• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

4 Konsep Lanjut Usia .1 Pengertian Lansia

5.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi jatuh pada lansia

Menurut Probosuseno (2006) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko jatuh pada lansia dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

5.1.1 Faktor fisik

Faktor-faktor yang menyebabkan jatuh sangat komplek dan tergantung kondisi lansia. Diantara adanya disability, penyakit yang sedang diderita; perubahan-perubahan kaibat proses penuan (penurunan pendengaran, penurunan visus, penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain, lambatnya pergerakan, dan lansia yang hidup sendiri) neuropati perifer. Nueropati perifer dapat di nilai dengan tes berdiri satu kaki selama 10 detik, bila gagal dalam tiga tes, sangat mungkin terdapat neuropati. Kondisi sakit, panas badan atau peningkatan angka leukosit dan limfosit serta hemoglobin yang rendah juga meningkatkan risiko terjadinya jatuh (Probosuseno, 2006).

Dalam penelitian Boedhi-Darmojo (1991), menyebutkan bahwa gangguan penglihatan lebih banyak dialami oleh wanita (81,1%) dari pada pria (74,1%). Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata disebut dengan perubahan involusi, terjadi pada M. Orbikularis, refraktor palpebra inferior, tarsus, tendon kantus, medial/lateral,aponeurosis muskular levator palpebra, dan kulit. Maka bagian-bagian organ mata juga mengalami perubahan seperti retina, perubahan retina terjadi karena usia yang semakin meningkat, dan ini merupakan penyakit senilis yang dapat meningkatkan gangguan lapangan

pandang sehingga dapat meningkatkan jatuh ( Wilardjo, 2000 dalam Boedhi, 2000). Pada gangguan penglihatan ini penyakit-penyakit yang sering terjadi antara lain katarak, glaukoma, degenerasi makular, gangguan visus pasca stroke dan retinopati diabetika yang meningkat sesuai dengan umur. Entropion, ektropion tau epifora yang menyebabkan gangguan penglihatan juga meningkatkan insiden jatuh padan lansia. Walaupun gangguan penglihatan meningkatkan insiden jatuh tetapi kebutaan tidak meningkatkan insiden jatuh (Kane, 1994 dalam Boedhi,2000).

Pada gangguan pendengaran dapat meningkatkan risiko jatuh karena terjadinya gangguan keseimbangan tubuh lansia yang merupakan kaibat dari proses menua (Probosuseno, 2006). Berbagai masalah yang dapat menggangu keseimbangan itu antara lain dizziness (rasa keseimbangan yang tertanggu, goyah), rasa ingin pingsan, rasa melayang (light-headedness), dan vertigo (Brocle-hurst, 1987 dalam Boedhi, 2000).

5.1.2 Faktor Aktivitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas biasa seperti berjalan, naik turun tangga, mengganti posisi. Hanya sedikit sekali (5%), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh juga sering terjadi pada lansia yang imobil (jarang bergerak) ketika tiba-tiba dia ingin pindah

tempat atau mengambil sesuatu tanpa petolongan (Reuben, 1996; Campbel, 1987 dalam Boedhi, 2000).

Laki-laki dengan mobilitas, postur yang tidak stabil, mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak aktif atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian selama setahun terhadap 4.862 penderita yang dirawat dirumah sakit atau panti jompo, didapatkan penderita dengan risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif dengan stabil gangguan keseimbangan (Probosuseno, 2006).

5.1.3 Faktor Lingkungan

Menurut (Kane, 1994 dalam Boedhi, 2000) faktor-faktor lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur dan WC yang rendah/jongkok, tempat berpegangan yang tidak kuat/tidak mudah di pegang, lantai yang tidak datar baik yang ada trapnya ataupun menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang menebal menekuk pinggirnya, dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai yang licin atau basah, penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaanya.

Sekitar 10% lansia jatuh ditangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibandingkan saat naik, yang lainya terjadi karena tersandung atau menabrak benda perlengkapan ruamh tangga, lantai yang

licin atau tidak rata dan penerangan ruang yang kurang (Kane, 1994 dalam Boedhi, 2000).

5.5 Faktor Obat-obatan dan makanan

Lansia tidak hanya rentan terhadap penyakit terapi rentan juga terhadap gangguan obat-obatan, intoksikasi obat dan interaksi obat yang sering terjadi pada lansia dengan umur diatas 65 tahun. Kadar obat dalam serum tidak stabil karena perubahan farmakokinetik akibat proses menua dan penyakit juga sering menyebabkan intoksikasi obat pada lansia. Obat-obatan juga meningkatkan risiko jatuh terutama obat-Obat-obatan yang menyebabkan samnolen (obat hipnotik), postural hipertension (diuretik, nitrat, obat anti hipertensi dan anti depresan trisiklik) dan kebingungan (simetidine dan digitalis). Lansia juga sering melakukan kesalahan dalam penggunaan obat (Kane, 1994 dalam Boedhi, 2000).

Lansia juga sering melakukan kesalahan dalam penggunaan obat terutama terjadi pada lansia dengan mengkonsumsi obat tiga atau lebih obat-obatan yang diberkan oleh dokter. Jatuh yang biasanya disebabkan oleh terapi obat-obatan dinamakan roboh iatrogenik (suatu kondisi yang disebabkan oleh pengobatan kondisi primer atau disebabkan tindakan dokter karena pengobatan) (Probosuseno, 2006).

5.2 Komplikasi Jatuh

Menurut (Kane, 1994 dalam Boedhi, 2000) jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi antara lain (1) Perlakuan (injury) yaitu rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa robek atau tertariknya jaringan

otot, robeknya arteri atau vena, patah tulang (fraktur) pada pelvis, femur (terutama kollum), humerus, lengan bawah, tungkai bawah dan bisa juga menyebabkan hematom subdural. (2) perawatan rumah sakit yaitu komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilitas), risiko penyakit-penyakit iatrogenik. (3) Disabilitas yaitu penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik, penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan percaya diri, dan pembatasan gerak. (4) Risiko untuk dimasukan dalam rumah perawatan (nursing care). (5) Mati.

6. Pencegahan Jatuh

Usaha pencegahan merupakan langkah yang harus dilakukan karena bila sudah terjadi jatuh pasti terjadi komplikasi, meskipun ringan tetap memberatkan. Menurut (Tinetti, 1992 dalam Boedhi, 2000) ada tiga usaha pokok untuk mencegah jatuh, antara lain:

6.1 Identifikasi faktor risiko

Pada stiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya faktor host (diri lansia) risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik, neurologik, muskuloskeletal dan penyakit sistemik yang sering mendasari/menyebabkan jatuh.

6.2 Penilaian Keseimbangan dan gaya berjalan (gait)

Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana keseimbangannya badan dalam melakukan gerakan pindah tempat, pindah posisi. Penilaian postural sway (goyangan badan) sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada

lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat risiko jatuh, maka diperlukan bantuan latihan medik. Penilaian gaya berjalan (gait) juga harus dilakukan dengan cermat, apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak mudah goyah, apakah penderita mengangkat kakinya dengan benar pada saat berjalan, apakah kekuatan obat ekstrimitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa bantuan. Kesemuanya itu harus dikoreksi bila terdapat kelainan/penurunan.

Dokumen terkait