LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Ganesh Dorasamy
Tempat/ Tanggal Lahir : Kuala Lumpur, Malaysia / 25September1986
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Alamat : Jalan Dr Mansur, No. 60, Medan Baru, Medan
Orangtua
Ayah : Dorasamy Arumugam
Ibu : Saraswathy Armugham
Riwayat Pendidikan
1. 1992-1997 : Sekolah Kebangsaan Sec 24, Shah Alam
2. 1997-2003 : Sekolah Menengah Kebangsaan sec 24, Shah Ala
3. 2003-2005 : SMK Lasal, Petaling Jaya
4. 2005-2009 : Masterskil University of Science, Cheras
LAMPIRAN 2
ANGGARAN PENELITIAN
1. Biaya pengumpulan literatur Rp 80.000 2. Biaya pembuatan proposal Rp 70.000 3. Biaya print dan fotocopy Rp 150.000 4. Biaya penjilidan dan penggandaan Rp 150.000
5. Biaya seminar Rp 300.000
6. Biaya lain- lain Rp 150.000
LAMPIRAN 3
JADWAL KEGIATAN
Kegiatan
Bulan
Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari
4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Persiapan dan
pembuatan
proposal
X X X X
Seminar proposal X
Perbaikan proposal X X
Penelitian X X X X
Pengolahan data X X X X
Pembuatan laporan
hasil penelitian X X X X X X X X X X
Seminar hasil
LAMPIRAN 4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
DEPARTEMEN BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL
Nomor :
Tanggal :
PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK
DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU TENTANG CARA
PENANGANAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI
Nama :
NIM :
PETUNJUK PENGISIAN
1. Pengisian kuesioner dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik yang
sedang berada di Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU
2. Jawablah setiap pertanyaan yang tersedia dengan melingkari jawaban yang
dianggap benar
3. Semua pertanyaan harus dijawab
4. Setiap pertanyaan diisi dengan satu jawaban
5. Bila ada pertanyaan yang kurang mengerti diperbolehkan bertanya kepada
peneliti
Pengetahuan
Pencabutan gigi
1) Menurut anda, apakah definisi pencabutan gigi?
a. Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi bedah yang melibatkan
ekstrasi gigi dari rongga mulut yang terdiri dari jaringan epitel dan
jaringan lunak yang dibatasi oleh bibir dan pipi.
b. Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi bedah yang melibatkan
ekstrasi gigi dari rongga mulut yang terdiri dari jaringan lunak dan
jaringan keras yang dibatasi oleh bibir dan pipi.
c. Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi bedah yang melibatkan
ekstrasi gigi dari rongga mulut yang terdiri dari jaringan lunak yang
dibatasi oleh bibir dan pipi.
d. Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi bedah yang melibatkan
ekstrasi gigi dari rongga mulut yang terdiri dari jaringan mukosa yang
dibatasi oleh bibir dan pipi.
e. Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi bedah yang melibatkan
ekstrasi gigi dari rongga mulut yang terdiri dari jaringan keras yang
dibatasi oleh bibir dan pipi.
2) Menurut anda, bagaimana pencabutan gigi yang ideal?
a. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi
yang utuh dengan menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil
mungkin pada jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan
sembuh secara normal dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca
bedah.
b. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi
yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin
pada jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh
c. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi
yang utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan adanya trauma pada
jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara
perlahan dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca bedah.
d. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi
yang utuh tanpa menimbulkan pendarahan dengan adanya trauma pada
jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara
perlahan dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca bedah.
e. Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi
yang utuh tanpa menimbulkan pendarahan dengan tidak adanya trauma
pada jaringan penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh
secara perlahan dan tidak menimbulkan masalah prostetik pasca bedah.
3) Menurut anda, apakah faktor yang mempengaruhi terjadinya komplikasi
pencabutan gigi?
a. Merokok sebelum pencabutan.
b. Oral hygiene yang buruk. c. Gigi yang dicabut.
a. Untuk mengontrol perdarahan, minum air dingin yang banyak
b. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 12 jam
c. Untuk mengontrol perdarahan, gigit tampon, kasa atau kapas 30 menit – 1
jam setelah pencabutan
d. a dan b benar.
e. a, b dan c benar.
Pengetahuan pada komplikasi
a. Ya.
terjadi pada waktu pencabutan gigi yang anda telah lakukan?
a. Dry socket
7) Pada waktu dilakukan pencabutan, terjadi komplikasi fraktur
yangmenyebabkan email, dentin, dan pulpa terkena. Apakah penanganan yang
dilakukan pada pasien tersebut?
a. Pencabutan trans-alveolar.
b. Restorasi sementara.
c. Memeriksa tanda-tanda vital pasien.
d. Pencabutan ditangguhkan.
e. Pasien dirujuk kembali ke spesialis THT.
8) Menurut anda, apakah komplikasi yang terjadi pada pasien pada kasus di atas?
a. Fraktur alveolar.
b. Fraktur mahkota.
c. Fraktur mandibular.
d. Laserasi gingiva.
e. Dry socket.
9) Pada seorang pasien dilakukan tindakan reduksi dan fiksasi. Menurut anda
apakah komplikasi yang terjadi pada pasien tersebut?
b. Fraktur mandibula.
c. Fraktur tulang alveolar.
d. Alveolar Osteitis.
e. Semua jawaban adalah salah.
10)Setelah dilakukan pencabutan pada suatu gigi, tampak gigi bersebelahan
fraktur. Menurut anda, apakah sebab yang menyebabkan fraktur tersebut dan
apa saja penanganannya?
a. Pandangan yang kurang luas dan gigi fraktur itu perlu dicabut.
b. Pandangan yang kurang luas dan perlu dilakukan restorasi sementara
pada gigi fraktur tersebut.
c. Penempatan alat atau teknik yang salah dan perlu dilakukan restorasi
sementara pada gigi fraktur tersebut.
d. Pasien mempunyai oral hygiene yang buruk dan perlu dilakukan
restorasi sementara.
e. Jawaban a dan c benar.
11)Menurut anda, fraktur sering terjadi di rahang bawah atau atas? a. Rahang atas.
b. Rahang bawah.
c. Fraktur tidak terjadi di rahang. d. Jawaban a dan b benar.
e. Semua salah.
12) Dari pertanyaan di atas, apa alasan anda sering terjadinya fraktur pada daerah tersebut? [dari pertanyaan 11]
a. Rahang atas, karena mudah terjadi infeksi atau trauma. b. Rahang atas, dan tiada alasan yang pasti.
c. Rahang bawah, karena mudah terjadi infeksi atau trauma.
d. Rahang bawah, karena menerima tekanan yang besar pada mastikasi. e. Rahang atas dan bawah karena mastikasi yang berat.
13) Menurut anda, mengapa pencabutan dengan tang harus dilakukan dengan
hati-hati pada gigi-gigi posterior rahang atas?
b. Tekanan yang berlebihan ke arah superior pada antrum bisa
menyebabkan terjadinya perforasi sinus.
c. Tekanan yang berlebihan ke arah superior pada antrum bisa
menyebabkan terjadinya trismus.
d. Tekanan yang berlebihan pada antrum bisa menyebabkan perdarahan.
e. Jawaban a dan c adalah benar.
14) Menurut anda, pada kasus manakah flep mukoperiosteal perlu dilakukan?
a. Fraktur tuberositas maksilaris.
b. Perforasi sinus.
c. Laserasi gingiva.
d. Jawaban a dan b benar.
e. Jawaban a, b dan c adalah benar.
15)Seorang pasien datang ke klinik anda,pada pemeriksaan klinis intra oral
tampak daerah nekrosis dan terdapat tulang yang tajam pada daerah bekas
pencabutan gigi 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri tidak jelas
pada daerah tersebut! Menurut anda, apakah penanganan awal yang dapat
anda lakukan pada pasien tersebut?
a) Irigasi soket dengan larutan saline normal dan semua jaringan nekrotik
serta tulang yang tajam dibuang, kemudian dimasukkan obat sedatif.
Pasien di instrusikan berkumur dengan larutan saline hangat,dan
kembali dalam waktu 3 hari untuk kontrol.
b) Irigasi soket dengan larutan natrium nitrat dan semua jaringan nekrotik
serta tulang yang tajam dibuang, kemudian dimasukkan obat sedatif.
Pasien di instrusikan berkumur dengan larutan saline hangat,dan
kembali dalam waktu 3 hari untuk kontrol.
c) Irigasi soket dengan larutan normal saline dan semua jaringan nekrotik
dibuang serta tulang tajam dibiarkan sebagai retensi untuk gigi tiruan.
Pasien di instrusikan berkumur dengan larutan saline hangat,dan
d) Dilakukan skeling pada rongga mulut pasien, kemudian pasien di
instrusikan untuk berkumur larutan saline normal dan kembali dalam
waktu 3 hari untuk kontrol.
e) Dilakukan skeling pada rongga mulut pasien dan diresep dengan obat
analgesik dan kembali dalam waktu 3 hari untuk kontrol.
16)Pada suatu kasus, anda dapat melakukan kauterisasi secara kimia pada tulang
yang terbuka. Menurut anda, pada kasus apa dapat dilakukan tindakan Menurut anda, apakah alasan anda?
a. Rahang atas karena sukar untuk di irigasi pada waktu pencabutan.
b. Rahang atas karena suplai darah yang relatif lebih banyak.
c. Rahang bawah karena suplai darah yang relatif lebih sedikit.
d. Rahang bawah karena lebih mudah terjadi akumulasi plak dan infeksi.
e. Jawaban c dan d.
18)Berdasarkan anamnesis didapati seorang pasien tidak mengikuti instruksi
pasca pencabutan gigi berupa, jangan banyak berkumur-kumur dan gigit
tampon minimal 1 jam, maka, komplikasi pasca pencabutan gigi apa yang
dapat terjadi?
a. Trauma pencabutan.
c. Pasien alergi terhadap anastetikum.
d. Dry socket.
e. Pasien pengsan.
19) Pada seorang pasien dilakukan pencabutan gigi molar, setelah pencabutan
terjadi perdarahan pada daerah tersebut. Menurut anda apakah penanganan
yang dapat dilakukan pada pasien tersebut?
a. Pasien diminta sering berkumur kerap dengan larutan saline hangat
dengan segera.
b. Tanda-tanda vital pasien diperiksa.
c. Dilakukan penekanan dengan kassa pada daerah pencabutan tersebut.
d. Pasien dirujuk ke spesialis.
e. Semua jawaban adalah benar.
20)Menurut anda, pada pasien yang mempunyai penyakit kelainan darah,
tindakan apa yang harus anda lakukan sebelum pencabutan gigi?
a. Lanjutkan dengan pencabutan gigi.
b. Memeriksa tanda-tanda vital pasien terlebih dahulu sebelum
pencabutan gigi.
c. Pasien di rujuk ke dokter gigi yang lain karena takut.
d. Pasien dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.
e. Semua jawaban adalah salah.
21)Menurut anda, apakah penting untuk mengetahui teknik-teknik pencabutan
gigi yang benar dalam mencegah terjadinya komplikasi? verbalkan alasan
anda.
a. Ya
DAFTAR PUSTAKA
1) Pedlar J. Textbook of oral and maxillofacial surgery. Elsevier. United Kingdom.
2007: 40-3.
2) Datarkar A. Textbook of exodontia practise. Jaypee. Mumbai, India. 2007:
130-140.
3) Heryono A. lama waktu operasi, luas daerah operasi, banyaknya larutan irigasi
dan jenis anestesi dengan komplikasi yang terjadi pasca odontektomi. Jurnal
manajemen pelayanan kesehatan. 2012: 140-6; 15(3).
4) Jaafar N, Nor GM. The prevalence of post-extraction complications in an
outpatient dental clinic in Kuala Lumpur Malaysia. Singapore Dent J.2000:24-8;
23(1).
5) Baniwal S. Prevalence of complications of simple tooth extractions and its
comparison between a tertiary center and peripheral centers: a study conducted
over 8,455 tooth extractions .JNMA J Nepal Assoc. 2007: 46(165); 20-4.
6) Venkateshwar GM. Complication of exodontia. A retrospective study. Indian
journal of dental research. 2011: 22(5); 633-8.
7) Tong DC. Post-operative complications following dental extractions at the
School of Dentistry, University of Otago. 2014: 110(2); 51-5.
8) Simon E ,Matee M, Post-extraction complication seen at a referral dental clinic
in Dar Es Salaam,Tanzania., 2001: 51(4);273-6.
9) Howe GL. Textbook of some complications of tooth extraction. Royal College of
Surgeon.Durham, England. 2005: 309-312.
10) Hupp JR, Tucker MR. Textbook of contemporary oral and maxillofacial surgery.
Mosby Elsevier.St Louis, Missouri.2008: 73-199.
11) Coulthhard P. Textbook of oral and maxillofacial surgery, Radiology, Pathology
12) Chestnutt IG, Gibson J. Handbook of clinical dentistry. Churchill. Phildelphia,
USA. 2007: 382-438.
13) Seno SH. Buku Teks cara praktis penatalaksanaan kegawat-daruratan medik.
Jakarta, Indonesia. 2007: 1-4.
14) Dental Hub. Complication after tooth extraction. Available from: URL:
http://www.identalhub.com/dentalcomplication. Accessed: 26 August 2015
15) Navas A, Manuel R. late complication of a dry socket treatment.Int J Dent.2010
16) Rojas R.Surgical instructions after tooth extraction.Available from:
URL:http://www.rojasandrothsein.com/generaldentistry/surgicalinstruction.
(Accessed:27 August 2015)
17) Bach T, Woo L.Textbook of management of complications of dental extractions.
PennWell.USA,2008
18) Spiller M.Complication after teeth are extracted.Available from:URL:
http://doctorspiller.com/extractions. (Accessed:27 August 2015)
19) Anonymous.Exodontia.Available from:URL: http://self.gutenberg(Accessed:27
August 2015)
20) Najjar T.Tooth extraction.Available from:URL:http://emedicine.medscape.com.
(Accessed: 27 August 2015)
21) DH Koga, JV Salvajoli.Dental extractions and radiotherapy in head and neck
oncology. Blackwell Munksgaard, 2008: 14: 40-44.
22) Anonymous.Dry socket and other complications after tooth extraction.Available
from:URL:
http://dentalcarematters.com/tooth-extraction-dry-socket.com(Accessed:27 August 2015)
23) Anonymous.The do’s and dont’s of tooth extraction aftercare.Available
from:URL:
http://dentalcarematters.com/tooth-extraction-aftercare-advice.com(Accessed:27 August 2015)
24) P Maurer,E Hoffman,.Bacterial meningtis after tooth extraction.British dental
25) Lande R et al. Gambaran faktor risiko dan komplikasi pencabutan gigi di RSGM
PSPDG FK UNSRAT. Jurnal (eG), 2015, 3:476-81.
26) Henk S et al. Tooth extraction education at dental schools across Europe.BDJ
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deksriptif dengan metode survey dengan
tujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik
Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi
pencabutan gigi.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada
Oktobersampai Desember2015
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan
klinikDepartemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik
Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU yang berada di Klinik Bedah Mulut
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional
1 Pencabutan gigi Pencabutan gigi didefinisikan sebagai operasi
bedah yang melibatkan pencabutan gigi dari
rongga mulut yang terdiri daripada jaringan
keras dan jaringan lunak yang dibatasi oleh
bibir dan pipi.
2 Pencabutan gigi ideal Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan
sebuah gigi atau akar gigi yang utuh tanpa
menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil
mungkin pada jaringan penyangganya sehingga
bekas pencabutan akan sembuh secara normal
dan tidak menimbulkan problema prostetik
pasca bedah.
3 Indikasi pencabutan Gigi patologis pulpa, tidak dapat
dilakukan terapi endodontik.
Gigi dengan karies yang besar.
Penyakit periodontal yang terlalu parah
Gigi malposisi.
Gigi yang mengalami trauma.
Keperluan ortodontik
Intruksi yang diberikan setelah pencabutan,
seperti mengigit kassa selama 30 menit hingga
6 Komplikasi yang terdapat
pada pencabutan
Komplikasi pencabutan gigi adalah akibat dari
pencabutan gigi yang tidak tepat.
Fraktur mahkota
7 Faktor komplikasi terjadi Komplikasi pencabutan gigi dapat terjadi
karena faktor lokal maupun
sistemik.Mempengaruhi peningkatan
komplikasi seperti oral hygiene yang buruk, infeksi atau pengalaman operator.
8 Penanganan komplikasi Pengetahuan tentang teknik-teknik pencabutan
gigi diperlukan dalam melakukan tindakan
pencabutanagar dapat mencegah atau
mengurangi terjadinya efek
samping/komplikasi yang tidak kita inginkan.
Selain itu, perawatan pasca pembedahan juga
merupakan suatu hal yang penting agar
prosedur pencabutan gigi yang dilakukan
3.5 Metode Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner
diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.
3.6 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden
akan dikelompokkan sesuai dengan langkah-langkah berikut:
Editing,yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang dikumpulkan.
Bila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki
sebelum peneliti meninggalkan lokasi penelitiannya dan melakukan pendataan ulang.
Coding, yaitu proses untuk memberi kode pada jawaban-jawaban responden,
pengkodean ini berguna untuk memudahkan pengolahan data,sehingga harus
tetapterlebih dahulu diteliti oleh peneliti.
Tabulating,yaitu proses untuk menghitung setiap variable berdasarkan
kategori yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian.
3.7 Aspek Pengukuran
Pengetahuan mahasiswa Kepaniteran Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU
mengenai cara penanganan komplikasi pencabutan gigi bulan Agustus sampai
September 2015 diukur melalui 21 pertanyaan. Pertanyaan dengan jawaban benar,
nilainya 1; jika jawabannya salah,maka nilainya 0. Sehingga nilai tertinggi dari 10
pertanyaan yang diberikan adalah 10.Selanjutnya nilai tersebut dikategorikan atas
pengetahuan baik, cukup dan kurang. Menurut Prof.Dr.Soekidjo Notoadmojo,
kategori baik apabila nilai jawaban responden 76% - 100% dari nilai tertinggi,
kategori cukup apabila nilai jawaban responden 41% - 75% dari nilai tertinggi, dan
kategori kurang jika nilai jawaban responden <40% dari nilai tertinggi.
3.8 Analisis Data
Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang
telah dikumpul dan disajikan dalam bentuk table distribusi.Analisa data dilanjutkan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian di klinik Bedah Mulut RSGMP USU yang dimulai dari tanggal 28 November sampai tanggal 28 Desember 2015, diperoleh data dari 100 responden yaitu mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi.
4.1 Distribusi karakteristik mahasiswa kepaniteraan klinik
Distribusi karakteristik mahasiswa kepaniteraan klinik jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 33 orang mahasiswa kepaniteraan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33% dan sebanyak 67 orang mahasiswa kepaniteraan berjenis kelamin perempuan sebanyak 67%.
Tabel : 1 Distribusi karakteristik mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU
Jenis kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 33 33%
Perempuan 67 67%
jumlah 100 100%
4.2 Distribusi pengetahuan responden tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi klinik bedahmulut RSGMP FKG USU.
alveolar, penanganan perdarahan dan penanganan fraktur gigi tetangga. Pengetahuan responden termasuk kategori cukup ( 41% - 75% ) dalam hal definisi pencabutan gigi ideal, faktor mempengaruhi pencabutan gigi, penanganan fraktur mandibular, penanganan fraktur tuberositas alveolaris, penanganan perforasi sinus dan penanganan laserasi gingiva. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang ( < 40% ) dalam hal penanganan dry socket.
Tabel 2. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentangcara penanganan komplikasi pencabutan gigi dalam kedokteran gigi.
Pengetahuan responden benar salah
jumlah % jumlah %
Definisi pencabutan gigi 79 79% 21 21%
Definisi Pencabutan gigi ideal 70 70% 30 30%
Instruksi pasca pencabutan 93 93% 7 7%
Faktor mempengaruhi pencabutan gigi 54 54% 46 46% Jenis jenis komplikasi pencabutan gigi 97 97% 3 3% Penanganan fraktur mahkota dengan pencabutan
trans alveolar
98 98% 2 2%
Penanganan fraktur tulang alveolar dengan membuang fragmen yang kehilangan perlekatan periosteal
89 89% 11 11%
Penanganan fraktur mandibular dengan reduksi dan fiksasi
51 51% 49 49%
Penanganan fraktur tuberositas alveolaris dengan flep dan tuberositas fraktur dibuang
69 69% 31 31%
Penanganan fraktur gigi tetangga dengan restorasi sementara
Penanganan perforasi sinus dengan flep dan dilapisi ekstensi/basis
54 54% 46 46%
Penanganan laserasi gingiva dengan pemisahan gusi sebelum pencabutan
67 67% 33 33%
Penanganan dry socket dengan diirigasi dan degenerasi dibuang
30 30% 70 70%
Penanganan perdarahan dengan penekanan kassa 87 87% 13 13%
4.3 Persentase Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi.
Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi yang diperoleh dari hasil penelitian adalah sebesar 31% mempunyai tingkat pengetahuan yang baik sedangkan 60% mempunyai tingkat pengetahuan cukup dan 9% mempunyai tingkat pengetahuan kurang (Tabel 4).
Tabel 3. Persentase tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan Klinik Bedah
Mulut RSGMP USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi
Tingkat pengetahuan Jumlah Persentase
Baik 31 31 %
Cukup 60 60 %
Kurang 9 9 %
BAB 5
PEMBAHASAN
Hasil penelitian mengenai pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi diperoleh 100 responden yang menjawab kuisioner penelitian ini. Dari 100 responden tersebut, sebanyak 79% mengetahui definisi pencabutan gigi suatu prosedur bedah yang dilakukan dengan tang, elevator, atau penekanan trans alveolar, hal ini
merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang alveolus.Sebanyak 70% responden juga memahami definisi pencabutan gigi ideal sebagai tindakan yang dapat mencegah atau mengurangi terjadinya efek samping atau komplikasi yang tidak
diharapkan pada waktu pencabutan gigi. Sebanyak 93% responden mengetahui instruksi pasca pencabutan yang harus diberikan, agar solat pasca pencabutan gigi dapat pulih dan mencegah terjadinya komplikasi.2, 23
Pengetahuan responden mengenai faktor yang mempengaruhi pencabutan gigi tergolong dalam kategori cukup yaitu sebesar 54%. Hal ini menunjukkan bahwa responden telah mengetahui etiologi komplikasi pencabutan gigi yang dapat terjadi karena faktor lokal maupun sistemik seperti oral hygiene yang buruk, infeksi atau pengalaman operator di kedokteran gigi dimana pengetahuan ini membantu operator untuk menghindari dari komplikasi pencabutan gigi yang mungkin terjadi.2
Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 98% responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi terbanyak yaitu kasus fraktur mahkota gigi.Alasan mengapa fraktur mahkota gigi menjadi komplikasi yang tertinggi diketahui oleh responden adalah bervariasi.Gigi yang sudah rapuh, lubang yang dalam, atau adanya tambalan dapat menyebabkan terjadinya fraktur mahkota gigi pada saat melakukan pencabutan gigi.Selain itu, faktor operator juga sangat berperan dalam terjadinya kasus fraktur mahkota gigi.Operator biasanya kurang tepat mengaplikasikan tang pada gigi, misalnya tang di aplikasikan pada mahkota gigi bukan pada akar gigi, atau dengan sumbu panjang tang yang tidak sejajar dengan sumbu panjang gigi. Bila operator memilih tang dengan ujung terlalu lebar dan hanya memberikan ‘kontak 1 titik’ gigi dapat pecah. Bila tangkai tang tidak dipegang dengan kuat, ujung tang dapat terlepas dari akar dan mematahkan mahkota gigi. Pemberian tekanan berlebihan bisa menyebabkan fraktur mahkota gigi.Selain itu, posisi operator yang salah juga dapat menyebabkan terjadinya fraktur mahkota gigi.Salah posisi dalam melakukan pencabutan gigi dapat menyulitkan operator sehingga kemungkinan terjadinya fraktur mahkota gigi sangat besar. Pemilihan tang yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan gigi mudah fraktur. Sebanyak 89% responden mengetahui cara penanganan untuk kasus yang kedua terbanyak yaitu komplikasi fraktur tulang alveolar yang disebabkan oleh anatomi akar gigi yang menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti akar gigi yang bengkok, terlalu besar, akar gigi dengan sementosis, atau disebabkan oleh terjepitnya tulang alveolar. Kurangnya pengetahuan operator akan bentuk akar gigi yang akan dicabut juga sangat berperan dalam kasus ini. Oleh karena itu, rontgen foto sangat diperlukan sebelum melakukan tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui keadaan tulang alveolar gigi yang akan dicabut. Hasil Penelitian ini, mendekati hasil penelitian yang dilakukan Eka Priana pada tahun 2013 di Makassar yang menemukan prevalensi komplikasi pencabutan gigi yang tertinggi adalah fraktur
mahkota dan fraktur akar. Menurut penelitian Eka,persentase terjadinya komplikasi
fraktur mahkota yaitu 16,8% atau sebanyak 21 kasus dari 215 sampel penelitian,
dan ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan fraktur mahkota dan fraktur akar menjadi komplikasi yang tertinggi, yaitu posisi operator yang tidak tepat dalam
melakukan pencabutan gigi dapat menyulitkan operator sehingga kemungkinan
terjadinya fraktur mahkota gigi sangat besar. Keadaan gigi yang sangat kuat juga
menjadi salah satu penyebab utama terjadinya fraktur mahkota pada gigi.Selain itu
operator terkadang mencabut gigi saat gigi tersebut belum diluksasi secara sempurna.
Kasus fraktur pada akar gigi dapat disebabkan varisasi anatomi akar gigi dapat
menyulitkan tindakan pencabutan gigi, seperti akar gigi yang bengkok, ukuran akar
gigi yang terlalu besar, hypersementosis, adanya granuloma pada ujung akar gigi, dan juga keadaan akar gigi yang sudah rapuh dikarenakan karies. Akar yang mengalami
dilaserasi atau akar yang dirawat endodontik sering mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana pencabutan, biasanya dimulai dari prosedur pencabutan
menggunakan tang (closed method) sampai melakukan pembukaan flap (open method). Apabila sesudah dilakukan pencabutan menggunakan tang dengan tekanan terkontrol dan tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus, ini menunjukkan perlunya
dilakukan pembedahan.2, 9, 26
Gambaran pengetahuan responden untuk cara penanganan kasuskomplikasi perdarahan adalah sebanyak 87% dimana dalam penelitian ini perdarahan primer terjadi ketika adatrauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari rusaknya
pembuluh darah. Menurut Woodruff (1974), perdarahan primer terjadi pada 24 jam
pertama setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat pergeseran bekuan darah
yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah sehingga terjadinya
perdarahan.Perdarahan sekunderdapat jugadisebabkan karena adanya infeksi dan pasien tidak diperkenankan untuk berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi,
karena berkumur akan menghancurkan bekuan darah, terutama bekuan darah yang
belum sempurna terbentuk dan akan mengakibatkan perdarahan.Perdarahan dari
gingiva dapat dikontrol dengan menjahit tepi lukadan apabila perdarahan bersumber
tekanan sampai perdarahan berhenti.Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Lande R et al yang menggambarkan prevalensi komplikasi pencabutan di RSGM PSPDG FK UNSRAT yaitu perdarahan sebesar 4,54%, perdarahan yang terjadi dalam penelitian ini sangat sedikit. Perdarahan dapat terjadi karena trauma berlebihan pada jaringan lunak pasien.Perdarahan yang terjadi pada penelitian ini adalah jenis perdarahan primer dimana perdarahan yang terjadi saat terputusnya pembuluh darah dikarenakan kecelakaan atau operasi. Perdarahan ini berlangsung 4-5 menit.9, 26
Pengetahuan responden tentang cara penanganan kasus fraktur gigi bersebelahansebanyak 85%dimana gigi bersebelahan bisa pecah atau fraktur bila gigi yang akan dicabut diberikan tekanan yang tidak terkendali dan tang membentur gigi tersebut.Teknik pencabutan yang terkontrol dapat mencegah kejadian ini dan restorasi sementara yang bersifat individual dapat dilakukan untuk menangani kasus ini.Hal ini sesuai dengan teori menurut Howe GL (2005) dimana restorasi sementara seperti mahkota prostetik atau inlay dapat dilakukan pada kasus fraktur gigi bersebelahan.
Keempat kasus ini merupakan komplikasi pencabutan gigi yang paling banyak ditemukan pada kuesioner yang dijawab responden selama penelitian dan termasuk dalam kategori pengetahuan yang baik.9
Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 69% responden mengetahui cara penanganan untuk kasus komplikasi fraktur tuberositas alveolaris, 67% responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi laserasi gingiva, sebanyak 54% responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi perforasi sinus dan sebesar 51% responden mengetahui cara penanganan untuk komplikasi fraktur mandibular. Hal ini mungkin disebabkan walaupun responden menemui kasus komplikasi tesebut di klinik tapi masih kurangnya pengetahuan responden mengenai teori jenis komplikasi pencabutan gigi tersebut menyebabkan pengetahuan responden termasuk dalam kategori cukup untuk jenis kasus komplikasi di atas.
kategori kurang.Minimalnya pengetahuan responden mengenai penanganan untuk kasus komplikasi dry socket mungkin karena responden jarang mendapatkan kasus komplikasi dry socketdi klinik.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Eka et al mengenai prevalensi komplikasi pencabutan gigi di RSGM PSPDG- FK UNSRAT.Hasilnya menunjukkan bahwa komplikasi pencabutan gigi
berupa dry socket tidak terjadi selama penelitian.Hasil studi MacGreoger (1968) yang melaporkan insiden dry socket lebih tinggi terjadi pada wanita akibat dari penggunaan kontrasepsi oral dankurangnyairigasi saat dokter gigi melakukan tindakan pencabutan. Gerakan menghisap dan menyedot seperti kumur-kumur dan merokok segera setelah pencabutan juga dapat mengganggu dan merusak bekuan darah.25
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi adalah sebanyak 31% tergolong dalam tingkat pengetahuan yang baik manakala 60% tingkat
pengetahuan sedang dan 9% tingkat pengetahuan kurang.
6.2 Saran
1.Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami kepentingan penanganan komplikasi pencabutan gigi dalam bidang kedokteran gigi.
2.Mahasiswa kepaniteraan perlu mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya komplikasi saat pencabutan gigi, hal ini bisa dilakukan dengan memperdalam materi atau bahkan bisa diamati pada saat melakukan tindakan pencabutan.
3.Komplikasi pencabutan gigi dapat dicegah dengan mengetahui terlebih dahulu faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi selama atau bahkan sesudah dilakukan pencabutan gigi. Selain itu operator wajib mengetahui dan melakukan tindakan pencabutan gigi sesuai dengan standar prosedur yang sudah ditetapkan.
4.Meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada matakuliah komplikasi dan penanganan komplikasi pencabutan gigi sebelum dan setelah memasuki kepaniteraan klinik.
5.Menambah materi praktikum seperti pencabutan gigi dengan menggunakan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencabutan gigi
2.1.1 Definisi pencabutan gigi
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang
alveolus.Definisi pencabutan gigi pada dasarnya adalah suatu proses pencabutan gigitanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap
jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan
sempurna.1 Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah dalam bidang
kedokteran gigi.
2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi
Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi.Menurut
Starhak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai
berikut.Gigi dengan patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin
dilakukan terapi endodontik harus dicabut, gigi dengan karies yang besar, baik
dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal, penyakit periodontal yang terlalu
parah untuk dilakukan perawatan merupakan indikasi, gigi malposisi, gigi yang
mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar
lagi, beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut
untukmengurangi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak
menyaturahangnya, keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan
prostetik.7,16
Seterusnyaada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan
pencabutan gigi seperti faktor lokal danperikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial
selulitis, gingivitis, stomatitis,sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas
sertafaktor sistemik seperti diabetes melitus tidak terkontrol,kelainan darah (hemofili,
leukemia, anemia),kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3, kelainan
2.2 Komplikasi pencabutan gigi
Komplikasi pasca pencabutan gigi merupakan suatu respon pasien tertentu
yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa
sakit, edema dan dry socket.Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.
Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kegagalan dalam anastesi dan mencabut
gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang
dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga,
fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi. Perdarahan merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi.1,2
Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam
pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi.Rasa sakit pada seseorang selalu
merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang
berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara
pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama
sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.Edema
merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta
merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi
individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat
pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda.
Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan),
dan obat-obatan.1,2,
2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi
Menurut Venkateshwar et al pada tahun 2011, adanya beberapa faktor yang
mungkin mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti pengaruh obat antibiotika,
Tabel 1.Klasifikasi komplikasi pencabutan gigi berdasarkan gambaran klinis. 1
lokal Distant
Immediate
* fraktur
mahkota,akar,alveolar,tuberositas mandibular, gigi penyangga
late * Atrofi alveolar
*osteomyelitis * aktinomikosis
2.4 Penanganan komplikasi.
1. Fraktur mahkota gigi
Fraktur mahkota gigi dapat terjadi karena penggunaan tang atau teknik
pencabutan gigi yang tidak tepat atau karena gigi yangakan dicabut rapuh.
Bila terjadi fraktur mahkota, cara yang digunakan untuk mengeluarkan bagian
yang tertinggal adalah dengan cara “trans-alveolar”.9,10,11
Pencabutan trans-alveolar adalah pemisahan gigi atau akar dari perlekatannya
dengan tulang.Pemisahan ini dilakukan dengan membuang sebagian tulang yang
menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan dengan menggunakan bein dan
atau tang.11,12,13
2. Fraktur tulang alveolar
Komplikasi ini sering terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar dicapai
karena pandangan yang kurang luas.Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh
terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau
karena dari akar gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau
adanya perubahan patologis dari tulang itu sendiri.
Untuk komplikasi fraktur alveolar, dianjurkan untuk mengambil semua
fragmen alveolar yang telah kehilangan setengah lebih dari perlekatan periostealnya,
dengan menjepitnya menggunakan tang hemostatik dan melepaskan jaringan
lunaknya menggunakan periosteal elevator, Mitchell trimmer, atau Cumine scaler. 9,
10,11,12,13
Gambar 2.Fraktur pada alveolar pasca pencabutan gigi.7
3. Fraktur tuberositas maksilaris
Komplikasi ini disebabkan posisi tuberositas yang dekat sinus dan biasanya
sering terjadi pada gigi molar kedua rahang atas yang sudah tidak terdapat lagi gigi
disisi mesial atau distalnya.9, 10,11
Bila terjadi fraktur, hentikan penggunaan tang, buatlah flap mukoperiosteal
yang besar di bagian bukal. Gigi dan tuberositas yang fraktur kemudian dibebaskan
dari jaringan lunak palatal, kemudian dikeluarkan,selanjutnya flap jaringan lunak
dikembalikan dan dilakukan penjahitan dengan teknik “mattress”, biarkan jahitan
Gambar 3. Perawatan bedah dari tuberositas yang fraktur.9
4. Fraktur mandibula
Fraktur mandibular atau maksila adalahterputusnya tulang mandibular atau
maksila.Biasanya terjadi karena kesalahan pada teknik pencabutan gigi yang
dilakukan operator.9, 10,11
Penanganan fraktur mandibula pada langkah awal termasuk penanganan luka
jaringan lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera
otak. Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi
fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan
tulang selesai.11,12,13
5. Fraktur gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan
Fraktur gigi antagonis terjadi karena penempatan alat dan cara pencabutan
gigi yang salah dapat menyebabkan rusaknya gigi antagonis atau gigi yang
bersebelahan.9,12
Penanganan bersifat individual,mulai membuat restorasi sementara atau
menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai. 9, 10,11,12,13
6. Laserasi gingiva
Kerusakan pada gusi disebabkan penggunaan tang yang salah sehingga
merusak gusi yang yang melekat pada gigi waktu pencabutan gigi tersebut9,13
Kerusakan pada gusi dapat ditangani dengan pemilihanan dan teknik
menggunakan tang yang tepat. Jika gusi melekat pada gigi yang akan dicabut, maka
harus dilakukan pemisahan gusi dan tulang secara hati-hati dengan mengunakan
rapatorium, scalpel atau gunting sebelum dilakukan usaha lebih lanjut untuk
mengeluarkan gigi tersebut. 9, 10,11,12,13
7. Perforasi sinus
Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang atas.Keadaan
ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan adanya infeksi pada apikal karena
tulang antara akar dan sinus terlihat radang kronis sehingga rusak.
Perforasi sinus terkadang tidak diketahui pada pencabutan gigi oleh dokter
gigi ataupun penderita kalau sudah terjadi perforasi sinus.Biasanya hal ini ditandai
dengan adanya cairan yang keluar melalui hidung apabila penderita berkumur atau
minum.
Apabila terjadi perforasi, segera dilakukan penutupansoket dengan jahitan
yang rapat,apabila diperlukanpembuangan tulang, maka bagian bukal dikurangi
sehingga mukosa dari bukal dapat ditarik untuk menutup soket.Penderita dianjurkan
tidak bersin,bernapas keras dari hidung, jangan kumur terlalu keraskurang lebih
Gambar 5.komplikasi sinus maxilaris.9
8. Dry socket
Dry socket merupakan osteitis setempat yang mengenai seluruh atau sebagian tulang yang padat yang membatasi soket gigi, yaitu lamina dura.Etiologinya tidak
jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi.Kerusakan bekuan darah ini dapat
disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan (dengan komplikasi), kurangnya irigasi
saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket.15,22
Bila terjadi dry socket, maka tujuan perawatan harus mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan.Socket harus diirigasi dengan larutan saline normal
yang hangat dan semua bekuan darah yang mengalami degenerasi dibuang. Tepi-tepi
tulang yang tajam harus diambil dengan tang knabel ataudihaluskan dengan sebuah
wheel stone.3, 4Masukkan obat-obat sedatif seperticampuran Zn oxide dan eugenolke dalam socket. Berikan tablet analgesik, dan instrusikan pasien untuk kumur-kumur dengan larutan saline hangat, dan beri instrusiagar pasien kembali dalam waktu 3 hari
untuk kontrol. Sebagian pasien yang telah dirawat dengan cara ini melaporkan adanya
pengurangan rasa sakit, tapi beberapa memerlukan adanya pengobatan lebih lanjut,
atau bahkan kauterisasi secara kimia pada tulang yang terbuka dan sangat sakit untuk
Gambar 7.Gambaran dry socket dan pengobatannya.9
9. Pendarahan
Perdarahan dikatakan eksternal apabila perdarahan terlihat pada permukaan
atau pada salah satu lubang pada tubuh.Sedangkan perdarahan internal merupakan
perdarahan yang terjadi kemudian masuk ke dalam jaringan.Perdarahan dibagi
menjadi 2 macam, yakni perdarahan primer dan perdarahan sekunder.Perdarahan
primer terjadi ketika terjadi trauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari
rusaknya pembuluh darah. Menurut Woodruff (1974), perdarahan primer terjadi pada
24 jam setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat tergesernya benang jahit
atau pergeseran bekuan darah yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah
sehingga terjadinya perdarahan.Perdarahan sekunder terjadi setelah 7 – 10 hari
setelah luka atau operasi.Perdarahan sekunder ini terjadi akibat infeksi yang
menghancurkan bekuan darah. Perdarahan dapat jugadisebabkan karena adanya
infeksi.9,18
Apabila terjadi perdarahan ringan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah
pencabutan gigi, dapat dilakukan penekanan dengan menggunakan kassa. Dengan
demikian perdarahan dapat dikontrol. Pasien tidak diperkenankan untuk
berkumur-kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berberkumur-kumur akan menghancurkan bekuan
darah, terutama bekuan darah yang belum sempurna terbentuk dan akan
dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus dilakukan
pemeriksaan sesegera mungkin. Dilakukan observasi pasien dengan memeriksa
tanda-tanda vital yang meliputi denyut nadi,pernapasan, dan tekanan darah, dilakukan
observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil, perhatikan bagian yang
mengalami perdarahan,cari sumber pendarahan, lakukan anastesi lokal agar
perawatan tidak terasa sakit. Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi
hanya boleh sedikit saja (1:100,000 epinefrin). Setelah itu, bekuan darah yang ada
dibersihkan dan bagian tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva
(jaringan lunak), dinding tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat
dikontrol dengan menjahit tepi luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka
soket diisi dengan spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat diabsorbsi, seperti gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar
ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit.
Setelah perdarahan berhenti, kassa dipindahkan kemudian lakukan observasi pada
pasien selama 10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali. 9,
10,11,12,13
2.5 Kerangka teori
Pencabutan Gigi
Etiologi dan klasifikasi
komplikasi pencabutan gigi Indikasi Dan Kontraindikasi
1. Fraktur mahkota 2. Fraktur Alveolar 3. Fraktur tuberositas
maxillaris
4. Fraktur mandibular 5. Fraktur gigi
antagonis 6. Laserasi gingiva 7. Perforasi sinus
8. Dry socket
9. Pendarahan Jenis komplikasi dan
2.6 Kerangka Konsep
Pencabutan Gigi Fraktur mahkota
Fraktur Alveolar Fraktur tuberositas
maxillaris Fraktur mandibular Fraktur gigi antagonis
Laserasi gingiva Perforasi sinus
Dry socket
pendarahan Penanganan Komplikasi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur yang biasa dan sering dilakukan
oleh dokter gigi.Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga
mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.
Berbagai macam komplikasi seringkali terjadi setelah pencabutan gigi. Komplikasi
pasca pencabutan gigi juga terkadang berdampak menjadi sangat serius dan terkadang
fatal bagi pasien.1,2
Terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dan diketahui oleh
operator mengenai komplikasi yang dapat diprediksi ataupun dapat dicegah.Untuk itu
sangat penting bagi operator untuk mengetahui tindakan apa yang seharusnya
dilakukan, sehingga suatu komplikasi tidak akan membuat kondisi pasien menjadi
buruk. Operator harus mengetahui secara dini suatu kondisi-kondisi tertentu yang
menunjukkan suatu komplikasi, dan kemudian melakukan perawatan yang
tepat.Komplikasi-komplikasi pasca pencabutan yang mungkin terjadi antara
lainadalah edema, perdarahan, rasa nyeri, dan dry socket.1
Penelitian tentang komplikasi yang terjadi pada saat pencabutan gigi sudah
banyak dilakukan, salah satu penelitian tersebutdilakukan oleh Heryono A et al(2012)
di RSUP Cipto Mangunkusumo dengan menggunakan pemeriksaan klinis subjektif
dan objektif pada 57 pasien dewasa. Penelitian tersebut menjelaskan tingkat kejadian
komplikasi pencabutan gigi sederhana dan gigi impaksi yang berkisar antara 2,6%
hingga 30,9%. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah rasa sakit, edema, dan
trismus. Kejadian ini juga dapat disertai dengan terjadinya parastesi pada daerah yang
dilakukan pembedahan. Hampir semua komplikasi yang terjadi bersifat sementara,
akan tetapi dalam beberapa kasus, parastesi dapat menjadi permanen dan
menyebabkan permasalahan fungsional lainnya. Faktor yang dapat mempengaruhi
pengalaman operator, lama pencabutan, irigasi yang adekuat, jumlah gigi yang dicabut, dan jenis anastesi yang dilakukan. 3
Jaafar N et al (1992)melaporkanprevalensi komplikasi pasca-pencabutan gigi
antara pasien yang datang ke klinik rawat jalan Bedah Mulut Fakultas Kedokteran
Gigi, Universitas Malaya selama periode 12 bulan dari Januari hingga Desember
1992. Didapatkan prevalensi komplikasi pasca-pencabutan gigi yang memerlukan
perawatan lebih lanjut hanya 3,4%, dari 2.968 pasien yang dilakukanpencabutan dari
satu atau lebih gigi permanen. Dari 79 pasien,didapatkan terjadinya dry socket
sebanyak9 dari 10 kasus komplikasi pasca pencabutan gigi.Pada gigi bawah lebih
banyak terjadi komplikasi. Gigi yang paling sering terjadidry socketadalah gigi geraham (76%) dan premolar (19%). 4
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baniwal et al. di
Koirala,Dharan(2007)menyatakan fraktur gigi merupakan komplikasi tertinggi
setelah pendarahan.5
Penelitian yang dilakukan Venkateshwar et al.di Mumbai(2011) menunjukkan
komplikasi yang sering terjadi adalah fraktur gigi, trismus dan dry socket.6
Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa dalam menangani komplikasi pencabutan
gigi yang dapat terjadi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan
masalah sebagai berikut :
1) Bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik
departemenBedah Mulut RSGMPFKG USU tentang komplikasi pasca
1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik
departemenBedah Mulut RSGMP FKG USU tentangkomplikasi
pencabutan gigi.
2) Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik
departemenBedah Mulut RSGMP FKG USU tentangcara mengatasi
komplikasi pencabutan gigi.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1) Manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan Mahasiswa FKG
USU dapat mengetahuikomplikasi pencabutan gigi dan cara
penanganannya.
2) Manfaat bagi penulis adalah untuk mendapatkan pengalaman meneliti dan
menambah wawasan serta pengetahuan tentang komplikasi pencabutan
PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITRAAN KLINIK
DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU TENTANG
CARA PENANGANAN KOMPLIKASI PENCABUTAN GIGI
JANUARI SAMPAI FEBRUARI 2016
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
GANESH DORASAMY
NIM :110600198
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2016
Ganesh Dorasamy
Pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP
USU tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi.
xii + 32 halaman
Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus,
dimana pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Pencabutan
gigi yang ideal adalah pencabutan gigi dengan satu gigi utuh atau akar gigi dengan
trauma minimal terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas pencabutan dapat
sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan komplikasi.
Komplikasi pencabutan gigi dapat terjadi secara lokal maupun sistemik.
komplikasi dapat saja terjadi sekalipun berbagai pencegahan sebelum tindakan telah
dilakukan. Penanggulangan komplikasi harus cepat, tepat, benar sesuai dengan kasus
yang dihadapi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat Pengetahuan mahasiswa
kepanitraan klinik departemen bedah mulut RSGMP USU tentang cara penanganan
komplikasi pencabutan gigi. Penelitian ini dilakukan melalui survei deskriptif. Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP USU. Data yang didapat dari hasil pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase.
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 19 Februari 2016
Pembimbing: Tanda tangan
1. Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM .…… ……….
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 19 Februari 2016
TIM PENGUJI
KETUA : Isnandar, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM
2. Ahyar Riza, drg., Sp.BM
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya skripsi ini telah selesai disusun sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan,
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan hati yang tulus penulis
mengucapkan terim kasih yang tidak terhingga kepada dosen pembimbing skripsi
yaitu Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM yang telah meluangkan waktunya dan kesabaran
dalam membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai.
Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda
Dorasamy Arumugam dan Ibunda Armugham atas segala doa dan dukungan yang
diberikan kepada penulis hingga saat ini, dan dengan segala kerendahan hati dan
penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM sebagai Ketua Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala
saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.
4. Sahabat-sahabat terbaik, Yogambigai Rajagopal, Thirumagal, Pavitra,
Prasad, Shamini, Ade, Nik, Intan dan Salahudin atas segala hal yang diberikan
kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan hingga saat ini.
5. Teman-teman semasa perkuliahan, Gunawan, Hafizah, Harindren, Patrick,
Hendy, Wendy, Sri Ram Kumar, Elangkeswari, Shubah Sangri, dan teman-teman
6. Hemawathi Ramaya, yang telah menemani dan memberikan dukungan
tiada henti kepada penulis sehari-hari selama masa perkuliahan, pembuatan skripsi,
dan hingga saat ini.
7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
FKG USU, Sofia, Fatur, Prasna, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan
sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu, dan masyarakat.
Medan, 19 Februari 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencabutan Gigi……….. ... 4
2.1.1 Definisi Pencabutan Gigi... 4
2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi ... 4
2.2 Komplikasi Pencabutan Gigi ... 5
2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi ... 5
2.4 Penanganan Komplikasi ... 6
2.5 Kerangka Teori... 13
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Rancangan Penelitian ... 15
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 15
3.3.1 Populasi ... 15
3.3.2 Sampel ... 15
3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 16
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 18
3.6 Pengolahan Data ... 18
3.7 Aspek Pengukuran ... 18
3.8 Analisis Data ... 18
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Distribusi Karakteristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... 19
4.2 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Cara Penanganan Komplikasi Pencabutan Gigi Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU ... 19
4.3 Persentase Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Cara Penanganan Komplikasi Pencabutan Gigi ... 21
BAB 5 PEMBAHASAN ... 22
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 27
6.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Distribusi karakteristik mahasiswa kepaniteraan klinik bedah mulut
RSGMP FKG USU
Tabel 2 : Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut tentang cara penanganan komplikasi pencabutan gigi dalam kedokteran gigi.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Komplikasi Fraktur Mahkota11
Gambar 2 : Fraktur Pada Alveolar Pasca Pencabutan Gigi7
Gambar 3 : Perawatan Bedah dari Tuberositas Yang Fraktur9
Gambar 4 : Fraktur Mandibula9
Gambar 5 : Komplikasi Sinus Maxilaris9
Gambar 6 : Gambaran dry socket dan Pengobatannya9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 : Anggaran Penelitian
Lampiran 3 : Jadwal Kegiatan
Lampiran 4 : Kuesioner