• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1.Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami kepentingan penanganan komplikasi pencabutan gigi dalam bidang kedokteran gigi.

2.Mahasiswa kepaniteraan perlu mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya komplikasi saat pencabutan gigi, hal ini bisa dilakukan dengan memperdalam materi atau bahkan bisa diamati pada saat melakukan tindakan pencabutan.

3.Komplikasi pencabutan gigi dapat dicegah dengan mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi selama atau bahkan sesudah dilakukan pencabutan gigi. Selain itu operator wajib mengetahui dan melakukan tindakan pencabutan gigi sesuai dengan standar prosedur yang sudah ditetapkan.

4.Meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah komplikasi dan penanganan komplikasi pencabutan gigi sebelum dan setelah memasuki kepaniteraan klinik.

5.Menambah materi praktikum seperti pencabutan gigi dengan menggunakan

mannequinagar mahasiswa mendapatkan keyakinan dalam pencabutan gigi yang benar dan jesteru tidak menimbulkan komplikasi pencabutan gigi.

6.Sebagaimana temuan dalam penelitian ini, segala hal yang bersifat keterbatasan penelitian agar dapat diperbaiki dalam penelitian selanjutnya.Hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut, baik yang terkait dengan cara penanganan komplikasi pencabutan gigi atau komplikasi pencabutan gigi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan gigi

2.1.1 Definisi pencabutan gigi

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang alveolus.Definisi pencabutan gigi pada dasarnya adalah suatu proses pencabutan gigitanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna.1 Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah dalam bidang kedokteran gigi.

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi.Menurut Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai berikut.Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut, gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal, penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi, gigi malposisi, gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi, beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untukmengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyaturahangnya, keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.7,16

Seterusnyaada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan pencabutan gigi seperti faktor lokal danperikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial selulitis, gingivitis, stomatitis,sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas sertafaktor sistemik seperti diabetes melitus tidak terkontrol,kelainan darah (hemofili, leukemia, anemia),kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3, kelainan kardiovaskular (hipertensi) dan akhirnya pasien dengan kelainan hati (hepatitis).7, 16

2.2 Komplikasi pencabutan gigi

Komplikasi pasca pencabutan gigi merupakan suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket.Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi. Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kegagalan dalam anastesi dan mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi. Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi.1,2

Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi.Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat-obatan.1,2,

2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi

Menurut Venkateshwar et al pada tahun 2011, adanya beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti pengaruh obat antibiotika,

oral hygiene yang buruk dan gigi yang infeksi.6 Menurut Tong et al, menyimpulkan komplikasi yang terjadi salah satunyaberhubungan dengan pengalaman operator.7

Tabel 1.Klasifikasi komplikasi pencabutan gigi berdasarkan gambaran klinis. 1

lokal Distant

Immediate

* fraktur

mahkota,akar,alveolar,tuberositas mandibular, gigi penyangga

* kerusakan pada gusi * oroantral

* fraktur instumentasi

*kerusakan pada nervus lingual

*laserasi pada lidah *tertelannya instrumen

delayed * dry socket * infeksi lokal * hemoragi sekunder * osteonekrosis * penyebaran infeksi *nyeri miofasial * hematoma

late * Atrofi alveolar

*osteomyelitis * aktinomikosis

2.4 Penanganan komplikasi.

1. Fraktur mahkota gigi

Fraktur mahkota gigi dapat terjadi karena penggunaan tang atau teknik pencabutan gigi yang tidak tepat atau karena gigi yangakan dicabut rapuh.

Bila terjadi fraktur mahkota, cara yang digunakan untuk mengeluarkan bagian yang tertinggal adalah dengan cara “trans-alveolar”.9,10,11

Pencabutan trans-alveolar adalah pemisahan gigi atau akar dari perlekatannya dengan tulang.Pemisahan ini dilakukan dengan membuang sebagian tulang yang menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan dengan menggunakan bein dan atau tang.11,12,13

2. Fraktur tulang alveolar

Komplikasi ini sering terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar dicapai karena pandangan yang kurang luas.Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau karena dari akar gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau adanya perubahan patologis dari tulang itu sendiri.

Untuk komplikasi fraktur alveolar, dianjurkan untuk mengambil semua fragmen alveolar yang telah kehilangan setengah lebih dari perlekatan periostealnya, dengan menjepitnya menggunakan tang hemostatik dan melepaskan jaringan lunaknya menggunakan periosteal elevator, Mitchell trimmer, atau Cumine scaler. 9, 10,11,12,13

Gambar 2.Fraktur pada alveolar pasca pencabutan gigi.7 3. Fraktur tuberositas maksilaris

Komplikasi ini disebabkan posisi tuberositas yang dekat sinus dan biasanya sering terjadi pada gigi molar kedua rahang atas yang sudah tidak terdapat lagi gigi disisi mesial atau distalnya.9, 10,11

Bila terjadi fraktur, hentikan penggunaan tang, buatlah flap mukoperiosteal yang besar di bagian bukal. Gigi dan tuberositas yang fraktur kemudian dibebaskan dari jaringan lunak palatal, kemudian dikeluarkan,selanjutnya flap jaringan lunak dikembalikan dan dilakukan penjahitan dengan teknik “mattress”, biarkan jahitan sekitar 10 hari. 9,12,13

Gambar 3. Perawatan bedah dari tuberositas yang fraktur.9 4. Fraktur mandibula

Fraktur mandibular atau maksila adalahterputusnya tulang mandibular atau maksila.Biasanya terjadi karena kesalahan pada teknik pencabutan gigi yang dilakukan operator.9, 10,11

Penanganan fraktur mandibula pada langkah awal termasuk penanganan luka jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan tulang selesai.11,12,13

5. Fraktur gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan

Fraktur gigi antagonis terjadi karena penempatan alat dan cara pencabutan gigi yang salah dapat menyebabkan rusaknya gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan.9,12

Penanganan bersifat individual,mulai membuat restorasi sementara atau menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai. 9, 10,11,12,13

6. Laserasi gingiva

Kerusakan pada gusi disebabkan penggunaan tang yang salah sehingga merusak gusi yang yang melekat pada gigi waktu pencabutan gigi tersebut9,13

Kerusakan pada gusi dapat ditangani dengan pemilihanan dan teknik menggunakan tang yang tepat. Jika gusi melekat pada gigi yang akan dicabut, maka harus dilakukan pemisahan gusi dan tulang secara hati-hati dengan mengunakan rapatorium, scalpel atau gunting sebelum dilakukan usaha lebih lanjut untuk mengeluarkan gigi tersebut. 9, 10,11,12,13

7. Perforasi sinus

Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang atas.Keadaan ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan adanya infeksi pada apikal karena tulang antara akar dan sinus terlihat radang kronis sehingga rusak.

Perforasi sinus terkadang tidak diketahui pada pencabutan gigi oleh dokter gigi ataupun penderita kalau sudah terjadi perforasi sinus.Biasanya hal ini ditandai dengan adanya cairan yang keluar melalui hidung apabila penderita berkumur atau minum.

Apabila terjadi perforasi, segera dilakukan penutupansoket dengan jahitan yang rapat,apabila diperlukanpembuangan tulang, maka bagian bukal dikurangi sehingga mukosa dari bukal dapat ditarik untuk menutup soket.Penderita dianjurkan tidak bersin,bernapas keras dari hidung, jangan kumur terlalu keraskurang lebih selama satu minggu.10,13

Gambar 5.komplikasi sinus maxilaris.9

8. Dry socket

Dry socket merupakan osteitis setempat yang mengenai seluruh atau sebagian tulang yang padat yang membatasi soket gigi, yaitu lamina dura.Etiologinya tidak jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi.Kerusakan bekuan darah ini dapat disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan (dengan komplikasi), kurangnya irigasi saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket.15,22

Bila terjadi dry socket, maka tujuan perawatan harus mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan.Socket harus diirigasi dengan larutan saline normal yang hangat dan semua bekuan darah yang mengalami degenerasi dibuang. Tepi-tepi tulang yang tajam harus diambil dengan tang knabel ataudihaluskan dengan sebuah wheel stone.3, 4Masukkan obat-obat sedatif seperticampuran Zn oxide dan eugenolke dalam socket. Berikan tablet analgesik, dan instrusikan pasien untuk kumur-kumur dengan larutan saline hangat, dan beri instrusiagar pasien kembali dalam waktu 3 hari untuk kontrol. Sebagian pasien yang telah dirawat dengan cara ini melaporkan adanya pengurangan rasa sakit, tapi beberapa memerlukan adanya pengobatan lebih lanjut, atau bahkan kauterisasi secara kimia pada tulang yang terbuka dan sangat sakit untuk menghilangkan rasa nyeri. 9, 10,11,12,13

Gambar 7.Gambaran dry socket dan pengobatannya.9

9. Pendarahan

Perdarahan dikatakan eksternal apabila perdarahan terlihat pada permukaan atau pada salah satu lubang pada tubuh.Sedangkan perdarahan internal merupakan perdarahan yang terjadi kemudian masuk ke dalam jaringan.Perdarahan dibagi menjadi 2 macam, yakni perdarahan primer dan perdarahan sekunder.Perdarahan primer terjadi ketika terjadi trauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari rusaknya pembuluh darah. Menurut Woodruff (1974), perdarahan primer terjadi pada 24 jam setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat tergesernya benang jahit atau pergeseran bekuan darah yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sehingga terjadinya perdarahan.Perdarahan sekunder terjadi setelah 7 – 10 hari setelah luka atau operasi.Perdarahan sekunder ini terjadi akibat infeksi yang menghancurkan bekuan darah. Perdarahan dapat jugadisebabkan karena adanya infeksi.9,18

Apabila terjadi perdarahan ringan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah pencabutan gigi, dapat dilakukan penekanan dengan menggunakan kassa. Dengan demikian perdarahan dapat dikontrol. Pasien tidak diperkenankan untuk berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berberkumur-kumur akan menghancurkan bekuan darah, terutama bekuan darah yang belum sempurna terbentuk dan akan mengakibatkan perdarahan. Namun kembali, apabila perdarahan cukup banyak, lebih

dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus dilakukan pemeriksaan sesegera mungkin. Dilakukan observasi pasien dengan memeriksa tanda-tanda vital yang meliputi denyut nadi,pernapasan, dan tekanan darah, dilakukan observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil, perhatikan bagian yang mengalami perdarahan,cari sumber pendarahan, lakukan anastesi lokal agar perawatan tidak terasa sakit. Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi hanya boleh sedikit saja (1:100,000 epinefrin). Setelah itu, bekuan darah yang ada dibersihkan dan bagian tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva (jaringan lunak), dinding tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat dikontrol dengan menjahit tepi luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka soket diisi dengan spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat diabsorbsi, seperti gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit. Setelah perdarahan berhenti, kassa dipindahkan kemudian lakukan observasi pada pasien selama 10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali. 9, 10,11,12,13

2.5 Kerangka teori

Pencabutan Gigi

Etiologi dan klasifikasi komplikasi pencabutan gigi Indikasi Dan Kontraindikasi

1. Fraktur mahkota 2. Fraktur Alveolar 3. Fraktur tuberositas maxillaris 4. Fraktur mandibular 5. Fraktur gigi antagonis 6. Laserasi gingiva 7. Perforasi sinus 8. Dry socket 9. Pendarahan Jenis komplikasi dan Penanganan Komplikasi Komplikasi pencabutan gigi

2.6 Kerangka Konsep

Pencabutan Gigi Fraktur mahkota

Fraktur Alveolar Fraktur tuberositas

maxillaris Fraktur mandibular Fraktur gigi antagonis

Laserasi gingiva Perforasi sinus Dry socket pendarahan Penanganan Komplikasi Pencabutan Gigi Komplikasi Pencabutan Gigi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur yang biasa dan sering dilakukan oleh dokter gigi.Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi. Berbagai macam komplikasi seringkali terjadi setelah pencabutan gigi. Komplikasi pasca pencabutan gigi juga terkadang berdampak menjadi sangat serius dan terkadang fatal bagi pasien.1,2

Terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dan diketahui oleh operator mengenai komplikasi yang dapat diprediksi ataupun dapat dicegah.Untuk itu sangat penting bagi operator untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan, sehingga suatu komplikasi tidak akan membuat kondisi pasien menjadi buruk. Operator harus mengetahui secara dini suatu kondisi-kondisi tertentu yang menunjukkan suatu komplikasi, dan kemudian melakukan perawatan yang tepat.Komplikasi-komplikasi pasca pencabutan yang mungkin terjadi antara lainadalah edema, perdarahan, rasa nyeri, dan dry socket.1

Penelitian tentang komplikasi yang terjadi pada saat pencabutan gigi sudah banyak dilakukan, salah satu penelitian tersebutdilakukan oleh Heryono A et al(2012) di RSUP Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan pemeriksaan klinis subjektif dan objektif pada 57 pasien dewasa. Penelitian tersebut menjelaskan tingkat kejadian komplikasi pencabutan gigi sederhana dan gigi impaksi yang berkisar antara 2,6% hingga 30,9%. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah rasa sakit, edema, dan trismus. Kejadian ini juga dapat disertai dengan terjadinya parastesi pada daerah yang dilakukan pembedahan. Hampir semua komplikasi yang terjadi bersifat sementara, akan tetapi dalam beberapa kasus, parastesi dapat menjadi permanen dan menyebabkan permasalahan fungsional lainnya. Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi akibat pencabutan gigi antara lain adalah pemberian antibiotik,

pengalaman operator, lama pencabutan, irigasi yang adekuat, jumlah gigi yang dicabut, dan jenis anastesi yang dilakukan. 3

Jaafar N et al (1992)melaporkanprevalensi komplikasi pasca-pencabutan gigi antara pasien yang datang ke klinik rawat jalan Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Malaya selama periode 12 bulan dari Januari hingga Desember 1992. Didapatkan prevalensi komplikasi pasca-pencabutan gigi yang memerlukan perawatan lebih lanjut hanya 3,4%, dari 2.968 pasien yang dilakukanpencabutan dari satu atau lebih gigi permanen. Dari 79 pasien,didapatkan terjadinya dry socket sebanyak9 dari 10 kasus komplikasi pasca pencabutan gigi.Pada gigi bawah lebih banyak terjadi komplikasi. Gigi yang paling sering terjadidry socketadalah gigi geraham (76%) dan premolar (19%). 4

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baniwal et al. di Koirala,Dharan(2007)menyatakan fraktur gigi merupakan komplikasi tertinggi setelah pendarahan.5

Penelitian yang dilakukan Venkateshwar et al.di Mumbai(2011) menunjukkan komplikasi yang sering terjadi adalah fraktur gigi, trismus dan dry socket.6

Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa dalam menangani komplikasi pencabutan gigi yang dapat terjadi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah sebagai berikut :

1) Bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemenBedah Mulut RSGMPFKG USU tentang komplikasi pasca pencabutan gigi serta cara penanganannya.

1.3 Tujuan Penelitian

1) Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemenBedah Mulut RSGMP FKG USU tentangkomplikasi pencabutan gigi.

2) Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemenBedah Mulut RSGMP FKG USU tentangcara mengatasi komplikasi pencabutan gigi.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan Mahasiswa FKG USU dapat mengetahuikomplikasi pencabutan gigi dan cara penanganannya.

2) Manfaat bagi penulis adalah untuk mendapatkan pengalaman meneliti dan menambah wawasan serta pengetahuan tentang komplikasi pencabutan gigi.

PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK

DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU TENTANG

CARA PENANGANAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI

JANUARI SAMPAI FEBRUARI 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

GANESH DORASAMY

NIM :110600198

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2016

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2016

Ganesh Dorasamy

Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi.

xii + 32 halaman

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi dengan satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan komplikasi.

Komplikasi pencabutan gigi dapat terjadi secara lokal maupun sistemik. komplikasi dapat saja terjadi sekalipun berbagai pencegahan sebelum tindakan telah dilakukan. Penanggulangan komplikasi harus cepat, tepat, benar sesuai dengan kasus yang dihadapi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi. Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif. Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP USU. Data yang didapat dari hasil pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase.

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 19 Februari 2016

Pembimbing: Tanda tangan

1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM .…… ……….

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 19 Februari 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Isnandar, drg., Sp.BM

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM 2. Ahyar Riza, drg., Sp.BM

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terim kasih yang tidak terhingga kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM yang telah meluangkan waktunya dan kesabaran dalam membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Dorasamy Arumugam dan Ibunda Armugham atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini, dan dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

4. Sahabat-sahabat terbaik, Yogambigai Rajagopal, Thirumagal, Pavitra, Prasad, Shamini, Ade, Nik, Intan dan Salahudin atas segala hal yang diberikan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan hingga saat ini.

5. Teman-teman semasa perkuliahan, Gunawan, Hafizah, Harindren, Patrick, Hendy, Wendy, Sri Ram Kumar, Elangkeswari, Shubah Sangri, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

6. Hemawathi Ramaya, yang telah menemani dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis sehari-hari selama masa perkuliahan, pembuatan skripsi, dan hingga saat ini.

7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, Sofia, Fatur, Prasna, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan

sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 19 Februari 2016

Penulis,

(Ganesh Dorasamy) NIM: 110600198

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi……….. ... 4

2.1.1 Definisi Pencabutan Gigi... 4

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi ... 4

2.2 Komplikasi Pencabutan Gigi ... 5

2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi ... 5

2.4 Penanganan Komplikasi ... 6

2.5 Kerangka Teori... 13

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Rancangan Penelitian ... 15

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 15

3.3.1 Populasi ... 15

Dokumen terkait