• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN PENELITIAN Saya Eryani Siahaan adalah mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan

program S1 Ilmu Keperawatan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan dan Efikasi

Diri Pasien DM Tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam

Malik Medan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengetahuan

dan efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin. Saya sangat

mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi sebagai responden dalam

penelitian ini.

Dalam penelitian ini, Bapak/Ibu akan diberikan kuesioner yang berisi

pernyataan mengenai pengetahuan dan efikasi diri tentang terapi insulin.

Penelitian ini bersifat sukarela dan tidak memberikan dampak yang merugikan.

Data Bapak/Ibu akan dirahasiakan dan hanya digunakan untuk kepentingan

penelitian.

Jika Bapak/Ibu bersedia, lembar persetujuan menjadi responden penelitian

yang terlampir harap ditandatangani. Lembar persetujuan menjadi responden tidak

bersifat mengikat, sehingga Bapak/Ibu bisa mengundurkan diri dari penelitian ini

selama penelitian berlangsung.

Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan, partisipasi dan

kesediaan waktu Bapak/Ibu dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.

Peneliti

(3)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Judul Penelitian : “Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM tipe 2 tentang

Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik

Medan”

Peneliti : Eryani Siahaan

NIM : 111101069

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh peneliti pada lembar

penjelasan, saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden. Saya mengerti

bahwa penelitian ini akan dijamin kerahasiaannya, saya memiliki hak kebebasasan

untuk berhenti, dan semua berkas yang mencantumkan identitas subjek penelitian

hanya digunakan dalam kepentingan penelitian.

Selanjutnya secara sukarela dan tanpa ada unsur paksaan siapapun, dengan

ini saya menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Medan ,... 2015

Responden

(4)

Lampiran 4

INSTRUMEN PENELITIAN

Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan

Petunjuk:

1.Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian yaitu data demografi, kuesioner tentang

pengetahuan dan kuesioner tentang efikasi diri

2. Mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner tersebut sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya

3. Silakan mengisi pada tempat yang sesuai, dengan cara memberi tanda (√ ) pada kotak yang tersedia

4. Semua jawaban Bapak/Ibu adalah BENAR

A. Data Demografi

No.Responden :

Inisial responden :

Usia : tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Lama menderita DM :

(5)

B. Kuesioner Pengetahuan

Petunjuk pengisian : Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda alami.

No Pernyataan Benar Salah

1 Pasien DM tipe 2 harus disuntik insulin sepanjang hidupnya

2 Tempat penyuntikan insulin adalah perut, bokong, paha dan lengan

3 Penyuntikan dapat dilakukan pada tempat yang sama terus menerus

4 Penyuntikan berikutnya berjarak 1 inchi dari tempat penyuntikan sebelumnya

5 Pada saat akan berolahraga, insulin tidak dapat diinjeksi pada bagian paha, karena akan mempercepat penyerapan insulin/rendahnya gula darah

6 Penyuntikan pada tempat yang sama terus menerus akan menyebabkan lipohypertropi (penumpukan lemak)

7 Bila disuntikkan terlalu dalam (ke dalam otot) penyerapan insulin akan terjadi lebih cepat

8 Setelah penyuntikan, biarkan jarum tetap berada di kulit selama 10 detik untuk memastikan semua insulin masuk dan tidak ada yang menetes saat jarum ditarik dari kulit 9 Jarum suntik tidak boleh digunakan berulang

10 Sebelum disuntikkan, kulit harus di desinfeksi terlebih dahulu

11 Alkohol yang dipakai sebagai desinfektan harus ditunggu sampai kering sebelum menyuntik

12 Insulin diabsorbsi paling cepat pada bagian perut 13 Insulin sebaiknya disuntikkan secara tegak lurus dengan

kulit / 90 derajat

14 Insulin membantu tubuh menggunakan gula yang berada di dalam darah kita

15 Insulin biasanya diberikan 15-20 menit sebelum makan 16 Jika disimpan pada suhu ruangan, insulin dapat bertahan

selama 30 hari

17 Insulin yang disimpan dalam lemari es harus dikeluarkan selama 20 menit sebelum digunakan

(6)

C.Kuesioner Efikasi Diri

Petunjuk pengisisan : Berilah tanda (√) pada kolom yang tersedia sesuai dengan kondisi yang anda alami.

Tidak Yakin (TY) : apabila anda merasa TIDAK YAKIN dengan pernyataan tersebut

Kadang (K) : apabila anda merasa KADANG YAKIN dengan pernyataan tersebut

Yakin (Y) : apabila anda merasa YAKIN dengan pernyataan tersebut

No Pernyataan TY K Y

1 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin secara mandiri

2 Saya yakin mampu melakukan injeksi insulin pada bagian perut, paha dan lengan

3 Saya yakin mampu membersihkan tangan dan daerah yang akan disuntik sebelum penyuntikan insulin 4 Saya yakin mampu melakukan rotasi tempat injeksi

insulin untuk menghindari lipohypertropi (penimbunan lemak)

5 Saya yakin mampu menggunakan jarum baru setiap akan melakukan injeksi

6 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin pada daerah lengan pada saat akan berolahraga

7 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin dengan jumlah yang tepat berdasarkan hasil kadar gula darah 8 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin walaupun

saya sedang sibuk

9 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin di bagian perut ketika kadar gula darah saya sangat tinggi

10 Saya yakin mampu menyuntikkan insulin dengan jarak 1 inchi dari daerah sebelumnya

11 Saya yakin mampu secara teratur menyuntikkan insulin sesuai jadwal yang ditentukan

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)

Lampiran 13

RIWAYAT HIDUP

Nama : Eryani Siahaan

NIM : 111101069

Tempat, tanggal lahir : Dolok Marlawan, 23 Maret 1994

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan Medan

No HP : 085276543951

Nama Ayah : L Siahaan

Nama Ibu : S Sinaga

Riwayat Pendidikan

1. 1998-1999 : TK Santa Lusia Pematangsiantar

2. 1999-2001 : SD Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar

3. 2001-2005 : SDN Plus No. 091473 Tiga Balata

4. 2005-2008 : SMPN1 Pematangsiantar

5. 2008-2011 : SMAN3 Pematangsiantar

(17)

Lampiran 14

Taksasi Dana

1. Persiapan proposal

 Biaya kertas dan tinta print proposal Rp 150.000,-  Fotokopi sumber-sumber tinjauan pustaka Rp 50.000,-

 Biaya internet Rp 50.000,-

 Perbanyak proposal dan penjilidan Rp 50.000,-

 Konsumsi saat sidang proposal Rp 160.000,-

2. Perbaikan proposal

 Biaya print kertas Rp 50.000,-

3. Pengumpulan dan pengolahan data

 Izin Penelitian Rp 500.000,-

 Penggandaan kuesioner Rp 50.000,-

4. Persiapan skripsi

 Biaya kertas dan tinta print Rp 150.000,-

 Penggandaan skripsi dan penjilidan Rp 50.000,-  Konsumsi saat sidang skripsi Rp 250.000,-

(18)

Lampiran 15

Frequency Percent Valid Percent

(19)

63 2 4.0 4.0 72.0

Frequency Percent Valid Percent

(20)

25 1 2.0 2.0 98.0

32 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Lama menggunakaan insulin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid baik 48 96.0 96.0 96.0

cukup 2 4.0 4.0 100.0

(21)

3. Efikasi diri

efikasidiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid baik 47 94.0 94.0 94.0

kurang 3 6.0 6.0 100.0

(22)
(23)

Daftar Pustaka

American Association of Diabetes Educators. (2011). Insulin njection know-how. Diperoleh tanggal 28 juni 2015 dari www.diabeteseducator.org

American Diabetes Association. (2004). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes care, Volume 27, Supplement 1.

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Ariani, Y. (2011). Hubungan antara motivasi dengan efikasi diri pasien DM tipe 2 dalam konteks asuhan keperawatan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2011. Tesis, Universitas Indonesia, Depok.

Astuti, N. (2015). Efikasi diri dan manajemen diri pasien DM tipe 2. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bandura, A. (1994). Self efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed), Encyclopedia of human behavior. 4, 71-81. Encyclopedia of mental health San Diego: Diperoleh tanggal 12 Februari 2011 dari

http://des.emory.edu/mfp/Bandura1994EHB.pdf

Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The exercise of control. New York: W.H. Freeman.

Berzin, R.S. (2015). Insulin facts and fiction. Diperoleh tanggal 30 Juni 2015 dari www.bd.com/us/diabetes/page.aspx?cat=7001&id=7248

Caniago, L. F. (2014). Penentuan sensitivitas insulin dan efektivitas glukosa pada modifikasi minimal model menggunakan algoritma PSO untuk kasus diabetes. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Conner, M., & Norman, P. (1995). Predicting Health Behaviour: Research and Practice with Social Cognition Models. Buckingham: Open University Press.

Didarloo, A., Shojaeizadeh, D., Gharaaghaji, R., Niknami, S., & Khorami, A. (2014). Psychosocial correlates of dietary behaviour in type 2 diabetic women, using a behaviour change theory. Journal Health Popul Nutr, 32(2):335-341

Down, S., & Fiona, K. (2012). Injection technique in insulin therapy. Diperoleh tanggal 27 September 2014 dari

http://search.proquest.com/docview/1038836287?accountid=50257

(24)

Fox, C., & Kilvert, A. (2010). Bersahabat dengan diabetes melitus tipe 1. Jakarta: Penebar Plus.

Gurmu, A. E., & Teni, F. S. (2014). Knowledge, attitude and practice among diabetic patients on insulin therapy towards the disease and their medication at a university hospital in Northwestern Ethiopia: a cross-sectional study. International Journal of Pharma Sciences and Research (IJPSR)

Hanna, H. H. (2006). The influence of self-efficacy and spirituality on self-care behaviours and glycemic control in older African Americans with tipe 2 diabetes. Dissertation, Barry University, United State.

Harahap. (2010). Hubungan pengetahuan dan sikap penderita diabetes melitus dengan pemanfaatan klinik diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung tahun 2010. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Hassan, et al. (2013). Factors influencing insulin acceptance among type 2 diabetes mellitus patients in a primary care clinic: a qualitative exploration. Diperoleh tanggal 21 Oktober 2014 dari

http://www.biomedcentral.com/1471-2296/14/164

International Diabetes Federation. (2013). IDF diabetes atlas sixth edition. Diperoleh tanggal 21 Oktober 2014 dari

http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

_______. (2014). IDF diabetes atlas sixth edition. Diperoleh tanggal 20 Desember 2014 dari http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf

Ismael, S., & Sastroasmoro, S. (2011). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto.

Kara, M & Alberto, J. (2006). Family support, perceived self-efficacy and self care behavior of Turkish patients with chronic obstructive pulmonary disease.Journal of clinical nursing diunduh tanggal 22 Oktober 2014 dari http://web.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer

Lestari, T.D. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi inisiasi insulin pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Kudus. Tesis, Universitas Indonesia, Depok.

(25)

Manzella, D. (2014). Top 7 Risk factors for type 2 diabetes. Diperoleh tanggal 3 November 2014 dari

http://diabetes.about.com/od/symptomsdiagnosis/tp/riskfactors.htm

Morris, S.Y. (2014). Insulin injection sites:where and how to inject. Diperoleh tanggal 28 Juni 2015 dari

http://www.healthline.com/health/diabetes/insulin-injection

National Diabetic Facts Sheet. (2011). Diperoleh tanggal 21 Oktober 2014 dari http://www.cdc.gov/diabetes/pubs/pdf/ndfs_2011.pdf

Notoadmojo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

_______. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Pace., Haas., & Stacciarini. (2008). Factors associated with insulin self administration by diabetes mellitus patients in the Family Health Strategy. Diperoleh tanggal 4 Juli 2015 dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18545757

Polit, D. F., & Beck, C. T. (2004). Nursing Research: Principle and Methods. 7ed. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins.

Restu. (2014). Prevalensi anemia pada penderita DM tipe 2 yang rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2012. Karya tulis ilmiah, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sarkar,U., Fisher, L., & Schillinger, D. (2006). Is Self-Efficacy Associated With Diabetes Self-Management Across Race/Ethnicity and Health Literacy?. Diabetes care, Volume 29, Number 4.

Soegondo, S., Soewondo,P., & Subekti,I. (2007). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Smeltzer., & Suzanne, C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Vol. 2 Ed. 8. Jakarta: EGC.

Stipanovic, A. R. (2002). The effects of diabetes education on

(26)

Sudoyo, A, W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 5). Jakarta Pusat:

InternaPublishing.

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

The Forum for Injection Technique (FIT). (2011). Diabetes care in The UK. The first UK injection technique recommendations 2nd edition. Diperoleh tanggal 15 September 2014 dari

http://www.trend-uk.org/documents/FIT%20Recommendations%20Page%20view.pdf

World Health Organization. (2013). Diabetes. Diperoleh tanggal 23 september 2014 dari http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/

_______. (2014). About diabetes, types of diabetes, complication. Diperoleh tanggal 29 oktober 2014 dari

http://www.who.int/diabetes/action_online/basics/en/

Widyaningsih., Phitri, H. E. (2013). Hubungan antara pengetahuan dan sikap penderita diabetes melitus dengan kepatuhan diet diabetes

(27)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan

efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin di Poliklinik RSUP Haji

Adam Malik Medan.

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian

Pengetahuan

Efikasi diri Pasien DM tipe 2 yang

(28)

2. Defnisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala

(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif yang

bertujuan untuk mengidentifikasi pengetahuan dan efikasi diri pasien DM tipe 2

tentang terapi insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik.

2. Populasi, sampel dan teknik sampling

Populasi penelitian adalah sejumlah besar subyek yang mempunyai

karakteristik tertentu (Ismael & Sastroasmoro, 2011). Populasi dalam penelitian

ini adalah pasien DM tipe 2 yang mendapatkan terapi insulin secara mandiri di

Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan.

Sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling

adalah teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi

sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat

mewakili karakteristik populasi.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

a. Responden didiagnosa DM tipe 2

b. Responden menggunakan insulin

c. Responden sudah pernah menggunakan insulin secara mandiri

d. Bersedia menjadi responden

3. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik

(30)

tentang pengetahuan dan efikasi diri pada pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin.

Penelitian ini dilakukan bulan September 2014 sampai Juli 2015.

4. Pertimbangan etik

Penelitian ini dapat dilakukan setelah mendapat izin dan memperoleh

ethical clearance dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara. Dalam penelitian ini dilakukan pertimbangan etik,

yaitu: beneficence (bermanfaat), autonomy (peneliti memberikan kebebasan bagi

partisipan untuk menentukan sendiri ikut atau tidak dalam penelitian ini, tidak ada

unsur paksaan atau pengaruh dari peneliti atau siapapun, anonimity (data

partisipan dijaga dengan cara tidak menuliskan nama partisipan pada instrumen,

tetapi hanya menggunakan inisial saja) dan informed consent atau surat

persetujuan menjadi partisipan (Polit & Beck, 2004).

5. Instrumen penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

instrumen yang dibuat sendiri oleh peneliti dalam bentuk kuesioner dengan

berpedoman pada tinjauan pustaka. Bagian pertama adalah data demografi yang

terdiri dari nomor responden, inisial responden, usia, jenis kelamin, lama

menderita DM dan lama mendapatkan terapi insulin.

Bagian kedua adalah kuesioner pengetahuan tentang terapi insulin.

Kuesioner ini terdiri dari 18 pernyataan dengan pilihan jawaban benar dan salah.

Jawaban benar akan diberi nilai 1 dan jawaban salah akan diberi nilai 0. Nilai

(31)

Untuk menentukan panjang kelas, digunakan rumus di bawah ini:

Skor tertinggi – skor terendah P =

Banyak kelas 18 - 0

= 3

P = 6

Pengetahuan dikategorikan baik jika skor 12-18, cukup jika skor 6-11 dan kurang

jika skor 0-5.

Bagian ketiga adalah kuesioner efikasi diri tentang terapi insulin.

Kuesioner ini terdiri dari 12 pernyataan. Skor 3 untuk jawaban yakin, 2 untuk

jawaban kadang-kadang dan 1 untuk jawaban tidak yakin. Nilai tertinggi yang

diperoleh adalah 36 dan terendah 12. Berdasarkan rumus didapatkan P = 12.

Efikasi diri dikategorikan baik jika skor 25-36 dan kurang jika skor 12-24.

6. Validitas

Alat ukur dikatakan mempunyai nilai valid jika alat ukur tersebut dapat

dengan tepat mengukur apa yang diukur. Suatu instrumen yang valid memiliki

validitas yang tinggi. Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Uji Validitas

dilakukan oleh Dosen Fakultas Keperawatan USU. Nilai CVI untuk kuesioner

(32)

7. Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta

diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Reliabilitas

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan

alat ukur yang sama. Uji reliabilitas ini dilakukan pada 30 pasien DM tipe 2 yang

melakukan injeksi insulin secara mandiri di Poliklinik Endokrin RSUD Dr.

Pirngadi Medan. Untuk menentukan nilai reliabilitas kuesioner pengetahuan

digunakan KR21 dan didapatkan hasil 0,726 dan untuk kuesioner efikasi diri,

menggunakan metode alpha yang dilakukan dengan komputerisasi dengan hasil

0,846.

8. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data penelitian dilakukan setelah peneliti

mendapatkan surat permohonan izin penelitian dari Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan memperoleh ethical clearance dari Komisi Etik

Penelitian Kesehatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Selanjutnya peneliti meminta izin ke RSUP Haji Adam Malik Medan, setelah

mendapatkan izin penelitian, maka peneliti mulai mengumpulkan data.

Peneliti menemui responden dan menjelaskan kepada responden tentang

tujuan, manfaat dan cara pengisian kuesioner, kemudian calon responden yang

bersedia diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent)

dan diminta untuk mengisi kuesioner dengan diberikan waktu sekitar 30 menit.

(33)

yang tidak dimengerti oleh responden. Setelah responden selesai mengisi

kuesioner, peneliti mengumpulkan kuesioner dan memeriksa jika ada lembar

kuesioner yang tidak lengkap atau pernyataan dalam kuesioner tidak diisi

seluruhnya oleh responden, kemudian data yang tidak lengkap dilengkapi saat itu

juga.

9. Analisa Data

Data yang sudah terkumpul diperiksa kembali untuk memeriksa

kelengkapan data yaitu dengan cara memeriksa isi instrumen. Kemudian peneliti

memberi skor terhadap item-item yang perlu diberi skor yaitu kuesioner

pengetahuan dan efikasi diri dan selanjutnya instrumen tersebut dianalisa oleh

peneliti. Analisa data dilakukan dengan komputerisasi. Analisa data dalam

penelitian ini bersifat deskriptif dan ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi

(34)

49 BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian mengenai pengetahuan dan efikasi diri

pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik

Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2015 yang melibatkan 50 orang

pasien DM tipe 2 yang menggunakan insulin di Poliklinik Endokrin RSUP Haji

Adam Malik Medan.

1) Hasil penelitian

Hasil penelitian ini mencakup karakteristik demografi pasien, tingkat

pengetahuan dan efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin.

1.1.Data demografi

Pada tabel 5.1. akan ditampilkan hasil penelitian terkait karakteristik demografi

pasien berdasarkkan jenis kelamin.

Tabel 5.1. Distribusi pasien berdasarkan jenis kelamin (n=50)

Variabel Frekuensi Persentase (%)

Jenis kelamin

Hasil penelitian pada tabel 5.1. menunjukkan bahwa pasien yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (50%) dan perempuan 25 orang (50%).

(35)

Pada tabel 5.2. terlihat bahwa pasien rata-rata berusia 60 tahun dengan lama

menderita DM rata-rata 10 tahun dan lama menggunakan insulin rata-rata 3 tahun.

1.2.Tingkat pengetahuan pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Poliklinik Endokrin RSUP

Haji Adam Malik Medan, gambaran tingkat pengetahuan pasien DM tipe 2

tentang terapi insulin hampir keseluruhan baik yaitu 48 pasien (96%). Lebih

lengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Tingkat pengetahuan pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin di Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan (n=50)

Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)

Baik Cukup Kurang

48 2 0

96.0 4.0

0

Hampir setengah pasien menjawab salah pada pernyataan nomor 1 dan 3.

(36)

Tabel 5.4. Jumlah dan persentase pasien yang menjawab benar pada tiap item pernyataan pengetahuan (n=50)

No Pernyataan Pasien yang

menjawab benar

Persentase

1 Insulin harus diinjeksi sepanjang hidupnya 32 64% 2 Tempat penyuntikan adalah perut, bokong,

paha dan lengan

41 82%

3 Penyuntikan dapat dilakukan pada tempat yang sama terus menerus

33 66%

4 Penyuntikan berikutnya berjarak 1 inchi 44 88%

5 Insulin tidak dapat diinjeksi pada bagian paha pada saat akan berolahraga

49 98%

6 Penyuntikan pada tempat yang sama terus menerus akan menyebabkan penebalan lemak

50 100%

7 Injeksi yg terlalu dalam penyerapan insulin akan terjadi lebih cepat

50 100%

8 Biarkan jarum selama 10 detik setelah injeksi 50 100% 9 Jarum suntik tidak boleh digunakan berulang 45 90%

10 Kulit harus di desinfeksi terlebih dahulu 45 90%

11 Tunggu sampai kering sebelum melakukan injeksi

44 88%

12 Insulin diabsorbsi paling cepat pada bagian perut

50 100%

13 Insulin disuntikkan secara tegak lurus dengan kulit

50 100%

14 Insulin membantu tubuh menggunakan gula yang berada di dalam darah kita

50 100%

15 Insulin biasanya diinjeksi 15-20 menit sebelum makan

50 100%

16 Insulin dapat bertahan selama 30 hari jika disimpan pada suhu ruangan

50 100%

17 Insulin yang disimpan dalam lemari es harus dikeluarkan selama 20 menit sebelum digunakan

40 80%

18 Insulin cadangan harus disimpan di lemari es 46 92%

1.3.Tingkat efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa hampir keseluruhan pasien

memiliki efikasi diri yang baik yaitu 47 orang (94%). Lebih lengkapnya dapat

(37)

Tabel 5.5. Tingkat efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin di Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan (n=50)

Efikasi diri Frekuensi Persentase (%)

Baik

Hampir setengah pasien memliliki efikasi diri yang kurang pada

pernyataan nomor 2 dan 5. Untuk lebih rinci dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6. Jumlah dan persentase jawaban pasien pada tiap item pernyataan efikasi diri (n=50)

No Pernyataan Yakin Kadang Tidak

yakin 1 Yakin mampu melakukan injeksi secara

mandiri

44(88%) 6 0

2 Yakin mampu melakukan injeksi pada bagian perut, paha dan lengan

32(64%) 18 0

3 Yakin mampu membersihkan tangan dan daerah yang akan disuntik sebelum penyuntikan insulin

37(74%) 9 4

4 Yakin mampu melakukan perpindahan tempat injeksi insulin

42(84%) 6 2

5 Yakin mampu selalu menggunakan jarum baru 29(58%) 17 4 6 Yakin mampu menyuntikkan insulin pada

daerah lengan pada saat akan berolahraga

49(98%) 1 0

7 Yakin mampu menyuntikkan insulin dengan jumlah yang tepat

49(98%) 1 0

8 Yakin mampu menyuntikkan insulin walaupun saya sedang sibuk

44(88%) 6 0

9 Yakin mampu menyuntikkan insulin di bagian perut ketika kadar gula darah saya sangat tinggi

50(100%) 0 0

10 Yakin mampu menyuntikkan insulin dengan jarak 1 inchi dari daerah sebelumnya

43(86%) 5 2

11 Yakin mampu menyuntikkan insulin sesuai jadwal

45(90%) 5 0

12 Yakin mampu memilih lokasi penyuntikan yang bebas dari infeksi, peradangan ataupun luka

(38)

2. Pembahasan

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan

perilaku seseorang. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku, ia harus terlebih

dahulu mengetahui apa arti dan manfaat perilaku tersebut bagi dirinya. Perilaku

yang didasari pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada yang tidak didasari

pengetahuan (Notoatmojo, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir hampir semua pasien

memiliki pengetahuan yang baik tentang terapi insulin (96%). Penelitian yang

dilakukan oleh Lubis (2011) menunjukkan bahwa pengetahuan pasien DM tipe 2

tentang insulin adalah mayoritas baik (63,3%) dan mayoritas telah menderita DM

1-10 tahun. Penelitian ini berbeda karena pasien rata-rata telah mengalami DM 10

tahun dan rata-rata menggunakan insulin 3 tahun. Pengetahuan yang baik tentang

terapi insulin berhubungan dengan lamanya seseorang mengalami DM dan

menggunakan insulin (Lafta, Salih & Sadiq, 2011)

Hampir setengah responden (36%) menjawab salah pada pernyataan

pasien DM tipe 2 tidak harus disuntik insulin sepanjang hidupnya. Pasien

menyatakan bahwa mereka tidak mungkin berhenti menggunakan insulin karena

kadar gula darah mereka tetap tinggi jika tidak menggunakan insulin. Penurunan

berat badan dan olahraga akan meningkatkan sensitivitas insulin. Semakin normal

indeks sensitivitas insulin, kemampuan untuk meningkatkan penyerapan glukosa

juga akan lebih baik (Caniago, 2014). Para penderita DM tipe 2 yang

(39)

dan olahraga mereka dapat mengurangi jumlah dosis injeksi insulin yang mereka

butuhkan (Berzin, 2015).

Beberapa pasien (18%) tidak mengetahui bahwa insulin juga dapat

diinjeksi pada bagian lengan dan bokong. Hal ini dikarenakan dokter atau perawat

mengajarkan mereka untuk melakukan injeksi di bagian perut atau paha. Sehingga

responden berfikir bahwa mereka hanya dapat melakukan injeksi di bagian perut

dan paha.

Hampir setengah pasien (34%) menjawab salah pada pernyataan insulin

tidak dapat diinjeksi pada tempat yang sama terus-menerus. Mereka selalu

menyuntikkan insulin dibagian perut dan tidak melakukan rotasi tempat

penyuntikan, padahal mereka mengatakan sering merasa sakit ataupun kulit di

bagian perut tersebut terasa keras. Keadaan kulit seperti ini disebut

lipohypertrophy, yang disebabkan oleh terlalu sering melakukan injeksi insulin di

area kulit yang sama (Down & Fiona , 2012).

Beberapa pasien (20%) tidak tahu bahwa insulin yang disimpan di kulkas

harus dikeluarkan dan dibiarkan sekitar 20 menit sampai sama dengan suhu

ruangan. Hal ini penting untuk diketahui karena dapat mempengaruhi kualitas

insulin, proses penyerapan insulin dan dapat menyebabkan nyeri (Soegondo,

Soewondo, & Subekti, 2007).

Berdasarkan pertanyaan lisan dari peneliti tentang terapi insulin, pasien

menyatakan bahwa mereka tidak diberitahukan informasi yang lengkap dan

responden tidak pernah mencari informasi mengenai insulin selain bertanya

(40)

perawat memberikan informasi yang berbeda-beda setiap kali mereka bertanya.

Umur responden juga mempengaruhi tingkat pengetahuan yang mereka miliki.

Wawan (dalam Ardita, 2014) menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang

maka akan semakin matang perkembangan mentalnya dan juga berpengaruh pada

pengetahuan yang diperolehnya. Akan tetapi semakin menjelang lansia

kemampuan mengingat dan menerima suatu pengetahuan berkurang.

Pengetahuan adalah hal mendasar yang harus dimiliki pasien yang

nantinya akan mempengaruhi mereka untuk merubah cara berfikir mereka,

perilaku kesehatan dan juga mekanisme koping. Semakin sering pasien

mendapatkan edukasi kesehatan tentang terapi insulin, maka akan semakin

meningkat pengetahuan pasien tersebut. Pengetahuan yang baik tentang insulin

akan mempengaruhi pasien dalam manajemen kesehatan mereka (Gurmu & Teni,

2014).

2.2.Efikasi diri

Efikasi diri adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya. Pada

pasien diabetes, efikasi diri akan mempengaruhi kemampuan pasien untuk

memantau, merencanakan dan melakukan tindakan yang akan memberikan

pengaruh yang baik untuk kesehatan mereka (Stipanovic, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir keseluruhan pasien memiliki

efikasi diri yang baik (94%). Lamanya pasien menderita DM dan menggunakan

insulin mempengaruhi tingkat efikasi yang mereka miliki. Hal ini dikarenakan

(41)

Tingkat efikasi diri pasien adalah baik pada hampir semua pernyataan, kecuali

pada beberapa pernyataan.

Beberapa pasien (12%) memiliki efikasi diri yang kurang saat

menyuntikkan insulin secara mandiri. Berdasarkan keterangan pasien, hal ini

terjadi saat pasien sedang mengalami stres ataupun merasa malas.

Beberapa pasien (36%) menyatakan kadang yakin mampu menyuntikkan

insulin pada bagian perut, paha dan lengan. Kebanyakan pasien lebih nyaman

menyuntikkan insulin di perut. Hal ini dikarenakan perut adalah area yang mudah

digapai oleh pasien dan juga insulin diserap lebih cepat pada area perut karena

lapisan lemak pada area perut lebih tebal dibanding area kulit lainnya (Morris,

2014).

Beberapa pasien (26%) memiliki efikasi diri yang kurang saat

membersihkan tangan dan kulit sebelum melakukan injeksi. Membersihkan

tangan dan kulit perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi.

Membersihkan kulit menggunakan alkohol tidak diharuskan selama kulit dalam

keadaan bersih (AADE, 2011).

Sebanyak 16% pasien kadang yakin mampu melakukan rotasi

(perpindahan) tempat injeksi insulin. Sama halnya dengan pernyataan nomor 10,

sebanyak 14% pasien kadang yakin mampu untuk melakukan injeksi selanjutnya

dengan jarak 1 inchi. Melakukan perpindahan tempat injeksi penting dilakukan

karena akan mengurangi risiko terjadinya inflamasi ataupun lipohypertrophy

(penebalan lemak) dan juga mengurangi terjadinya nyeri saat melakukan injeksi

(42)

Hampir setengah pasien (42%) memiliki efikasi diri yang kurang untuk

mengganti jarum setiap kali menyuntikkan insulin. Hal ini dikarenakan mereka

malas mengganti jarum tersebut, walaupun sebenarnya mereka sudah tahu dan

juga sering merasa sakit saat melakukan injeksi. Menggunakan jarum secara

berulang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan injeksi, timbulnya luka akibat

jarum yang tumpul dan kurang akuratnya dosis insulin yang diinjeksikan (AADE,

2011).

Sebanyak 12% pasien kadang yakin mampu menyuntikkan insulin

walaupun mereka sedang sibuk. Pasien mengatakan bahwa mereka bingung

bagaimana caranya untuk membawa insulin saat mereka melakukan aktivitas di

luar rumah atau melakukan perjalanan ke luar kota. Mereka juga malu jika dilihat

oleh teman-teman di tempat mereka bekerja.

Beberapa pasien (10%) menyatakan kadang yakin melakukan injeksi

sesuai jadwal. Melakukan injeksi sesuai jadwal harus dapat dilakukan oleh pasien

untuk mempertahankan kontrol terhadap glukosa darah mereka. Hal ini

dikarenakan terjadi defisiensi sekresi insulin ataupun resistensi insulin sehingga

tubuh tidak mampu untuk menghantarkan glukosa dari darah ke dalam sel tubuh.

Insulin harus diinjeksi secara teratur karena insulin dapat membantu mencapai

kadar glukosa darah normal dan akan membuat pasien merasa lebih baik dan lebih

bertenaga.

Beberapa penelitian kesehatan mengukur tingkat efikasi diri seseorang

untuk mengkaji pengaruhnya terhadap perubahan perilaku kesehatan. Fuchs &

(43)

yang tinggi akan mempengaruhi seseorang secara psikologis untuk mengatasi

stres yang dirasakan dan juga meningkatkan motivasi seseorang untuk berubah.

Perkembangan efikasi diri dalam diri seseorang akan terus berlanjut dan

dipengaruhi oleh pengalamannya di masa lalu, pengalaman orang lain, persuasi

verbal dan keadaan psikologis. Seseorang yang sedang sakit mungkin memiliki

pandangan negatif mengenai keadaan mereka saat itu. Oleh karena itu, efikasi diri

yang tinggi diperlukan untuk merubah pola pemikiran mereka dan akhirnya akan

merubah perilaku mereka.

Efikasi diri yang tinggi diperlukan oleh pasien karena dengan efikasi diri

yang tinggi individu akan memperlihatkan usaha, perbuatan dan ketekunan yang

lebih baik dibandingkan dengan individu yang efikasi dirinya rendah. Pasien

dengan efikasi diri yang tinggi akan lebih mampu mengatur menajemen

kesehatannya sehingga keadaan mereka bisa lebih baik (Sarkar, Fisher &

(44)

49 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan

bahwa:

1) Dari 50 pasien, jumlah pasien laki-laki dan perempuan sama yaitu

masing-masing 25 orang, pasien rata-rata berusia 60 tahun dengan lama menderita

DM rata-rata 10 tahun tahun dan lama menggunakan insulin rata-rata 3 tahun.

2) Sebanyak 48 (96%) pasien memiliki tingkat pengetahuan yang baik tentang

terapi insulin.

3) Sebanyak 47 (94%) pasien memiliki tingkat efikasi diri yang baik tentang

terapi insulin.

2. Saran

2.1.Bagi pelayanan keperawatan

Pengetahuan dan efikasi diri adalah hal yang penting untuk perubahan

perilaku pasien, oleh karena itu perawat diharapkan mampu membantu pasien

meningkatkan pengetahuan dan efikasi diri dengan cara memberikan

pendidikan kesehatan tentang terapi insulin.

2.2.Bagi pendidikan keperawatan

Perlu memasukkan materi efikasi diri dalam materi pembelajaran agar

pemberian asuhan keperawatan pada pasien DM khususnya, dan pasien

(45)

2.3.Bagi penelitian keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan untuk penelitian

selanjutnya yang berhubungan dengan pengetahuan dan efikasi diri pasien

DM tipe 2 tentang terapi insulin. Dan diharapkan pada penelitian selanjutnya

untuk menambah jumlah responden sehingga hasil penelitian bisa lebih

(46)

6

memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin

dengan baik (WHO, 2013). DM merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,

Simadibrata, & Setiati, 2009). DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul

pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar

glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007).

1.2. Faktor Risiko DM

Faktor resiko DM tipe 2 (Manzella, 2014) :

a. Obesitas

IMT ≥25 kg/m

Lingkar perut pada laki-laki ≥90 cm dan pada wanita ≥80 cm

b. Kurang olahraga

Sel otot memiliki reseptor insulin yang lebih banyak daripada sel lemak,

oleh karena itu resisten terhadap insulin dapat dikurangi dengan berolahraga

c. Kebiasaan makan yang tidak sehat

Tidak sehat maksudnya adalah makanan yang banyak mengandung lemak

(47)

d. Riwayat keluarga dengan DM

e. Usia

Semakin tua, semakin beresiko mendapat DM tipe 2. Ahli pengetahuan

berpendapat bahwa pankreas, tidak dapat menghasilkan insulin dengan efisien

seperti saat kita muda. Begitu juga dengan sel manusia, akan semakin resisten

terhadap insulin.

f. Hipertensi ( TD ≥140/90 mmHg)

g. Riwayat diabetes gestasional, yaitu melahirkan bayi dengan BB ≥4 kg

1.3. Kriteria Diagnosis DM

PERKENI (2006 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, &

Setiati, 2009) membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar

berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polifagia, polidipsia dan

berat badan menurun drastis tanpa sebab yang jelas) dan gejala tidak khas DM

(lemas, kesemutan, luka yang susah sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita). Apabila ditemukan gejala

khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup,

namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali

pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis juga dapat ditegakkan melalui

cara:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

(48)

2) Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam

air.

1.4. Tipe DM

Menurut ADA (2004), DM diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

a. DM Tipe 1

Terjadi ketika sistem imun tubuh merusak sel beta pankreas,

satu-satunya sel di dalam tubuh yang mengatur glukosa darah. Tipe ini hanya

5-10% dari keseluruhan jumlah penderita DM dan biasanya menyerang

anak-anak dan remaja atau pada usia kurang dari 30 tahun. Untuk bertahan hidup,

pasien DM tipe 1 harus diberikan insulin.

b. DM Tipe 2

Terdiri dari 90-95% dari semua jenis DM. Biasanya terjadi pada orang

dewasa. DM tipe 2 berhubungan dengan usia yang lebih tua, obesitas, aktivitas

fisik yang kurang, riwayat keluarga dengan diabetes, riwayat diabetes

kehamilan.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil

yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Tipe ini biasa terjadi diantara

(49)

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50%

penderita DM tipe ini tidak akan kembali ke status nondiabetes seperti sebelum

hamil.

d. DM tipe lain

Terjadi sekitar 1-5% dari total jumlah kasus diabetes akibat kondisi

genetik, pembedahan, pengobatan, infeksi, penyakit pankreas, atau penyakit

lainnya.

1.5. Penatalaksanaan DM

Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan

jasmani, pengelolaan farmakologis dan penyuluhan (Soegondo, Soewondo, &

Subekti, 2007).

1.5.1. Perencanaan makan

Beberapa manfaat yang telah terbukti adalah menurunkan berat

badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan

kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas

reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan

kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak

20-25%.

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,

stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan

(50)

Makanan dibagi menjadi 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%),

siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di

antaranya. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak

dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.

Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan serat

larut, garam secukupnya. Pasien DM dengan tekanan darah yang normal

masih diperbolehkan mengonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila

mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan

dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizinkan.

Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk

mengonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.

1.5.2. Latihan Jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi adalah:

1) Frekuensi : 3-5 kali perminggu secara teratur

2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate)

3) Durasi : 30-60 menit

4) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan

bersepeda.

Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

(51)

a) Pemanasan (warm-up)

Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti, dengan

tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan

suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas

latihan. Pemanasan juga perlu untuk menghindari cedera. Pemanasan

cukup dilakukan selama 5-10 menit.

b) Latihan inti

Pada tahap ini, diusahakan denyut nadi mencapai Target Heart

Rate (THR), agar mendapatkan manfaat latihan. Bila THR tak tercapai,

maka diabetisi tak akan mendapat manfaat latihan. Sedang bila lebih dari

THR, mungkin malah bisa mendapatkan resiko yang tidak diinginkan.

c) Pendinginan (cooling-down)

Setelah selesai melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan

pendinginan. Tujuannya adalah untuk mencegah penimbunan asam laktat

yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan latihan

jasmani atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang

masih aktif. Bila latihan berupa jogging, maka pendinginan sebaiknya

dilakukan dengan tetap berjalan beberapa menit. Bila bersepeda, tetap

mengayuh sepeda, tetapi tanpa beban. Pendinginan dilakukan selama

kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi

(52)

d) Peregangan (streching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan

melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis.

Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi mereka yang berusia lanjut

(Setiati, Simadibrata, Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo, 2009).

1.5.3. Pengelolaan farmakologis

Obat Hipoglikemik oral

Pemicu sekresi insulin:

1) Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas

untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya

dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk

mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea adalah menstimulasi

pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin), menurunkan ambang

sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat

rangsangan glukosa.

Pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat ini dapat berkurang.

Biasanya langkah lebih lanjut yang dikerjakan untuk mencapai

pengendalian kadar glukosa yang baik adalah dengan obat kombinasi

(53)

2) Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivat asam

benzoat) dan Nateglinid (derifat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin:

1) Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.

Fenformin dan Buformin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis

laktat. Setelah diberikan secara oral, metformin mencapai kadar puncak

dalam darah setelah 2 jam dan dieksresi lewat urin dalam keadaan utuh

dengan waktu paruh 2-5 jam.

Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak

menyebabkan penurunan sampai dibawah normal. Karena itu tidak disebut

sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik.

2) Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja

meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa

hati. Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada

(54)

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemi dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

3) Penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi postprandial. Obat ini

bekerja di lumen usus dan tidak menyebakan hipoglikemi dan juga tidak

berpengaruh pada kadar insulin (Subekti, Soewondo, & Soegondo, 2007).

1.5.4. Penyuluhan

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan

dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes

yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan

pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai

keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas

hidup yang lebih baik.

Topik yang akan dibicarakan adalah pengetahuan dasar diabetes,

pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, obat

hipoglikemik oral, perencanaan makanan, pemeliharaan kaki, kegiatan

jasmani, pengaturan saat sedang sakit dan komplikasi.

1.6. Komplikasi DM

Komplikasi diabetes terbagi dua yaitu komplikasi yaitu mikrovaskular

(55)

a. Komplikasi mikrovaskuler

1) Retinopati Diabetes

Retinopati diabetes adalah komplikasi mikrovaskuler yang sering

dijumpai. Hal ini disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil di lapisan

mata, retina, yang menyebabkan kehilangan penglihatan, termasuk kebutaan.

Biasanya pasien akan mengeluh penglihatan kabur.

2) Nephropati (penyakit ginjal)

Komplikasi ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di

ginjal. Ini dapat menyebabkan gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian.

Di negara berkembang, nephropati merupakan penyebab terjadinya dialisis dan

transplantasi ginjal.

3) Neuropati

Diabetes menyebabkan kerusakan saraf akibat hiperglikemi dan

menurunnya aliran darah ke saraf karena kerusakan pembuluh darah kecil.

Gejalanya beragam tergantung pada saraf mana yang dipengaruhi, misalnya,

kematian rasa pada ekstremitas, nyeri pada ekstremitas dan impoten.

b. Komplikasi makrovaskuler

Hiperglikemi merusak pembuluh darah melalui proses yang disebut

“atherosclerosis” atau penyumbatan pada arteri. Hal ini dapat menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otot jantung (menyebabkan serangan jantung),

berkurangnya aliran darah ke otak (menyebabkan stroke) atau ke ekstremitas

(56)

2. Terapi insulin

Pada pasien DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi

insulin sehingga insulin eksogenous harus diberikan. Pada DM tipe 2, insulin

mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar

glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

Disamping itu, sebagian pasien DM tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar

glukosa darah dengan diet atau dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan

insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan

atau beberapa kejadian stres lainnya.

2.1.Pemberian suntikan

Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan. Tempat

penyuntikan insulin adalah pada bagian abdomen, bokong, paha (permukaan

anterior) dan lengan (permukaan posterior). Insulin paling cepat diabsorpsi di

perut, kemudian lengan, paha dan bokong. Area injeksi harus terlebih dahulu

dibersihkan dan juga perlu dihindari bagian-bagian yang terdapat edema,

inflamasi, infeksi dan lipohipertrofi (penumpukan lemak akibat penyuntikan

pada daerah yang sama secara berulang-ulang).

Untuk meningkatkan konsistensi absorpsi insulin, pasien harus

diberitahukan untuk menggunakan semua tempat penyuntikan yang ada dalam

satu daerah daripada melakukan rotasi berpindah-pindah secara acak. Pasien

tidak boleh melakukan injeksi di tempat yang sama lebih dari satu kali dalam

(57)

Jika pasien berencana untuk latihan, preparat insulin tidak boleh

disuntikkan di daerah tungkai yang akan digunakan untuk latihan tersebut

karena insulin akan diserap lebih cepat dan mungkin akan mengakibatkan

hipoglikemi dan dianjurkan untuk tidak me-massage area penyuntikan

sebelum atau sesudah penyuntikan. Jarum harus tetap berada di dalam kulit

selama ±10 detik, untuk memastikan semua insulin masuk dan tidak ada yang

menetes saat jarum ditarik keluar dari kulit.

Berdasarkan The Forum for Injection Technique (FIT) tahun 2011,

ukuran jarum yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 8 mm. Untuk ukuran

jarum 4,5,6 mm diinjeksi dengan sudut 90 derajat pada orang dewasa dan

untuk pasien yang menggunakan jarum ukuran 8 mm, harus dipastikan untuk

menjepit kulit untuk menghindari jarum masuk ke bagian otot.

Penyandang DM sebaiknya diajarkan mengikuti tata cara penyuntikan

insulin, termasuk penggunaan teknik yang konsisten, dosis yang akurat, dan

rotasi lokasi penyuntikan. Kebanyakan individu mampu mencubit lipatan kulit

dan menyuntikkan pada sudut 90 derajat. Individu kurus atau anak-anak

kadang-kadang memerlukan cubitan kulit dan menyuntikan pada sudut 45

derajat untuk menghindari penyuntikan secara intra muskular. Bila

disuntikkan secara intra muskular maka penyerapan akan terjadi lebih cepat

dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera

setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat

(58)

Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan

yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, pasien dianjurkan untuk

menguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan

botol insulin pada suhu kamar.

Beberapa cara untuk mengurangi nyeri saat injeksi insulin:

a. Lakukan penyuntikan insulin pada suhu ruangan

b. Gunakan jarum dengan ukuran terpendek dan diameter terkecil

c. Gunakan jarum baru setiap melakukan penyuntikan

d. Tusukkan jarum dengan cepat ke dalam kulit

e. Masukkan insulin secara perlahan sampai benar-benar habis

f. Desinfeksi kulit yang akan diinjeksi

g. Tunggulah sampai alkohol sebagai desinfektan kering sebelum menyuntik

2.2. Kerja insulin

a. Short-acting insulin

Awitan kerja human insulin reguler adalah hingga 1 jam, puncak

nya 2 hingga 3 jam, durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler terlihat

jernih dan biasanya diberikan 20 hingga 30 menit sebelum makan. Nama lain

untuk insulin reguler adalah crystalline zinc insulin (CZI). Insulin reguler

dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang

kerjanya lebih lama.

b. Intermediate-acting insulin

Nama lainnya adalah NPH insulin (neutral protamine hagedorn)

(59)

Awitan kerja human insulin ini adalah 3 hingga 4 jam, puncaknya 4

hingga 12 jam, durasi kerjanya 16 hingga 20 jam.

Kedua insulin intermediate-acting tersebut memiliki kesamaan dalam

perjalanan waktu kerjanya dan tampak berwarna putih serta menyerupai susu.

Jika NPH atau lente digunakan secara tunggal, maka pemberian preparat ini

setengah jam sebelum makan bukanlah faktor yang menentukan. Meskipun

demikian, pasien yang menggunakan NPH atau insulin Lente harus makan di

sekitar waktu awitan dan puncak kerja preparat insulin ini.

c. Long-acting insulin

Ultralente insulin (UL)

Insulin long-acting kadang-kadang disebut sebagai insulin “tanpa

puncak kerja” karena preparat ini cenderung memiliki kerja yang panjang,

perlahan dan bertahan. Awitan kerja long-acting human insulin adalah 6

hingga 8 jam, puncak 12 hingga 16 jam, durasi 20 hingga 30 jam.

Secara umum, insulin short-acting diharapkan mampu berfungsi

sebagai pengganti makanan segera setelah disuntikkan, intermediate-aacting

insulin diharapkan dapat berfungsi sebagai cadangan makanan berikutnya dan

long-acting insulin memberikan kadar insulin yang relatif konstan serta

mengendalikan terutama kadar glukosa puasa.

Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat

adalah U-100. Ini berarti terdapat 100 unit insulin per 1 sentimeter kubik. Jadi,

(60)

sebuah spuit menyimpan 50 unit insulin U-100, maka spuit ini merupakan

spuit ½ ml U-100 (Suzanne & Smeltzer, 2001).

2.3.Penyimpanan insulin

Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran pabrik. Insulin

cadangan harus disimpan di lemari es pada temperatur 2 derajat sampai 8

derajat celcius. Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk

15-20 derajat celcius bila seluruh isi vial akan digunakan dalam 1 bulan. Saat

akan menggunakan insulin yang disimpan di lamari pendingin, diamkan

insulin sampai berada pada temperatur ruangan.

Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu

kamar yang lebih dari 30 derajat celcius akan lebih cepat kehilangan

kekuatannya. Pasien dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika

pertama kali dipakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa sebaiknya

tidak digunakan lagi. Masa kadaluwarsa menunjukkan tanggal terakhir

dimana vial insulin yang tak terbuka sebaiknya digunakan apabila disimpan

sesuai dengan anjuran perusahaan farmasi. (Soegondo, Soewondo, &

Subekti, 2007).

3. Pengetahuan

3.1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang paling penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

(61)

(Sunaryo, 2004). Keraf dan Dua (2001 dalam Gultom, 2012) menyatakan

bahwa pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk

manusia dan kehidupannya.

Faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal

bagi seseorang dalam berperilaku dan kebanyakan orang yang berperilaku

baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik dan perilaku yang tidak

didasari pengetahuan tidak akan bertahan lama.

Notoadmojo (2007) menyatakan tahapan yang terjadi pada manusia

sebelum berperilaku baru berdasarkan pengetahuan adalah:

a. Awarness (kesadaran)

Orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek (stimulus) terlebih

dahulu.

b. Interest

Yaitu saat seseorang sudah mulai tertarik dengan stimulus.

c. Evaluation

Yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial

Yaitu seseorang sudah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption

Subjek telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

(62)

3.2. Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif

Notoadmojo (2007) menyatakan pengetahuan dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkatan “tahu” merupakan

yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Memahami artinya mampu menjelaskan dan menginterpretasikan

dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham

tentang suatu objek harus dapat menjelaskan, memberi contoh dan

menyimpulkan.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai menggunakan atau mempraktikkan materi

yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata.

4) Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampusan untuk menjabarkan objek atau materi ke

dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan

(63)

5) Sintesa (Synthesis)

Kemampuan dalam meletakkan atau bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang sama.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu objek.

3.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

1) Cara Tradisional atau nonilmiah

a. Cara coba salah ( Trial and error)

Pada waktu seseorang menghadapi persoalan, upaya

pemecahannya adalah dengan cara coba-coba. Bila tidak berhasil, maka

dicoba cara lain. Begitu selanjutnya. Pengalaman yang diperoleh melalui

metode ini adalah membantu perkembangan mandiri manusia ke arah yang

lebih sempurna.

b. Secara kebetulan

Terjadi secara tidak sengaja atau tidak direncanakan oleh orang yang

bersangkutan.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan diperoleh turun-temurun dari pemegang otoritas, yakni

orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan atau

(64)

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Mengingat kembali pengalaman pribadi saat menyelesaikan masalah

di masa lalu. Bila cara yang digunakan pada masa itu berhasil untuk

mengatasi masalah, maka akan digunakan cara yang sama untuk mengatasi

masalah lain. Bila gagal, ia tidak akan mengulanginya dan mencari cara lain

sampai berhasil.

e. Cara akal sehat

Akal sehat kadang dapat menemukan kebenaran. Misalnya agar

anaknya disiplin dan patuh, orangtua akan menjewer atau menghukum

anaknya. Cara itu sampai saat ini berkembang menjadi teori atau kebenaran,

bahwa hukuman adalah salah satu metode bagi pendidikan anak.

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan

melalui para nabi. Kebenaran ini harus diterima dan dipercayai oleh pengikut

agama yang bersangkutan terlepas apakah itu rasional atau tidak.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diterima manusia dengan mengandalkan

suara hati atau bisikan hati saja sehingga sulit untuk dipercaya.

h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, cara berfikir

manusia pun ikut berkembang. Manusia sudah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam hal ini, manusia

(65)

disimpulkan. Metode ini terbagi menjadi induksi dan deduksi. Induksi adalah

penarikan kesimpulan dari pernyataan khusus ke

pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduksi adalah adalah

pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus.

2. Cara ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan sudah lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian (research

methodology) yang mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon

(1561-1626). Francis mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam

atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan

diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode

ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen yang mengatakan bahwa untuk

memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung, dan membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta berhubungan dengan objek yang

diamatinya kemudian dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan atau

generalisasi. Kemudian Newton Galileo mengadakan penggabungan proses

berfikir deduktif induktif verivikatif dan akhirnya lahir suatu cara melakukan

penelitian, yang sekarang ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah

(scientific research method).

4. Efikasi Diri

4.1. Definisi efikasi diri

Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa baik

(66)

keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan

yang diharapkan (Alwisol, 2009). Bandura (1986a dalam Hanna, 2006)

menyatakan bahwa efikasi diri adalah bukan mengenai seseorang mempunyai

ketrampilan, tapi mengenai pendapat seseorang bahwa mereka yakin mereka

dapat melakukannya dengan ketrampilan yang mereka punya. Seseorang

dengan efikasi diri yang tinggi percaya bahwa dia dapat mengerjakan suatu

tindakan sesuai dengan tuntutan situasi. Peterson (2004 dalam Rini, 2011)

tentang teori sosial kognitif menjelaskan bahwa efikasi diri adalah keyakinan

seseorang tentang keyakinannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu

tindakan yang hendak dicapai. Keyakinan efikasi diri akan menentukan

seberapa banyak usaha yang dikeluarkan seseeorang dalam berperilaku, berapa

lama mereka akan bertahan menghadapi rintangan.

4.2. Sumber-sumber efikasi diri

1) Pengalaman Performansi (performance accomplishment)

Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa lalu. Sebagai sumber,

performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat

pengaruhnya. Prestasi masa lalu yang bagus meningkatkan efikasi diri,

sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan

memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses

pencapaiannya:

a. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi

b. Kerja sendiri lebih meningkatkan efikasi diri dibanding kerja kelompok,

Gambar

Tabel 3.1. Definisi Operasional
Tabel 5.2. Hasil analisis usia, lama menderita DM dan lama menggunakan insulin pada pasien DM tipe 2 di Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan (n=50) Variabel Mean Median Modus Min Max
Tabel 5.4. Jumlah dan persentase pasien yang menjawab benar pada tiap item pernyataan pengetahuan (n=50)
Tabel 5.5. Tingkat efikasi diri pasien DM tipe 2 tentang terapi insulin di Poliklinik Endokrin RSUP Haji Adam Malik Medan (n=50)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

[r]

Vintage 2010 United Overseas Bank (UOB) was founded in 1935 and SGX listed in 1970. UOB Global Capital and UOB Venture Management are asset management subsidiaries

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan eliminasi malaria di Provinsi Kepulaluan Bangka Belitung dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

its focus is on developing market systems, assessed with respect to different market functions and players, public and private, formal and informal.. this systemic

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung tentanag Program

l developing a transparent view of a market system and of the functions (core transactions, rules and supporting functions) and players within it (Figure 1