• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Ringan dan Perokok Sedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Ringan dan Perokok Sedang"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Louis Reinaldo

Tempat, tanggal lahir : Medan, 9 Oktober 1995 Jenis Kelamin : Laki-laki

Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Katholik

Alamat : Jl. Gaperta Ujung Komplek The Mansion Gaperta No.9 Medan

No. HP : 085265648115

Email : louis_godlike01@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar SD Santa Maria 1 Pekanbaru Tahun 2001-2007

2. Sekolah Menengah Pertama SMP Santa Maria Pekanbaru Tahun 2007-2010

3. Sekolah Menengah Atas SMA Negeri 1 Pekanbaru Tahun 2010-2012 4. S1 Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun

2012 –sekarang

Riwayat Organisasi :

(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Salam Sejahtera,

Nama saya Louis Reinaldo, sedang menjalani Program Studi S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “PERBANDINGAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG PADA MAHASISWA FK USU”

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arus puncak ekspirasi seseorang serta ada atau tidaknya kelainan arus puncak ekspirasi. Hasil dari tes fungsi paru ini tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit paru tetapi hanya memberikan gambaran fungsi paru seperti ada atau tidaknya kelainan/gangguan fungsi paru. Pemeriksaan ini tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan Saudara.

Saya akan melakukan uji fungsi paru dan meminta Saudara untuk berdiri dengan tegak dan memastikan tidak mengunyah makanan apapun dalam mulut, kemudian menarik napas dalam-dalam dan meletakkan corong pada bagian ujung

peak flow meter (tanpa ada udara lewat dari hidung dan celah bibir) ke mulut lalu meniupkan nafas sekuat mungkin hingga dapat merasakan tidak ada lagi udara dalam paru-paru. Hal tersebut dilakukan sebanyak tiga kali untuk mengetahui nilai hasil pemeriksaan fungsi paru.

(3)

kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Saudara tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Saudara membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya,

Nama : Louis Reinaldo

Alamat : Jl. Gaperta Ujung Komplek The Mansion Gaperta No.9

Medan

No. HP : 085265648115

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, apabila Saudara bersedia ikut di dalam penelitian ini, diharapkan Saudara mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.

Terimakasih saya ucapkan kepada Saudara yang telah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Medan, …... September 2015

Peneliti,

(4)

Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Dengan ini, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………..

Usia : ………. Tahun

Jenis Kelamin : LK/PR (Coret yang tidak perlu)

Alamat : ………..

Sudah mempelajari dan mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya mengenai penelitan dengan judul :

“PERBANDINGAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG PADA MAHASISWA FK USU”

Saya menyatakan bahwa saya bersedia menjadi subjek penelitian dengan catatan sewaktu-waktu bisa mengundurkan diri apabila tidak mampu mengikuti penelitian ini. Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun.

Medan, …. September 2015

Yang membuat pernyataan Peneliti

(……….) ( Louis Reinaldo )

(5)

DAFTAR ISIAN RESPONDEN

1. Apakah anda sering terpapar dengan debu?

A. Ya B. Tidak

2. Apakah anda mengkonsumsi rokok filter?

A. Ya B. Tidak

3. Jika Ya, Berapa Jumlah rokok yang anda konsumsi dalam sehari?

A. 1-10 B. 11-20 C. >20

4. Apakah anda rutin berolahraga?

A. YA B. Tidak

5. Jika Ya, Berapa kali dalam seminggu anda berolahraga?

A. 1 B. 3 C. 5

6. Apakah anda memiliki penyakit atau gangguan saluran pernafasan?

A. Ya B. Tidak

7. Jika Ya, Sebutkan : ………

Keterangan:

(6)

Lampiran 4

DATA INDUK

No. Kode Nama Usia Tinggi Badan Kategori Perokok Nilai APE

1. JL 20 166-170 Perokok Sedang Normal

2. AS 22 171-175 Perokok Sedang Tidak Normal 3. F 21 155-160 Perokok Sedang Tidak Normal

4. M RH 21 166-170 Perokok Sedang Normal

5. AA 20 166-170 Perokok Sedang Tidak Normal 6. HTG 21 171-175 Perokok Sedang Tidak Normal 7. J 20 166-170 Perokok Sedang Tidak Normal

8. M AF 21 176-180 Perokok Sedang Normal

9. M RE 19 181-185 Perokok Sedang Normal

(7)

16. AD 21 176-180 Perokok Sedang Tidak Normal

17. SAA 21 176-180 Perokok Sedang Normal

18. KM V 20 166-170 Perokok Sedang Tidak Normal 19. HIR 20 161-165 Perokok Sedang Tidak Normal 20. M RS 20 161-165 Perokok Sedang Tidak Normal

21. LM 20 181-185 Per okok Ringan Normal

22. PTN 19 166-170 Per okok Ringan Normal

23. TM F 21 155-160 Per okok Ringan Tidak Normal 24. LRH 20 166-170 Per okok Ringan Tidak Normal 25. M RF 20 176-180 Per okok Ringan Normal 26. M RM 20 171-175 Per okok Ringan Normal

27. HAP 21 166-170 Per okok Ringan Normal

28. RS 21 181-185 Per okok Ringan Normal

29. RCGS 21 166-170 Per okok Ringan Tidak Normal

30. KB 21 166-170 Per okok Ringan Normal

31. KIH 21 171-175 Per okok Ringan Normal

32. OD 20 181-185 Per okok Ringan Tidak Normal

33. AT 20 161-165 Per okok Ringan Normal

34. POG 19 171-175 Per okok Ringan Tidak Normal

(8)

36. RI 22 166-170 Per okok Ringan Normal 37. M NN 20 166-170 Per okok Ringan Tidak Normal 38. RPH 21 176-180 Per okok Ringan Tidak Normal

39. ABT 21 176-180 Per okok Ringan Normal

(9)

Lampiran 5

(10)
(11)
(12)
(13)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, T. Y., 1997, Rokok dan Kesehatan. Jakarta: UI Press

Alsagaff, Hood. 1995. Kanker Paru dan Terapi Paliatif .Surabaya: Airlangga University Press.

Alsagaff, Hood dan A, Mukty. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Penyakit Paru. Cetakan Ketiga. Surabaya: Airlangga University Press.

Alsagaff, H. dan Mangunnegoro, H., 1993. Nilai Normal Faal Paru Orang Indonesia Pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan

Rekomendasi American Thoracic Society (ATS). Surabaya: Airlangga University.

Bergman, RA, AK Afifi dan PM Heider. 1996. Histology. Philadelphia: WB Saunders Company.

Bustan, M.N., 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Depkes RI. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.

Evelyn, Pearce. 1992. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Edisi ke empat. Jakarta: PT Gramedia.

(14)

Global Initiative for Asthma (GINA), 2002.Global Burden of Asthma-Global Initiative for Asthma. Diunduh dari:

http://www.ginasthma.com/download.asp?intId=29. [Diakses 15 Mei 2015]

Guyton, A. C. & J. E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.

Jakarta: EGC.

Hans, Tandra. 2003. Merokok dan Kesehatan. Jakarta: Kompas Cyber Media.

Harvey, R.A., & Champe, P.C., 2009. Lippincott’s Illustrated Reviews: Pharmacology, 4th Edition. USA: Lippincott-Wiliams and Wilkins.

Hudoyo, A., 2000. The Anti-Cigarette Campaign in Indonesia “Challenges and Strategies”, Journal of Respirology Indonesia, 20 (2) pp 81-84. Diunduh dari: http://www1.worldbank.org/tobacco/pdf/Djutaharta (abstrak) [Diakses 1 Juni 2015]

Jain, Prasoonet al. 1998. Utility of Peak Expiratory Flow Monitoring. CHEST The Cardiopulmonary and Critical Care Journal, No. 114, pp: 861-876.

Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. 1st ed. Yogyakarta: Riz’ma.

Karia Ritesh, 2012. Comparative Study of Peak Expiratory Flow Rate and Maximum Voluntary Ventilation between Smokers and Non-smokers.

National Journal of Medical Research, 2 (2): 191-193.

Komalasari, D .& Helmi, A.F. 2000. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Menaldi, Rasminet al. 2001. Prosedur Tindakan Bidang Paru dan Pernapasan, Diagnosa dan Terapi .Jakarta: BagianPulmonologi FK UI, hlm. 34-36.

(15)

Pradjnaparamita. 1997. Persiapan Pemeriksaan APE dalam Pelangi Asma.

Dalam: Kumpulan Makalah Workshop on Respiratory Physiology and Its Clinical Aplication. Jakarta: PDPI.

Price, Silvia Anderson. 1995. Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed.4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rosbinawati, Sembring. 2002. Hubungan Debu Padi Dengan Gejala Pernapasan pada Tenaga Kerja Kilang Padi di Desa Tanjung Selamat Medan Tahun

2005. Medan: Skripsi FKM-USU.

Sajinadiyasa, 2010. Prevalensi dan Risiko Merokok Terhadap Penyakit Paru Di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Jurnal

Respirologi Indonesia. Denpasar: Divisi Pulmonologi/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.

Simbolon, Hilferia. 2014. Perbedaan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok dan Bukan Perokok. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Sirait, A M. 2002. Perilaku Merokok di Indonesia. Jurnal Penelitian Kesehatan, 3 (30): 139-152.

Sitopoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Sugeng, Triswanto. 2007. Stop Smoking. Yogyakarta: Progressif Books.

Syaifuddin. 1996. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.

Sylvia, A.P. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.Edisi 4.

Jakarta: EGC.

(16)

Wardoyo. 1996. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. Solo: Toko Buku Agency.

Waris, G., &Ahsan, H., 2006. Reactive Oxygen Species: Role in the Development of Cancer and Various Chronic Conditions. Journal of Carcinogenesis, 5:14.

WHO.1993. Deteksi Penyakit Dini Penyakit Akibat Kerja Cetakan Pertama.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO. 2008. WHO report on the Global Tobacco Epidemic. WHO. Diunduh dari: http://www.who.int/tobacco/mpower/mpower_report_full 2008.pdf. [Diakses 17 Mei 2015]

World Health Organization (WHO), 2006.Tobacco: Deadly in Any Form or Disguise. A global epidemic of addiction disease, Jenewa.

(17)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Yang menjadi kerangka konsep dalam penelitian adalah perbandingan antara mahasiswa yang merokok lebih dari satu tahun dengan mahasiswa yang kurang dari satu tahun di FK USU terhadap Arus Puncak Ekspirasi (APE).

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Definisi Operasional

Variabel penelitian yang akan diteliti sebagai berikut: A. Variabel dependen : Perokok ringan dan Perokok sedang

Perokok ringan adalah orang yang mengkonsumsi rokok kurang dari 10 batang per hari.

Perokok sedang adalah orang yang mengkonsumsi rokok antara 11-20 batang per hari

Alat ukur : Wawancara Skala pengukuran : Interval

B. Variabel independen : Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) Perokok Ringan

(18)

Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) adalah aliran udara ekspirasi terbesar yang didapat melalui ekspirasi maksimum secara paksa setelah inspirasi maksimum terlebih dahulu yang dinyatakan dalam persen. Pemeriksaan APE yang di lakukan merupakan pemeriksaan sesaat.

a. Alat ukur : Mini Wright Peak Flowmeter

b. Skala pengukuran : Rasio

3.3. Hipotesis Penelitian

(19)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional yaitu mengetahui hubungan sebab akibat antara dua variabel secara observasional dengan pendekatan cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran Sumatera Utara di Jalan dr. Mansyur No.5

Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan September 2015 sampai dengan November 2015, dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FK USU yang merokok dan memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk dalam kriteria eksklusi.

Kriteria Inklusi:

(20)

Kriteria Eksklusi:

1. Memiliki penyakit, atau gangguan pada saluran pernafasan 2. Memiliki kelainan anatomi yang dapat mengganggu dalam uji

tes peak flow meter

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dimana pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Simple Random Sampling dan jumlah yang mengikuti penelitian sebanyak 20 orang tiap kelompok.

=

1. Melakukan wawancara untuk menyesuaikan sampel dengan kriteria 2. Sampel penelitian diminta untuk mengisi lembar Informed Consent

3. Pemeriksaan APE:

a. Pemeriksaan dilakukan dalam keadaan berdiri tegak. b. Skala pengukuran pada alat harus dibuat nol

c. Sampel penelitian diajarkan maneuver meniup yang benar.

Sampel penelitian menghirup udara sebanyak-banyaknya dengan cepat kemudian meletakkan alat pada mulut dan katupkan bibir disekeliling

(21)

Memberi aba-aba yang keras dan jelas agar sampel penelitan dapat melaksanakan dengan baik.

d. Pemeriksaan dilakukan 3 kali dan diambil nilai yang tertinggi (Menaldi,2001) 4. Baca hasil pemeriksaan APE (nilai APE ukur) pada peak flow meter (dalam

L/menit)

5. Berdasarkan umur dan tinggi badan sampel penelitan, dibaca nilai APE prediksi pada tabel nilai normal APE untuk pria Indonesia berdasarkan penelitian tim IPP 1992.

6. Presentase nilai APE diukur terhadap APE prediksi

∶ ( /( / ) ) 100%

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan analisis statistik inferensial menggunakan chi square. Data hasil penelitian berupa prevalensi obstruksi saluran nafas dianalisis dan diuji menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.00 For windows.

(22)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU), Medan. Gedung Fakultas Kedokteran USU terdapat di kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Jl.Dr.Mansyur No.5 Medan dengan batas wilayah :

Batas utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan Batas selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Batas timur : Jalan Universitas, Padang Bulan Batas barat : Fakultas Psikologi USU

5.1.2. Karateristik Sampel

Data penelitian yang diambil adalah data primer, yaitu data yang diambil secara langsung oleh peneliti di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dari tanggal 18 Oktober 2015 sampai tanggal 18 November 2015.

(23)

5.1.3. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia Tabel 5.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia

Usia Kategori Perokok

Grafik 5.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia

(24)

sebanyak 2 orang (10%). Rata-rata usia sampel pada penelitian ini adalah 20.52 ± 0.81 tahun.

5.1.4. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan Tabel 5.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan

Tinggi Badan Kategori Perokok

Grafik 5.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan

(25)

Dari tabel 5.2. dan grafik 5.2. dapat dilihat bahwa tinggi badan pada perokok ringan paling banyak adalah 166-170 cm yaitu 8 orang (40%), diikuti tinggi badan 176-180 cm sebanyak 4 orang (20%), 171-175 sebanyak 3 orang (15%), 181-185 cm sebanyak 3 orang (15%), 155-160 cm sebanyak 1 orang (5%) serta 161-165 cm sebanyak 1 orang (5%). Sedangkan tinggi badan pada perokok sedang paling banyak adalah 176-180 cm yaitu 6 orang (30%), diikuti 166-170 cm sebanyak 5 orang (25%), 161-165 cm sebanyak 4 orang (20%), 171-175 cm sebanyak 2 orang (10%), 181-185 cm sebanyak 2 orang (10%), serta 155-160 cm sebanyak 1 orang (5%). Rata-rata tinggi badan pada penelitian ini adalah 166-170 cm.

Tabel 5.3. Analisa Arus Puncak Ekspirasi Pada Perokok Ringan dan Sedang Kategori Perokok Normal (n) Tidak Normal (n) P value

Perokok Ringan 13 7

0.011

Perokok Sedang 5 15

Total 18 22

Dari analisa data menggunakan uji chi square didapatkan p value pada penelitian sebesar 0.011. P < 0.05 ini menujukkan adanya perbedaan Arus puncak ekspirasi yang signifikan pada perokok ringan dan perokok sedang.

5.2. Pembahasan

(26)

Ada beberapa alasan yang menyebabkan penurunan APE pada perokok, salah satunya adalah karena adanya perubahan struktur serta fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas, sel mukosa menjadi membesar dan kelenjar mukus bertambah banyak sehingga terjadi penyempitan pada saluran pernafasan (Sugeng, 2007). Pada penelitian sebelumnya ditemukan penyempitan tersebut terjadi di bronkus. Pada jaringan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli (Hans, 2003).

Peradangan dapat terjadi baik pada perokok ringan maupun perokok sedang semuanya terjadi peradangan, namun jumlah batang rokok yang dikonsumsi berpengaruh pada derajat keparahan peradangan pada saluran pernafasan tersebut. Derajat keparahan inilah yang menyebabkan arus puncak ekspirasi pada perokok sedang lebih rendah daripada perokok ringan.

Namun hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2014) yang mendapati tidak adanya perbedaan yang signifikan pada APE antara perokok ringan dan perokok sedang.

(27)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Ada perbedaan signifikan pada arus puncak ekspirasi antara perokok ringan dan perokok sedang pada mahasiswa FK USU walaupun penurunan arus puncak ekspirasi pada perokok sedang belum tentu menunjukkan kejadian patologis.

6.2. Saran

1. Agar dilakukan penelitian lanjutan dengan menambah jumlah sampel.

2. Memasukkan tinggi badan kedalam kriteria inklusi dan eksklusi untuk mengurangi bias.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Merokok

Rokok didefinisikan sebagai gulungan tembakau yang dibungkus menggunakan daun nipah atau kertas (KBBI, 2008).Sedangkan perilaku merokok dapat didefinisikan sebagai aktivitas subjek yang berhubungan dengan perilaku merokoknya, yang diukur melalui intensitas merokok, waktu merokok, dan fungsi merokok dalam kehidupan sehari-hari (Komalasari dan Helmi, 2000).

2.1.1. Kandungan rokok

Bahan utama rokok adalah tembakau, dan setelah dibakar, asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat-zat yang membahayakan kesehatan. Kandungan utama pada tembakau adalah tar, nikotin, dan karbon monoksida (CO). Selain itu, dalam sebatang rokok juga mengandungi bahan-bahan kimia lain yang juga sangat beracun. Zat-zat beracun yang terdapat di dalam rokok antara lain: (Fauci et al, 2008)

1. Karbon monoksida (CO) adalah unsur yang dihasilkan oleh pembakaran tidak sempurna dari unsur zat arang atau karbon.

2. Nikotin adalah suatu zat yang memiliki efek adiktif dan psikoaktif sehingga perokok akan merasakan kenikmatan, kecerdasan berkurang, toleransi dan keterikatan. Keterikatan berlaku karena meningkatnya sekresi dopamin. (Salokangas et al, 2000). Nikotin bukan senyawa karsinogenik. Dosis yang tinggi dapat menyebabkan paralisis sistem pernafasan. Lebih dari 90% kandungan nikotin dalam asap rokok diabsorbsi ke dalam tubuh (Harvey, 2009).

(29)

nafas dan juga dapat meracuni jaringan tubuh terutama ginjal (Fauci et al, 2008).

4. Polonium-210, suatu senyawa karsinogenik (Alsagaff, 1995).

5. 3,4-benzypyrene, karsinogen yang terkandung dalam asap rokok. Juga terkandung dalam bahan bakar diesel (Alsagaff, 1995).

6. Salah satu kandungan dalam rokok kretek adalah eugenol, suatu cairan kuning pucat yang diekstraksi dari cengkeh. Eugenol digunakan dalam produksi haruman (perfume), antiseptik, dan sebagai bahan perasa..

7. Salah satu kandungan asap rokok adalah Reactive Oxygen Species. Ini dapat menyebabkan kerusakan DNA sel tubuh sehingga menimbulkan kanker (Waris, 2006).

2.1.2. Jenis Rokok

Di Indonesia pada umumnya, rokok dibedakan menjadi beberapa jenis.Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, proses pembuatan rokok dan penggunaan filter pada rokok. Menurut Jaya (2009), maka rokok dibagi

a. Rokok berdasarkan bahan pembungkus :

- Klobot : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun jagung - Kawung : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun aren - Sigaret : rokok yang bahan pembungkusnya berupa kertas

- Cerutu : rokok yang bahan pembungkusnya berupa daun tembakau

b. Rokok berdasarkan bahan baku :

- Rokok Putih : rokok yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

(30)

- Rokok Klembak :rokok yang bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh dan kemenyan untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu. c. Rokok berdasarkan proses pembuatannya :

- Sigaret Kretek Tangan : rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling dengan menggunakan tangan atau alat bantu sederhana.

- Sigaret Kretek Mesin : rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin

d. Rokok berdasarkan penggunaan filter :

- Rokok Filter : rokok yang pada pangkalnya terdapat gabus

- Rokok Non Filter : rokok yang pada pangkalnya tidak terdapat gabus

2.1.3. Kategori Perokok 1. Perokok Pasif

(31)

2.1.4. Jumlah Rokok yang Dihisap

Menurut Bustan (1997) jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak per hari. Jenis rokok dapat dibagi atas 3 kelompok yaitu : 1. Perokok Ringan: Disebut perokok ringan apabila merokok kurang dari 10

batang per hari.

2. Perokok Sedang: Disebut perokok sedang jika menghisap 11-20 batang per hari.

3. Perokok Berat: Disebut perokok berat jika menghisap lebih dari 20 batang

2.2. Anatomi Dan Fisiologi Paru 2.2.1. Sistem Pernafasan

Organ pernafasan merupakan organ yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Organ pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian penghantar udara dan bagian yang berperan sebagai tempat pertukaran gas. Bagian penghantar udara terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Sedangkan bagian pertukaran gas terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Struktur saluran udara ini berperan dalam mengatur jalannya udara, dengan cara menghangatkan dan serta menyingkirkan benda-benda asing yang masuk (Plopperdan Adams, 1993; Bergman et al,1996).

2.2.2. Cavum Nasalis

(32)

hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae.(Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.3. Faring

Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan dua saluran, yaitu saluran pernafasan nasofaring pada bagian depan dan saluran pencernaan orofaring pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara. Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernafasan karena saluran pernafasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernafas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan (Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.4. Laring

(33)

2.2.5.Trakea

Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (toraks). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia.Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernafasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus) (Evelyn, Pearce, 1992).

2.2.6. Bronkus

(34)

Sumber : (Evelyn. Pearce, Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Tahun 1992, Hal 219).

Gambar 2.1.Anatomi Paru

2.2.7. Fungsi Pernafasan

Adapun fungsi pernafasan, yaitu: (Syaifuddin, 1996)

1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk mengadakan pembakaran

2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran, kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh)

3. Melembabkan udara.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang dihirup. Paru-paru merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).

Proses dari sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung beberapa tahap, yaitu: (Alsagaf, 2005)

(35)

2. Pertukaran gas di dalam alveoli dan darah. Proses ini disebut pernafasan luar

3. Transportasi gas melalui darah

4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan. Proses ini disebut pernafasan dalam

5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut juga pernafasan seluler.

2.2.8. Mekanika Pernafasan

Proses terjadinya pernafasan terbagi 2 bagian, yaitu: (Syaifuddin, 1996) 1. Menarik nafas (inspirasi)

2. Menghembus nafas (ekspirasi)

Bernafas berarti melakukan inspirasi dan ekskresi secara bergantian, teratur, berirama dan terus-menerus. Bernafas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernafasan. Refleks bernafas ini diatur oleh pusat pernafasan yang terletak di dalam sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat menahan, memperlambat atau mempercepat nafasnya, ini berarti bahwa refleksnafas juga di bawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernafasan sangat peka terhadap kelebihan kadar karbon dioksida dalam darah dan kekurangan oksigen dalam darah (Syaifuddin, 1996).

(36)

apabila pada suatu saat otot-otot akan relaksasi dan dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar (Price, 1995).

2.3. Gangguan Pernafasan

2.3.1. Penyebab-Penyebab Utama Penyakit Pernafasan.

Sebab-sebab utama penyakit pernafasan, yaitu: (WHO, 1993)

1. Mikroorganisme patogen yang mampu bertahan terhadap fagositosis 2. Partikel-partikel mineral yang menyebabkan kerusakan atau kematian

makrofag yang menelannya, sehingga menghambat pembersihan dan merangsang reaksi jaringan

3. Partikel-partikel organik yang merespon imun

4. Kelebihan beban sistem akibat paparan terus-menerus terhadap debu espirasi berkadar tinggi yang menumpuk disekitar saluran nafas terminal.

Stimulasi saluran nafas berulang (bahkan mungkin juga oleh partikel-partikel inert), menyebabkan penebalan dinding bronki, meningkatkan sekresi mukus, merendahkan ambang refleks penyempitan dan batuk, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi pernafasan dan gejala-gejala asmatik (WHO, 1993).

2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Paru

(37)

hubungan yang bermakna secara statistik antara umur dengan gejala gangguan pernafasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya hubungan faktor umur dengan potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang. Bermacam-macam perubahan biologis berlangsung seiring dengan bertambahnya usia dan ini akan mempengaruhi kemampuan seseorang dalam bekerja.

Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan degan debu, aerosol dan gas iritan. Menurut hasil penelitian Rosbinawati (2002) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan gangguan pernafasan, maka semakin lama masa kerja seseorang semakin lama terpajan dengan debu, aerosol, dan gas iritan sehingga semakin mengganggu kesehatan paru (Rosbinawati, 2002).

Merokok merupakan faktor pencetus timbulnya gangguan pernafasan, karena asap rokok yang terhisap dalam saluran nafas akan mengganggu lapisan mukosa saluran nafas. Dengan demikian akan menyebabkan munculnya gangguan dalam saluran nafas. Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur jalan nafas. Perubahan struktur jalan nafas atas berupa hipertrofi dan hyperplasia kelenjar mukus. Sedangkan perubahan struktur jalan nafas bawah bervariasi, hyperplasia sel goblet dan penumpukan secret intraluminar. Perubahan struktur karena merokok biasanya dihubungkan dengan perubahan/kerusakan fungsi. Perokok berat dikatakan apabila menghabiskan rata-rata dua bungkus rokok sehari, memiliki resiko memperpendek usia harapan hidupnya 0,9 tahun lebih cepat ketimbang perokok yang menghabiskan 20 batang sigaret sehari (Rosbinawati, 2002).

2.4. Volume dan Kapasitas Paru

(38)

maksimal paru-paru yang sedang mengembang atau disebut juga total lung capacity, dan arti dari masing-masing volume tersebut adalah sebagai berikut : 1. Volume alun nafas (tidal) yaitu volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi

setiap kali bernafas normal; besarnya sekitar 500 mL

2. Volume cadangan inspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume alun nafas normal; besarnya sekitar 3000 mL 3. Volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diekspirasi

secara kuat pada akhir ekspirasi alun nafas normal; besarnya sekitar 1100 mL 4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah

ekspirasi paling kuat; besarnya sekitar 1200 mL (Guyton, 2007; Santosa, 2004)

Sedangkan untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru. Kapasitas paru tersebut dibagi juga menjadi empat yaitu :

1. Kapasitas inspirasi adalah volume alun nafas ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum; sekitar 3500 mL.

2. Kapasitas residu fungsional adalah volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal; sekitar 2300 mL.

3. Kapasitas vital (KV) adalah volume cadangan inspirasi ditambah volume alun nafas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya; sekitar 4600 mL.

(39)

Selain itu, kita juga mengenal beberapa istilah lain seperti:

1. Kapasitas vital paksa (KVP), yaitu pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital,

tetapi pada orang yang menderita obstruksi saluran nafas akan mengalami pengurangan yang nyata karena penutupan prematur saluran nafas yang kecil dan akibat udara yang terperangkap.

2. Volume Ekspirasi Paksa (VEP), yaitu volume udara yang dapat diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP. Biasanya VEP diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan, ini disebut VEP1.VEP merupakan petunjuk yang sangat berharga untuk mengetahui adanya gangguan kapasitas ventilasi dan nilai yang kurang dari 1 L selama detik pertama menunjukkan adanya gangguan fungsi yang berat.VEP sebaiknya selalu dihubungkan dengan KVP atau KV. Individu normal dapat menghembuskan nafas sekitar 80% dari kapasitas vitalnya dalam satu detik, dinyatakan sebagai rasio VEP1/KVP. Tidak banyak perbedaan apakah KVP atau KV yang dipergunakan sebagai rasio, hasilnya kurang lebih sama. Rasio ini besar sekali manfaatnya untuk membedakan antara penyakit-penyakit yang menyebabkan obstruksi saluran nafas dan penyakit-penyakit yang menyebabkan paru-paru tidak dapat mengembang sepenuhnya. Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema, terjadi pengurangan VEP1 yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal), sehingga rasio VEP1/KVP kurang dari 80%.Pada obstruksi saluran nafas yang lebih berat, seperti yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi 20%.

(40)

mengalami penurunan karena penyempitan atau obstruksi jalan nafas. APE ini memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan, umur dan jenis kelamin.Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal, jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120%. Nilai prediksi adalah hasil bagi nilai aktual APE subyek penelitian dengan nilai normal APE standarnya, lalu dikalikan 100% (Sylvia, 1995).

Gambar 2.2. Diagram Nilai Arus Puncak Ekspirasi

2.5.Pemeriksaan Faal Paru

(41)

Pada pemeriksaan penunjang faal paru, spirometer merupakan pemeriksaan gold standart.Bila spirometer tidak tersedia dapat digunakan APE. Peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometer hanya terdapat di rumah sakit besar saja, seringkali jauh dari jangkauan puskesmas (Yunus, 2003).

Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi merupakan pengukuran jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak flow meter atau spirometer. Tujuan pemeriksaan ini adalah mengukur secara objektif arus udara pada saluran nafas besar (Menaldi, 2001).

Dalam setiap pemeriksaan APE sebaiknya dilakukan 3 kali tiupan,kemudian diambil angka tertinggi. Tiupan dilakukan setelah inspirasi dalam,dilanjutkan tiupan dengan cepat dan kuat (Pradjnaparamita, 1997). Nilai yang dianggap reprodusibel ialah jika perbedaan antara 2 nilai yang didapat < 10% untuk 3 kali maneuver atau < 15% untuk 4 kali maneuver dihitung dari nilai APE tertinggi (Alsagaff dan Mangunegoro, 1993).

Indikasi Pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi di antaranya :

a. Monitor efek dari polusi udara seperit asap rokok terhadap fungsi paru b. Monitor pasien yang terkena asma

c. Monitor pasien COPD (Menaldi, 2001)

Ada tiga macam cara pengukuran APE, yaitu:

a. APE sesaat

1) Dapat dilakukan setiap waktu

2) Untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas

(42)

4) Nilai APE sesaat selalu dibandingkan dengan nilai tertinggi untuk mendapatkan persentase.

b. APE tertinggi

1) Sebagai standard nilai normal seseorang 2) Sebagai pembanding untuk nilai persentase

3) APE tertinggi didapat dari nilai APE tertinggi dari hasil monitor APE setiap hari 2 kali sehari pagi dan sore selama 2 minggu.

c. APE variasi harian

1) Mengetahui nilai tertinggi / standard normal seseorang

2) Mengetahui stabilitas asma (asma yang terkontrol), asma yang terkontrol adalah yang memiliki variasi harian < 20% (GINA, 2002; Pradjnaparamita, 1997).

Harga normal nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) untuk laki-laki adalah 500-700 L/menit, sedangkan untuk perempuan 380-500 L/menit. Variasi dari nilai APE pada populasi umum ditentukan oleh umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan, dan merokok (Jain,1998).

Interpretasi pemeriksaan Arus Puncak Ekspirasi menurut Menaldi (2001) adalah:

(43)

b. Obstruksi akut :< 80% dari nilai terbaik

Jika didapat nilai >15%, maka dianggap obstruksi saluran nafas yang ada belum terkontrol.

(44)

2.6 Kerangka Konsep

Per okok Ringan Per okok Sedang

Rokok

Karbon M onoksida Nikot in Tar

Bronkokonst rikt or

Penyempit an pada bronkus

(45)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Otitis Media Akut (OMA) merupakan inflamasi akut telinga tengah yang berlangsung kurang dari tiga minggu dimana telinga tengah adalah ruang di dalam telinga yang terletak antara membran timpani dengan telinga dalam serta berhubungan dengan nasofaring melalui tuba Eustachius (Tortora, 2009). Perjalanan OMA terdiri atas beberapa aspek yaitu efusi telinga tengah yang akan berkembang menjadi pus oleh karena adanya infeksi mikroorganisme, adanya tanda inflamasi akut, serta munculnya gejala otalgia, iritabilitas, dan demam (Linsk et al., 2002; Kaneshiro, 2010; WHO, 2006). Dikatakan juga bahwa pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran nafas atas. Pada anak-anak semakin sering terserang infeksi saluran nafas, makin besar kemungkinan terkena OMA (Djaafar, 2007). Penyebab Otitis Media Akut didominasi oleh infeksi bakteri dan sepertiga kasus disebabkan oleh virus. Sepertiga kasus dari infeksi bakteri disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan sepertiga kasus untuk

Haemophilus influenza (Worrall, 2007).

(46)

anak-anak di Amerika Serikat disebabkan terkena OMA. Studi lain melaporkan bahwa 70% dari anak-anak mengalami > 1 kali serangan OMA sebelum berusia 2 tahun. Di Indonesia, belum ada data yang akurat untuk menunjukkan prevalensi, insidensi maupun angka kejadian OMA. Penelitian oleh Titisari yang dilakukan di Departemen THT FKUI RSCM & poli THT RSAB Harapan Kita menunjukkan terdapat 43 pasien yang mengalami OMA antara Agustus 2004 sampai Februari 2005.

OMA adalah penyakit yang lazim terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Hal itu disebabkan posisi tuba eustachius anak-anak pada fase perkembangan telinga tengah lebih horizontal, pendek, dan lebar dengan drainase yang minimal dibandingkan usia dewasa (Tortora, 2009). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kerjadian OMA yaitu banyaknya paparan asap rokok, waktu pemberian ASI eksklusif, lingkungan bermain dan tempat tinggal anak, penurunan sistem imun, serta riwayat OMA pada keluarga. Gejala yang serius seperti demam, otalgia dan otorrhea dapat mengganggu aktivitas sehari-hari anak dan memiliki dampak negatif yang besar pada kualitas hidup mereka (Wang

et al., 2011). Puncak kejadian OMA terjadi antara usia 6 sampai 12 bulan dan lebih dari 80% anak-anak didiagnosis dengan OMA pada usia 3 tahun (Coticchia, 2013). OMA apabila tidak ditangani dengan antibiotik yang tepat dapat menimbulkan komplikasi, yaitu OMSK, meningitis dan abses otak (Djaafar, 2007). Untuk itu pencegahan ataupun penanganan terhadap OMA sangat penting, sehingga informasi akan faktor-faktor resiko OMA sangat dibutuhkan. Maka peneliti tertarik ingin melakukan penelitian tentang karakteristik pasien yang menderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

(47)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan usia

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan jenis kelamin

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan gejala klinis

d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan stadium OMA

e. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan sisi telinga yang terkena OMA

f. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan riwayat ISPA

g. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan riwayat pemberian ASI

h. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan riwayat penitipan anak

(48)

j. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pasien OMA berdasarkan riwayat pemakaian dot

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

a. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan Otits Media Akut.

b. Sebagai bahan pertimbangan dalam hal pengawasan dan penanggulangan penyakit Otitis Media Akut di RSUP H. Adam Malik Medan.

c. Memberikan informasi kepada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan lembaga pendidikan lainnya mengenai karakteristik-karakteristik pada penderita Otitis Media Akut.

d. Menambah wawasan peneliti mengenai Otitis Media Akut dan mengembangkan kemampuan peneliti dalam melakukan penelitian.

(49)

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir pemerintah terus aktif melakukan penyuluhan mengenai bahaya merokok. Ini disebabkan oleh tingginya jumlah perokok aktif yang ada di Indonesia. Meskipun para pengguna rokok ini mengetahui adanya bahaya merokok, namun hal ini tidak membuat mereka berhenti untuk mengkonsumsi rokok. Salah satu dari bahaya merokok tersebut adalah kerusakan pada sistem pernafasan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membuktikan adanya perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok ringan dan perokok sedang.

Penelitian ini menggunakan cross sectional study. Subjek penelitian ini merupakan perokok aktif berusia 19 tahun sampai dengan 22 tahun dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n=40). Dengan metode acak sederhana, subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu perokok ringan (n=20) dan perokok sedang (n=20). Subjek yang telah dibagi menjadi dua kelompok tersebut melakukan tes Arus Puncak Ekspirasi menggunakan Peak Flow Meter. Hasil penilaian tersebut kemudian diolah menggunakan program SPSS For Windows.

Pada hasil penilaian APE didapatkan 13 orang memiliki hasil normal dan 7 orang tidak normal pada kelompok perokok ringan, sedangkan pada kelompok perokok sedang terdapat 5 orang memiliki nilai normal dan 15 orang memiliki nilai tidak normal. Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan Arus Puncak Ekspirasi yang signifikan (p <0.05) antara kelompok perokok ringan dan kelompok perokok sedang.

(50)

ABSTRACT

The last few years, the government continues to actively carry out counseling on the dangers of smoking. This is caused by the high number of active smokers in Indonesia. Although the smokers is aware of the dangers of smoking, but this didn’t make them stop to consume cigarettes. One of the dangers of smoking is the damage in the respiratory system. Therefore, the purpose of this research was to prove the difference in peak expiratory flow on the light smokers and moderate smokers.

This research using a cross sectional study. Subjects of this research are active smokers aged 19 to 22 years and enrolled as a student at the Faculty of Medicine, University of North Sumatra (n = 40). With the simple random method, subjects were divided into two groups: light smokers (n = 20) and moderate smokers (n = 20). The subjects that have been divided into two groups took a peak expiratory flow test by using the Peak Flow Meter. Results of the research are then processed by using SPSS for Windows.

The results of this research shows that 13 peoples have normal PEF and 7 peoples have abnormal PEF on the group of light smokers, while moderate smokers group shows that 5 peoples have normal value and 15 peoples have abnormal value. The result of analysis shows the difference of Peak Expiratory Flow were significantly (p <0.05) between group of light smokers and moderate smokers group.

(51)

PERBANDINGAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG PADA MAHASISWA FK USU

Oleh :

LOUIS REINALDO 120100400

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(52)

PERBANDINGAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI PADA PEROKOK RINGAN DAN PEROKOK SEDANG PADA MAHASISWA FK USU

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

LOUIS REINALDO 120100400

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(53)
(54)

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir pemerintah terus aktif melakukan penyuluhan mengenai bahaya merokok. Ini disebabkan oleh tingginya jumlah perokok aktif yang ada di Indonesia. Meskipun para pengguna rokok ini mengetahui adanya bahaya merokok, namun hal ini tidak membuat mereka berhenti untuk mengkonsumsi rokok. Salah satu dari bahaya merokok tersebut adalah kerusakan pada sistem pernafasan. Oleh sebab itu, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk membuktikan adanya perbedaan arus puncak ekspirasi pada perokok ringan dan perokok sedang.

Penelitian ini menggunakan cross sectional study. Subjek penelitian ini merupakan perokok aktif berusia 19 tahun sampai dengan 22 tahun dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (n=40). Dengan metode acak sederhana, subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu perokok ringan (n=20) dan perokok sedang (n=20). Subjek yang telah dibagi menjadi dua kelompok tersebut melakukan tes Arus Puncak Ekspirasi menggunakan Peak Flow Meter. Hasil penilaian tersebut kemudian diolah menggunakan program SPSS For Windows.

Pada hasil penilaian APE didapatkan 13 orang memiliki hasil normal dan 7 orang tidak normal pada kelompok perokok ringan, sedangkan pada kelompok perokok sedang terdapat 5 orang memiliki nilai normal dan 15 orang memiliki nilai tidak normal. Hasil analisa menunjukkan adanya perbedaan Arus Puncak Ekspirasi yang signifikan (p <0.05) antara kelompok perokok ringan dan kelompok perokok sedang.

(55)

ABSTRACT

The last few years, the government continues to actively carry out counseling on the dangers of smoking. This is caused by the high number of active smokers in Indonesia. Although the smokers is aware of the dangers of smoking, but this didn’t make them stop to consume cigarettes. One of the dangers of smoking is the damage in the respiratory system. Therefore, the purpose of this research was to prove the difference in peak expiratory flow on the light smokers and moderate smokers.

This research using a cross sectional study. Subjects of this research are active smokers aged 19 to 22 years and enrolled as a student at the Faculty of Medicine, University of North Sumatra (n = 40). With the simple random method, subjects were divided into two groups: light smokers (n = 20) and moderate smokers (n = 20). The subjects that have been divided into two groups took a peak expiratory flow test by using the Peak Flow Meter. Results of the research are then processed by using SPSS for Windows.

The results of this research shows that 13 peoples have normal PEF and 7 peoples have abnormal PEF on the group of light smokers, while moderate smokers group shows that 5 peoples have normal value and 15 peoples have abnormal value. The result of analysis shows the difference of Peak Expiratory Flow were significantly (p <0.05) between group of light smokers and moderate smokers group.

(56)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penilitian KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul "Perbandingan Arus Puncak Ekspirasi pada Perokok Ringan dan Perokok Sedang". Laporan hasil penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini tidak akan berjalan lancar tanpa dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan dan penyusunan laporan hasil penelitian KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini kepada: 1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Maya savira, M. Kes selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga proposal karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan.

3. dr. Akhyar, Sp.An dan dr. Dedi, Sp.Rad selaku dosen penguji yang telah memberi ide, kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.

4. dr. Fransiskus Hamido Sp.OG dan Rina Sebayang yaitu kedua orangtua penulis, dr. Nicholas Marco, Rian Octavianus S.T selaku kedua abang penulis, dan adik penulis Christiano Hasea Manuel beserta keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

(57)

survei dan memberi semangat maupun masukan dalam penyelesaian proposal karya tulis ilmiah ini.

6. Teman satu kelompok KTI penulis, Ibnu Gilang Syawali dan Herlita Purba yang banyak membantu selama proses penyusunan karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2015

(58)
(59)

2.2.3. Faring ………..………. 9

2.3.2. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Gangguan Paru ……….. 13

3.2. Definisi Operasional ………... 22

(60)

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ………... 27

5.1.2. Karakteristik Sampel ………..………... 27

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia ……… 28

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan ………….... 29

5.2. Pembahasan ………..………... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ………..………….. 32

6.1. Kesimpulan ………. 32

6.2. Saran ……… 32

DAFTAR PUSTAKA ……… 33

(61)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 5.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia 28

Tabel 5.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan 29

Tabel 5.3. Analisa Arus puncak ekspirasi Pada Perokok Ringan dan Sedang

(62)

DAFTAR GRAFIK

Nomor Judul Halaman

Grafik 5.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia 28

(63)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Anatomi Paru 10

Gambar 2.2. Diagram Nilai Arus Puncak Ekspirasi 16

(64)

DAFTAR SINGKATAN

APE : Arus Puncak Ekspirasi

CO : Carbon Monoksida

CO2 : Carbon Dioksida

DNA : Deoxyribonucleic Acid

FEV : Forced Expiratory Volume

IMT : Indeks Massa Tubuh

KV : Kapasitas Vital

KVP : Kapasitas Vital Paksa

LDL : Low Density Lipoprotein

O2 : Oksigen

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis

SPOT : Sindroma Obstruksi Pasca Tuberkulosis

SPSS : Statistical Product and Service Solution

VEP : Volume Ekspirasi Paksa

WHO : World Health Organization

(65)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan

Lampiran 3 Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lampiran 4 Data Induk

Lampiran 5 Data Output

Gambar

Tabel 5.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 5.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Tinggi Badan
Tabel 5.3. Analisa Arus Puncak Ekspirasi Pada Perokok Ringan dan Sedang
Gambar 2.1.Anatomi Paru
+3

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLI-B3, 2016 XXIII ISPRS Congress, 12–19 July 2016, Prague,

[r]

This paper demonstrates for the first time the potential of explicitly modelling the individual roof surfaces to reconstruct 3-D prismatic building models using spaceborne

GAJI YANG DIBAYARKAN KEPADA PEMILIK/ORANG YANG MENJADI TANGGUNGANNYA JUMLAH YANG MELEBIHI KEWAJARAN YANG DIBAYARKAN KEPADA PIHAK YANG MEMPUNYAI HUBUNGAN ISTIMEWA SEHUBUNGAN

While in image matching method, filtering DSM to obtain DTM using LIDAR processing approach in photogrammetric processes, especially when meet heavy forestry area,

Membandingkan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis organisasi;. Membandingkan

[r]

[r]