaan bersih atau ekuitas).

Debt to Equity Ratio (DER) dapat dirumuskan sebagai berikut :

�����������������= ����������� ������������

2.1.4.1 Pengaruh Solvabilitas (DER) terhadap Return On Asset (ROA) Menurut Darsono (2005:54), Debt to Equity Ratio adalah rasio yang menunjukan persentase penyedian dana oleh pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. DER yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangu keuntungan. Sebaliknya, tingkat DER yang rendah menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian yang semakin tinggi.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Untuk mempermudah dalam membandingkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka peneliti-peneliti tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel. Dibawah ini kita dapat melihat dengan jelas perbedaan dan persamaan variabel, metode penelitian dan hasil dari penelitian terdahulu.

Tabel 2.1

Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti

dan Tahun

Judul Variabel yang

digunakan

Hasil Penelitian Riska Irva Arini

(2009)

Analisis pengaruh Ukuran Perusahaan, KAP, Likuiditas dan Tingkat Suku Bunga terhadap Kinerja

Keuangan Bank Syariah periode 2005-2008. Dependen Variabel : ROA Independen Variabel : Ukuran Perusahaan, KAP, Likuiditas dan tingkat suku bunga.

Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap ROA, KAP dan tingkat bunga berpengaruh positif terhadap ROA, sedangkan variabel likuiditas tidak berpengaruh terhadap ROA. Edward Hartawan (2009)

Pengaruh Modal Kerja terhadap Rentabilitas Ekonomis pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Dependen Variabel : ROA Independen Variabel : Net Operating Working Capital (NOWC) dan Current Asset (CA)

Menunjukkan bahwa secara parsial variabel NOWC berpengaruh positif terhadap ROA dan secara

parsial variabel CA tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA.

Abdulloh Syafii (2008)

Analisis Pengaruh Modal Kerja terhadap Profitablitas PT. Aneka Tambang Tbk. Dependen Variabel : ROA Independen Variabel : Modal Kerja

Modal Kerja dengan return on asset memiliki

hubungan yang positif antara keduanya Sumber : penulis, 2013

2.3 Kerangka Konseptual

Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan suatu kerangka konseptual teoritis yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan, modal kerja dan solvabilitas merupakan faktor yang mempengaruhi profitabilitas perusahaan yang dalam penelitian ini diwakili oleh return on asset (ROA). Oleh karena itu kerangka konseptual teori dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Penelitian ini menggunakan 3 variabel independen yang digunakan adalah ukuran perusahaan, modal kerja, solvabilitas (DER) dan variabel dependen adalah Return On Asset (ROA). Semakin tinggi ukuran perusahaan, maka semakin besar pula Return On Asset (ROA) karena semakin tinggi ukuran perusahaan menunjukkan bahwa laba yang diperoleh perusahaan semakin besar. Laba yang besar akan mengakibatkan Return On Asset (ROA) semakin tinggi. Semakin besar modal, maka semakin kecil Return On Asset (ROA) karena modal yang digunakan untuk meningkatkan modal bukan untuk laba. DER yang tinggi mempunyai dampak yang buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi keuntungan. Sebaliknya, tingkat DER yang rendah menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian yang semakin tinggi.

Ukuran Perusahaan (X1)

Modal Kerja (X2)

Debt to Equity Ratio (X3)

Return On Asset (ROA) (Y)

2.4 Hipotesis

Dari uraian gambar kerangka konseptual di atas serta dengan mengacu latar belakang, rumusan masalah, dan tinjauan pustaka maka dapat di rumuskan hipotesis sebagai berikut :

H1 H

: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA)

2

H

: Modal Kerja berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA)

3

H

: Solvabilitas (DER) berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA)

4 : Ukuran Perusahaan, Modal Kerja, Solvabilitas (DER) berpengaruh terhadap Return On Asset (ROA)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini kegiatan dalam dunia bisnis sedang mengalami perkembangan yang cukup pesat, hal ini dapat dilihat dari semakin banyak perusahaan yang didirikan di Indonesia maka memberikan pengaruh yang positif bagi perkembangan perekonomian Indonesia dan mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usahanya tidak terlepas dari pengeluaran sejumlah biaya baik yang berkaitan langsung maupun secara tidak langsung dengan biaya operasional. Oleh sebab itu, perusahaan menetapkan ukuran perusahaan cukup baik untuk berkembang dan berkompetisi dalam tingkat dunia bisnis yang terjadi saat ini.

Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aset yang dimiliki oleh perusahaan, karena semakin besar total aktiva perusahaan maka akan semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut. Semakin besar aktiva maka semakin banyak modal yang ditanamkan. Ukuran perusahaan dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk mengetahui perkembangan perusahaan tersebut, misalnya dapat dilihat dari total aktiva perusahaan, dimana aktiva perusahaan dapat digunakan untuk keperluan operasional. Menetapkan setiap ukuran perusahaan berbeda-beda yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain, jenis usaha, frekuensi usaha

dan lain-lain. Jumlah ukuran perusahaan yang berlebihan pada sebuah perusahaan tentunya tidak memberikan dampak positif bagi perusahaan.

Perusahaan harus dapat memperhitungkan berapa ukuran aktiva perusahaan dalam satu periode (satu bulan) sehingga tidak terjadi kekurangan atau kelebihan ukuran aktiva perusahaan yang dapat mengganggu jalannya operasional perusahaan. Ukuran perusahaan adalah hal yang penting dan dibutuhkan oleh perusahaan, untuk menjalankan kegiatan operasinalnya baik secara harian atau bulanan ataupun per tahun yang diperlukan adalah modal kerja yang cukup.

Modal kerja merupakan masalah pokok dan topik penting yang sering kali dihadapi oleh perusahaan, karena hampir semua perhatian untuk mengelola modal kerja dan aktiva lancar yang merupakan bagian yang cukup besar dari aktiva. Modal kerja dibutuhkan oleh setiap perusahaan untuk membelanjai operasinya sehari-hari, misalnya untuk membelian bahan mentah, membiayai upah gaji pegawai, dan lain-lain dimana dana yang dikeluarkan tersebut diharapkan oleh perusahaan dapat kembali lagi masuk dalam perusahaan dan dalam waktu singkat melalui hasil penjualan produksinya. Oleh karena itu, perusahaan dituntut untuk selalu meningkatkan efisiensi kerjanya sehingga dapat dicapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan yaitu mencapai laba yang optimal.

Untuk mencapai laba yang optimal perusahaan harus mengelola perusahaan dengan baik. Pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting dalam perusahaan, karena meliputi pengambilan keputusan mengenai jumlah dan komposisi aktiva lancar dan bagaimana membiayai aktiva tersebut. Perusahaan yang tidak dapat memperhitungkan tingkat modal kerja yang memuaskan, bisa

saja perusahaan kemungkinan mengalami insolvency (tak mampu memenuhi kewajiban jatuh tempo) dan mungkin terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar harus cukup besar agar dapat menutup hutang lancar sedemikian rupa, supaya menggambarkan adanya tingkat keamanan (margin safety) yang memuaskan.

Selain itu perusahaan juga menetapkan modal kerja yang berlebih akan menyebabkan perusahaan overlikuid maka menimbulkan dan mengaggur yang akan mengakibatkan inefisiensi perusahaan dan membuang kesempatan memperoleh laba.

Selain masalah tersebut di atas perusahaan juga dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Pemenuhan kebutuhan dana suatu perusahaan dapat dipenuhi dari sumber intern perusahaan, yaitu dengan mengusahakan penarikan modal melalui penjualan produk kepada masyarakat dan diharapkan segera mungkin kembali sebagai modal. Pemenuhan kebutuhan dana perusahaan dapat juga dipenuhi dari sumber ekstern yaitu dengan meminjam dana kepada pihak kreditur seperti bank, lembaga keuangan bukan bank dan sebagainya.

Jika perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri maka tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus ditanggung juga meningkat. Sehingga hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas.

Menurut Riyanto (1995) solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila sekiranya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasikan. Solvabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban financialnya baik

jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi (Sofyan, 2008:303). Oleh sebab itu, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa suatu perusahaan yang solvabilitas berarti perusahaan tersebut mempunyai aktiva yang cukup untuk membayar hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek.

Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melunasi seluruh utang yang ada dengan menggunakan seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Kemampuan operasi perusahaan tercermin dari seluruh aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.

Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah hutang sebagai sumber dananya hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat mengelola dan yang diperoleh dari uang secara produktif, jadi hal tersebut dapat memberikan pengaruh negatif dan berdampak terhadap profitabilitas perusahaan. Sebaliknya jika hutang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk proses pengelolan produksi, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan.

Menurut Horne dan Wachowicz, (2005) profitabilitas adalah kemampuan menghasilkan laba (profit) selama periode tertentu dengan menggunakan aktiva yang produktif atau modal, baik modal secara keseluruhan maupun modal sendiri. Ada pun pendapat lain menyebutkan bahwa profitabilitas perusahaan merupakan salah satu indikator yang tercakup dalam informasi mengenai kinerja perusahaan jangka panjang. Kinerja perusahaan tersebut dapat dilihat melalui analisis laporan

keuangan. Menurut Brigham dalam bukunya, “Managerial Finance” mengemukakan profitabilitas adalah sebagai berikut : “profitability is the result of a large number of policies and decision”. Sartono (2001:119) mendefinisikan profitabilitas sebagai kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total aktiva produktif maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan. Semakin besar profitabilitas berarti semakin baik, karena kemampuan perusahaan meningkat dengan semakin besarnya profitabilitas.

Hubungannya dalam penjualan, total aktiva maupun modal sendiri sering dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi. Sehingga keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran perusahaan bahwa dalam perusahaan tersebut dapat melangsungkan hidupnya secara berkelanjutan. Profitabilitas merupakan bagian pencerminan dari efisiensi. Menurut perusahaan pada umumnya masalah profitabilitas merupakan masalah yang lebih penting daripada laba, karena laba yang besar saja belum tentu merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut telah bekerja secara efisien. Efisien baru dapat diketahui dengan membandingkan laba yang diperoleh dengan kekayaan atau modal sendiri yang menghasilkan laba.

Maka dengan demikian dapat diperhatikan oleh perusahaan adalah tidak hanya bagaimana usaha perusahaan untuk memperbesar laba, tetapi yang lebih penting adalah usaha perusahaan untuk mempertinggi profitabilitasnya.

Pada umumnya setiap dana yang digunakan oleh perusahaan yaitu untuk menghasilkan pendapatan. Konsep tersebut sering disebut sebagai konsep fungsionil, yaitu konsep yang mendasarkan pada fungsi dana dalam menghasilkan pendapatan. Dari pendapatan ini diperoleh suatu keuntungan, di mana keuntungan yang diperoleh setiap periode akuntansi merupakan faktor yang penting dalam menilai profitabilitas.

Dalam penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur khususnya di sektor perusahaan industri barang konsumsi makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008-2011. Pemilihan kelompok industri manufaktur ini didasarkan pada alasan bahwa industri manufaktur merupakan kelompok emiten yang terbesar dibandingkan kelompok industri yang lain, sehingga dengan asumsi semakin besar objek yang diamati maka akan semakin akurat hasil penelitian.

Dalam laporan keuangan perusahaan manufaktur khususnya di sektor industri barang konsumsi makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonedsia tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 terlihat bahwa adanya kenaikan yang signifikan antara ukuran perusahaan, modal kerja, solvabilitas (Debt to Asset Ratio), dan profitabilitas (ROA). Peneliti mengambil contoh dalam 1 (satu) perusahaan yaitu PT Cahaya Kalbar Tbk, dari tahun 2008-2011 adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1

Rata-rata ROA, Ukuran Perusahaan, Modal Kerja, dan DER pada Perusahaan Barang Konsumsi yang Terdaftar di BEI pada Tahun 2008-2011

Dokumen terkait