• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah sampel.

2. Memasukkan tinggi badan kedalam kriteria inklusi dan eksklusi untuk mengurangi bias.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Merokok

Rokok didefinisikan sebagai gulungan tembakau yang dibungkus menggunakan daun nipah atau kertas (KBBI, 2008).Sedangkan perilaku merokok dapat didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).

2.1.1. Kandungan rokok

Bahan utama rokok adalah tembakau, dan setelah dibakar, asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat-zat yang membahayakan kesehatan. Kandungan utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandungi bahan-bahan kimia lain yang juga sangat beracun. Zat-zat beracun yang terdapat di dalam rokok antara lain: (Fauci et al, 2008)

1. Karbon monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.

2. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga perokok akan merasakan kenikmatan, kecerdasan berkurang, toleransi dan keterikatan. Keterikatan berlaku karena meningkatnya sekresi dopamin. (Salokangas et al, 2000). Nikotin bukan senyawa karsinogenik. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan paralisis sistem pernafasan. Lebih dari 90% kandungan nikotin dalam asap rokok diabsorbsi ke dalam tubuh (Harvey, 2009).

3. Tar adalah sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Tar merupakan suatu zat karsinogen yang dapat menimbulkan kanker pada jalan

nafas dan juga dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal (Fauci et al, 2008).

4. Polonium-210, suatu senyawa karsinogenik (Alsagaff, 1995).

5. 3,4-benzypyrene, karsinogen yang terkandung dalam asap rokok. Juga terkandung dalam bahan bakar diesel (Alsagaff, 1995).

6. Salah satu kandungan dalam rokok kretek adalah eugenol, suatu cairan kuning pucat yang diekstraksi dari cengkeh. Eugenol digunakan dalam produksi haruman (perfume), antiseptik, dan sebagai bahan perasa..

7. Salah satu kandungan asap rokok adalah Reactive Oxygen Species. Ini dapat menyebabkan kerusakan DNA sel tubuh sehingga menimbulkan kanker (Waris, 2006).

2.1.2. Jenis Rokok

Di Indonesia pada umumnya, rokok dibedakan menjadi beberapa jenis.Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, proses pembuatan rokok dan penggunaan filter pada rokok. Menurut Jaya (2009), maka rokok dibagi

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus :

- Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung - Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren - Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

- Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau

b. Rokok berdasarkan bahan baku :

- Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

- Rokok Kretek : rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

- Rokok Klembak :rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya :

- Sigaret Kretek Tangan : rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana.

- Sigaret Kretek Mesin : rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin

d. Rokok berdasarkan penggunaan filter :

- Rokok Filter : rokok yang pada pangkalnya terdapat gabus

- Rokok Non Filter : rokok yang pada pangkalnya tidak terdapat gabus

2.1.3. Kategori Perokok 1. Perokok Pasif

Perokok pasif dalah asap rokok yang dihirup oleh seseorang yang tidak merokok (Pasive Smoker). Asap rokok merupakan polutan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Asap rokok lebih berbahaya terhadap perokok pasif daripada perokok aktif. Asap rokok yang dihembuskan oleh perokok aktif dan terhirup oleh perokok pasif, lima kali lebih banyak mengandung karbon monoksida, empat kali lebih banyak mengandung tar dan nikotin (Wardoyo, 1996).

2. Perokok Aktif

Menurut Bustan (1997) rokok aktif adalah asap rokok yang berasal dari hisapan perokok atau asap utama pada rokok yang dihisap (mainstream). Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap rokok serta bisa mengakibatkan bahaya bagi kesehatan diri sendiri maupun lingkungan sekitar.

2.1.4. Jumlah Rokok yang Dihisap

Menurut Bustan (1997) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10

batang per hari.

2. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 11-20 batang per hari.

3. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang

2.2. Anatomi Dan Fisiologi Paru 2.2.1. Sistem Pernafasan

Organ pernafasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian penghantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran gas. Bagian penghantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Sedangkan bagian pertukaran gas terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara, dengan cara menghangatkan dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk (Plopperdan Adams, 1993; Bergman et al,1996).

2.2.2. Cavum Nasalis

Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernafasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara.Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga

hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.(Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.3. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernafasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan orofaring pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernafasan karena saluran pernafasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernafas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan (Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.4. Laring

Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan laringofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membran mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernafas katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara (Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.5.Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (toraks). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernafasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus) (Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.6. Bronkus

Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru (Evelyn, Pierce, 1992).

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).

Gambar 2.1.Anatomi Paru

2.2.7. Fungsi Pernafasan

Adapun fungsi pernafasan, yaitu: (Syaifuddin, 1996)

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).

Proses dari sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: (Alsagaf, 2005)

2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernafasan luar

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernafasan dalam

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga pernafasan seluler.

2.2.8. Mekanika Pernafasan

Proses terjadinya pernafasan terbagi 2 bagian, yaitu: (Syaifuddin, 1996) 1. Menarik nafas (inspirasi)

2. Menghembus nafas (ekspirasi)

Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekskresi secara bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Bernafas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernafasan. Refleks bernafas ini diatur oleh pusat pernafasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat nafasnya, ini berarti bahwa refleksnafas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernafasan sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan kekurangan oksigen dalam darah (Syaifuddin, 1996).

Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan intraktorakal) (Price, 1995). Inspirasi terjadi bila diafragma telah dapat rangsangan dari nervus frenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar (Syaifuddin, 1996). Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi

apabila pada suatu saat otot-otot akan relaksasi dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar (Price, 1995).

2.3. Gangguan Pernafasan

2.3.1. Penyebab-Penyebab Utama Penyakit Pernafasan.

Sebab-sebab utama penyakit pernafasan, yaitu: (WHO, 1993)

1. Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis 2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian

makrofag yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan

3. Partikel-partikel organik yang merespon imun

4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu espirasi berkadar tinggi yang menumpuk disekitar saluran nafas terminal.

Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert), menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mukus, merendahkan ambang refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan gejala-gejala asmatik (WHO, 1993).

2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Paru

Debu, aerosol dan gas iritan merupakan parikel yang menyebabkan gangguan saluran pernafasan. Faktor lain yang menyebabkan timbulya gangguan paru adalah kebiasaan merokok, keturunan, perokok pasif, polusi udara dan riwayat infeksi pernafasan sewaktu kecil. Umur merupakan salah satu yang mempunyai resiko tinggi terhadap gangguan paru terutama yang berumur 40 tahun keatas, dimana kualitas paru dapat memperburuk dengan cepat.Menurut penelitian Juli Soemirat dan kawan-kawan, mengungkapkan bahwa umur berpengaruh terhadap perkembangan paru-paru. Semakin bertambahnya umur maka terjadi gangguan fungsi paru dalam tubuh. Menurut Rosbinawati (2002) ada

hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala gangguan pernafasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan degan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan pernafasan, maka semakin lama masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol, dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru (Rosbinawati, 2002).

Merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernafasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran nafas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran nafas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas atas berupa hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas bawah bervariasi, hyperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Rosbinawati, 2002).

2.4. Volume dan Kapasitas Paru

Udara dalam paru dapat dibagi menjadi empat volume dan empat kapasitas. Empat macam volume tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama dengan volume

maksimal paru-paru yang sedang mengembang atau disebut juga total lung capacity, dan arti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut : 1. Volume alun nafas (tidal) yaitu volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi

setiap kali bernafas normal; besarnya sekitar 500 mL

2. Volume cadangan inspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume alun nafas normal; besarnya sekitar 3000 mL 3. Volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diekspirasi

secara kuat pada akhir ekspirasi alun nafas normal; besarnya sekitar 1100 mL 4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah

ekspirasi paling kuat; besarnya sekitar 1200 mL (Guyton, 2007; Santosa, 2004)

Sedangkan untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru. Kapasitas paru tersebut dibagi juga menjadi empat yaitu :

1. Kapasitas inspirasi adalah volume alun nafas ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum; sekitar 3500 mL.

2. Kapasitas residu fungsional adalah volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal; sekitar 2300 mL.

3. Kapasitas vital (KV) adalah volume cadangan inspirasi ditambah volume alun nafas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya; sekitar 4600 mL.

4. Kapasitas paru total adalah volume maksimal di mana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa, jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu; sekitar 5800 mL (Guyton, 2007; Santosa, 2004)

Selain itu, kita juga mengenal beberapa istilah lain seperti:

1. Kapasitas vital paksa (KVP), yaitu pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital,

tetapi pada orang yang menderita obstruksi saluran nafas akan mengalami pengurangan yang nyata karena penutupan prematur saluran nafas yang kecil dan akibat udara yang terperangkap.

2. Volume Ekspirasi Paksa (VEP), yaitu volume udara yang dapat diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP. Biasanya VEP diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan, ini disebut VEP1.VEP merupakan petunjuk yang sangat berharga untuk mengetahui adanya gangguan kapasitas ventilasi dan nilai yang kurang dari 1 L selama detik pertama menunjukkan adanya gangguan fungsi yang berat.VEP sebaiknya selalu dihubungkan dengan KVP atau KV. Individu normal dapat menghembuskan nafas sekitar 80% dari kapasitas vitalnya dalam satu detik, dinyatakan sebagai rasio VEP1/KVP. Tidak banyak perbedaan apakah KVP atau KV yang dipergunakan sebagai rasio, hasilnya kurang lebih sama. Rasio ini besar sekali manfaatnya untuk membedakan antara penyakit-penyakit yang menyebabkan obstruksi saluran nafas dan penyakit-penyakit yang menyebabkan paru-paru tidak dapat mengembang sepenuhnya. Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema, terjadi pengurangan VEP1 yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal), sehingga rasio VEP1/KVP kurang dari 80%.Pada obstruksi saluran nafas yang lebih berat, seperti yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi 20%.

3. Arus puncak ekspirasi (APE), yaitu mengukur seberapa besar kekuatan seseorang mengeluarkan udara dengan ekspirasi maksimal. Ini adalah salah satu cara mengukur fungsi jalan udara yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyak penyakit, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Pada penyakit paru-paru tersebut aliran udara pada saat pengeluaran akan

mengalami penurunan karena penyempitan atau obstruksi jalan nafas. APE ini memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan, umur dan jenis kelamin.Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal, jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120%. Nilai prediksi adalah hasil bagi nilai aktual APE subyek penelitian dengan nilai normal APE standarnya, lalu dikalikan 100% (Sylvia, 1995).

Gambar 2.2. Diagram Nilai Arus Puncak Ekspirasi

2.5.Pemeriksaan Faal Paru

Pemeriksaan faal paru bertujuan untuk mengukur kemampuan paru dalam tiga tahap respirasi meliputi pemeriksaan ventilasi, difusi, dan perfusi. Hasil pemeriksaan itu digunakan untuk menilai status kesehatan atau fungsi paru individu yang diperiksa (Yunus dkk., 2003).

Pada pemeriksaan penunjang faal paru, spirometer merupakan pemeriksaan gold standart.Bila spirometer tidak tersedia dapat digunakan APE. Peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometer hanya terdapat di rumah sakit besar saja, seringkali jauh dari jangkauan puskesmas (Yunus, 2003).

Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi merupakan pengukuran jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer. Tujuan pemeriksaan ini adalah mengukur secara objektif arus udara pada saluran nafas besar (Menaldi, 2001).

Dalam setiap pemeriksaan APE sebaiknya dilakukan 3 kali tiupan,kemudian diambil angka tertinggi. Tiupan dilakukan setelah inspirasi dalam,dilanjutkan tiupan dengan cepat dan kuat (Pradjnaparamita, 1997). Nilai yang dianggap reprodusibel ialah jika perbedaan antara 2 nilai yang didapat < 10% untuk 3 kali maneuver atau < 15% untuk 4 kali maneuver dihitung dari nilai APE tertinggi (Alsagaff dan Mangunegoro, 1993).

Indikasi Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi di antaranya :

a. Monitor efek dari polusi udara seperit asap rokok terhadap fungsi paru b. Monitor pasien yang terkena asma

c. Monitor pasien COPD (Menaldi, 2001)

Ada tiga macam cara pengukuran APE, yaitu:

a. APE sesaat

1) Dapat dilakukan setiap waktu

2) Untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas

3) Untuk mengetahui seberapa berat obstruksi saat itu, terutama untuk yang sudah mengetahui standard normalnya.

4) Nilai APE sesaat selalu dibandingkan dengan nilai tertinggi untuk mendapatkan persentase.

b. APE tertinggi

1) Sebagai standard nilai normal seseorang 2) Sebagai pembanding untuk nilai persentase

3) APE tertinggi didapat dari nilai APE tertinggi dari hasil monitor APE setiap hari 2 kali sehari pagi dan sore selama 2 minggu.

c. APE variasi harian

1) Mengetahui nilai tertinggi / standard normal seseorang

2) Mengetahui stabilitas asma (asma yang terkontrol), asma yang terkontrol adalah yang memiliki variasi harian < 20% (GINA, 2002; Pradjnaparamita, 1997).

Harga normal nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) untuk laki-laki adalah 500-700 L/menit, sedangkan untuk perempuan 380-500 L/menit. Variasi dari nilai APE pada populasi umum ditentukan oleh umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, dan merokok (Jain,1998).

Interpretasi pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi menurut Menaldi (2001) adalah:

a. Obstruksi :< 80% dari nilai dugaan atau pada orang dewasa jika didapatkan nilai APE < 200 L/menit

b. Obstruksi akut :< 80% dari nilai terbaik

Jika didapat nilai >15%, maka dianggap obstruksi saluran nafas yang ada

Dokumen terkait