• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 6. Kesimpulan dan saran

2. Saran

2.1.Bagi pelayanan keperawatan

Pengetahuan dan efikasi diri adalah hal yang penting untuk perubahan perilaku pasien, oleh karena itu perawat diharapkan mampu membantu pasien meningkatkan pengetahuan dan efikasi diri dengan cara memberikan pendidikan kesehatan tentang terapi insulin.

2.2.Bagi pendidikan keperawatan

Perlu memasukkan materi efikasi diri dalam materi pembelajaran agar pemberian asuhan keperawatan pada pasien DM khususnya, dan pasien dengan penyakit kronis pada umumnya lebih terfokus dan efektif.

2.3.Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengetahuan dan efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin. Dan diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk menambah jumlah responden sehingga hasil penelitian bisa lebih mewakili populasi.

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Melitus (DM)

1.1. Definisi

DM adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan baik (WHO, 2013). DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009). DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007).

1.2. Faktor Risiko DM

Faktor resiko DM tipe 2 (Manzella, 2014) : a. Obesitas

IMT ≥25 kg/m

Lingkar perut pada laki-laki ≥90 cm dan pada wanita ≥80 cm b. Kurang olahraga

Sel otot memiliki reseptor insulin yang lebih banyak daripada sel lemak, oleh karena itu resisten terhadap insulin dapat dikurangi dengan berolahraga c. Kebiasaan makan yang tidak sehat

Tidak sehat maksudnya adalah makanan yang banyak mengandung lemak dan sedikit serat

d. Riwayat keluarga dengan DM e. Usia

Semakin tua, semakin beresiko mendapat DM tipe 2. Ahli pengetahuan berpendapat bahwa pankreas, tidak dapat menghasilkan insulin dengan efisien seperti saat kita muda. Begitu juga dengan sel manusia, akan semakin resisten terhadap insulin.

f. Hipertensi ( TD ≥140/90 mmHg)

g. Riwayat diabetes gestasional, yaitu melahirkan bayi dengan BB ≥4 kg

1.3. Kriteria Diagnosis DM

PERKENI (2006 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, & Setiati, 2009) membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polifagia, polidipsia dan berat badan menurun drastis tanpa sebab yang jelas) dan gejala tidak khas DM (lemas, kesemutan, luka yang susah sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis juga dapat ditegakkan melalui cara:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

2) Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

1.4. Tipe DM

Menurut ADA (2004), DM diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: a. DM Tipe 1

Terjadi ketika sistem imun tubuh merusak sel beta pankreas, satu-satunya sel di dalam tubuh yang mengatur glukosa darah. Tipe ini hanya 5-10% dari keseluruhan jumlah penderita DM dan biasanya menyerang anak-anak dan remaja atau pada usia kurang dari 30 tahun. Untuk bertahan hidup, pasien DM tipe 1 harus diberikan insulin.

b. DM Tipe 2

Terdiri dari 90-95% dari semua jenis DM. Biasanya terjadi pada orang dewasa. DM tipe 2 berhubungan dengan usia yang lebih tua, obesitas, aktivitas fisik yang kurang, riwayat keluarga dengan diabetes, riwayat diabetes kehamilan.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Tipe ini biasa terjadi diantara wanita yang obesitas atau memiliki riwayat keluarga dengan diabetes.

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50% penderita DM tipe ini tidak akan kembali ke status nondiabetes seperti sebelum hamil.

d. DM tipe lain

Terjadi sekitar 1-5% dari total jumlah kasus diabetes akibat kondisi genetik, pembedahan, pengobatan, infeksi, penyakit pankreas, atau penyakit lainnya.

1.5. Penatalaksanaan DM

Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, pengelolaan farmakologis dan penyuluhan (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007).

1.5.1. Perencanaan makan

Beberapa manfaat yang telah terbukti adalah menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%.

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.

Makanan dibagi menjadi 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%), siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di antaranya. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.

Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan serat larut, garam secukupnya. Pasien DM dengan tekanan darah yang normal masih diperbolehkan mengonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizinkan. Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk mengonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.

1.5.2. Latihan Jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi adalah: 1) Frekuensi : 3-5 kali perminggu secara teratur

2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate) 3) Durasi : 30-60 menit

4) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Pemanasan (warm-up)

Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti, dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan. Pemanasan juga perlu untuk menghindari cedera. Pemanasan cukup dilakukan selama 5-10 menit.

b) Latihan inti

Pada tahap ini, diusahakan denyut nadi mencapai Target Heart Rate (THR), agar mendapatkan manfaat latihan. Bila THR tak tercapai, maka diabetisi tak akan mendapat manfaat latihan. Sedang bila lebih dari THR, mungkin malah bisa mendapatkan resiko yang tidak diinginkan. c) Pendinginan (cooling-down)

Setelah selesai melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan pendinginan. Tujuannya adalah untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan latihan jasmani atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang masih aktif. Bila latihan berupa jogging, maka pendinginan sebaiknya dilakukan dengan tetap berjalan beberapa menit. Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda, tetapi tanpa beban. Pendinginan dilakukan selama kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi saat istirahat.

d) Peregangan (streching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi mereka yang berusia lanjut (Setiati, Simadibrata, Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo, 2009).

1.5.3. Pengelolaan farmakologis Obat Hipoglikemik oral

Pemicu sekresi insulin: 1) Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea adalah menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin), menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

Pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat ini dapat berkurang. Biasanya langkah lebih lanjut yang dikerjakan untuk mencapai pengendalian kadar glukosa yang baik adalah dengan obat kombinasi oral-oral atau oral-oral-insulin.

2) Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derifat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin: 1) Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin. Fenformin dan Buformin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis laktat. Setelah diberikan secara oral, metformin mencapai kadar puncak dalam darah setelah 2 jam dan dieksresi lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2-5 jam.

Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak menyebabkan penurunan sampai dibawah normal. Karena itu tidak disebut sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik.

2) Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa hati. Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada sasaran kelainan yaitu resistensi insulin dan dapat pula dipakai untuk

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemi dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

3) Penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak menyebakan hipoglikemi dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin (Subekti, Soewondo, & Soegondo, 2007). 1.5.4. Penyuluhan

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas hidup yang lebih baik.

Topik yang akan dibicarakan adalah pengetahuan dasar diabetes, pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, obat hipoglikemik oral, perencanaan makanan, pemeliharaan kaki, kegiatan jasmani, pengaturan saat sedang sakit dan komplikasi.

1.6. Komplikasi DM

Komplikasi diabetes terbagi dua yaitu komplikasi yaitu mikrovaskular dan makrovaskular (WHO, 2014).

a. Komplikasi mikrovaskuler 1) Retinopati Diabetes

Retinopati diabetes adalah komplikasi mikrovaskuler yang sering dijumpai. Hal ini disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil di lapisan mata, retina, yang menyebabkan kehilangan penglihatan, termasuk kebutaan. Biasanya pasien akan mengeluh penglihatan kabur.

2) Nephropati (penyakit ginjal)

Komplikasi ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di ginjal. Ini dapat menyebabkan gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian. Di negara berkembang, nephropati merupakan penyebab terjadinya dialisis dan transplantasi ginjal.

3) Neuropati

Diabetes menyebabkan kerusakan saraf akibat hiperglikemi dan menurunnya aliran darah ke saraf karena kerusakan pembuluh darah kecil. Gejalanya beragam tergantung pada saraf mana yang dipengaruhi, misalnya, kematian rasa pada ekstremitas, nyeri pada ekstremitas dan impoten.

b. Komplikasi makrovaskuler

Hiperglikemi merusak pembuluh darah melalui proses yang disebut

“atherosclerosis” atau penyumbatan pada arteri. Hal ini dapat menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otot jantung (menyebabkan serangan jantung), berkurangnya aliran darah ke otak (menyebabkan stroke) atau ke ekstremitas (menyebabkan nyeri dan lambatnya penyembuhan saat infeksi).

2. Terapi insulin

Pada pasien DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin sehingga insulin eksogenous harus diberikan. Pada DM tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien DM tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stres lainnya.

2.1.Pemberian suntikan

Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan. Tempat penyuntikan insulin adalah pada bagian abdomen, bokong, paha (permukaan anterior) dan lengan (permukaan posterior). Insulin paling cepat diabsorpsi di perut, kemudian lengan, paha dan bokong. Area injeksi harus terlebih dahulu dibersihkan dan juga perlu dihindari bagian-bagian yang terdapat edema, inflamasi, infeksi dan lipohipertrofi (penumpukan lemak akibat penyuntikan pada daerah yang sama secara berulang-ulang).

Untuk meningkatkan konsistensi absorpsi insulin, pasien harus diberitahukan untuk menggunakan semua tempat penyuntikan yang ada dalam satu daerah daripada melakukan rotasi berpindah-pindah secara acak. Pasien tidak boleh melakukan injeksi di tempat yang sama lebih dari satu kali dalam waktu 2 hingga 3 minggu.

Jika pasien berencana untuk latihan, preparat insulin tidak boleh disuntikkan di daerah tungkai yang akan digunakan untuk latihan tersebut karena insulin akan diserap lebih cepat dan mungkin akan mengakibatkan hipoglikemi dan dianjurkan untuk tidak me-massage area penyuntikan sebelum atau sesudah penyuntikan. Jarum harus tetap berada di dalam kulit selama ±10 detik, untuk memastikan semua insulin masuk dan tidak ada yang menetes saat jarum ditarik keluar dari kulit.

Berdasarkan The Forum for Injection Technique (FIT) tahun 2011, ukuran jarum yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 8 mm. Untuk ukuran jarum 4,5,6 mm diinjeksi dengan sudut 90 derajat pada orang dewasa dan untuk pasien yang menggunakan jarum ukuran 8 mm, harus dipastikan untuk menjepit kulit untuk menghindari jarum masuk ke bagian otot.

Penyandang DM sebaiknya diajarkan mengikuti tata cara penyuntikan insulin, termasuk penggunaan teknik yang konsisten, dosis yang akurat, dan rotasi lokasi penyuntikan. Kebanyakan individu mampu mencubit lipatan kulit dan menyuntikkan pada sudut 90 derajat. Individu kurus atau anak-anak kadang-kadang memerlukan cubitan kulit dan menyuntikan pada sudut 45 derajat untuk menghindari penyuntikan secara intra muskular. Bila disuntikkan secara intra muskular maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat masa kerja.

Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, pasien dianjurkan untuk menguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan botol insulin pada suhu kamar.

Beberapa cara untuk mengurangi nyeri saat injeksi insulin: a. Lakukan penyuntikan insulin pada suhu ruangan

b. Gunakan jarum dengan ukuran terpendek dan diameter terkecil c. Gunakan jarum baru setiap melakukan penyuntikan

d. Tusukkan jarum dengan cepat ke dalam kulit

e. Masukkan insulin secara perlahan sampai benar-benar habis f. Desinfeksi kulit yang akan diinjeksi

g. Tunggulah sampai alkohol sebagai desinfektan kering sebelum menyuntik 2.2. Kerja insulin

a. Short-acting insulin

Awitan kerja human insulin reguler adalah hingga 1 jam, puncak nya 2 hingga 3 jam, durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler terlihat jernih dan biasanya diberikan 20 hingga 30 menit sebelum makan. Nama lain untuk insulin reguler adalah crystalline zinc insulin (CZI). Insulin reguler dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang kerjanya lebih lama.

b. Intermediate-acting insulin

Nama lainnya adalah NPH insulin (neutral protamine hagedorn) Lente insulin (“L”)

Awitan kerja human insulin ini adalah 3 hingga 4 jam, puncaknya 4 hingga 12 jam, durasi kerjanya 16 hingga 20 jam.

Kedua insulin intermediate-acting tersebut memiliki kesamaan dalam perjalanan waktu kerjanya dan tampak berwarna putih serta menyerupai susu. Jika NPH atau lente digunakan secara tunggal, maka pemberian preparat ini setengah jam sebelum makan bukanlah faktor yang menentukan. Meskipun demikian, pasien yang menggunakan NPH atau insulin Lente harus makan di sekitar waktu awitan dan puncak kerja preparat insulin ini.

c. Long-acting insulin Ultralente insulin (UL)

Insulin long-acting kadang-kadang disebut sebagai insulin “tanpa puncak kerja” karena preparat ini cenderung memiliki kerja yang panjang, perlahan dan bertahan. Awitan kerja long-acting human insulin adalah 6 hingga 8 jam, puncak 12 hingga 16 jam, durasi 20 hingga 30 jam.

Secara umum, insulin short-acting diharapkan mampu berfungsi sebagai pengganti makanan segera setelah disuntikkan, intermediate-aacting insulin diharapkan dapat berfungsi sebagai cadangan makanan berikutnya dan long-acting insulin memberikan kadar insulin yang relatif konstan serta mengendalikan terutama kadar glukosa puasa.

Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat adalah U-100. Ini berarti terdapat 100 unit insulin per 1 sentimeter kubik. Jadi, spuit mampu menampung 100 unit insulin U-100 adalah spuit 1 ml (cc). Jika

sebuah spuit menyimpan 50 unit insulin U-100, maka spuit ini merupakan spuit ½ ml U-100 (Suzanne & Smeltzer, 2001).

2.3.Penyimpanan insulin

Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran pabrik. Insulin cadangan harus disimpan di lemari es pada temperatur 2 derajat sampai 8 derajat celcius. Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20 derajat celcius bila seluruh isi vial akan digunakan dalam 1 bulan. Saat akan menggunakan insulin yang disimpan di lamari pendingin, diamkan insulin sampai berada pada temperatur ruangan.

Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu kamar yang lebih dari 30 derajat celcius akan lebih cepat kehilangan kekuatannya. Pasien dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali dipakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi. Masa kadaluwarsa menunjukkan tanggal terakhir dimana vial insulin yang tak terbuka sebaiknya digunakan apabila disimpan sesuai dengan anjuran perusahaan farmasi. (Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007).

3. Pengetahuan

3.1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang paling penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan umumnya bersifat langgeng

(Sunaryo, 2004). Keraf dan Dua (2001 dalam Gultom, 2012) menyatakan bahwa pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupannya.

Faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal bagi seseorang dalam berperilaku dan kebanyakan orang yang berperilaku baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik dan perilaku yang tidak didasari pengetahuan tidak akan bertahan lama.

Notoadmojo (2007) menyatakan tahapan yang terjadi pada manusia sebelum berperilaku baru berdasarkan pengetahuan adalah:

a. Awarness (kesadaran)

Orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek (stimulus) terlebih dahulu.

b. Interest

Yaitu saat seseorang sudah mulai tertarik dengan stimulus.

c. Evaluation

Yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial

Yaitu seseorang sudah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption

Subjek telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

3.2. Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif

Notoadmojo (2007) menyatakan pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkatan “tahu” merupakan yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Memahami artinya mampu menjelaskan dan menginterpretasikan dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham tentang suatu objek harus dapat menjelaskan, memberi contoh dan menyimpulkan.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai menggunakan atau mempraktikkan materi yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata.

4) Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampusan untuk menjabarkan objek atau materi ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih saling berkaitan.

5) Sintesa (Synthesis)

Kemampuan dalam meletakkan atau bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang sama.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek.

3.3. Cara Memperoleh Pengetahuan 1) Cara Tradisional atau nonilmiah a. Cara coba salah ( Trial and error)

Pada waktu seseorang menghadapi persoalan, upaya pemecahannya adalah dengan cara coba-coba. Bila tidak berhasil, maka dicoba cara lain. Begitu selanjutnya. Pengalaman yang diperoleh melalui metode ini adalah membantu perkembangan mandiri manusia ke arah yang lebih sempurna.

b. Secara kebetulan

Terjadi secara tidak sengaja atau tidak direncanakan oleh orang yang bersangkutan.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan diperoleh turun-temurun dari pemegang otoritas, yakni orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan atau ilmuwan.

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Mengingat kembali pengalaman pribadi saat menyelesaikan masalah di masa lalu. Bila cara yang digunakan pada masa itu berhasil untuk mengatasi masalah, maka akan digunakan cara yang sama untuk mengatasi masalah lain. Bila gagal, ia tidak akan mengulanginya dan mencari cara lain sampai berhasil.

e. Cara akal sehat

Akal sehat kadang dapat menemukan kebenaran. Misalnya agar anaknya disiplin dan patuh, orangtua akan menjewer atau menghukum anaknya. Cara itu sampai saat ini berkembang menjadi teori atau kebenaran, bahwa hukuman adalah salah satu metode bagi pendidikan anak.

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan melalui para nabi. Kebenaran ini harus diterima dan dipercayai oleh pengikut agama yang bersangkutan terlepas apakah itu rasional atau tidak.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diterima manusia dengan mengandalkan suara hati atau bisikan hati saja sehingga sulit untuk dipercaya.

h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, cara berfikir

Dokumen terkait