LAMPIRAN
STANDAR KUALITAS AIR MINUM MENURUT KEP.MENKES NO.907/SK/VII/2002
No Parameter Satuan Persyaratan Teknik pengujian
FISIKA
1 Bau - Tidak berbau Organoleptik
2 Rasa - Normal Organoleptik
3 Warna TCU Maks.15 Spektrofotometri
4 Total padatan terlarut
(TDS)
Mg/l Maks.1000 Gravimetri
5 Kekeruhan NTU Maks.5 Turbidimetri
6 Suhu 0C Suhu udara
18 Fluorida (F) Mg/l Maks 1,5 Spektrofotometri
19 Krom heksavalen
DAFTAR PUSTAKA
Ginting, P. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Edisi Pertama. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Manurung, J. 2009. Studi Efek Jenis Dan Berat Koagulan Terhadap Penurunan Nilai COD Dan BOD Pada Pengolahan Air Limbah Dengan Cara Koagulasi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Mulia, R. M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Nainggolan, H. 2011. Pengolahan Limbah Cair Industri Perkebunan Dan Air Gambut Menjadi Air Bersih. Edisi Pertama.USU Press, Medan.
Nurmasita, 2009. Pengaruh Konsentrasi PAC (Poly Aluminium Chloride) dalam Air Baku Terhadap pH Dan Turbiditas Pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.Karya Ilmiah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Notoadmojo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka cipta.Jakarta.
Noviani, H. 2012. Analisis Penggunaan Koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Kitosan Pada Proses Penjernihan Air Di PDAM Tirta Pakuan.Bogor. Rahayu, I. 2009. Cara Menangani Air Kotor Menjadi Air Bersih. CV Citra Praya.
Sutrisno, T. 1991. Teknologi Penyediaan Air Bersih. PT Rineka Cipta, Jakarta.
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan yang digunakan 3.1.1 Alat
Alat jar-test JLT 6 VELG SCIENTIFICA merk HACH
Baume Meter Germany 27,5°C
Turbidimeter Merk hach 2100 buatan jerman
Kuvet Turbidimeter Merk hach 2100 buatan jerman
Botol aquadest
Labu takar Pyrex
Pipet Volume Pyrex
Komparator PH Merk lovibond
Kuvet Komperator Merk lovibond
Karet penghisap Merk Brand
Gelas ukur Pyrex
Alat suntik
Beaker Glass Pyrex
Spatula
Neraca Analitis Mettler AE 200
Alu dan Lumpang
Erlenmeyer Pyrex
3.1.2 Bahan
Sampel air baku (Air sungai belawan)
Aquadest
Larutan Poly Aluminium Chloride (PAC) 5,75%
Larutan Tawas (Alum) 5,75%
Indikator Brom Thymol Blue (BTB)
NaOH 0,1N
3.2 Pembuatan reagen
a. Pembuatan larutan PAC 5700 ppm dari larutan PAC 5,70% ( 57000 ppm)
Larutan PAC 4,75% (47500 ppm) dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan
kedalam labu takar 100 ml , kemudian ditambahkan aquadest hingga garis batas. b.
Pembuatan Larutan Tawas 5700 ppm dari larutan PAC 5,70% ( 57000 ppm)
Larutan Tawas 4,75% (47500 ppm) dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan
kedalam labu takar 100 ml , kemudian ditambahkan aquadest hingga garis batas.
c. Pembuatan indikator BTB
Indikator BTB ditimbang sebanyak 1,6 gr lalu digiling sampai halus dan
dimasukkan kedalam erlenmeyer yang berisi 1000 ml aquadest .Kemudian
ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 25,6 ml dan diaduk dengan menggunakan
magnetik stirer selama ± 4 jam.
3.3 Prosedur percobaan.
3.3.1 Pengukuran konsentrasi PAC
Kemudian dicelupkan kedalam gelas ukur 1000 ml yang berisi larutan PAC
dan dibiarkan sampai alat tidak bergerak lagi sehingga skala yang terukur
pada alat dapat dibaca.
Skala yang terbaca disesuaikan dengan tabel korelasi PAC terhadap larutan
PAC sehingga didapatlah konsentrasi dari larutan PAC yang diambil
sebelumnya.
jrigen serta diukur pH dan turbiditas awal dari air baku.
- Lima buah beaker glass 1000 ml diambil dan dibilas dengan aquadest lalu
Lalu masing-masing beaker glass diteteskan dengan larutan PAC 5700 ppm
dengan volume 3,4 ml; 3,8 ml; 4,2 ml ;4,6 ml; dan 5,0 ml.
Kemudian sampel air ditambahkan lagi pada kelima beaker glass sampai
volumenya mencapai 1000 ml sehingga diperoleh konsentrasi 17 ppm, 19
ppm, 21 ppm, 23 ppm , dan 25 ppm.
Kelima beaker glass disusun berurutan pada peralatan jar-test kemudian
agiator diturunkan
Alat jar-test dihidupkan dan diatur kecepatan putaran 140 rpm selama 5
menit .
Setelah 5 menit berakhir , diatur kembali kecepatan putaran 50 rpm selama
10 menit .
Setelah selesai agiator diangkat dan didiamkan selama 20 menit
Kemudian diukur turbiditas dan pH-nya.
3.3.1.2 Pengukuran Turbiditas
Kuvet dibilas dengan menggunakan aquadest
Kemudian kuvet diisi dengan sampel hingga garis tanda dan tutup
Permukaan kuvet bagian luar dibersihkan dan dikeringkan
Lalu kuvet dimasukkan kedalam alat turbidimeter dan ditutup
Alat turbiditas dihidupkan dan dibaca turbiditasnya
3.3.1.3 Pengukuran pH
Kuvet komparator dibilas dengan menggunakan air yang akan diukur pH-nya
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator BTB lalu ditutup dan dikocok
hingga homogen
Kuvet komparator dimasukkan kedalam alat komparator pH dan dicocokkan
warnanya dengan kaca warna lovibond
Dicatat nilai pH yang cocok
3.3.2 Pengukuran konsentrasi Tawas
Alat baume meter dibilas dengan aquadest
Kemudian dicelupkan kedalam gelas ukur 1000 ml yang berisi larutan Tawas
dan dibiarkan sampai alat tidak bergerak lagi sehingga skala yang terukur
pada alat dapat dibaca.
Skala yang terbaca disesuaikan dengan tabel korelasi Tawas terhadap larutan
Tawas sehingga didapatlah konsentrasi dari larutan Tawas yang diambil
9,0 13,50
9,5 14,35
10,0 15,20
3.3.2.1 Perlakuan Jar-test Tawas
Sampel air baku (air sungai) ditampung dari pipa dengan menggunakan
jrigen serta diukur pH dan turbiditas awal dari air baku.
Lima buah beaker glass 1000 ml diambil dan dibilas dengan aquadest lalu
diisi dengan sampel air yang telah ditampung sebelumnya masing-masing
500 ml .
Lalu masing-masing beaker glass diteteskan dengan larutan TAWAS 5700
ppm dengan volume 3,4 ml; 3,8 ml; 4,2 ml ;4,6 ml; dan 5,0 ml.
Kemudian sampel air ditambahkan lagi pada kelima beaker glass sampai
volumenya mencapai 1000 ml sehingga diperoleh konsentrasi 17 ppm, 19
ppm, 21 ppm, 23 ppm , dan 25 ppm.
Kelima beaker glass disusun berurutan pada peralatan jar-test kemudian
agiator diturunkan
Alat jar-test dihidupkan dan diatur kecepatan putaran 140 rpm selama 5
menit .
Setelah 5 menit berakhir, diatur kembali kecepatan putaran 50 rpm selama
10 menit .
Setelah selesai agiator diangkat dan didiamkan selama 20 menit
Kemudian diukur turbiditas dan pH-nya.
3.3.2.2 Pengukuran Turbiditas
Kemudian kuvet diisi dengan sampel hingga garis tanda dan tutup
Permukaan kuvet bagian luar dibersihkan dan dikeringkan
Lalu kuvet dimasukkan kedalam alat turbidimeter dan ditutup
Alat turbiditas dihidupkan dan dibaca turbiditasnya
3.3.2.3 Pengukuran pH
Kuvet komparator dibilas dengan menggunakan air yang akan diukur pH-nya
, lalu diisi dengan sampel hingga garis batas
Kemudian ditambahkan 3 tetes indikator BTB lalu ditutup dan dikocok
hingga homogen
Kuvet komparator dimasukkan kedalam alat komparator pH dan dicocokkan
warnanya dengan kaca warna lovibond
3.4 Skema Penelitian
Pengukuran Konsentrasi PAC
Dibilas alat baume meter dengan aquadest
Dicelupkan kedalam gelas ukur 1000 ml yang berisi larutan PAC
Dibiarkan sampai baume meter tidak bergerak
Dibaca skala pada alat baume meter
Disesuaikan skala dengan tabel korelasi PAC
Perlakuan Jar-test PAC
Diambil sampel air baku
Diukur pH dan turbiditas awal sampel
Disiapkan lima beaker glass 1000 ml
Dibilas beaker glass dengan aquadest
Diisi masing-masing beaker glass dengan sampel sebanyak 500 ml
Diteteskan larutan PAC dengan volume 3,4; 3,8; 4,2; 4,6; dan 5,0
Ditambahkan sampel kedalam beaker glass sampai volumenya mencapai 1000 ml
Disusun ke lima beaker glass secara berurutan pada alat jar-test
Diturunkan agiator
Dihidupkan alat jar-test
Diatur kecepatan putaran 140 rpm selama 5 menit
Diatur kembali kecepatan putaran 50 rpm selama 10 menit setelah 5 menit berakhir
Diangkat agiator
Didiamkan selama 20 menit
Pengukuran Turbiditas
Pengukuran pH
Dibilas kuvet dengan aquadest
Diisi kuvet dengan sampel hingga garis tanda
Ditutup kuvet
Dibersihkan lalu dikeringkan permukaan kuvet bagian luar
Dimasukkan kuvet kedalam alat turbidimeter
Dihidupkan turbidimeter lalu dibaca turbiditas sampel
Dibilas kuvet komparator dengan sampel
Diisi kuvet dengan sampel hingga garis batas
Ditambahkan 3 tetes indikator BTB
Ditutup dan dikocok hingga homogen
Dimasukkan kuvet kedalam alat komparator pH
Dicocokkan warna dengan kaca warna lovibond
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Percobaan
Tabel 4.1.1 Data Turbiditas (NTU) dan pH awal dari air baku(air sungai belawan)
No Sampel Turbiditas(NTU) pH
1 Air baku (Air sungai
belawan)
187 6,9
Tabel 4.1.2 Data Turbiditas (NTU) dan pH dari air baku ( air sungai belawan) setelah penambahan larutan Poly Aluminium Chloride (PAC)
Tabel 4.1.3 Data Turbiditas (NTU) dan pH dari air baku (air sungai belawan) setelah penambahan larutan Tawas
No Nomor
sampel
Konsentrasi yang digunakan (ppm)
Turbiditas(NTU) pH Kons.TAWAS dalam
4.2 Pembahasan
Dari percobaan yang dilakukan terhadap air sungai belawan yang digunakan
sebagai air baku pengolahan air memiliki turbiditas dan pH awal yang sangat tinggi
yaitu 187 NTU dan 6,90. Untuk menurunkan kadar turbiditas dan pH dari air baku
digunakan koagulan untuk mendapatkan air yang memenuhi standar mutu.
Perananan konsentrasi dan dosis dari koagulan yang digunakan sangatlah penting
dalam menentukan berhasil atau tidaknya proses pembentukan flok, karena dari flok
yang terbentuk dapat diketahui bahwa apakah turbiditas dan pH air telah berkurang ,
oleh karena itu pemakaian dosis koagulan harus tepat karena kelebihan dan
kekurangan dosis dari penggunaan koagulan dapat mengakibatkan proses
penjernihan air kurang efektif.
Apabila konsentrasi koagulan yang digunakan terlalu kecil maka dapat
menyebabkan tumbukan anatara partikel kurang dan netralisasi muatan tidak
sempurna sehingga mengakibatkan banyak partikel halus yang melayang- layang
sehingga mikroflok yang terbentuk hanya sedikit dan akibatnya turbiditas dari air
hasil olahan juga masih tinggi. Sedangkan apabila konsentrasi koagulan terlalu tinggi
akan mempengaruhi keasaman air.
Dari hasil percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan perbandingan
keefektifan dari penggunaan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas
dalam menurunkan turbiditas dan pH dari air baku digunakan dengan berbagai
variasi konsentrasi koagulan yaitu 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm.
Karena konsentrasi yang digunakan berbeda-beda, maka dalam penambahan larutan
ml; 4,6 ml; dan 5,0 ml. Dari perlakuan ini,menghasilkan penurunan turbiditas dan
pH.
Untuk konsentrasi PAC(Poly Aluminium Chloride) dalam air baku( air
sungai) diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing : 6,70, 0,57 NTU ; 6,70, 0,38
NTU; 6,70, 0,42 NTU ; 6,70, 0,59 NTU dan 6,60, 0,30 NTU. Dan untuk penggunaan
konsentrasi tawas dalam air baku(air sungai) diperoleh pH dan turbiditasnya
masing-masing: 6,90, 5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80,
4,47 NTU.
Bila dibandingkan pH dan turbiditas dari hasil yang diperoleh ini dengan pH
dan turbiditas standar air minum yang telah ditetapkan oleh Kep.Menkes No.
907/MENKES/SK/VII/2002 (lampiran) maka penggunaan koagulan PAC (Poly
Aluminium Chloride) yang lebih efektif digunakan untuk penjernihan air
dibandingkan tawas, dimana dengan penggunaan PAC (Poly Aluminium Chloride)
dengan konsentrasi yang kecil saja sudah mendapatkan hasil air yang telah
memenuhi standar mutu air. Sedangkan tawas memerlukan konsentrasi yang besar
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Nilai turbiditas dan pH air baku setelah penambahan koagulan Poly Aluminium
Chloride (PAC) dan Tawas mengalami penurunan. Penambahan konsentrasi
Poly Aluminium Chloride (PAC) dalam air baku (air sungai) diperoleh pH dan
turbiditasnya masing-masing : 6,70, 0,57 NTU ; 6,70, 0,38 NTU; 6,70, 0,42 NTU
; 6,70, 0,59 NTU dan 6,60, 0,30 NTU. Dan untuk penggunaan konsentrasi tawas
dalam air baku (air sungai) diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing: 6,90,
5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80, 4,47 NTU.
2. Konsentrasi Poly Aluminium Chloride (PAC) yang paling efesien dan optimum
untuk digunakan dalam air baku yang dapat menghasilkan pH dan turbiditas yang
sesuai dengan standar mutu air adalah 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, 25 ppm.
Sedangkan konsentrasi tawas yang paling efesien dan optimum untuk digunakan
dalam air baku yang dapat menghasilkan pH dan turbiditas yang sesuai dengan
standar mutu air adalah 25 ppm.
3. Penggunaan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dalam penjernihan air
lebih efektif dibandingkan dengan koagulan tawas dimana dengan penggunaan
sedikit Poly Aluminium Chloride (PAC), telah didapatkan pH dan turbiditas yang
5.2 Saran
Sebaiknya dalam pengukuran pH penggunaan komparator pH diganti dengan
menggunakan pH-meter karena pH-meter merupakan alat yang lebih teliti dari
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air
2.1.1 Teori umum tentang air
Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau, yang terdiri dari hidrogen dan oksigen. Air merupakan senyawa hidrogen dan oksigen
dengan rumus kimia H2O. Air adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, yakni demi peradaban manusia. Bahkan dapat dipastikan, tanpa
pengembangan sumber daya air secara konsisten peradaban manusia tidak akan
mencapai tingkat yang dinikmati sampai saat ini. Oleh karena itu, pengembangan dan
pengolahan sumber daya air merupakan dasar peradaban manusia. Fungsi air bagi
kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain.
Penggunaan air yang utama dan sangat vital bagi kehidupan adalah sebagai
air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam tubuh manusia.
Menurut Notoadmodjo (2003), sekitar 55-60% berat badan orang dewasa terdiri dari
air, untuk anak-anak sekitar 65%, dan untuk bayi sekitar 80%. Di dalam tubuh
manusia air mempertahankan suhu tubuh dengan cara penguapan keringat pada
tubuh manusia. Disamping itu juga, transportasi zat-zat makanan dalam tubuh
semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa air sangat memegang peranan penting dalam setiap aktivitas manusia. Untuk
manusia, air selain sebagai konsumsi makan dan minum juga digunakan untuk
keperluan pertanian, industri, pembangkit energi dan rekreasi.
Dengan perkembangan peradaban serta semakin bertambahnya jumlah
menambah pengotoran atau pencemaran air. Padahal beberapa abad yang lalu,
manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air (khususnya air minum) cukup
mengambil dari sumber-sumber air yang berada didekatnya dengan menggunakan
peralatan yang sangat sederhana. Namun sekarang ini, khusunya di kota yang sudah
langka akan sumber air minum yang bersih tidak mungkin menggunakan cara
demikian . Dimana-mana air sudah tercemar, dan ini berarti harus mempergunakan
suatu peralatan yang modren untuk mendapatkan air minum agar terbebas dari
berbagai penyakit( Mulia, R. M. 2005)
2.1.2.Sumber-sumber air
dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk
air minum.
2. Air atmosfir,air meteriologik
Dalam keadaan murni, air ini sangat bersih, karena adanya pengotoran udara
yang disebabkan oleh kotoran kotoran. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai
sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada
saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Air hujan
3. Air permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir dipermukaan bumi. Air permukaan
ini mendapat pengotor selama pengalirannya, seperti lumpur, batang-batang kayu,
daun-daun.
Air permukaan terbagi 2 yaitu:
a) Air sungai
b) Air rawa/danau
a. Air sungai
Dalam penggunaanya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu
pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai
derajat pengotor yang tinggi sekali. Kekeruhan dapat berasal dari erosi tanah,
pertumbuhan kotoran hewan yang terbawa air sewaktu mengalir di permukaan bumi.
b. Air rawa/danau
Kebanyakan air rawa berwarna disebabkan oleh adanya zat-zat organik yang
telah membusuk, misalnya asam humus yang larut dalam air yang menyebabkan
warna kuning kecoklatan.
4. Air tanah
Air tanah merupakan air yang berada dibawah permukaan
tanah.(Sutrisno,T.M.1991).
2.1.3 Kegunaan air
Air digunakan untuk berbagai macam kebutuhan. Kualitas air untuk minum
berbeda dengan untuk keperluan lain. Adapun penggolongan air menurut
1. Golongan A, yaitu air yang dapat digunakan langsung sebagai air minum
secara langsung tanpa pengolahan lebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum
3. Golongan C,yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan,
peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha
diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air (Gintings,P.1992).
Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
langsung di minum.
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak.
Air kolam renang adalah air di dalam kolam renang yang digunakan untuk
olahraga renang dan kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan.
Air pemandian umum adalah air yang digunakan pada tempat pemandian
umum ,tidak termasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang
yang kualitasnya telah memenuhi syarat kesehatan.(Rahayu,I.2009)
2.1.4 Standar kualitas air minum
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu
dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk memenuhi
kebutuhan langsung yaitu air minum, mandi dan mencuci, air irigasi atau pertanian,
peternakan, perikanan, rekreasi, dan transportasi (Suripin. 2004). Standar kualitas air
yang bersifat nasional hanya berlaku bagi suatu Negara yang menetapkan standar
air minum bagi Negara Indonesia terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I.
No.907/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
2.1.4.1 Standar kualitas fisik air minum
Standar persyaratan kualitas air minum ada lima :
1. Suhu
Temperatur dari air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air
tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengelolaan, terutama
apabila temperatur tersebut sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan yaitu 50 0F –
60 0F atau 10 0C – 15 0C, tetapi iklim setempat, kedalam pipa-pipa saluran air, dan
jenis dari sumber-sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Penyimpangan
terhadap suhu ini, yakni apabila suhu air minum lebih tinggi dari suhu udara, jelas
akan mengakibatkan tidak tercapainya standar kualitas yang akan menurunkan
penerimaan masyarakat, meningkatkan toksisitas dan dapat menimbulkan suhu yang
menguntungkan bagi kehidupan mikroorganisme dan virus tertentu.
2. Warna
Banyak air permukaan khusunya yang berasal dari daerah rawa-rawa,
seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk
keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya
pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut.
Bahan-bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara
air dengan reruntuhan organis seperti daun, duri pohon jarum, dan kayu , yang
semuanya dalam berbagai tingkat-tingkat pembusukan. Air yang mengandung
bahan-bahan pewarna alamiah yang berasal dari rawa dan hutan, dianggap tidak
ini diukur dengan satuan unit warna standar, yang dihasilkan oleh 1 mg/liter platina
(sebagai K2P.
Standar yang ditetapkan oleh United State Public Health Service untuk
intensitas warna dalam air minum adalah 20 unit dengan skala pt-co. Standar ini
lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh standar internasional dari WHO
(World Health Organization) maupun standar nasional dari indonesia yang besarnya
5-50 unit.
3. Bau dan Rasa
Seperti halnya pada unsur warna, adanya bau dan rasa pada air minum akan
mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut. Bau dan rasa biasanya
terjadi bersama-sama dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik
yang membusuk.
Standar persyaratan air minum yang menyangkut bau dan rasa ini baik
ditetapkan oleh WHO maupun United State Public Health Service menyatakan
bahwa dalam air minum tidak boleh terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan
karena masih mengandung bahan-bahan kimia yang bersifat toksik.
4. Kekeruhan
Air dikatakan keruh , apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor.
Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi:tanah liat, lumpur,
bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil yang tersuspensi
lainnya. Dengan kondisi air yang keruh akan menurunkan penerimaan masyarakat
tangga, usaha penghilangan secara hampir sempurna bahan-bahan yang
menyebabkan kekeruhan sangatlah penting.
2.1.4.2 Standar kualitas kimia air minum
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan R.I.No.907/SK/VII/2002 tercantum
banyak macam-macam unsur standar. Beberapa diantara unsur-unsur tersebut tidak
dikehendaki kehadirannya pada air minum, karna merupakan zat kimia yang bersifat
racun, dapat merusak perpipaan, ataupun sebagai penyebab bau/rasa yang akan
mengganggu kualitas air.
Bahan-bahan tersebut adalah : nitrit, sulfida, ammonia,dan CO2 agresif.
Beberapa unsur-unsur meskipun dapat bersifat racun, masih dapat ditolerir
kehadirannya dalam air minum asalkan tidak melebihi konsentrasi yang telah
ditetapkan. Unsur atau bahan-bahan tersebut adalah Arsen, Selenium, Chromium,
Cadmium, Timbal dan Air Raksa (Sutrisno, T. 1991).
2.2 Proses pengolahan air
Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang
dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Dalam proses pengolahan air pada
lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni:
a. Pengolahan lengkap atau Complete Treatment Process,
Yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik physics, kimiawi, dan
bakteriologik. Cara pengolahan seperti ini biasanya dilakukan terhadap air sungai
yang kotor dan keruh. Pada hakekatnya pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga
1. Pengolahan fisika, yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk
mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan lumpur
dan pasir, serta mengurangi kadar zat-zat organik yang ada dalam air yang
akan diolah.
2. Pengolahan kimiawi, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan
zat-zat kimia untuk menghilangkann zat tertentu. Pengolahan bakteriologik,
yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan
bakteri-bakteri yang terkandung dalam air minum yang dengan cara menambahkan
desinfektan seperti kapori.
b. Pengolahan sebagian atau Partial Treatment Process
Misalnya diadakan pengolahan kimiawi atau bakteriologik saja, pengolahan
ini pada lazimnya dilakukan untuk:
1. Mata air bersih
2. Air dari sumur yang dangkal ataupun sumur bor.
2.3 Unit-unit pengolahan air minum 1. Bangunan penangkap air / intake
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan sumber air baku. Sumber air baku adalah air permukaan
sungai Belawan yang masuk melalui saluran yang bercabang dua dilengkapi dengan
saringan halus dan saringan kasar yang berfungsi untuk mencegah masuknya
kotoran-kotoran yang terbawa arus sungai. Masing-masing saluran dilengkapi
dengan pintu pengatur ketinggian air dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan
2. Bangunan/bak pengendap pertama
Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi.
3. Bangunan/ bak koagulasi
Koagulasi adalah proses pencampuran air yang akan diolah dengan bahan
kimia yang dapat memecahkan kestabilan partikel yang terkandung dalam air. Bahan
kimia yang digunakan dikenal sebagai Koagulan. Bak koagulasi dilengkapi dengan
pengaduk mekanik (mixer) dengan putaran cepat. Sedangkan penambahan koagulan
kedalam bak koagulasi dilakukan dengan pompa dosing.
4. Bangunan/bak flokulasi
Proses flokulasi adalah proses pembentukan partikel (floc) menjadi bentuk
yang lebih besar sehingga lebih mudah diendapkan. Untuk mempercepat reaksi
flokulasi ditambahkan pengaduk putaran lambat (slow mix)
5. Bangunan/bak pengendap kedua
Bangunan pengendap kedua berfungsi untuk mengendapkan padatan atau flok
yang terbentuk dari proses flokulasi. Pengendapan ini dengan gaya berat flok sendiri
(gravitasi). Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses yang terjadi di bak
pengendap ini adalah air yang berada pada bak pengendap dikondisikan tenang dan
secara visual selalu diamati kondisi flok yang ada. Setelah terjadi pemisahan antara
flok dengan air maka flok akan mengumpul di dasar bak.
6. Filter (saringan)
Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter yaitu saringan
pasir cepat (rapid sand filter) dan saringan pasir lambat (slow sand filter). Fungsi
kedua. Flok yang masuk ke bak saringan pasir akan tertahan pada permukaan pasir
sehingga semakin lama kecepatan penyaringan akan semakin lambat. Jika terjadi
kondisi ini maka filter harus di Back Wash (pencucian kembali) dengan air
bertekanan dari bawah. Air untuk back wash diambil dari bak resevoir dengan
menggunakan pompa khusus sedangkan buangannya dialirkan ke lagoon.
Selanjutnya air yang tersaring masuk ke bak klorinasi dan netralisasi.
7. Bak Netralisasi dan Klorinasi
Bak netralisasi dan klorinasi berfungsi sebagai tempat pengaturan pH agar air
hasil pengolahan mempunyai pH netral dan juga sebagai tempat penambahan khlor
untuk membunuh bakteri patogen(bakteri yang dapat menimbulkan bibit penyakit)
didalam air yang akan didistribusikan.
8. Reservoir
Reservoir adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung air bersih/air
yang telah melalui filter serta bak netralisasi dan klorinasi. Air bersih yang mengalir
dari saringan filter ke reservoir dibubuhi kapur hingga pH netral dan pembubuhan
khlorin untuk desinfeksi bakteri.
9. Pompa Transmisi
Pompa transmisi (pompa distribusi air bersih) berfungsi untuk
mendistribusikan air bersih dari reservoir utama diinstalasi ke reservoir di cabang
lalu ke masyarakat.
10. Sludge Lagoon
Daur ulang adalah cara paling tepat dan aman dalam mengatasi dan
pada poses back wash filter) dan kemudian air tersebut disalurkan kembali ke bak
pengendap pertama untuk di proses kembali (Sutrisno, T. 1991).
2.4 Turbiditas
Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel
bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor.
Turbiditas atau kekeruhan disebabkan oleh banyaknya faktor, antara lain adanya
bahan yang tidak terlarut seperti debu, tanah liat, bahan organik, dan bahan
anorganik, dan mikroorganisme air. Turbiditas mengganggu penetrasi sinar matahari,
sehingga mengganggu fotosintesis tanaman air. Selain itu bakteri patogen dapat
berlindung di dalam atau disekitar bahan penyebab turbiditas. Tingginya nilai
turbiditas dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas
desinfeksi pada proses penjernihan air. Turbiditas dihilangkan dengan proses
pembubuhan sejenis bahan kimia dengan sifat tertentu (Sutrisno, T. 1991).
Air yang memiliki kekeruhan tinggi akan mengurangi penerimaan
masyarakat terhadap air tersebut. Turbiditas yang tinggi di dalam air juga mendorong
pertumbuhan bakteri. Mengkonsumsi air yang mempunyai kekeruhan yang sangat
tinggi mempunyai resiko kesehatan karena mungkin saja mengandung zat-zat
organik dan anorganik yang berbahaya. Persyaratan kualitas air memberikan nilai
maksimum 5 NTU untuk air minum. Meskipun demikian dengan
mempertimbangkan pengaruh dari pada mikroorganisme direkomendasikan
turbiditas air harus serendah mungkin. Turbiditas merupakan sifat optik akibat
dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan
terhadap cahaya yang tiba. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi
Kekeruhan dengan kadar semua jenis zat tersuspensi tidak dapat dihubungkan
secara langsung, karena tergantung juga kepada ukura dan bentuk butiran. Ada tiga
(3) metode pengukuran kekeruhan:
a. Metode Nefelometrik (unit kekeruhan nefelometrik FTU atau NTU)
b. Metode Hellige Turbidity ( unit kekeruhan silika)
c. Metode Visuil(unit kekeruhan Jackson)
Metode visuil adalah cara kuno dan lebih sesuai untuk nilai kekeruhan yang
tinggi, yaitu dari 25 unit. Sedangkan metode nefelometrik lebih sensitif dan dapat
dipergunakan untuk segala tingkat kekeruhan. Metode yang dipakai pada penelitian
ini adalah metode nefelometrik. Prinsip metode nefelometrik adalah perbandingan
antara intensitas cahaya yang dihamburkan dari suatu sampel air dengan intensitas
cahaya yang dihamburkan oleh suatu larutan keruh standart pada kondisi yang sama.
Semakin tinggi intensitas cahaya yang dihamburkan, maka semakin tinggi pula
kekeruhannya(Nainggolan,H.2011)
2.5 Derajad keasaman ( pH )
pH (Potentisial Hydrogen) adalah merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan intensitas keadaan asam atau basa sesuatu larutan dan juga merupakan
cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan
suatu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajad keasaman dari air
akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya
dalam melakukan koagulasi kimia, desinfeksi, dan dalam pencegahan korosi. Yang
sangat penting untuk diketahui yakni bahwa konsentrasi OH- suatu larutan tidak akan
Dalam keadaan normal pH air 6-8,5. pH air yang lebih kecil dari 6 menimbulkan rasa
yang tidak enak dan dapat menyebabkan korosifitas pada pipa- pipa air dan juga
menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu
kesehatan. pH tinggi mengganggu pencernaan. pH merupakan operasional yang
penting dalam perlakuan kualitas pengontrolan pH dilakukan secara hati-hati agar
hasilnya memuaskan juga dalam penggunaan desinfektan. Desinfektan yaitu klorin
akan meningkatkan pH yang baik (Sutrisno, T. 1991).
Alat yang sering digunakan dalam mengukur pH dari suatu larutan adalah pH
meter dan komparator pH. Komparator pH disebut juga dengan komparator kaca
yang khusus digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya pH sejumlah sampel air
yang dibikin dengan menggunakan standar kaca permanen yang dipasang dalam
teropong khusus.
2.6 Proses koagulasi
Proses koagulasi merupakan faktor kunci dalam elektrokoagulasi, yakni
proses interaksi antara koagulan dengan bahan polutan yang akan diolah. Prinsip dari
koagulasi adalah destabilisasi partikel koloid dengan cara mengurangi semua gaya
yang mengikat, kemudian menurunkan energi penghalang dan membuat partikel
menjadi bentuk flok.salah satu gaya yang menyebabkan koloid menjadi tidak stabil
adalah gaya Van der Waals. Besarnya gaya tarik menarik Van der Waals berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antara kedua partikel koloid, sedangkan besarnya gaya
tolak menolak elektrostatis akan berkurang dengan makin besarnya jarak antar
2.6.1 Proses flokulasi
Flokulasi adalah proses kontak diantara partikel-partikel koloid yang telah
mengalami destabilisasi sehingga ukuran partikel-partikel tersebut tumbuh menjadi
partikel-partikel yang lebih besar. Dalam hal ini proses koagulasi harus diikuti
flokulasi yaitu penggumpalan koloid terkoagulasi sehingga membentuk flok yang
mudah diendapkan (Sutrisno, T. 1991). Koagulasi dan flokulasi diperlukan untuk
menghilangkan material limbah berbentuk suspensi atau koloid. Partikel-partikel ini
tidak dapat mengendap dalam periode waktu yang wajar dan tidak dapat dihilangkan
dengan proses perlakuan fisika.
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi dan flokulasi
a. Pengaruh temperatur air
Apabila temperatur air menurun maka viskositas air akan meningkat sehingga
kecepatan mengendap flok akan menurun. Proses koagulasi-flokulasi lebih mudah
dilakukan pada temperatur tinggi dari pada temperatur rendah, karena viskositas air
pada temperatur tinggi lebih rendah dari pada viskositas air pada temperatur rendah.
Hubungan antara temperatur dengan proses koagulasi-flokulasi adalah sebagai
berikut:
1. pH optimum untuk proses koagulasi akan berubah-ubah karena pengaruh
temperatur.
2. Dosis koagulan akan bertambah bila temperatur turun.
3. Untuk dosis koagulan tertentu, proses koagulasi-flokulasi akan mempunyai
kekeruhan yang lebih tinggi bila temperatur rendah.
pH merupakan salah satu faktor yang menentukan proses koagulasi. Rentang
pH dalam proses koagulasi dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi koagulan serta
komposisi kimia air yang akan diolah. Hal ini penting untuk menghindari adanya
kelarutan koagulan. Koagulasi akan berjalan baik apabila berada pada rentang pH
optimum atau berkisar 7,0 (pH netral).
c. Pengaruh jenis koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang digunakan atau yang ditambahkan untuk
membantu proses koagulasi. Pemilihan jenis koagulan pada pengolahan air
seharusnya didasarkan kepada penelitian performa koagulan dan setelah itu baru
dilihat dari segi ekonomisnya.
d. Pengaruh tingkat kekeruhan air baku
Pada proses kekeruhan yang rendah, maka proses destabilisasi akan sukar
terjadi. Sebaliknya pada tingkat kekeruhan yang tinggi proses destabilisasi akan
berlangsung dengan cepat, tetapi bila pada kondisi tersebut dipakai dosis koagulan
yang rendah maka pembentukan flok kurang efektif. Hubungan dosis koagulan dan
tingkat kekeruhan secara garis yaitu:
1. Umumnya dosis koagulan akan naik bersamaan dengan meningkatnya
kekeruhan, akan tetapi kenaikan dosis koagulan ini tidak berbanding lurus
dengan peningkatan kekeruhan.
2. Apabila kekeruhan sangat tinggi akan diperlukan koagulan yang lebih
sedikit karena besarnya tumbukan antar partikel-partikel koloid yang telah
dikoagulasi. Dan bila kekeruhan rendah kemungkinan terjadinya tumbukan
3. Bervariasinya distribusi ukuran partikel lebih memudahkan terjadinya
koagulasi, dibandingkan dengan suspensi yang hanya terdiri dari satu jenis
ukuran partikel saja.
e. Pengaruh kondisi pengadukan (mixing)
Pengaturan kondisi pengadukan sangat penting untuk mencapai proses
koagulasi-flokulasi yang baik. Pengaturan kondisi pengadukan dapat dilakukan
dengan mengatur gradien kecepatan (G) dan lamanya waktu pengadukan (t).
Pencampuran koagulan harus benar-benar merata, sehingga koagulan yang
dibubuhkan akan bereaksi dengan partikel-partikel koloid atau ion-ion lain dalam
suspensi. Disamping itu kecepatan pengadukan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan flok dan bila kecepatan pengadukan terlalu besar maka akan
mengakibatkan pecahnya flok ( Nainggolan, H. 2011).
2.7 Tawas (alum)
Tawas atau alum adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3 11
H2O atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 14 H2O. Tawas
merupakam bahan koagulan yang paling efektif pada pH antara 4 – 8. Jumlah
pemakaian tawas tergantung kepada turbiditas (kekeruhan) dari air baku. Semakin
tinggi turbiditas air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan.
Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang terkandung dalam air
baku tersebut. Semakin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan
semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang
efektif antara 5,8 – 7,4.
dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai
koagulan pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih
tinggi dalam air yang diolah dari pada air mentah (Nainggolan, H. 2011).
Garam aluminium ini mengandung 15-20 % Al203. Pada kasus sesderhana
Al3+ dengan OH- dapat disebabkan oleh ionisasi air atau alkalinitas air. Dalam air,
tawas akan menghasilkan :
Al2(SO4)3 14 H2O 2 Al3+ + 3 SO42- + 14 H2O
Ion OH- diperoleh dari ionisasi air, sebagai berikut:
H2O H+ + OH-
Kemudian ion Al3+ bereaksi dengan ion OH
-2 Al3+ + 6 OH- 2 Al(OH)3
aluminium sulfat dengan air yang mempunyai alkalinitas alami membentuk flok
aluminium hidroksida sebagai berikut:
Italia, dan Amerika Serikat. Secara umum PAC dapat digunakan untuk mengolah air
permukaan maupun air tanah untuk memperoleh air bersih ataupun air minum. PAC
mempunyai rumus Alm(OH)nCl3n-m.
PAC mempunyai derajat polimerisasi yang tinggi, suatu bentuk polimer
yang mempunyai alkalinitas rendah yang membutuhkan penghilangan warna dan
waktu reaksi cepat. Bentuk PAC dapat berupa cairan jernih kekuningan atau serbuk
berwarna kekuningan. PAC mengandung Al2O3 sebanyak 10-12% dan kandungan
basa minimal 50%.
Penentuan dosis pemakaian koagulan dapat ditentukan dari nilai kekeruhan,
pH, dan waktu sedimentasinya. Kekeruhan merupakan faktor penentu pemilihan
dosis pemakaian. Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat dan pengawasan kualitas air bersih, nilai
kekeruhan yang ditetapkan yaitu maksimal 5 NTU. Hal ini dilakukan karena setelah
proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi masih ada proses lain yang dapat
menurunkan kekeruhan yaitu proses penyaringan. Hal ini akan menghemat
pemakaian koagulan sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih rendah (Noviani,
H. 2012).
Proses penjernihan yang terjadi:
PAC dilarutkan dalam air berubah menjadi aluminium hidroksida dan asam klorida
2Al(OH)Cl2 + 4 H2O 2Al(OH)3 + 4HCl
(Nurmasita, 2009).
2.8.1 Karakteristik PAC
1. PAC dapat bekerja di tingkat keefektifan pada interfal 6-9
2. Aplikasinya luas, dan cocok digunakan untuk kebanyakan jenis air
4. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur polielektrolit yang
dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan
pembantu
5. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air
sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim, menghemat pemakaian alkali,
serta efek korosinya sedikit
6. PAC lebih cepat membentuk flok dari pada koagulan , ini diakibatkan dari
gugus aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini
diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan
floknya menjadi lebih padat.
7. Membentuk flok dengan diameter yang lebh besar sehingga lebih
mempercepat proses pengendapan
8. Dengan penggunaan PAC, maka konsentrasinya yang digunakan akan lebih
kecil.
9. PAC dapat larut dalam air
10. Jika penambahan PAC secara berlebihan tidak akan menambah nilai
kekeruhan dan menurunkan nilai pH secara drastis.(Nurmasita,2009).
BAB 1
malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun
kuantitasnya. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat
dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Tidak
sembarang air dapat dikonsumsi. Air untuk konsumsi manusia haruslah bersih, yaitu
air yang memenuhi syarat – syarat kesehatan . Air yang bersih sangat didambakan
oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari- hari, untuk keperluan industri,
untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain
sebagainya.
Air menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Untuk
mendapatkan air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang
yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam – macam limbah dari
berbagai hasil kegiatan manusia. Sehingga secara kualitas, sumber daya air telah
mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan yang terus meningkat.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar, pihak PDAM Tirtanadi
Seperti yang kita ketahui bahwa pada umumnya air sungai tidak cukup jernih
karena mengandung kotoran atau partikel yang berasal dari berbagai sumber seperti
limbah rumah tangga, limbah industri dan air yang berasal dari daerah pertanian yang
bermuara kesungai. Salah satu langkah awal yang sangat penting dalam pengolahan
untuk mendapatkan air bersih adalah dengan cara menurunkan kekeruhan atau
turbiditas dan pH dari air sungai tersebut. Turbiditas disebabkan oleh adanya
partikel-partikel kecil yang ada pada air. Partikel-partikel tersebut tidak lain adalah
tanah liat,sisa tanaman, ganggang dan sebagainya. Untuk menurunkan turbiditas dan
pH diperlukan suatu proses koagulasi dengan penambahan bahan kimia yang disebut
dengan koagulan. Koagulan berfungsi mengkoagulasikan partikel atau kotoran yang
terdapat didalam air menjadi gumpalan yang berukuran lebih besar sehingga lebih
cepat mengendap. Dalam hal ini PDAM Tirtanadi Hamparan Perak menggunakan
Poly Aluminium Chloride (PAC) sebagai koagulan. Koagulan tersebut bereaksi
dengan air membentuk flokulan. Selama proses flokulasi partikel akan diubah
menjadi partikel-partikel yang lebih besar pada waktu bertumbukan. Sehingga hal
tersebut memungkinkan pembuangannya dengan cara gravitasi.
Pemakaian koagulan harus dengan konsentrasi yang tepat karena kelebihan
dan kekurangan koagulan dapat menyebabkan proses penjernihan air tersebut tidak
berhasil. Untuk menentukan konsentrasi yang optimum dari koagulan dilakukan
dengan proses Jar – test. Penambahan koagulan merupakan hal yang cukup penting,
karena dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya proses pengolahan air. Apabila
konsentrasi koagulan yang digunakan terlalu kecil maka dapat menyebabkan
tumbukan antar partikel kurang sempurna sehingga mengakibatkan banyak partikel
sedikit dan akibatnya kekeruhan juga masih tinggi. Sedangkan apabila konsentrasi
koagulan terlalu tinggi maka akan mempengaruhi keasaman air dan nilai kekeruhan
yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Mengetahui pentingnya penggunaan koagulan pada proses pengolahan air,
maka penulis tertarik untuk membahasnya dan membandingkan keefektifan dari dua
jenis koagulan yang akan digunakan pada air baku yang diolah untuk memperoleh air
bersih yang pH dan turbiditasnya sesuai dengan standar mutu air dalam bentuk karya
ilmiah yang berjudul : Studi Perbandingan Keefektifan Penggunaan Poly Aluminium
Chloride (PAC) Dan Tawas (Alum) Dalam Mempertahankan pH Dan Turbiditas
Pada Air Baku Instalasi Pengolahan Air (IPA) Di PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.
1.2 Permasalahan
Berapakah konsentrasi koagulan yang digunakan untuk menurunkan kekeruhan
dan pH sehingga menghasilkan air yang dapat memenuhi standar mutu, pada air
baku yang memiliki kekeruhan dan pH yang bervariasi.
1.3 Tujuan
Untuk menentukan pH dan turbiditas air baku setelah penambahan
koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas
Untuk menentukan konsentrasi Poly Aluminium Chloride (PAC) dan
tawas yang dapat menghasilkan pH dan turbiditas yang sesuai standar
mutu air.
Untuk menentukan perbandingan keefektifan dari penggunaan poly
1.4 Manfaat
Sebagai bahan masukan untuk dapat mengetahui jenis dan dosis koagulan
yang paling efektif digunakan dalam pengolahan untuk mendapatkan air yang layak
dikonsumsi.
ABSTRAK
Telah dilakukan studi perbandingan keefektifan penggunaan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas dalam mempertahankan pH dan Turbiditas pada air baku (air sungai) yang digunakan oleh Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak. Konsentrasi penggunaan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas (alum) yang dibandingkan dalam air baku yang memiliki pH 6,90 dan turbiditas awal 187 NTU adalah masing-masing 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm, lalu diaduk dengan agiator yang terdapat pada peralatan Jar Test dengan kecepatan putaran 140 rpm selama 5 menit kemudian kecepatannya dikurangi menjadi 50 rpm selama 10 menit, lalu agiator dihentikan sehingga flok-flok yang terbentuk mengendap setelah air yang diolah didiamkan selama 20 menit. Kekeruhan diukur dengan turbidimeter dan pH diukur dengan komparator pH. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa untuk konsentrasi Poly Aluminium Chloride (PAC) dalam air baku (air sungai): 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing : 6,70, 0,57 NTU ; 6,70, 0,38 NTU; 6,70, 0,42 NTU ; 6,70, 0,59 NTU dan 6,60, 0,30 NTU. Dan untuk penggunaan konsentrasi tawas dalam air baku (air sungai): 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing: 6,90, 5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80, 4,47 NTU.
A COMPARATIVE STUDY OF EFFECTIVENESS USING PAC
(POLY ALUMINIUM CHLORIDE) AND ALUM TO MAINTAIN pH AND
TURBIDITY IN THE RAW WATER (RIVER WATER) USED BY WATER TREATMENT INSTALATION OF PDAM TIRTANADI HAMPARAN
PERAK.
ABSTRACT
Has conducted a comparative study of effectiveness using Poly Aluminium Chloride (PAC) and alum to maintain pH and turbidity in the raw water (river water) used by water treatment instalation of PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.
Poly Aluminium Chloride (PAC) usage concentration and alum were compared in the raw water has a pH 6,90 and initial turbidity 187 NTU are respectively 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, and 25 ppm ,then stirred with agiator contained in jart-test equipment with a rotation spedd of 140 rppm for 5 minutes, then the speed is reduced to 50 rpm for 10 minutes, then agiator stopped so formed floc-floc settles after the treated water allowed to stand for 20 minutes. Turbidity water (river water) 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, and 25 ppm obtained pH and turbidity respectively : 6,90, 5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80, 4,47 NTU.
Studi Perbandingan Keefektifan Penggunaan Poly Aluminium
Chloride (Pac) Dan Tawas (Alum) Dalam Mempertahankan Ph Dan
Turbiditas Pada Air Baku Instalasi Pengolahan AirDi Pdam
Tirtanadi Hamparan Perak
Karya Ilmiah
Benri Simanjuntak 132401050
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Studi Perbandingan Keefektifan Penggunaan Poly Aluminium
Chloride (Pac) Dan Tawas (Alum) Dalam Mempertahankan Ph Dan
Turbiditas Pada Air Baku Instalasi Pengolahan Air Di Pdam
Tirtanadi Hamparan Perak
KARYA ILMIAH
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
BENRI SIMANJUNTAK 132401050
DEPARTEMEN KIMIA
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
Judul : Studi Perbandingan Keefektifan Penggunaan Poly
Aluminium Chloride (PAC) dan Tawas (alum) dalam
Mempertahankan pH dan Turbiditas pada Air Baku
Instalasi Pengolahan Air (IPA) di PDAM Tirtanadi
Hamparan Perak
Kategori : Karya Ilmiah
Nama : Benri Simanjuntak
Nomor Induk Mahasiswa : 132401050
Program Studi : Diploma 3 Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA)
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, 2016
Diketahui/Disetujui oleh Pembimbing
Ketua Program Studi D3 Kimia,
Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si Jamahir Gultom, Ph.D
NIP. 195509181987012001 NIP. 195209251977031001
Disahkan oleh,
Departemen Kimia FMIPA USU
STUDI PERBANDINGAN KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN
POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC) DAN TAWAS (ALUM)
DALAM MEMPERTAHANKAN PH DAN TURBIDITAS
PADA AIR BAKU INSTALASI PENGOLAHAN AIR
DI PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, 2016
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah yang berjudul “STUDI PERBANDINGAN
KEEFEKTIFAN PENGGUNAAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE (PAC)
DAN TAWAS (ALUM) DALAM MEMPERTAHANKAN PH DAN
TURBIDITAS PADA AIR BAKU INSTALASI PENGOLAHAN AIR (DI PDAM TIRTANADI HAMPARAN PERAK”. Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Diploma III
Kimia FMIPA USU.
Selama penyusunan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada :
1. Teristimewa penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Papa dan Mama
yang tercinta dan tersayang, atas kasih sayang dan dukungan serta doa yang
selalu diberikan kepada penulis, juga kepada saudara/saudiri saya yang juga
memberikan dukungan kepada saya.
2. Bapak Jamahir Gultom ph.D selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan arahan dan bimbingan dengan tulus dalam penulisan karya
ilmiah ini.
3. Ibu DR.Rumondang Bulan,MS selaku ketua Departeman Kimia FMIPA
4. Bapak pimpinan, staf dan karyawan PDAM Titranadi Hamparan Perak, yang
telah memberikan tempat untuk melaksanakan Praktek Kerja Lapangan.
5. Seluruh staf dan dosen Diploma III Kimia FMIPA USU atas ilmu yang telah
diberikan selama di bangku perkuliahan.
6. Teman-teman mahasiswa Diploma III Kimia stambuk 2013 yang telah
bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan studi di D-III Kimia.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
karya ilmiah ini dan semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga selesainya karya ilmiah ini.
Medan, 2016 Penulis
ABSTRAK
Telah dilakukan studi perbandingan keefektifan penggunaan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas dalam mempertahankan pH dan Turbiditas pada air baku (air sungai) yang digunakan oleh Instalasi Pengolahan Air PDAM Tirtanadi Hamparan Perak. Konsentrasi penggunaan Poly Aluminium Chloride (PAC) dan tawas (alum) yang dibandingkan dalam air baku yang memiliki pH 6,90 dan turbiditas awal 187 NTU adalah masing-masing 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm, lalu diaduk dengan agiator yang terdapat pada peralatan Jar Test dengan kecepatan putaran 140 rpm selama 5 menit kemudian kecepatannya dikurangi menjadi 50 rpm selama 10 menit, lalu agiator dihentikan sehingga flok-flok yang terbentuk mengendap setelah air yang diolah didiamkan selama 20 menit. Kekeruhan diukur dengan turbidimeter dan pH diukur dengan komparator pH. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa untuk konsentrasi Poly Aluminium Chloride (PAC) dalam air baku (air sungai): 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing : 6,70, 0,57 NTU ; 6,70, 0,38 NTU; 6,70, 0,42 NTU ; 6,70, 0,59 NTU dan 6,60, 0,30 NTU. Dan untuk penggunaan konsentrasi tawas dalam air baku (air sungai): 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, dan 25 ppm diperoleh pH dan turbiditasnya masing-masing: 6,90, 5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80, 4,47 NTU.
A COMPARATIVE STUDY OF EFFECTIVENESS USING PAC
(POLY ALUMINIUM CHLORIDE) AND ALUM TO MAINTAIN pH AND
TURBIDITY IN THE RAW WATER (RIVER WATER) USED BY WATER TREATMENT INSTALATION OF PDAM TIRTANADI HAMPARAN
PERAK.
ABSTRACT
Has conducted a comparative study of effectiveness using Poly Aluminium Chloride (PAC) and alum to maintain pH and turbidity in the raw water (river water) used by water treatment instalation of PDAM Tirtanadi Hamparan Perak.
Poly Aluminium Chloride (PAC) usage concentration and alum were compared in the raw water has a pH 6,90 and initial turbidity 187 NTU are respectively 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, and 25 ppm ,then stirred with agiator contained in jart-test equipment with a rotation spedd of 140 rppm for 5 minutes, then the speed is reduced to 50 rpm for 10 minutes, then agiator stopped so formed floc-floc settles after the treated water allowed to stand for 20 minutes. Turbidity water (river water) 17 ppm, 19 ppm, 21 ppm, 23 ppm, and 25 ppm obtained pH and turbidity respectively : 6,90, 5,76 NTU; 6,80, 6,71 NTU; 6,80, 6,52 NTU; 6,80,5,68 NTU dan 6,80, 4,47 NTU.
3.3.1 Pengukuran konsentrasi Poly Aluminium Chloride (PAC). .... 25
3.3.1.1 Perlakuan Jart-Test Poly Aluminium Chloride (PAC) 26 3.3.1.2 Pengukuran Turbiditas. ... 27
3.3.1.3 Pengukuran pH. ... 27
3.3.2 Pengukuran konsentrasi tawas. ... 28
3.3.2.1 Perlakuan Jart-Test tawas ... 29
3.3.2.2 Pengukuran turbiditas ... 29
3.3.2.3 Pengukuran pH ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data percobaan. ... 31
4.2 Pembahasan ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan. ... 34
5.2 Saran ... 35
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Korelasi PAC (Poly Aluminium Chloride). ... 26
Tabel 3.2 Korelasi tawas. ... 28
Tabel 4.1.1 Data turbiditas(NTU) dan pH awal dari air baku
(air sungai belawan) ... 31
Tabel 4.1.2 Data turbiditas(NTU) dan pH dari air baku
(air sungai belawan) setelah penambahan larutan PAC
(Poly Aluminium Chloride). ... 31
Tabel 4.1.3 Data turbiditas (NTU) dan pH dari air baku