• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan khususnya bagian rekam medik sebaiknya dapat melengkapi dan meningkatkan kualitas data rekam medik

pasien, sehingga dapat memberikan data yang lebih akurat bagi penelitian selanjutnya.

2. Bagi Departemen Anak diharapkan dapat melengkapi rekam medik pasien terutama profil hematologi pasien selama mendapatkan kemoterapi.

3. Diharapkan penelitian berikutnya menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak agar hasil yang di dapat lebih akurat.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Leukemia akut merupakan penyakit dengan progresifitas cepat yang menyerang sel-sel darah yang belum matang, dan belum berdiferensiasi (Colby-Graham, Chordas, 2003), sedangkan leukemia limfoblastik akut adalah leukemia akut yang menyerang sel-sel limfoblast, baik sel T maupun sel B (Bain, Gupta, 2003).

2.2. EPIDEMIOLOGI

LLA merupakan penyakit keganasan yang tersering pada anak dengan angka kejadian mencapai 82% (Permono, Ugrasena, 2012). Satu dari empat anak dengan kanker merupakan pasien anak dengan LLA, dengan puncak insidensi pada usia 2-5 tahun (Colby-Graham, Chordas, 2003) dan lebih banyak menyerang anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada semua usia (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011).

2.3. PERKEMBANGAN HEMATOLOGI / SEL DARAH NORMAL Hematopoiesis dimulai pada minggu ketiga gestasi dengan eritropoiesis dalam yolk sac. Saat usia 2 bulan gestasi, tempat utama hematopoiesis bermigrasi ke hati. Pada usia gestasi 5 sampai 6 bulan, proses hematopoiesis berpindah dari hati ke sumsum tulang (Gambar 2.1). Selama masa bayi, hampir seluruh rongga sumsum tulang bersifat hematopoietik secara aktif. Seiring dengan pertumbuhan anak, hematopoiesis berpindah ke tulang-tulang korpus (vertebra, sternum, iga, dan pelvis), dan secara bertahap sumsum tulang digantikan dengan lemak (Panepinto, Scott, 2014)

Gambar 2.1. Hematopoiesis. Sumber : Ciesla, 2007. Hematology in Practice. Halaman 16, Gbr. 2.1

Hematopoesis dimulai dari sel punca hematopoietic yang bersifat pluripotent (gambar 2.2). Proses ini memiliki kemampuan untuk bereplikasi dan berdiferensiasi. Sel punca dan progenitor tidak bisa dikenali secara morfologis sehingga proses diferensiasi sel matur terjadi di daerah perifer. Sitokin dan faktor pertumbuhan meningkatkan pematangan atau mencegah terjadinya apoptosis turunan sel. (Freund, 2009)

Sel-sel hematopoietic terdiri dari:

1. Kompartemen kecil dari sel punca progenitor pluripotensial yang secara morfologis mirip dengan limfosit kecil dan mempunyai kemampuan membentuk semua elemen myeloid.

2. Kompartemen besar dari sel-sel myeloid, eritroid, megariositik yang berkemampuan berproliferasi menjadi turunannya.

3. Kompartemen besar dari sel-sel matur pasca mitosis (Panepinto, Scott, 2014).

Gambar 2.2. Asal dan tahap diferensiasi sel darah. Sumber : Theml, Diem, dan Haferlach, 2004. Color Atlas of Hematology. Thieme Flexibook 2nd Revised Edition. Halaman 13, Gbr. 1

Sel induk darah dapat memproduksi sel induk myeloid dan sel induk limfoid.

a. Sel-sel myeloid: sel induk myeloid memproduksi sel darah merah, platelet, dan myeloblasts (bentuk sel yang immature). Myeloblast dapat memproduksi beberapa jenis sel darah putih yang disebut granulosit.

b. Sel-sel limfoid: sel induk limfoid memproduksi limfoblasts yang terdiri dari beberapa jenis sel darah putih yang berbeda dari granulosit (Freund, 2009).

Komponen sel darah tepi terdiri atas Hb, hematokrit, leukosit (granulosit dan agranulosit), MCV, MCH, MCHC, retikulosit, trombosit, eritrosit, dan RDW. Nilai normal masing-masing komponen darah dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.3.1. ERITROSIT

Eritrosit yang telah matang berbentuk bikonkaf dengan diameter ±7 mikron. Sel eritrosit tidak seperti sel lainnya yang memiliki inti, sel ini hanya terdiri atas sitoplasma dan membran sel. Eritrosit mempunyai komponen-komponen penting untuk mempertahankan struktur dan fungsi nya, yaitu membrane eritrosit, enzin G6PD, dan hemoglobin (Bakta, 2006). Dewasa > 18 tahun Baru lahir 1 bulan Bayi 2 tahun Anak-anak 10 tahun Leukocytes/µL or 106 /l ** MV NR 7000 4300-10000 11000 10000 8000 Segmented neutrophilic granulocytes absolute ct./µL or 106/l ** MV NR MV NR 60 35-85 3650 1850-7250 30 3800 30 3500 30 4400 Lymphocytes % absolute ct./µL or 106 /l ** MV NR MV NR 30 20-50 2500 1500-3500 55 6000 60 6300 40 3100 Monocytes absolute ct./µL or 106/l ** MV NR MV NR 4 2-6 450 70-840 6 5 4 Eosinophilic granulocytes (%) absolute ct./µL or 106 /l ** MV NR MV NR 2 0-4 165 0-400 3 2 2 Basophilic granulocytes (%) MV NR 0.5 0-1 0.5 0.5 0.5 Laki-laki Perempuan Erythrocytes 106 /µL or 1012 /l ** MV NR 5.4 4.6-5.9 4.8 4.2-5.4 4.7 3.9-5.9 4.7 3.8-5.4 4.8 3.8-5.4 Hb g/dl or 10 g/l ** MV NR 15 14-18 13 12-16 17 15-18 12 11-13 14 12-15 Retikulocytes (%) MV NR 16 8-25 24 8-40 7.9 7.1 7.6 Thrombocytes 103 /µL MV NR 180 140-440 155-566 286-509 247-436

Tabel 2.1. Nilai normal komponen sel darah

Sumber : Theml, Diem, dan Haferlach, 2004. Color Atlas of Hematology. Thieme Flexibook 2nd Revised Edition. Halaman 12-13, Table 2

Hemoglobin berfungsi membawa oksigen ke seluruh jaringan dan mengambil CO2 yang ada di jaringan untuk dibawa ke paru-paru. Proses sintesis hemoglobin terjadi didalam mitokondria eritrosit. Transferin akan berikatan ke reseptor pada permukaan eritrosit. Fe akan dilepaskan dan masuk ke dalam mitokondria, kemudian bergabung dengan protophorphyrin untuk membentuk heme. Selanjutnya heme akan berikatan dengan rantai α dan β (dibentuk di ribosom) untuk membentuk hemoglobin (gambar 2.3) (Kumar, Clark, 2009).

Bentuk eritrosit yang binkonkaf memberikan luas permukaan yang lebih besar terhadap volume dan mempermudah proses pertukaran gas. Sifat eritrosit yang fleksibel juga memudahkan sel ini untuk melewati kapiler darah yang mempunyai bentuk tidak teratur dan memiliki diameter yang kecil (Mescher, 2012)

Gambar 2.3. Sintesis Hemoglobin. Sumber : Kumar, Clark, 2009. Clinical Medicine. Seventh Edition. Halaman 390, Gbr. 8.2

Sel eritrosit yang normal hidup dan beredar di dalam darah selama 120 hari. Sel darah merah baru yang muncul dalam sirkulasi darah masih mengandung unsur-unsur dari reticulum endoplasma dan ribosom yang dapat dideteksi melalui pewarnaan cresyl blue. Sel-sel yang mengandung ribosom atau disebut retikulosit, dalam keadaan normal berjumlah 1% dari jumlah total sel darah merah. Pada beberapa penyakit darah, jumlah retikulosit dan lama hidup sel darah merah dapat mengalami perubahan (Murray, 2009)

Hematokrit merupakan persentase eritrosit di dalam volume darah total. Kadar hematokrit normal pada anak sampai dengan usia 10 tahun adalah 35%, sedangkan pada bayi baru lahir sebesar 45-60% (Gartner, Hiatt, dan Strum, 2011)

2.3.2. LEUKOSIT

Leukosit diklasifikasikan menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis granul dalam sitoplasma dan bentuk intinya, yaitu:

a. Granulosit polimorfonuklear, merupakan sel granulosit yang telah berdiferensiasi terminal dan dapat bertahan selama beberapa hari. Granulosit memiliki sedikit mitokondria sehingga menggunakan proses glikolisis untuk memenuhi kebutuhan energinya yang rendah, dan berfungsi pada jaringan yang mengalami peradangan dengan kadar 02 yang rendah. Setiap hari milyaran granulosit mati melalui proses apoptosis pada jaringan, dan debris sel yang terbentuk dibuang oleh makrofag.

Granulosit memiliki 2 jenis granul yaitu granul spesifik dan granul azurofilik, serta mempunyai inti polimorfik dengan 2 atau lebih lobus yang mencakup neutrofil, eosinofil, dan basofil (Mescher, 2012)

i. Neutrofil

Neutrofil merupakan 60-70% dari leukosit yang beredar dan memiliki diameter 12-15um, dengan inti yang

terdiri atas 2-5 lobus (gambar 2.4.a). Neutrofil berfungsi memfagositosis bakteri dan partikel kecil lainnya, dan juga mengandung glikogen yang akan dirombak menjadi glukosa melalui glikolisis untuk menghasilkan energi. Neutrofil mempunyai waktu paruh 6-7 jam dalam darah dan dapat hidup 1-4 hari dalam jaringan ikat sebelum apoptosis (Mescher, 2012)

Neutrofil mempunyai peranan penting dalam reaksi inflamasi akut. Akumulasi lokal neutrofil merupakan indikasi reaksi akut inflamasi sedang berlangsung (Cormack, 2001). Peningkatan hitung jenis neutrofil pada aliran darah perifer atau neutrofil leukositosis ( > 10 x 109/L) menggambarkan respon akut terhadap infeksi bakteri ataupun kerusakan jaringan. Namun, hal ini juga dapat terjadi pada keadaan fisiologis seperti kehamilan dan setelah berolahraga. Apabila jumlah neutrofil < 1,5 x 109, keadaan ini disebut neutropenia (Kumar, Clark, 2009). Neutropenia terbagi atas 3 klasifikasi yaitu ringan ( ANC 1,0-2,0 x 109/L), sedang (ANC 0,5-1,0 x 109/L), dan berat (ANC < 0,5 x 109/L). semakin rendah ANC, maka akan semakin tinggi resiko seseorang untuk terkena infeksi (Fraser, Tilyard, 2008)

ii. Eosinofil

Eosinofil merupakan 2-4% dari leukosit dalam darah normal, mempunyai ukuran yang hampir sama dengan neutrofil dan mengandung inti bilobus yang khas (gambar 2.4.b). Eosinofil beredar di sirkulasi darah selama 1-10 jam, kemudian masuk ke dalam jaringan ikat longgar (contoh: lamina propria saluran cerna) dan menetap selama 10 hari (Mescher, 2012)

Granul spesifik eosinofil memiliki empat protein utama yang berperan dalam proses destruksi, yaitu:

major basic protein, inti kristalloid yang bersifat racun terhadap parasit, bakteri, dan sel-sel epithelial;

eosinophil cationic protein, bersifat racun terhadap beberapa parasit, bakteri, dan saraf;

eosinophil-derived neurotoxin, merupakan ribonuklease yang bersifat racun terhadap saraf dan parasit;

eosinophil peroxidase, menghancurkan mikroorganisme

dan parasit tertentu, bersifat racun terhadap sel mast, sel-sel tumor, dan beberapa epitelial.

Eosinofil bermigrasi dari aliran darah ke dalam epitelial jaringan ikat terdekat seperti saluran pernapasan dan pencernaan. Akumulasi eosinofil pada area local alergi, memicu respon fagositosis kompleks antigen-antibodi. Hitung jenis eosinofil yang tinggi mengindikasikan adanya reaksi alergi (Cormack, 2001)

iii. Basofil

Pada apusan darah normal, sulit unuk menemukan basofil karena hanya 1% dari leukosit darah. Basofil berdiameter 12-15µm dengan inti yang terbagi menjadi 2 atau lebih lobus irregular dan tersamarkan oleh granul-granul spesifik di atasnya (gambar 2.4.c) (Mescher, 2012). Granul spesifik nya mengandung banyak histamine, heparin, dan enzim seperti mieloperoksidase. Menempelnya IgE pada basofil menyebabkan pecahnya sel, sekresi histamine, dan komponen lain yang berperan dalam reaksi hipersensitivitas akut (Kumar, Clark, 2009).

b. Agranulosit mononuklear, hanya mengandung granul azurofilik (lisosom) dengan inti berbentuk bulat. Agranulosit terdiri atas limfosit dan monosit.

Limfosit memiliki inti berbentuk sferis dan berukuran kecil dengan diameter 6-8µm. Limfosit terbagi atas beberapa kelompok, yaitu limfosit T, limfosit B,dan natural killer yang hanya bisa dikenali dengan imunositokimia. Limfosit memiliki peran fungsional dalam pertahan tubuh terhadap serangan mikroorganisme, antigen abnormal atau asing, dan sel-sel kanker. Limfosit hanya hidup beberapa hari dalam aliran darah, namun limfosit lain dapat bertahan selama bertahun-tahun di aliran darah atau jaringan (Mescher, 2012). Limfositosis (limfosit > 5 x 109/L) terjadi pada infeksi virus seperti EBV, CMV, dan HIV (Kumar, Clark, 2009).

ii. Monosit

Monosit berasal dari sumsum tulang dan mempunyai diameter 12-20µm. mempunyai inti yang besar, terletak agak eksentris, dan berbentuk lonjong, ginjal, atau huruf U (gambar 2.4.d). Sitoplasmanya bersifat basofilik mengandung granul azurofilik yang sangat halus. (Mescher, 2012). Monosit merupakan precursor makrofag di jaringan dan sel-sel dendritik. Monositosis ( > 0,8 x 109/L) terjadi pada saat infeksi bakteri yang kronis seperti tuberkulosis atau infeksi miokarditis (Kumar, Clark, 2009).

2.3.3. TROMBOSIT

Platelet atau trombosit merupakan fragmen sel yang menyerupai cakram (0,5-3µm) yang disintesis di sumsum tulang dan distimulasi oleh hormone trombopoietin (Castellone, 2007). Nilai normal trombosit yaitu 200.000-400.000 per mikroliter darah dan memiliki waktu hidup kurang lebih 10 hari. Trombosit berasal dari fragmentasi di ujung prosesus sitoplasma yang terjulur dari sel poliploid raksasa yang disebut megakariosit dalam sumsum tulang. Megakariosit ini menjulurkan sejumlah prosesus yang panjang (>100µm) dan lebar (2-4µm) yang disebut proplatelet untuk membentuk trombosit, yang selanjutnya melakukan penetrasi terhadap endotel sinusoid (Mescher, 2012).

Setiap megakariosit memproduksi sekitar 2000 platelet yang proses pematangannya dipengaruhi oleh hormon trombopoietin. Hormon ini diproduksi terutama oleh ginjal. Platelet memiliki alpha dan dense granul yang disekresikan selama pelepasan platelet. Platelet memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari 4 zona fungsional, yaitu:

a. Zona periferal yang berhubungan dengan agregasi dan adhesi platelet b. Zona sol gel yang menyediakan sistem sitoskeletal ketika platelet

terstimulasi

c. Zona organela yang terdiri dari 3 tipe granul, yaitu alfa, dense bodi, dan lisosom

b. a

.

c. d.

Gambar 2.4. (a) Neutrofil, (b) Eosinofil, (c) Basofil, (d) Monosit pada apusan darah tepi. Sumber : Theml, Diem, dan Haferlach, 2004. Color Atlas of Hematology. Thieme Flexibook 2nd Revised Edition. Halaman 39;45;47, Gbr. 12 : e ; 14 : a, e ; 15 : a

d. Sistem mebran yang mengandung dense tubular sistem yang merupakan sistem enzimatik untuk produksi prostaglandin (Castellone, 2007)

Platelet berfungsi dalam proses pembekuan darah dengan cara menempel pada lesi dinding pembuluh darah dan memproduksi faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan darah (Gartner, Hiatt, dan Strum, 2011). Ketika lapisan endotel pembuluh darah robek ataupun rusak, maka komponen yang normal nya berada pada dinding pembuluh darah akan masuk ke dalam aliran darah, hal ini akan menstimulasi platelet yang terdapat di sirkulasi darah untuk melekat pada daerah yang rusak dan akan terjadi agregasi platelet yaitu platelet secara cepat akan terakumulasi pada daerah yang rusak (Cormack, 2001).

Berkurangnya produksi platelet atau berlebihnya penghancuran platelet dapat menyebabkan trombositopenia (Kumar, Clark, 2009).

2.4.SEL-SEL LEUKEMIA

Pada pasien leukemia, sumsum tulang memproduksi sel-sel darah putih yang abnormal yang disebut sel leukemia dan sel blast leukemia. Sel-sel abnormal ini tidak dapat memproduksi sel-sel darah putih yang normal. Sel-sel ini terus membelah diri sehingga lebih banyak lagi sel-sel leukemia yang dihasilkan. Tidak seperti sel-sel darah normal, sel-sel leukemia tidak mati ketika tua ataupun rusak, sehingga sel-sel tersebut terus tumbuh dan mendesak sel-sel darah normal. Rendahnya jumlah sel darah normal mengakibatkan tubuh sulit mendapatkan pasokan oksigen untuk jaringan, mengontrol perdarahan, dan melawan infeksi. Sel-sel leukemia dapat menyebar ke organ lain seperti kelenjar getah bening, limpa, bahkan otak (National Cancer Institue, 2013).

2.5. KLASIFIKASI LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)

Pengklasifikasian umum untuk LLA berdasarkan morfologi menggunakan sistem FAB (tabel 2.2) dan kriteria LLA menurut National Cancer Institute (tabel 2.3)

Tabel 2.2. Klasifikasi LLA berdasarkan FAB

Klasifikasi limfoblast berdasarkan French-American-British (FAB) L1 : 85% anak-anak dengan LLA

- Cell size : small cells predominate - Nuclear chromatin : usually homogenous - Nuclear shape : oval, almost gills cell

- Nucleoli ; normal; occasionally clefted or indented - Cytoplasm : Scanty

- Basophilia of cytoplasm : very few - Cytoplasmic vacuolation : variable L2 : 14% anak-anak dengan LLA

- Variable in size

- Nuclear chromatin : variable, heterogenous

- Nuclear shape : irregular clefting, indentation common - Nucleoli : one or more present, often large

- Cytoplasm : variable, often moderately abundant - Basophilia of cytoplasm : variable, sometimes deep - Cytoplasmic vacuolation : variable

Sumber : Imbach, Kuhne, dan Arceci, 2006. Pediatric Oncology. Halaman 17

Tabel 2.3 Klasifikasi LLA menurut NCI

Sumber : Schrappe dan Stanulla, 2006. Treatment of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. Halaman 87, tabel 1.

2.6. PENGARUH KEMOTERAPI TERHADAP PROFIL HEMATOLOGI Terapi pada pasien leukemia anak dengan LLA dimulai dengan fase induksi kemoterapi yang bertujuan membunuh 99% sel leukemia, mengembalikan fungsi normal hematopoiesis (Pui, Evans, 2006) dan untuk mencapai remisi yang ditandai dengan jumlah sel blas kurang dari 5% di sumsum tulang (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011). Obat-obat kemoterapi menyerang sel-sel yang membelah dengan cepat termasuk sel-sel normal lain di dalam tubuh yang membelah dengan cepat seperti sumsum

L3 : 1% anak-anak dengan LLA - Large homogenous cells

- Nuclear chromatin : finely stippled and homogenous - Nuclear shape : normal, i.e. oval to round

- Nucleoli : prominent, one or more - Cytoplasm : moderately abundant - Basophilia of cytoplasm : very deep - Cytoplasmic vacuolation : often prominent

Kelompok resiko Definisi Standar WBC < 50 x 10

9

/L atau usia 1-9 tahun saat didiagnosis

Tinggi WBC ≥ 50 x 109

/L atau usia ≥ 10 tahun saat didiagnosis

tulang, mukosa mulut dan usus, folikel rambut, juga akan diserang (American Cancer Society, 2014). Kerusakan sumsum tulang yang terjadi akan mempengaruhi kualitas hidup dan efektivitas pengobatan antikanker yang diberikan kepada pasien. Kemoterapi menginduksi terjadi nya apoptosis sel-sel hematopoietik yang belum matang (Bartucci et all, 2011) sehingga profil hematologi pasien biasanya memburuk selama pemberian kemoterapi yang pertama. Namun, mereka akan mengalami perbaikan setelah sel-sel leukemia yang ada terbunuh dan sel-sel normal dihasilkan kembali oleh sumsum tulang (American Cancer Society, 2014).

Mekanisme kerja kemoterapi yang bersifat tidak selektif dan terapi kombinasi menyebabkan toksisitas obat yang meningkat. Toksisitas akut terjadi setelah pemberian kemoterapi beberapa jam-minggu dan bersifat sementara. Toksisitas akut antara lain depresi sumsum tulang, mual, muntah, alopesia, dan alergi (Ariawati, Windiastuti, dan Gatot, 2007). Setelah kemoterapi, akan terjadi penurunan jumlah sel neutrofil, sel darah merah, hemoglobin, dan trombosit akibat proses penghancuran dan ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan neutrofil, sel darah merah, hemoglobin, dan trombosit (Moffitt Cancer Center, 2012).

Tingkat kerusakan organ akibat efek samping kemoterapi berbeda pada tiap individu tergantung berbagai faktor antara lain jenis dan dosis kemoterapi yang dipakai, jangka waktu pemberian, faktor individu seperti ras, status gizi, keadaan organ tempat detoksifikasi, dan ekskresi obat tersebut (Ariawati, Windiastuti, dan Gatot, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Leukemia merupakan penyakit keganasan dimana terdapat kelainan genetik pada sel hematopoietik sehingga menghasilkan kelainan pada sel-sel klonal. Leukemia merupakan penyakit keganasan yang tersering pada anak-anak, dengan persentase kejadian sebesar 30% pada anak-anak dibawah 15 tahun. Leukemia dapat dibagi menjadi leukemia akut (leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloblastik akut) dan leukemia mielogenous kronik (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011).

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia dengan insidensi tertinggi, yaitu 82% dari semua leukemia pada anak (Permono, Ugrasena, 2012). Anak-anak dengan LLA biasanya akan mengalami anoreksia, malaise, pucat, nyeri pada tulang ataupun persendian (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011), demam, tanda-tanda infeksi, fatigue, epistaksis, dan petekie (Imbach, 2006).

Diagnosa LLA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah tepi yang mengindikasikan ada nya kerusakan sumsum tulang seperti anemia, trombositopenia (Imbach, 2006), dan leukopenia yang ditandai dengan seperti hitung jenis leukosit total < 10.000/µ L. Diagnosa lainnya berdasarkan evaluasi pada sumsum tulang yang memperlihatkan > 25% sel-sel sumsum tulang digantikan oleh limfoblast (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011).

Pengobatan utama pada LLA anak adalah pemberian kemoterapi, dimulai dengan fase induksi, bertujuan untuk mencapai remisi. Pengobatan pada fase ini menggunakan regimen pengobatan berdasarkan protocol LLA di Indonesia yang terdiri atas Metoktreksat, Vinkristin, Prednison, Daunorubisin, L-asparaginase yang diberikan selama 7 minggu (IDAI, 2006).

Keberhasilan kemoterapi ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya remisi atau tidaknya anak pasca-kemoterapi fase induksi. Faktor prognosis lainnya yaitu jumlah leukosit awal dan usia awal terdiagnosa. Jumlah leukosit

> 50.000/µ L dan usia terdiagnosis <18 bulan & >10 tahun mempunyai prognosis yang buruk (Tehuteru, 2011).

Menurut American Cancer Society, pasien-pasien yang menderita leukemia akan memiliki masalah dengan hasil pemeriksaan darah. Profil hematologi pasien biasanya memburuk selama pemberian kemoterapi yang pertama. Namun, mereka akan mengalami perbaikan setelah sel-sel leukemia yang ada dihancurkan dan sel-sel normal dihasilkan kembali oleh sumsum tulang.

Profil hematologi pasien setelah mendapatkan kemoterapi merupakan parameter bagi seorang dokter untuk menentukan apakah respon pengobatan yang diberikan baik atau tidak. Fase induksi mempunyai peranan yang penting di dalam terapi LLA, karena apabila di awal fase induksi telah tercapai remisi yang ditandai dengan penurunan sel blast dari >25% menjadi < 5% di dalam sumsum tulang (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011) dan profil hematologi pasien kembali normal, hal ini mengindikasikan prognosa yang baik sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kematian anak. Oleh karena itu saya

membuat karya tulis dengan judul “Perbandingan Profil Hematologi Pada

Pasien Anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut Sebelum dan Sesudah Fase Induksi Kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik Medan Maret 2011-Maret

2015.”

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Perbandingan profil hematologi pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sebelum dan sesudah fase induksi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Maret 2011-Maret 2015?”

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui gambaran profil hematologi pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sebelum dan sesudah fase induksi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Maret 2011-Maret 2015. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui profil hematologi pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sebelum fase induksi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

2. Mengetahui profil hematologi pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sesudah fase induksi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.4.. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk: 1.4.1. Bagi peneliti

a) Menambah ilmu pengetahun di dalam bidang hematologi-onkologi khususnya leukemia pada anak

b) Menambah ilmu pengetahuan mengenai efek samping yang terjadi pada pasien leukemia anak yang mendapatkan kemoterapi.

1.4.2. Bagi RSUP Haji Adam Malik

a) Menambah dasar ilmiah tentang perbandingan profil hematologi pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut sebelum dan sesudah fase induksi kemoterapi di RSUP Haji Adam Malik

b) Sebagai parameter keberhasilan pengobatan LLA berdasarkan profil hematologi pasien setelah mendapatkan kemoterapi dan tercapai nya remisi di awal fase induksi.

c) Sebagai dasar upaya pencegahan terjadi nya perubahan profil hematologi yang signifikan pada pasien anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut yang mendapatkan kemoterapi.

ABSTRAK

Leukemia merupakan penyakit keganasan dimana terdapat kelainan genetik pada sel hematopoietik sehingga menghasilkan kelainan pada sel-sel klonal. Leukemia merupakan penyakit keganasan yang tersering pada anak-anak, dengan persentase kejadian sebesar 30% pada anak-anak dibawah 15 tahun. Leukemia dapat dibagi menjadi leukemia akut (leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloblastik akut) dan leukemia mielogenous kronik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia dengan insidensi tertinggi, yaitu 82% dari semua leukemia pada anak.

Pengobatan utama pada LLA anak adalah pemberian kemoterapi yang terdiri atas 3 fase utama yaitu induksi, konsolidasi, dan pemeliharaan. Pengobatan dimulai dengan fase induksi kemoterapi yang bertujuan membunuh 99% sel leukemia, mengembalikan fungsi normal hematopoiesis dan untuk mencapai remisi yang ditandai dengan jumlah sel blas kurang dari 5% di sumsum tulang. Pengobatan pada fase ini menggunakan regimen pengobatan berdasarkan protokol LLA di Indonesia yang terdiri atas Metoktreksat, Vinkristin, Prednison, Daunorubisin, L-asparaginase yang diberikan selama 7 minggu. Tercapainya remisi hematologi dapat kita nilai dari profil hematologi pasien setelah mendapatkan kemoterapi, dan merupakan salah satu parameter bagi seorang dokter untuk menentukan apakah respon pengobatan yang diberikan baik atau

Dokumen terkait