• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi yang berjudul “Peranan Syaikh KH. Asnawi dalam Menyebarkan Agama Islam di Caringin–Banten Pada Tahun 1865–1937”. Kesimpulan tersebut merujuk pada jawaban atas permasalahan penelitian yang telah dikemukakan oleh penulis di dalam bab sebelumnya. Dalam bab ini juga akan memuat rekomendasi yang dapat digunakan oleh para pembaca.

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi yang berjudul

“Peranan Syaikh KH. Asnawi dalam Menyebarkan Agama Islam di Caringin–Banten

Pada Tahun 1865–1937” adalah sebagai berikut: Pertama, mengenai pemikiran KH. Asnawi dalam menyebarkan ajaran agama Islam di Caringin-Banten. Pada saat itu, Belanda mempengaruhi masyarakat Caringin dengan menjauhkan dari norma-norma dan nilai-nilai agama Islam. Pada saat itu keadaan masyarakat Caringin sedang tidak menentu.. Hal ini membuat resah para ulama-ulama di Banten, sehingga mereka mulai berfikir untuk membuat kondisi buruk menjadi lebih baik. Cara yang dilakukan adalah dengan menyebarkan ajaran agama Islam melalui metode dakwah yang lemah lembut. Diharapkan dengan menggunakan metode dakwah tersebut dapat mengubah sedikit demi sedikit kebiasaan masyarakat Caringin yang buruk sehingga menjadi lebih baik. Selain itu untuk mengatasi hal-hal yang tidak diinginkan dari pengaruh kolonialisme Belanda, para ulama mendirikan Pondok Pesantren tradisional. Pesantren tersebut menggunakan ajaran tarekat untuk menyebarkan ajaran agama Islam. KH. Asnawi menggunakan tasawuf Qadiriyah wa Naqsibandiyah. KH. Asnawi menggunakan mazhab Syafi’i yang sampai sekarang banyak digunakan di Indonesia. selain itu juga mengamalkan ketiga mazhab lainnya, seperti mazhab Al-Imam Malik, mazhab Al-Al-Imam Hanafi, dan mazhab Al-Al-Imam Hambali.

Kedua salah satu tokoh ulama yang berusaha untuk membuat keadaan menjadi lebih baik melalui ajaran tasawuf adalah Syeikh KH. Asnawi, Syeikh KH. Asnawi dilahirkan di lingkungan keluarga Ulama pada tahun 1850 M, dimana ayahandanya disamping seorang ulama yang disegani, juga beliau menjabat sebagai Qadhi (Penghulu Ladraat) Kabupaten Caringin, yang bernama KH. Abdurrahman, dan ibundanya salah seorang keturunan dari Kesultanan Banten yang bernama Nyai Hj. Ratu Sabi’ah (keturunan ke 17 dari Sultan Ageng Mataram atau Raden Fattah). Berkat ketekunan dan kecerdasan akalnya, dalam usia sebelas tahun beliau telah hafal Al-Quran dan menguasai berbagai cabang Ilmu Agama. Sejak kecil beliau mempunyai keistimewaan serta kelebihan yang tidak lumrah dilakukan oleh anak-anak sebaya lainnya, dimana beliau mempunyai perangai yang baik, berbudi luhur, murah senyum, ramah dan suka bertegur sapa, serta taat melakukan ibadahnya. Pada tahun 1862 M, KH Asnawi pergi ke Tanah Suci Makkatul Mukarromah. Di sanalah beliau mendapat bimbingan untuk mengaji berbagai cabang Ilmu Agama dari Syeikh Hasabullah Al-A’ma juga salah seorang Ulama Banten Syeikh Nawawi Tanahara, dan beliau mempelajari ilmu Quran dengan tafsirnya secara takhassus dari seorang Al-Hafidz yang bernama Syeikh Abdul Hamid Makki, serta beliau mempelajari ilmu Tarekat dan ilmu Tasawuf dari Syeikh Ahmad Khatib As-Syambasi. Setelah berlalu masa tiga tahun beliau bermukim di Mekkah, ketika beliau telah berusia 15 tahun beliau mendapat izin dari para gurunya untuk turun ke Tanah Jawa pada tahun 1865 M.

Tujuan KH. Asnawi menyebarkan agama Islam dengan menggunakan metode dakwah karena untuk member pengetahuan terhadap masyarakat tentang ajaran Islam secara Kaffah (Paripurna) sehingga lambat laun masyarakat menyadari kekeliruan mereka, sehingga adat istiadat yang penuh dengan khurofat tersebut lambat laun lenyap dengan sendirinya. Dakwah yang KH. Asnawi laksanakan dengan cara pengajian dan juga dengan perilaku beliau yang lemah lembut, dimana beliau tidak pernah melakukan sesuatu hal yang buruk. Sehingga masyarakat dengan kesadaran

karimah lainnya, karena metode dakwah melalui ceramah di depan umum itu sangat dilarang oleh pemerintah Kolonial Belanda. Keadaan masyarakat Caringin yang masih kental dengan animisme membuat KH. Asnawi sehingga menyebarkan agama Islam di daerah tersebut adalah karena KH. Asnawi terlahir di Caringin dan merupakan warga Caringin, dengan demikian beliau mempunyai kewajiban serta bertanggung jawab untuk membimbing masyarakat Caringin yang masih tidak menentu.

KH. Asnawi dalam perjuangan beliau dalam menyebarkan ajaran agama Islam sehingga mendirikan Masjid dan Pondok Pesantren banyak sekali rintangan-rintangan yang dihadapi terutama dari pihak Belanda, tentu Belanda tidak setuju didirikan Pondok Pesantren oleh KH. Asnawi, karena Belanda ingin tetap menjajah masyarakat pada saat itu dengan cara membiarkan mereka tetap dalam kebodohan dan jauh dari norma agama. Selain itu, Belanda menganggap apabila ada perkumpulan seperti itu dicurigai sebagai pemberontak pemerintahan Kolonial Belanda. Salah satu contoh penolakan yang dilakukan Belanda adalah dengan memasukan KH. Asnawi ke dalam penjara dengan alasan terlalu banyak melakukan dakwah dan menyiarkan agama Islam. Dalam peranannya untuk menyebarkan agama Islam, KH. Asnawi menyebarkan ajaran tasawuf atau tarekat.

Ajaran tarekat yang dianut oleh KH. Asnawi adalah Qadiriyah wan Naqsibandiyah. Ajaran tarekat tersebut di ajarkan ke seluruh masyarakat Caringin-Banten. Sistem ini diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada Syaidina Ali kemudian Syaidina Ali mengajarkan kepada putra-putranya serta keturunannya sehingga sampailah kepada Syeikh Abdul Qadir Jaelani. Syeikh Abdul Qadir Jaelani bukan hanya menyebarkan kepada keturunannya saja melainkan kepada masyarakat. Maka itulah yang dinamakan tarekat Qadiriyah wa Naqsibandiyah. Qadiriyah diambil dari nama Syeikh Abdul Qadir Jaelani sedangkan Naqsabandi berasal dari ajaran Nabi Muhammad yang di ajarkan kepada Syaidina Abu Bakar, Abu Bakar mengajarkan

Asnawi menggabungkan ajaran tarekatnya. Namun ciri khusus Qadiriyah menggunakan Laa Illahailallah, sedangkan Naqsibandiyah menggunakan Allahu Allahu, akhirnya Yahuu Yahuu. Kalimat gtersebut senantiasa agar ingat kepada Allah. Ajaran ini sangat berdampak baik dengan ingat kepada Allah. Inti dari ajaran tasawuf ini ungtuk mendekatkan diri dan senantiasa mengingat kepada Allah SWT. Dengan cara begitu, masyarakat Caringin akan jauh dari hal-hal buruk.

Ketiga, upaya yang dilakukan KH. Asnawi dalam menyebarkan agama Islam di Caringin-Banten oleh KH. Asnawi memang tidak semudah yang dibayangkan. Ada beberapa hambatan dan kendala yang dihadapi selama menyebarkan agama Islam. Namun, dengan kesabaran dan pantang menyerah KH. Asnawi, dapat menyebarkan ajaran agama Islam melalui ajaran tasawuf, strategi dakwah samapi mendirikan pondok pesantren. Bukti peninggalan sejarah dalam penyeabaran agama Islam di Caringin terdapat Masjid Agung Caringin yang dibangun oleh KH. Asnawi. Ajaran tasawuf yang dipakai adalah Qadiriyah wa Naqsibandiyah, yaitu ajaran yang mengingat mendekatkan diri dengan Allah SWT, sehingga apabila kita ingat dan dekat akan terhindar dari hal-hal yang diluar norma-norma agama. Strategi dakwah yang dipakai melaui pengajian di Masjid Agung Caringin dan terkadang dilaksanakan di rumahnya. Namun, apabila mengadakan pengajian pada saat itu khawatir akan dibubarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Karena pada saat itu, apabila mengadakan perkumpulan oleh masyarakat pribumi akan dibubarkan dan dianggap sebagai pemberontak. Hambatan lain dalam menyebarkan agama Islam di Caringin adalah KH. Asnawi sampai dipenjara karena dianggap pemberontak pemerintah Kolonialisme Belanda. Agama Islam yang diambil oleh KH. Asnawi berasal dari Mekah, ia langsung belajar ilmu agama ke Mekah. Dengan demikian ajaran Islam yang digunakan oleh KH. Asnawi berasal dari Mekah.

Perjuangan KH. Asnawi dalam menyebarkan agama Islam di Caringin-Banten, bahwa masyarakat sudah kembali ke jalan yang di ridhai Allah SWT. Dengan berdirinya Pondok Pesantren masyarakat Caringin bisa lebih baik dalam segi

membaik keadaanya. Bahkan dampak dari perjuangan KH. Asnawi ini masih terasa sampai saat ini, karena kenyataanya yang terjadi masih banyak santri yang menuntut ilmu agama dan ilmu umum. Selain itu, makam KH. Asnawi sering dikunjungi oleh para peziarah. Sosok KH. Asnawi masih tetap terasa eksistensinya ditengah masyarakat dan semakin berkembang melalui ajaran tasawufnya. Peran KH. Asnawi dalam menyebarkan ajaran agama Islam sangat besar untuk masyarakat Caringin-Banten.

Syeikh KH Asnawi merupakan tokoh agama yang memperjuangkan masyarakat Caringin-Banten agar kembali kepada syariat Islam, pejuang sosial, tokoh pendidikan dan pejuang kemerdekaan.

5.2. Saran

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pembelajaran sejarah di lembaga persekolahan khususnya pada tingkat Sekolah Menengah Atas kelas XI semester I karena sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar “Menganalisis pengaruh perkembangan Agama dan Kebudayaan Islam terhadap masyarakat di berbagai daerah di Indonesia”.

Kepada Disbudpora Kabupaten Pandeglang, lebih memperhatikan lagi situs sejarah yang ada di daerah Pandeglang. Sehingga situs sejarah tersebut dapat dipublikasikan ke luar Banten. Selain itu dari segi tempat parkir lebih diperhatikan agar tertib, supaya pengunjung dapat tenang dan merasa aman. Tidak lupa juga perhatian kepada para ahli waris dari KH. Asnawi, terutama bantuan bagi kelangsungan yayasan Masyariqul Anwar. Pemerintah harus lebih peduli kepada wisata religi ini dan patut untuk dikembangkan terutama dari segi fasilitas.

Kepada pemerintah Provinsi Banten, khususnya dinas sosial Kabupaten Pandeglang. KH Asnawi merupakan pejuang penyebar agama Islam di Caringin-Banten untuk mengusulkan bahwa KH. Asnawi diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Kontribusi yang diberikan kepada masyarakat Caringin-Banten besar sekali dalam

Bagi generasi muda Pandeglang, khususnya Caringin untuk lebih peduli kepada tokoh agama Islam di wilayah Caringin. Mulai menjaga kebersihan, bantuan gotongroyong dan lain sebagainya yang dapat bermanfaat dalam menjaga cagar budaya di Caringin. Tanpa kehadiran tokoh tersebut, proses Islamisasi di Caringin-Banten tidak berjalan lancar dan tidak ada masyarakat Caringin yang seperti sekarang ini, kental dengan nuansa Islami.

Saran terakhir bagi para peziarah, agar lebih tertib dari segi waktu kedatangannya. Selain itu untuk lebih menjaga kebersihan di sekitar makam dan Masjid Agung Caringin. Tidak lupa juga agar para peziarah lebih meluruskan niatnya dalam mengunjungi makam. Bukan untuk meminta yang macam-macam sehingga terhindar dalam kemusyrikan.

Al-Hanif, A.F.Z. (2013). KH. Mas Abdurahman Pendiri Mathla’ul Anwar. Menes: UNMA Atho, M. (2001). Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: UII.

Azra, A. (1999). Renaisans Islam Asia Tenggara Sejarah Wacana & Kekuasaan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Azra, A. (2004). Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad. XVII dan XVIII. Jakarta:Kencana.

Departemen Pendidikan Nasional. (2000). Kiai Pada Masa Revolusi Kemerdekaan. Jakarta: Depdiknas.

Hamka. (1963). Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di daerah pesisir Sumatra Utara, dalam Risalah Seminar Sedjarah Masuknya Islam ke Indonesia . Medan: Panitia Seminar Sedjarah Masuknya Islam ke Indonesia.

Hugiono, dkk.(1987). Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta : PT Bina Aksara. Ibrahim, MZ. (2004). Tasawuf Hitam Putih. Solo: PT Tiga Serangkai.

Ismaun. (2005). Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung : Historia Utama Pers.

Junadi, Y. (). Relasi Agama & Negara (redifinisi diskursus konstitusionalisme di Indonesia). Cianjur: IMR Press.

Koirudin. (2005). Politik Kiai: Polemik Keterlibatan Kiai dalam Politik Praktis. Malang: Averroes Press.

Lesmana,N. (2010). Metode Fatwa Mathlaul Anwar dalam Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia. Skripsi pada FSH UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: Tidak diterbitkan

Michrob, H.(2003). Proses Islamisasi di Banten (Cuplikan Buku Catatan Masa lalu Banten). Banten:Kepala Dinas.

Mulyati, S. (2005). Mengenal dan memahami Tarekat-tarekat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta:Kencana).

Munawwir. (1997). Kamus Al-Munawwir Bahasa Arab-Indonesia Terlengkap. Jakarta: Pustaka Progresif.

Notosusanto, N dan Basri, Y. (1979). Sejarah Nasional Indonesia. Bandung: PT. New Aqua Press.

Poesponegoro, MD, dan Notosusanto,N.(1993). Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka.

Putuhena, MS. (2007). Historiografi Haji Indonesia. Yogyakarta: LKiS

Ricklefs, MC. (2009). Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.

Said, AF. (1995). Keramat Wali-wali. Jakarta: Penerbit Pustaka Al- Husna. Siagian, SP. (2003). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Siregar, H.A. Rivay. (2002). Tasawuf dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak. Soekanto, S. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV. Rajawali.

Subhani, J. (1989). Tawassul Tabarruk Ziarah Kubur Karamah Wali. Jakarta: Pustaka Hidayah.

Sukamto. (1999). Kepemimpinan Kiai dalam Pesantren. Jakarta: LP3ES.

Sunanto, M. (2010). Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suryabrata,S. (2008). Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Suryanegara, AM. (1995). Menemukan Sejarah: Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Jakarta: Mizan.

Sutrisno, M. (2005). Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius. Syam, N. (2005). Islam Pesisir. Yogyakarta: LKiS.

Syarjaya,S dan Jihaduddin. (2009). Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia.

Syaukatuddin, H.R.A. (2000). Pendiri Utama Pondok Pesantren Masyariqul Anwar. Labuan:____

Tunggal, GNS dan Rosyadi, K. (2010). Ritual Gus Dur dan rahasia Kewaliannya. Yogyakarta: Galangpress.

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Yatim, B. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta; Grafindo.

Yaqub, AM. (2000). Sejarah dan Metode Dakwah Nabi. Jakarta: Pustaka Firdaus. Yukl,G. (2005). Kepemimpinan dalam Organisasi (Edisi Kelima). Jakarta: PT. Indeks. Zaidan, AK. (1979). Dasar-dasar Ilmu Dakwah. Yogyakarta: SIPRESS

Zainuddin, M. (2004). Karomah Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Sumber Jurnal :

Khudaeri,M. (2003). Tasbih dan golok bagian ke 2. Dalam Jurnal Perta [online], Vol 2. Tersedia: http://www.ditpertais.net/istiqro/ist02-04b.asp [03 Juli 2013]

Permana, R. (2011). Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia. Dalam Jurnal [online]. Tersedia http://pensa-sb.info/wp-content/uploads/2011/03/SEJARAH-MASUKNYA-ISLAM-KE-INDONESIA.pdf [18 Agustus 2013]

Adeng. (2007). Sejarah Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di Banten. Vol36:03. [online].Tersedia: http://bpsnt-bandung.blogspot.com/2009/11/sejarah-masuk-dan-berkembangnya-agama.html#.UhrO0edHKSo

Zed,M. (2001). “Hamka dan Studi Islam di Indonesia”. Jurnal Historia 3(2) 1-23.

Ardani, M. (2003). “Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa dan Sebaliknya: Sebuah WarisanIntelektual Islam-Jawa”. Jurnal Historia: Jurnal Pendidikan sejarah, no 8(4) 26-68.

Sumber Artikel Internet:

Muhsin, M. (2007). TEORI MASUKNYA ISLAM KE NUSANTARA (Sebuah Diskusi Ulang). Tersedia:http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/teori_masuknya_islam_k e_nusantara.pdf [ 19 September 2013].

Agustin.,N. (2013). Kearifan Lokal Psisir Caringin Kecamatan Labuan Kab Pandeglang – Banten. Tersedia: http://noviannaagustin.blogspot.com/2013/05/kearifan-lokal-psisir-caringin.html [ 03 Juli 2013].

Darniah. (2010). PENDEKATAN SOSIOLOGI ( Salah Satu Alat untuk Memahami Agama ). Tersedia: http://darniahbongas.wordpress.com/2010/07/03/pendekatan-sosiologi-salah-satu-alat-untuk-memahami-agama/ [06 Juli 2013]

Dofri.(2012). Pendekatan Antropologis. Tersedia:

http://dofrianam93.blogspot.com/2012/08/pendekatan-antropologis.html [06 Juli 2013] Khuenaefi, E. (2010). KH. ASNAWI CARINGIN BANTEN, "Sosok Pejuang dan Pendakwah yg

Gigih". Tersedia: http://bengkelhidayah.blogspot.com/2010/07/kh-asnawi-caringin-banten-sosok-pejuang.html [07 Juli 2013]

Juli 2013]

Sachrony. (2009). Kh.Asnawi Caringin (Ulama dan Pendekar Banten ). Tersedia: http://sachrony.wordpress.com/2009/06/15/kh-asnawi-caringin-ulama-dan-pendekar-banten/ [08 Mei 2013].

Karim, MA. (2013). Teori Jalur India Tentang Masuknya Islam Di Indonesia (Studi Teori Bangla dan Gujarat) . Tersedia: http://ebookbrowsee.net/sejarah-masuknya-islam-di-indonesia-prof-muhammad-abdul-karim-pdf-d496246318 [19 September 2013]

Dokumen terkait