• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengetahuan dan Efikasi Diri Pasien DM Tipe 2 tentang Terapi Insulin di Poliklinik RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Melitus (DM)

1.1. Definisi

DM adalah penyakit kronik yang terjadi ketika pankreas tidak dapat

memproduksi insulin atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin

dengan baik (WHO, 2013). DM merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,

Simadibrata, & Setiati, 2009). DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul

pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar

glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Soegondo, Soewondo, & Subekti, 2007).

1.2. Faktor Risiko DM

Faktor resiko DM tipe 2 (Manzella, 2014) :

a. Obesitas

IMT ≥25 kg/m

Lingkar perut pada laki-laki ≥90 cm dan pada wanita ≥80 cm

b. Kurang olahraga

Sel otot memiliki reseptor insulin yang lebih banyak daripada sel lemak,

oleh karena itu resisten terhadap insulin dapat dikurangi dengan berolahraga

c. Kebiasaan makan yang tidak sehat

Tidak sehat maksudnya adalah makanan yang banyak mengandung lemak

(2)

d. Riwayat keluarga dengan DM

e. Usia

Semakin tua, semakin beresiko mendapat DM tipe 2. Ahli pengetahuan

berpendapat bahwa pankreas, tidak dapat menghasilkan insulin dengan efisien

seperti saat kita muda. Begitu juga dengan sel manusia, akan semakin resisten

terhadap insulin.

f. Hipertensi ( TD ≥140/90 mmHg)

g. Riwayat diabetes gestasional, yaitu melahirkan bayi dengan BB ≥4 kg

1.3. Kriteria Diagnosis DM

PERKENI (2006 dalam Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, &

Setiati, 2009) membagi alur diagnosis DM menjadi dua bagian besar

berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polifagia, polidipsia dan

berat badan menurun drastis tanpa sebab yang jelas) dan gejala tidak khas DM

(lemas, kesemutan, luka yang susah sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita). Apabila ditemukan gejala

khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup,

namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali

pemeriksaan glukosa darah abnormal. Diagnosis juga dapat ditegakkan melalui

cara:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

(3)

2) Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L)

Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3) Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam

air.

1.4. Tipe DM

Menurut ADA (2004), DM diklasifikasikan menjadi 4 yaitu:

a. DM Tipe 1

Terjadi ketika sistem imun tubuh merusak sel beta pankreas,

satu-satunya sel di dalam tubuh yang mengatur glukosa darah. Tipe ini hanya

5-10% dari keseluruhan jumlah penderita DM dan biasanya menyerang

anak-anak dan remaja atau pada usia kurang dari 30 tahun. Untuk bertahan hidup,

pasien DM tipe 1 harus diberikan insulin.

b. DM Tipe 2

Terdiri dari 90-95% dari semua jenis DM. Biasanya terjadi pada orang

dewasa. DM tipe 2 berhubungan dengan usia yang lebih tua, obesitas, aktivitas

fisik yang kurang, riwayat keluarga dengan diabetes, riwayat diabetes

kehamilan.

c. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil

yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Tipe ini biasa terjadi diantara

(4)

Meskipun diabetes tipe ini sering membaik setelah persalinan, sekitar 50%

penderita DM tipe ini tidak akan kembali ke status nondiabetes seperti sebelum

hamil.

d. DM tipe lain

Terjadi sekitar 1-5% dari total jumlah kasus diabetes akibat kondisi

genetik, pembedahan, pengobatan, infeksi, penyakit pankreas, atau penyakit

lainnya.

1.5. Penatalaksanaan DM

Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan

jasmani, pengelolaan farmakologis dan penyuluhan (Soegondo, Soewondo, &

Subekti, 2007).

1.5.1. Perencanaan makan

Beberapa manfaat yang telah terbukti adalah menurunkan berat

badan, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan

kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas

reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang

seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan

kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak

20-25%.

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,

stres akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan

(5)

Makanan dibagi menjadi 3 porsi besar, yaitu makan pagi (20%),

siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi (makanan ringan, 10-15%) di

antaranya. Jumlah kandungan kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan lemak

dari sumber asam lemak tidak jenuh dan menghindari asam lemak jenuh.

Jumlah kandungan serat kurang lebih 25 g/hari, diutamakan serat

larut, garam secukupnya. Pasien DM dengan tekanan darah yang normal

masih diperbolehkan mengonsumsi garam seperti orang sehat, kecuali bila

mengalami hipertensi, harus mengurangi konsumsi garam. Pemanis buatan

dapat dipakai secukupnya. Gula sebagai bumbu masakan tetap diizinkan.

Pada keadaan kadar glukosa darah terkendali, masih diperbolehkan untuk

mengonsumsi sukrosa (gula pasir) sampai 5% kalori.

1.5.2. Latihan Jasmani

Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi adalah:

1) Frekuensi : 3-5 kali perminggu secara teratur

2) Intensitas : ringan dan sedang (60-70% Maximum Heart Rate)

3) Durasi : 30-60 menit

4) Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan

bersepeda.

Untuk melakukan latihan jasmani, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

(6)

a) Pemanasan (warm-up)

Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti, dengan

tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan

suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas

latihan. Pemanasan juga perlu untuk menghindari cedera. Pemanasan

cukup dilakukan selama 5-10 menit.

b) Latihan inti

Pada tahap ini, diusahakan denyut nadi mencapai Target Heart

Rate (THR), agar mendapatkan manfaat latihan. Bila THR tak tercapai,

maka diabetisi tak akan mendapat manfaat latihan. Sedang bila lebih dari

THR, mungkin malah bisa mendapatkan resiko yang tidak diinginkan.

c) Pendinginan (cooling-down)

Setelah selesai melakukan latihan jasmani, sebaiknya dilakukan

pendinginan. Tujuannya adalah untuk mencegah penimbunan asam laktat

yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah melakukan latihan

jasmani atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang

masih aktif. Bila latihan berupa jogging, maka pendinginan sebaiknya

dilakukan dengan tetap berjalan beberapa menit. Bila bersepeda, tetap

mengayuh sepeda, tetapi tanpa beban. Pendinginan dilakukan selama

kurang lebih 5-10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi

(7)

d) Peregangan (streching)

Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk melemaskan dan

melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis.

Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi mereka yang berusia lanjut

(Setiati, Simadibrata, Alwi, Setiyohadi, & Sudoyo, 2009).

1.5.3. Pengelolaan farmakologis

Obat Hipoglikemik oral

Pemicu sekresi insulin:

1) Sulfonilurea

Golongan obat ini bekerja dengan menstimulasi sel beta pankreas

untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Karena itu tentu saja hanya

dapat bermanfaat pada pasien yang masih mempunyai kemampuan untuk

mensekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat dipakai pada DM tipe 1.

Mekanisme kerja obat golongan sulfonilurea adalah menstimulasi

pelepasan insulin yang tersimpan (stored insulin), menurunkan ambang

sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat

rangsangan glukosa.

Pada pemakaian jangka lama, efektivitas obat ini dapat berkurang.

Biasanya langkah lebih lanjut yang dikerjakan untuk mencapai

pengendalian kadar glukosa yang baik adalah dengan obat kombinasi

(8)

2) Glinid

Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama

dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama.

Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu : Repaglinid (derivat asam

benzoat) dan Nateglinid (derifat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan

cepat setelah pemberian secara oral dan dieksresi secara cepat melalui hati.

Penambah sensitivitas terhadap insulin:

1) Biguanid

Saat ini dari golongan ini yang masih dipakai adalah metformin.

Fenformin dan Buformin tidak dipakai lagi karena efek samping asidosis

laktat. Setelah diberikan secara oral, metformin mencapai kadar puncak

dalam darah setelah 2 jam dan dieksresi lewat urin dalam keadaan utuh

dengan waktu paruh 2-5 jam.

Metformin menurunkan kadar glukosa darah tetapi tidak

menyebabkan penurunan sampai dibawah normal. Karena itu tidak disebut

sebagai obat hipoglikemik, tetapi obat antihiperglikemik.

2) Tiazolidindion

Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek

farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Golongan obat ini bekerja

meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa

hati. Golongan obat baru ini diharapkan dapat lebih tepat bekerja pada

(9)

mengatasi berbagai manifestasi resistensi insulin tanpa menyebabkan

hipoglikemi dan juga tidak menyebabkan kelelahan sel beta pankreas.

3) Penghambat glukosidase alfa

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim

glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan

penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemi postprandial. Obat ini

bekerja di lumen usus dan tidak menyebakan hipoglikemi dan juga tidak

berpengaruh pada kadar insulin (Subekti, Soewondo, & Soegondo, 2007).

1.5.4. Penyuluhan

Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk

mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan

dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes

yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan

pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai

keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologis serta kualitas

hidup yang lebih baik.

Topik yang akan dibicarakan adalah pengetahuan dasar diabetes,

pemantauan mandiri, sebab-sebab tingginya kadar glukosa darah, obat

hipoglikemik oral, perencanaan makanan, pemeliharaan kaki, kegiatan

jasmani, pengaturan saat sedang sakit dan komplikasi.

1.6. Komplikasi DM

Komplikasi diabetes terbagi dua yaitu komplikasi yaitu mikrovaskular

(10)

a. Komplikasi mikrovaskuler

1) Retinopati Diabetes

Retinopati diabetes adalah komplikasi mikrovaskuler yang sering

dijumpai. Hal ini disebabkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil di lapisan

mata, retina, yang menyebabkan kehilangan penglihatan, termasuk kebutaan.

Biasanya pasien akan mengeluh penglihatan kabur.

2) Nephropati (penyakit ginjal)

Komplikasi ini disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah kecil di

ginjal. Ini dapat menyebabkan gagal ginjal dan dapat menyebabkan kematian.

Di negara berkembang, nephropati merupakan penyebab terjadinya dialisis dan

transplantasi ginjal.

3) Neuropati

Diabetes menyebabkan kerusakan saraf akibat hiperglikemi dan

menurunnya aliran darah ke saraf karena kerusakan pembuluh darah kecil.

Gejalanya beragam tergantung pada saraf mana yang dipengaruhi, misalnya,

kematian rasa pada ekstremitas, nyeri pada ekstremitas dan impoten.

b. Komplikasi makrovaskuler

Hiperglikemi merusak pembuluh darah melalui proses yang disebut

atherosclerosis” atau penyumbatan pada arteri. Hal ini dapat menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke otot jantung (menyebabkan serangan jantung),

berkurangnya aliran darah ke otak (menyebabkan stroke) atau ke ekstremitas

(11)

2. Terapi insulin

Pada pasien DM tipe 1, tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi

insulin sehingga insulin eksogenous harus diberikan. Pada DM tipe 2, insulin

mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar

glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya.

Disamping itu, sebagian pasien DM tipe 2 yang biasanya mengendalikan kadar

glukosa darah dengan diet atau dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan

insulin secara temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan

atau beberapa kejadian stres lainnya.

2.1.Pemberian suntikan

Insulin diberikan secara subkutan 15-20 menit sebelum makan. Tempat

penyuntikan insulin adalah pada bagian abdomen, bokong, paha (permukaan

anterior) dan lengan (permukaan posterior). Insulin paling cepat diabsorpsi di

perut, kemudian lengan, paha dan bokong. Area injeksi harus terlebih dahulu

dibersihkan dan juga perlu dihindari bagian-bagian yang terdapat edema,

inflamasi, infeksi dan lipohipertrofi (penumpukan lemak akibat penyuntikan

pada daerah yang sama secara berulang-ulang).

Untuk meningkatkan konsistensi absorpsi insulin, pasien harus

diberitahukan untuk menggunakan semua tempat penyuntikan yang ada dalam

satu daerah daripada melakukan rotasi berpindah-pindah secara acak. Pasien

tidak boleh melakukan injeksi di tempat yang sama lebih dari satu kali dalam

(12)

Jika pasien berencana untuk latihan, preparat insulin tidak boleh

disuntikkan di daerah tungkai yang akan digunakan untuk latihan tersebut

karena insulin akan diserap lebih cepat dan mungkin akan mengakibatkan

hipoglikemi dan dianjurkan untuk tidak me-massage area penyuntikan

sebelum atau sesudah penyuntikan. Jarum harus tetap berada di dalam kulit

selama ±10 detik, untuk memastikan semua insulin masuk dan tidak ada yang

menetes saat jarum ditarik keluar dari kulit.

Berdasarkan The Forum for Injection Technique (FIT) tahun 2011,

ukuran jarum yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 8 mm. Untuk ukuran

jarum 4,5,6 mm diinjeksi dengan sudut 90 derajat pada orang dewasa dan

untuk pasien yang menggunakan jarum ukuran 8 mm, harus dipastikan untuk

menjepit kulit untuk menghindari jarum masuk ke bagian otot.

Penyandang DM sebaiknya diajarkan mengikuti tata cara penyuntikan

insulin, termasuk penggunaan teknik yang konsisten, dosis yang akurat, dan

rotasi lokasi penyuntikan. Kebanyakan individu mampu mencubit lipatan kulit

dan menyuntikkan pada sudut 90 derajat. Individu kurus atau anak-anak

kadang-kadang memerlukan cubitan kulit dan menyuntikan pada sudut 45

derajat untuk menghindari penyuntikan secara intra muskular. Bila

disuntikkan secara intra muskular maka penyerapan akan terjadi lebih cepat

dan masa kerja akan lebih singkat. Kegiatan jasmani yang dilakukan segera

setelah penyuntikan akan mempercepat onset kerja dan juga mempersingkat

(13)

Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan

yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, pasien dianjurkan untuk

menguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan

botol insulin pada suhu kamar.

Beberapa cara untuk mengurangi nyeri saat injeksi insulin:

a. Lakukan penyuntikan insulin pada suhu ruangan

b. Gunakan jarum dengan ukuran terpendek dan diameter terkecil

c. Gunakan jarum baru setiap melakukan penyuntikan

d. Tusukkan jarum dengan cepat ke dalam kulit

e. Masukkan insulin secara perlahan sampai benar-benar habis

f. Desinfeksi kulit yang akan diinjeksi

g. Tunggulah sampai alkohol sebagai desinfektan kering sebelum menyuntik

2.2. Kerja insulin

a. Short-acting insulin

Awitan kerja human insulin reguler adalah hingga 1 jam, puncak

nya 2 hingga 3 jam, durasi kerjanya 4 hingga 6 jam. Insulin reguler terlihat

jernih dan biasanya diberikan 20 hingga 30 menit sebelum makan. Nama lain

untuk insulin reguler adalah crystalline zinc insulin (CZI). Insulin reguler

dapat diberikan secara tunggal atau dikombinasikan dengan insulin yang

kerjanya lebih lama.

b. Intermediate-acting insulin

Nama lainnya adalah NPH insulin (neutral protamine hagedorn)

(14)

Awitan kerja human insulin ini adalah 3 hingga 4 jam, puncaknya 4

hingga 12 jam, durasi kerjanya 16 hingga 20 jam.

Kedua insulin intermediate-acting tersebut memiliki kesamaan dalam

perjalanan waktu kerjanya dan tampak berwarna putih serta menyerupai susu.

Jika NPH atau lente digunakan secara tunggal, maka pemberian preparat ini

setengah jam sebelum makan bukanlah faktor yang menentukan. Meskipun

demikian, pasien yang menggunakan NPH atau insulin Lente harus makan di

sekitar waktu awitan dan puncak kerja preparat insulin ini.

c. Long-acting insulin

Ultralente insulin (UL)

Insulin long-acting kadang-kadang disebut sebagai insulin “tanpa

puncak kerja” karena preparat ini cenderung memiliki kerja yang panjang,

perlahan dan bertahan. Awitan kerja long-acting human insulin adalah 6

hingga 8 jam, puncak 12 hingga 16 jam, durasi 20 hingga 30 jam.

Secara umum, insulin short-acting diharapkan mampu berfungsi

sebagai pengganti makanan segera setelah disuntikkan, intermediate-aacting

insulin diharapkan dapat berfungsi sebagai cadangan makanan berikutnya dan

long-acting insulin memberikan kadar insulin yang relatif konstan serta

mengendalikan terutama kadar glukosa puasa.

Konsentrasi insulin yang paling sering digunakan di Amerika Serikat

adalah U-100. Ini berarti terdapat 100 unit insulin per 1 sentimeter kubik. Jadi,

(15)

sebuah spuit menyimpan 50 unit insulin U-100, maka spuit ini merupakan

spuit ½ ml U-100 (Suzanne & Smeltzer, 2001).

2.3.Penyimpanan insulin

Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran pabrik. Insulin

cadangan harus disimpan di lemari es pada temperatur 2 derajat sampai 8

derajat celcius. Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk

15-20 derajat celcius bila seluruh isi vial akan digunakan dalam 1 bulan. Saat

akan menggunakan insulin yang disimpan di lamari pendingin, diamkan

insulin sampai berada pada temperatur ruangan.

Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu

kamar yang lebih dari 30 derajat celcius akan lebih cepat kehilangan

kekuatannya. Pasien dianjurkan untuk memberi tanggal pada vial ketika

pertama kali dipakai dan sesudah satu bulan bila masih tersisa sebaiknya

tidak digunakan lagi. Masa kadaluwarsa menunjukkan tanggal terakhir

dimana vial insulin yang tak terbuka sebaiknya digunakan apabila disimpan

sesuai dengan anjuran perusahaan farmasi. (Soegondo, Soewondo, &

Subekti, 2007).

3. Pengetahuan

3.1. Definisi pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris

khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu. Pengetahuan merupakan

domain yang paling penting untuk terbentuknya perilaku terbuka (overt

(16)

(Sunaryo, 2004). Keraf dan Dua (2001 dalam Gultom, 2012) menyatakan

bahwa pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk

manusia dan kehidupannya.

Faktor pengetahuan mempunyai pengaruh sebagai dorongan awal

bagi seseorang dalam berperilaku dan kebanyakan orang yang berperilaku

baik sudah mempunyai pengetahuan yang baik dan perilaku yang tidak

didasari pengetahuan tidak akan bertahan lama.

Notoadmojo (2007) menyatakan tahapan yang terjadi pada manusia

sebelum berperilaku baru berdasarkan pengetahuan adalah:

a. Awarness (kesadaran)

Orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui objek (stimulus) terlebih

dahulu.

b. Interest

Yaitu saat seseorang sudah mulai tertarik dengan stimulus.

c. Evaluation

Yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial

Yaitu seseorang sudah mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption

Subjek telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran dan sikapnya

(17)

3.2. Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif

Notoadmojo (2007) menyatakan pengetahuan dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tingkatan “tahu” merupakan

yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

Memahami artinya mampu menjelaskan dan menginterpretasikan

dengan benar tentang objek yang diketahui. Seseorang yang telah paham

tentang suatu objek harus dapat menjelaskan, memberi contoh dan

menyimpulkan.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai menggunakan atau mempraktikkan materi

yang telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya. Aplikasi di sini dapat

diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang nyata.

4) Analisa (Analysis)

Analisa adalah kemampusan untuk menjabarkan objek atau materi ke

dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan

(18)

5) Sintesa (Synthesis)

Kemampuan dalam meletakkan atau bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang sama.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap

suatu objek.

3.3. Cara Memperoleh Pengetahuan

1) Cara Tradisional atau nonilmiah

a. Cara coba salah ( Trial and error)

Pada waktu seseorang menghadapi persoalan, upaya

pemecahannya adalah dengan cara coba-coba. Bila tidak berhasil, maka

dicoba cara lain. Begitu selanjutnya. Pengalaman yang diperoleh melalui

metode ini adalah membantu perkembangan mandiri manusia ke arah yang

lebih sempurna.

b. Secara kebetulan

Terjadi secara tidak sengaja atau tidak direncanakan oleh orang yang

bersangkutan.

c. Cara kekuasaan atau otoritas

Pengetahuan diperoleh turun-temurun dari pemegang otoritas, yakni

orang yang mempunyai wibawa atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas

pemerintah, otoritas pemimpin agama maupun ahli ilmu pengetahuan atau

(19)

d. Berdasarkan pengalaman pribadi

Mengingat kembali pengalaman pribadi saat menyelesaikan masalah

di masa lalu. Bila cara yang digunakan pada masa itu berhasil untuk

mengatasi masalah, maka akan digunakan cara yang sama untuk mengatasi

masalah lain. Bila gagal, ia tidak akan mengulanginya dan mencari cara lain

sampai berhasil.

e. Cara akal sehat

Akal sehat kadang dapat menemukan kebenaran. Misalnya agar

anaknya disiplin dan patuh, orangtua akan menjewer atau menghukum

anaknya. Cara itu sampai saat ini berkembang menjadi teori atau kebenaran,

bahwa hukuman adalah salah satu metode bagi pendidikan anak.

f. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran agama adalah suatu kebenaran yang diwahyukan dari Tuhan

melalui para nabi. Kebenaran ini harus diterima dan dipercayai oleh pengikut

agama yang bersangkutan terlepas apakah itu rasional atau tidak.

g. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diterima manusia dengan mengandalkan

suara hati atau bisikan hati saja sehingga sulit untuk dipercaya.

h. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan manusia, cara berfikir

manusia pun ikut berkembang. Manusia sudah mampu menggunakan

penalarannya dalam memperoleh pengetahuannya. Dalam hal ini, manusia

(20)

disimpulkan. Metode ini terbagi menjadi induksi dan deduksi. Induksi adalah

penarikan kesimpulan dari pernyataan khusus ke

pernyataan-pernyataan yang bersifat umum. Sedangkan deduksi adalah adalah

pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke pernyataan khusus.

2. Cara ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan sudah lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian (research

methodology) yang mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon

(1561-1626). Francis mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam

atau kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan dan

diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Kemudian metode

ini dilanjutkan oleh Deobold van Dallen yang mengatakan bahwa untuk

memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung, dan membuat

pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta berhubungan dengan objek yang

diamatinya kemudian dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan atau

generalisasi. Kemudian Newton Galileo mengadakan penggabungan proses

berfikir deduktif induktif verivikatif dan akhirnya lahir suatu cara melakukan

penelitian, yang sekarang ini dikenal dengan metode penelitian ilmiah

(scientific research method).

4. Efikasi Diri

4.1. Definisi efikasi diri

Efikasi diri adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa baik

(21)

keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan

yang diharapkan (Alwisol, 2009). Bandura (1986a dalam Hanna, 2006)

menyatakan bahwa efikasi diri adalah bukan mengenai seseorang mempunyai

ketrampilan, tapi mengenai pendapat seseorang bahwa mereka yakin mereka

dapat melakukannya dengan ketrampilan yang mereka punya. Seseorang

dengan efikasi diri yang tinggi percaya bahwa dia dapat mengerjakan suatu

tindakan sesuai dengan tuntutan situasi. Peterson (2004 dalam Rini, 2011)

tentang teori sosial kognitif menjelaskan bahwa efikasi diri adalah keyakinan

seseorang tentang keyakinannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu

tindakan yang hendak dicapai. Keyakinan efikasi diri akan menentukan

seberapa banyak usaha yang dikeluarkan seseeorang dalam berperilaku, berapa

lama mereka akan bertahan menghadapi rintangan.

4.2. Sumber-sumber efikasi diri

1) Pengalaman Performansi (performance accomplishment)

Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa lalu. Sebagai sumber,

performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat

pengaruhnya. Prestasi masa lalu yang bagus meningkatkan efikasi diri,

sedangkan kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan

memberi dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses

pencapaiannya:

a. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi

b. Kerja sendiri lebih meningkatkan efikasi diri dibanding kerja kelompok,

(22)

c. Kegagalan menurunkan efikasi saat seseorang merasa sudah berusaha

semaksimal mungkin.

d. Kegagalan dalam suasana emosional/stres, dampaknya tidak seburuk kalau

kondisinya optimal.

e. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya

tidak terlalu buruk dibanding kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang

keyakinan efikasinya belum kuat.

f. Orang yang biasa berhasil, sekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

2) Pengalaaman orang lain (Social modeling)

Efikasi diri akan meningkat ketika melihat keberhasilan orang lain,

sebaliknya efikasi diri akan menurun ketika melihat orang lain yang

kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya mengalami kegagalan. Kalau

figur yang diamati memiliki kemampuan yang berbeda dengan pengamat,

maka pengaruh vikarius tidak terlalu besar. Sebaliknya ketika melihat

kegagalan figur yang memiliki kemampuan setara dengan dirinya, bisa jadi

orang tidak mau melakukan kegiatan yang gagal dilakukan oleh figur yang

diamatinya tersebut. Bandura (1994 dalam Rini, 2011) menyatakan semakin

besar kesamaan dengan figur yang diamati dianggap semakin mempengaruhi

keberhasilan atau kegagalan.

3) Persuasi verbal (verbal persuation)

Efikasi diri juga dapat diperkuat melalui persuasi verbal. Dampak dari

sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain

(23)

pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan. Seseorang

yang mendapatkan persuasi verbal berupa sugesti dari luar bahwa dirinya

memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan, maka mereka akan lebih

mampu bertahan dalam keadaan sulit.

4) Keadaan emosi (emotional/physiological states)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi

efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stres, dapat

mengurangi efikasi diri. Mood yang positif akan mempengaruhi keberhasilan

seseorang begitupun sebaliknya keputusasaan akan menyebabkan kegagalan.

4.3. Dimensi efikasi diri

a. Magnitude

Dimensi ini berfokus pada kesulitan yang dialami seseorang tidaklah

sama. Semakin tinggi keyakinan efikasi diri yang dimiliki maka semakin

mudah usaha terkait yang dapat dilakukan.

b. Generality

Dimensi generalisasi berfokus pada harapan penguasaan terhadap

pengalaman dari usaha terkait yang telah dilakukan. Seseorang akan

menggeneralisasikan keyakinan akan keberhasilannya tidak hanya pada hal

tersebut tapi akan diusahakan pada usaha yang lainnya.

c. Strength

Dimensi ini berfokus pada kekuatan atau keyakinan dalam melakukan

(24)

seseorang yang memiliki harapan yang kuat akan tetap berusaha walaupun

mengalami kegagalan.

4.4. Manfaat dari keyakinan rasa efikasi diri

Bandura (1994 dalam Rini, 2011), menyatakan bahwa terdapat banyak

bukti keberhasilan dan kesejahteraan manusia dapat dicapai dengan rasa

optimis. Seseorang harus mempunyai keyakinan keberhasilan yang kuat untuk

mempertahankan usahanya. Rasa efikasi diri yang tinggi akan menimbulkan

daya tahan terhadap hambatan dan kemunduran dari kesulitan yang ada. Orang

yang mengalami kecemasan akan mudah terserang depresi. Sedangkan orang

yang mempunyai rasa efikasi diri yang tinggi akan lebih mampu untuk

melakukan berbagai usaha dan latihan serta mengontrol lingkungan sekitarnya.

Rasa efikasi diri yang tinggi oleh sekelompok orang akan dapat

merubah situasi sosial. Banyaknya tantangan yang dihadapi memerlukan upaya

kolektif untuk menghasilkan perubahan yang signifikan. Rasa efikasi diri yang

tinggi akan menjadi suatu upaya untuk memecahkan masalah yang mereka

hadapi dan meningkatkan kualitas hidup mereka melalui usaha yang terpadu.

Rasa keyakinan yang tinggi akan berpengaruh terhadap keberhasilan dari usaha

yang mereka lakukan.

4.5. Proses Pembentukan Efikasi Diri

1) Proses Kognitif

Keyakinan efikasi diri terbentuk melalui proses kognitif, misalnya

melalui perilaku manusia dan tujuan. Penentuan tujuan dipengaruhi oleh

(25)

maka semakin tinggi komitmen seseorang untuk meraih tujuan yang

ditentukannya. Keyakinan tentang keberhasilan akan membentuk sebuah

skenario dimana seseorang akan berusaha dan berlatih untuk mewujudkan

keyakinannya. Mereka yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan

memvisualisasikan skenario keberhasilannya tersebut sebagai panduan positif

dalam mencapai tujuannya, sedangkan orang yang meragukan keberhasilan

mereka akan memvisualisasikan skenario kegagalan dan melakukan benyak

kesalahan. Fungsi utama dari pemikiran adalah untuk memungkinkan

seseorang memprediksi kejadian dan mengembangkan cara untuk

mengendalikan hidupnya.

2) Proses Motivasional

Tingkat motivasi seseorang tercermin pada seberapa banyak upaya yang

dilakukan dan seberapa lama bertahan dalam menghadapi hambatan. Semakin

kuat keyakinan akan kemampuan seseorang maka akan lebih besar upaya yang

akan dilakukannya. Keyakinan dalam proses berfikir sangat penting bagi

pembentukan motivasi, karena sebagian besar motivasi dihasilkan melalui

proses berfikir.

3) Proses Afektif

Keyakinan seseorang tentang seberapa kuat mengatasi stres dan depresi

melalui berbagai pengalaman yang dialaminya akan berpengaruh pada motivasi

seseorang. Efikasi diri dapat mengendalikan depresi yaitu dengan mengontrol

stres. Seseorang yang dapat mengontrol depresi akan maka pikirannya tidak

(26)

ancaman maka akan mengalami kecemasan yang tinggi. Kecemasan tidak

hanya dipengaruhi oleh koping mekanisme seseorang tetapi juga dipengaruhi

oleh kemampuan untuk mengendalikan pemikiran yang terganggu.

4) Proses seleksi

Tujuan akhir dari proses efikasi adalah untuk membentuk lingkungan

yang menguntungkan dan dapat dipertahankannya. Sebagian besar orang

adalah produk dari lingkungan. Oleh karena itu keyakinan efikasi dipengaruhi

oleh tipe aktivitas dan lingkungan yang dipilihnya. Seseorang akan

menghindari sebuah aktivitas dan lingkungan bila orang tersebut merasa tidak

mampu melakukannya. Tetapi mereka akan siap dengan berbagai tantangan

dan situasi yang dipilihnya bila mereka menilai dirinya mampu untuk

Referensi

Dokumen terkait

It presents a 3D- Reflection-Pre-Filter Approach to identify specular reflective and transparent objects in point clouds of a multi-echo laser scanner.. Furthermore, it filters

Tanpa mencantumkan NPWP, dividen tunai yang dibayarkan kepada Wajib Pajak Badan Dalam Negeri tersebut dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 30% (tiga puluh persen). Bagi

Vintage 2010 United Overseas Bank (UOB) was founded in 1935 and SGX listed in 1970. UOB Global Capital and UOB Venture Management are asset management subsidiaries

Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan eliminasi malaria di Provinsi Kepulaluan Bangka Belitung dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

its focus is on developing market systems, assessed with respect to different market functions and players, public and private, formal and informal.. this systemic

l developing a transparent view of a market system and of the functions (core transactions, rules and supporting functions) and players within it (Figure 1

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka pemberian tunjangan kelangkaan profesi di lingkungan Inspektorat Provinsi Kepulauan

Menurut Arikunto (2009:20) objek adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut. Yang menjadi objek