• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Sebaiknya dalam pengukuran pH penggunaan komparator pH diganti dengan menggunakan pH-meter karena pH-meter merupakan alat yang lebih teliti dari komparator pH dalam menentukan nilai pH dari suatu larutan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air

2.1.1 Teori umum tentang air

Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen. Air merupakan senyawa hidrogen dan oksigen

dengan rumus kimia H2O. Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari

kehidupan manusia, yakni demi peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa pengembangan sumber daya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.

Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia. Menurut Notoadmodjo (2003), sekitar 55-60% berat badan orang dewasa terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Di dalam tubuh manusia air mempertahankan suhu tubuh dengan cara penguapan keringat pada tubuh manusia. Disamping itu juga, transportasi zat-zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Sehingga dapat disimpulkan bahwa air sangat memegang peranan penting dalam setiap aktivitas manusia. Untuk manusia, air selain sebagai konsumsi makan dan minum juga digunakan untuk keperluan pertanian, industri, pembangkit energi dan rekreasi.

Dengan perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah penduduk di dunia, dengan sendirinya menambah aktiitas kehidupannya yang

menambah pengotoran atau pencemaran air. Padahal beberapa abad yang lalu, manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup mengambil dari sumber-sumber air yang berada didekatnya dengan menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Namun sekarang ini, khusunya di kota yang sudah langka akan sumber air minum yang bersih tidak mungkin menggunakan cara demikian . Dimana-mana air sudah tercemar, dan ini berarti harus mempergunakan suatu peralatan yang modren untuk mendapatkan air minum agar terbebas dari berbagai penyakit( Mulia, R. M. 2005)

2.1.2.Sumber-sumber air 1. Air laut

2. Air atmosfir, air meteriologik 3. Air permukaan

4. Air tanah 1. Air laut

Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

2. Air atmosfir,air meteriologik

Dalam keadaan murni, air ini sangat bersih, karena adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh kotoran kotoran. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak

3. Air permukaan

Air permukaan adalah air yang mengalir dipermukaan bumi. Air permukaan ini mendapat pengotor selama pengalirannya, seperti lumpur, batang-batang kayu, daun-daun.

Air permukaan terbagi 2 yaitu:

a) Air sungai

b) Air rawa/danau

a. Air sungai

Dalam penggunaanya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pengotor yang tinggi sekali. Kekeruhan dapat berasal dari erosi tanah, pertumbuhan kotoran hewan yang terbawa air sewaktu mengalir di permukaan bumi.

b. Air rawa/danau

Kebanyakan air rawa berwarna disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan warna kuning kecoklatan.

4. Air tanah

Air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah.(Sutrisno,T.M.1991).

2.1.3 Kegunaan air

Air digunakan untuk berbagai macam kebutuhan. Kualitas air untuk minum berbeda dengan untuk keperluan lain. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:

1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan langsung sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan lebih dahulu.

2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum

3. Golongan C,yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan,

peternakan.

4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha

diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Gintings,P.1992). Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum.

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.

Air kolam renang adalah air di dalam kolam renang yang digunakan untuk olahraga renang dan kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan.

Air pemandian umum adalah air yang digunakan pada tempat pemandian umum ,tidak termasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang yang kualitasnya telah memenuhi syarat kesehatan.(Rahayu,I.2009)

2.1.4 Standar kualitas air minum

Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu

dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan mencuci, air irigasi atau pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi, dan transportasi (Suripin. 2004). Standar kualitas air yang bersifat nasional hanya berlaku bagi suatu Negara yang menetapkan standar tersebut sedangkan yang bersifat Internasional berlaku pada berbagai negara yang

air minum bagi Negara Indonesia terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I. No.907/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

2.1.4.1 Standar kualitas fisik air minum

Standar persyaratan kualitas air minum ada lima :

1. Suhu

Temperatur dari air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengelolaan, terutama

apabila temperatur tersebut sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan yaitu 50 0F –

60 0F atau 10 0C – 15 0C, tetapi iklim setempat, kedalam pipa-pipa saluran air, dan

jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Penyimpangan terhadap suhu ini, yakni apabila suhu air minum lebih tinggi dari suhu udara, jelas akan mengakibatkan tidak tercapainya standar kualitas yang akan menurunkan penerimaan masyarakat, meningkatkan toksisitas dan dapat menimbulkan suhu yang menguntungkan bagi kehidupan mikroorganisme dan virus tertentu.

2. Warna

Banyak air permukaan khusunya yang berasal dari daerah rawa-rawa, seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut.

Bahan-bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis seperti daun, duri pohon jarum, dan kayu , yang semuanya dalam berbagai tingkat-tingkat pembusukan. Air yang mengandung bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan, dianggap tidak mempunyai sifat-sifat yang membahayakan atau toksik. Intensitas warna dalam air

ini diukur dengan satuan unit warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/liter platina

(sebagai K2P.

Standar yang ditetapkan oleh United State Public Health Service untuk intensitas warna dalam air minum adalah 20 unit dengan skala pt-co. Standar ini lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh standar internasional dari WHO (World Health Organization) maupun standar nasional dari indonesia yang besarnya 5-50 unit.

3. Bau dan Rasa

Seperti halnya pada unsur warna, adanya bau dan rasa pada air minum akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Bau dan rasa biasanya terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk.

Standar persyaratan air minum yang menyangkut bau dan rasa ini baik ditetapkan oleh WHO maupun United State Public Health Service menyatakan bahwa dalam air minum tidak boleh terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan karena masih mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksik.

4. Kekeruhan

Air dikatakan keruh , apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi:tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Dengan kondisi air yang keruh akan menurunkan penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Untuk membuat air memuaskan untuk penggunaan rumah

tangga, usaha penghilangan secara hampir sempurna bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan sangatlah penting.

2.1.4.2 Standar kualitas kimia air minum

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I.No.907/SK/VII/2002 tercantum banyak macam-macam unsur standar. Beberapa diantara unsur-unsur tersebut tidak dikehendaki kehadirannya pada air minum, karna merupakan zat kimia yang bersifat racun, dapat merusak perpipaan, ataupun sebagai penyebab bau/rasa yang akan mengganggu kualitas air.

Bahan-bahan tersebut adalah : nitrit, sulfida, ammonia,dan CO2 agresif.

Beberapa unsur-unsur meskipun dapat bersifat racun, masih dapat ditolerir kehadirannya dalam air minum asalkan tidak melebihi konsentrasi yang telah ditetapkan. Unsur atau bahan-bahan tersebut adalah Arsen, Selenium, Chromium, Cadmium, Timbal dan Air Raksa (Sutrisno, T. 1991).

2.2 Proses pengolahan air

Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Dalam proses pengolahan air pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni:

a. Pengolahan lengkap atau Complete Treatment Process,

Yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik physics, kimiawi, dan bakteriologik. Cara pengolahan seperti ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor dan keruh. Pada hakekatnya pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu:

1. Pengolahan fisika, yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang akan diolah.

2. Pengolahan kimiawi, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan

zat-zat kimia untuk menghilangkann zat tertentu. Pengolahan bakteriologik, yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yang dengan cara menambahkan desinfektan seperti kapori.

b. Pengolahan sebagian atau Partial Treatment Process

Misalnya diadakan pengolahan kimiawi atau bakteriologik saja, pengolahan ini pada lazimnya dilakukan untuk:

1. Mata air bersih

2. Air dari sumur yang dangkal ataupun sumur bor.

2.3 Unit-unit pengolahan air minum 1. Bangunan penangkap air / intake

Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk

menangkap/mengumpulkan sumber air baku. Sumber air baku adalah air permukaan sungai Belawan yang masuk melalui saluran yang bercabang dua dilengkapi dengan saringan halus dan saringan kasar yang berfungsi untuk mencegah masuknya kotoran-kotoran yang terbawa arus sungai. Masing-masing saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan

2. Bangunan/bak pengendap pertama

Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi.

3. Bangunan/ bak koagulasi

Koagulasi adalah proses pencampuran air yang akan diolah dengan bahan kimia yang dapat memecahkan kestabilan partikel yang terkandung dalam air. Bahan kimia yang digunakan dikenal sebagai Koagulan. Bak koagulasi dilengkapi dengan pengaduk mekanik (mixer) dengan putaran cepat. Sedangkan penambahan koagulan kedalam bak koagulasi dilakukan dengan pompa dosing.

4. Bangunan/bak flokulasi

Proses flokulasi adalah proses pembentukan partikel (floc) menjadi bentuk yang lebih besar sehingga lebih mudah diendapkan. Untuk mempercepat reaksi flokulasi ditambahkan pengaduk putaran lambat (slow mix)

5. Bangunan/bak pengendap kedua

Bangunan pengendap kedua berfungsi untuk mengendapkan padatan atau flok yang terbentuk dari proses flokulasi. Pengendapan ini dengan gaya berat flok sendiri (gravitasi). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses yang terjadi di bak pengendap ini adalah air yang berada pada bak pengendap dikondisikan tenang dan secara visual selalu diamati kondisi flok yang ada. Setelah terjadi pemisahan antara flok dengan air maka flok akan mengumpul di dasar bak.

6. Filter (saringan)

Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter yaitu saringan pasir cepat (rapid sand filter) dan saringan pasir lambat (slow sand filter). Fungsi saringan untuk menangkap flok yang tidak dapat dipisahkan pada bak pengendap

kedua. Flok yang masuk ke bak saringan pasir akan tertahan pada permukaan pasir sehingga semakin lama kecepatan penyaringan akan semakin lambat. Jika terjadi kondisi ini maka filter harus di Back Wash (pencucian kembali) dengan air bertekanan dari bawah. Air untuk back wash diambil dari bak resevoir dengan menggunakan pompa khusus sedangkan buangannya dialirkan ke lagoon. Selanjutnya air yang tersaring masuk ke bak klorinasi dan netralisasi.

7. Bak Netralisasi dan Klorinasi

Bak netralisasi dan klorinasi berfungsi sebagai tempat pengaturan pH agar air hasil pengolahan mempunyai pH netral dan juga sebagai tempat penambahan khlor untuk membunuh bakteri patogen(bakteri yang dapat menimbulkan bibit penyakit) didalam air yang akan didistribusikan.

8. Reservoir

Reservoir adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung air bersih/air yang telah melalui filter serta bak netralisasi dan klorinasi. Air bersih yang mengalir dari saringan filter ke reservoir dibubuhi kapur hingga pH netral dan pembubuhan khlorin untuk desinfeksi bakteri.

9. Pompa Transmisi

Pompa transmisi (pompa distribusi air bersih) berfungsi untuk

mendistribusikan air bersih dari reservoir utama diinstalasi ke reservoir di cabang lalu ke masyarakat.

10. Sludge Lagoon

Daur ulang adalah cara paling tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Lagoon ini berfungsi sebagai media

pada poses back wash filter) dan kemudian air tersebut disalurkan kembali ke bak pengendap pertama untuk di proses kembali (Sutrisno, T. 1991).

2.4 Turbiditas

Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Turbiditas atau kekeruhan disebabkan oleh banyaknya faktor, antara lain adanya bahan yang tidak terlarut seperti debu, tanah liat, bahan organik, dan bahan anorganik, dan mikroorganisme air. Turbiditas mengganggu penetrasi sinar matahari, sehingga mengganggu fotosintesis tanaman air. Selain itu bakteri patogen dapat berlindung di dalam atau disekitar bahan penyebab turbiditas. Tingginya nilai turbiditas dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Turbiditas dihilangkan dengan proses pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat tertentu (Sutrisno, T. 1991).

Air yang memiliki kekeruhan tinggi akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Turbiditas yang tinggi di dalam air juga mendorong pertumbuhan bakteri. Mengkonsumsi air yang mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi mempunyai resiko kesehatan karena mungkin saja mengandung zat-zat organik dan anorganik yang berbahaya. Persyaratan kualitas air memberikan nilai

maksimum 5 NTU untuk air minum. Meskipun demikian dengan

mempertimbangkan pengaruh dari pada mikroorganisme direkomendasikan

turbiditas air harus serendah mungkin. Turbiditas merupakan sifat optik akibat

dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika kondisi lainnya konstan.

Kekeruhan dengan kadar semua jenis zat tersuspensi tidak dapat dihubungkan secara langsung, karena tergantung juga kepada ukura dan bentuk butiran. Ada tiga (3) metode pengukuran kekeruhan:

a. Metode Nefelometrik (unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU)

b. Metode Hellige Turbidity ( unit kekeruhan silika)

c. Metode Visuil(unit kekeruhan Jackson)

Metode visuil adalah cara kuno dan lebih sesuai untuk nilai kekeruhan yang tinggi, yaitu dari 25 unit. Sedangkan metode nefelometrik lebih sensitif dan dapat dipergunakan untuk segala tingkat kekeruhan. Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode nefelometrik. Prinsip metode nefelometrik adalah perbandingan antara intensitas cahaya yang dihamburkan dari suatu sampel air dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suatu larutan keruh standart pada kondisi yang sama. Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihamburkan, maka semakin tinggi pula kekeruhannya(Nainggolan,H.2011)

2.5 Derajad keasaman ( pH )

pH (Potentisial Hydrogen) adalah merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan dan juga merupakan

cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan

suatu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajad keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimia, desinfeksi, dan dalam pencegahan korosi. Yang

sangat penting untuk diketahui yakni bahwa konsentrasi OH- suatu larutan tidak akan

Dalam keadaan normal pH air 6-8,5. pH air yang lebih kecil dari 6 menimbulkan rasa yang tidak enak dan dapat menyebabkan korosifitas pada pipa- pipa air dan juga menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan. pH tinggi mengganggu pencernaan. pH merupakan operasional yang penting dalam perlakuan kualitas pengontrolan pH dilakukan secara hati-hati agar hasilnya memuaskan juga dalam penggunaan desinfektan. Desinfektan yaitu klorin akan meningkatkan pH yang baik (Sutrisno, T. 1991).

Alat yang sering digunakan dalam mengukur pH dari suatu larutan adalah pH meter dan komparator pH. Komparator pH disebut juga dengan komparator kaca yang khusus digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya pH sejumlah sampel air yang dibikin dengan menggunakan standar kaca permanen yang dipasang dalam teropong khusus.

2.6 Proses koagulasi

Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, yakni proses interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang akan diolah. Prinsip dari koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel menjadi bentuk flok.salah satu gaya yang menyebabkan koloid menjadi tidak stabil adalah gaya Van der Waals. Besarnya gaya tarik menarik Van der Waals berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel koloid, sedangkan besarnya gaya tolak menolak elektrostatis akan berkurang dengan makin besarnya jarak antar partikel.

2.6.1 Proses flokulasi

Flokulasi adalah proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh menjadi partikel-partikel yang lebih besar. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang mudah diendapkan (Sutrisno, T. 1991). Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Partikel-partikel ini tidak dapat mengendap dalam periode waktu yang wajar dan tidak dapat dihilangkan dengan proses perlakuan fisika.

2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi

a. Pengaruh temperatur air

Apabila temperatur air menurun maka viskositas air akan meningkat sehingga kecepatan mengendap flok akan menurun. Proses koagulasi-flokulasi lebih mudah dilakukan pada temperatur tinggi dari pada temperatur rendah, karena viskositas air pada temperatur tinggi lebih rendah dari pada viskositas air pada temperatur rendah. Hubungan antara temperatur dengan proses koagulasi-flokulasi adalah sebagai berikut:

1. pH optimum untuk proses koagulasi akan berubah-ubah karena pengaruh

temperatur.

2. Dosis koagulan akan bertambah bila temperatur turun.

3. Untuk dosis koagulan tertentu, proses koagulasi-flokulasi akan mempunyai

kekeruhan yang lebih tinggi bila temperatur rendah.

pH merupakan salah satu faktor yang menentukan proses koagulasi. Rentang pH dalam proses koagulasi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan serta komposisi kimia air yang akan diolah. Hal ini penting untuk menghindari adanya kelarutan koagulan. Koagulasi akan berjalan baik apabila berada pada rentang pH optimum atau berkisar 7,0 (pH netral).

c. Pengaruh jenis koagulan

Koagulan adalah bahan kimia yang digunakan atau yang ditambahkan untuk membantu proses koagulasi. Pemilihan jenis koagulan pada pengolahan air seharusnya didasarkan kepada penelitian performa koagulan dan setelah itu baru dilihat dari segi ekonomisnya.

d. Pengaruh tingkat kekeruhan air baku

Pada proses kekeruhan yang rendah, maka proses destabilisasi akan sukar terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan yang tinggi proses destabilisasi akan berlangsung dengan cepat, tetapi bila pada kondisi tersebut dipakai dosis koagulan yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif. Hubungan dosis koagulan dan tingkat kekeruhan secara garis yaitu:

1. Umumnya dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya

kekeruhan, akan tetapi kenaikan dosis koagulan ini tidak berbanding lurus dengan peningkatan kekeruhan.

2. Apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih

sedikit karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah dikoagulasi. Dan bila kekeruhan rendah kemungkinan terjadinya tumbukan yang tidak terlalu besar sehingga sulit terkoagulasi.

3. Bervariasinya distribusi ukuran partikel lebih memudahkan terjadinya koagulasi, dibandingkan dengan suspensi yang hanya terdiri dari satu jenis ukuran partikel saja.

e. Pengaruh kondisi pengadukan (mixing)

Pengaturan kondisi pengadukan sangat penting untuk mencapai proses koagulasi-flokulasi yang baik. Pengaturan kondisi pengadukan dapat dilakukan dengan mengatur gradien kecepatan (G) dan lamanya waktu pengadukan (t). Pencampuran koagulan harus benar-benar merata, sehingga koagulan yang dibubuhkan akan bereaksi dengan partikel-partikel koloid atau ion-ion lain dalam suspensi. Disamping itu kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan flok dan bila kecepatan pengadukan terlalu besar maka akan mengakibatkan pecahnya flok ( Nainggolan, H. 2011).

2.7 Tawas (alum)

Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11

H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 14 H2O. Tawas

merupakam bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8. Jumlah

pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) dari air baku. Semakin tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.

Dokumen terkait