• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya perlu dikaji pengaruh persentase dan jenis kandungan material penyusun agar menghasilkan respon akibat beban tekan yang lebih baik, seperti persentase polyurethane dan jenis resin yang digunakan.

2. Beberapa parameter pengujian, seperti: temperatur, cacat material, dan sebagainya merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan hasil yang diperoleh dari pengujian (tekan statik aksial)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung 62% – 70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum dimanfaatkan secara optimal. Dan tandan kosong kelapa sawit, masing-masing mengandung kadar selulosa pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol.

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%) dan sisanya merupakan limbah daam bentuk tandan kosong, serat dan cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%).Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini pemanfaatan tandan kosong hanya sebagai bahan bakar boiler, kompos dan juga sebagai pengeras jalan di perkebunan kelapa sawit. Padahal tandan kosong kelapa sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan dasar yang lebih berguna dalam proses industri lainnya, salah satunya serat TKKS tersebut dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk pembuatan material komposit.

2.2 Serat TKKS

Dalam penelitian ini digunakan bahan Polimer busa yang diperkuat serat TKKS. Kebanyakan serat TKKS setelah siap dipakai khususnya di perkebunan sering dibuang sebagai limbah dan hanya sedikit yang dapat digunakan untuk diproduksi atau didaur ulang. Dan peneliti ingin coba mengamati sifat atau karakterisitik dari serat ini karena sifatnya yang kuat dan juga ringan jika dicampur dengan bahan yang lain. Ukuran panjang TKKS yang digunakan adalah berkisar antara 13 cs/d

18 cm. Dan panjang serat yang telah dihaluskan sebanyak dua kali sebesar 0.1 mm s.d 0.8 mm.

Minyak kelapa sawit yang telah melalui proses ekstraksi, buah kelapa sawit diambil dari tandannya sehingga menyisakan TKKS.TKKS banyak mengandung serat disamping zat-zat lainnya. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah bagian pangkal dan ujungnya yang runcing dan keras.

Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Selanjutnya TKKS tersebut dicabik menjadi bebarapa bagian kecil untuk mempermudah proses pelarutan larutan NaOH. Seperti ditunjukan pada gambar

Gambar 2.2 TKKS yang telah dicabik

TKKS yang telah dicabik kemudian dibersihkan di dalam larutan air dan NaOH selama 24 jam. TKKS yang telah kering selanjutnya dicacah dengan menggunakan mesin pencacah dengan kisaran panjang ± 2cm s.d 3cm.Hasil serat

TKKS yang telah dicacah dengan menggunakan mesin pencacah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Serat TKKS yang sudah dicacah

Ukuran diameter serat TKKS cukup bervariasi, Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengamati ukuran diameter serat TKKS. Menurut Zuhri, et al (2009), diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 250 s.d. 610 μm. Kairiah dan Khairul (2006) menjelaskan bahwa ukuran diameter serat tunggal TKKS adalah 150 s.d. 442 μm. Sreekala dan Thomas (2003) juga telah menjelaskan bahwa

ukuran diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 150 s.d. 500 μm. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk mengamati karakteristik serat tunggal TKKS berdasarkan hasil pengujian tarik. Karakteristik serat tunggal TKKS yang telah dipublikasikan ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik Serat Tunggal TKKS Kekuatan tarik (MPa) Modulus elastisitas(GPa) Regangan total (%) Referensi 156,3 11,88 _ Gunawan, et al (2009) 71 1,7 11 Zuhri, et al (2009) 100 s.d. 400 1,0 s.d. 9 8 s.d. 18 Sreekala, et al (2001)

Sementara hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sebuah institusi komersial terhadap komposisi material kimianya diketahui bahwa kandungan material serat dalam TKKS merupakan kandungan maksimum seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2

Tabel 2.2 Parameter tipikal TKKS per kg.

No Material-material Kandungan Komposisi (%)

1. Uap air 5,40

2. Protein 3,00

3. Serat 35,00

4. Minyak 3,00

5. Kelarutan Air 16,20

6. Kelarutan Unsur Alkali 1% 29,30

7. Debu 5,00 8. K 1,71 9. Ca 0,14 10. Mg 0,12 11. P 0,06 12. Mn, Zn, Cu, Fe 1,07 T O T A L 100,00 Sumber: http://www.w3.org/TR/REC-html40, 2008

Berdasarkan data pada Tabel 2.2 terlihat bahwa kandungan serat merupakan unsur dominan dalam TKKS. Dengan demikian TKKS diperkirakan akan memberikan sifat mekanik yang cukup baik terhadap material komposit yang dibentuk.

2.3 Defenisi Komposit

Komposit didefinisikan sebagai dua macam atau lebih material yang digabungkan atau dikombinasikan dalam skala makroskopis (dapat terlihat langsung oleh mata) sehingga menjadi material baru yang lebih berguna. Komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu matriks dan filler. Matriks berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan eksternal. Matriks yang umum digunakan berupa polimer, keramik, dan logam.

2.3.1 Klasifikasi Bahan Komposit.

Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit sering digunakan antara lain seperti :

1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic.

2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau Laminasi

3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous.

4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz, 1984).

Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ;

1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik. 2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik. 4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua

5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina

2.3.2 Tipe Komposit Serat

Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat memempatkan serat dengan benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe seratpada komposit yaitu :

1. Continuous Fiber Composite

Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya

2. Woven Fiber Composite (bi-directional)

Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan akan melemah.

3. Discontinuous Fiber Composite

Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, 1994 ) :

a) Serat terputus Blok

b) Off-sumbu sejajar serat diskontinyu c) Serat kontinu berorientasi secara acak

a. serat terputus b. sejajar kontiniu c. serat acak Gambar 2.5. Tipe discontinuous fiber 4. Hybrid Fiber Composite

Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

(komposit serat kontinu) (tenunan serat komposit)

(berorientasi secara acak diskontinyu serat) (hibrida komposit serat) Gambar 2.6. Tipe komposit serat

2. 4 Polimer busa

Busa didefinisikan sebagai penyebaran gelembung-gelembung gas yang terjadi pada material cair dan padat. Busa berkembang menjadi rongga-rongga mikro yang memiliki diameter 10 μm. Busa yang tersebar dalam polimer dapat mencapai 108/cm3 (Kumar,2005).Pada saat ini, perkembangan penelitian telah menghasilkan karakteristik fisik dan mekanik material busa (Klempner dan Sendijarevic, 2004). Karakteristik fisik tersebut meliputi faktor geometri, seperti ukuran rongga dan ketebalan dinding rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik mekanik. Karakteristik mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.

Material busa memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material busa. Susunan rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan terbuka (open-cell) dan tertutup (closed-cell). Pada material busa dengan susunan rongga terbuka terdapat

pemutusan dinding rongga dan bersifat fleksibel. Material busa dengan susunan rongga tertutup tidak terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku. Perbedaan kedua jenis susunan rongga tersebut ditunjukkan pada gambar. 2.9

Gambar 2.7 Jenis Material Berongga

rongga-rongga pada polimer terbentuk akibat adanya pencampuran fase padat dan gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan material yang berongga. Busa yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara atau rongga udara yang bergabung di dalam polimer tersebut . Gas yang digunakan untuk membentuk busa disebut blowing agent. Pemberian blowing agent dilakukan secara kimia dan fisika. Blowing agent secara kimia menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia. Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada material. Polimer busa yang bersifat fleksibel dihasilkan oleh reaksi polyurethane. Polyurethane dalam pembentukan Polimer busa juga berfungsi sebagai blowing agent. Proses pembentukan rongga dari hasil reaksi polyurethane fleksibel berlangsung relatif cepat. Pada saat reaksi pembentukan polyurethane terjadi pengeluaran panas (eksoterm) dengan kenaikan temperatur mencapai 75 s.d. 1600C. Peningkatan volume yang dihasilkan poliuerthane sekitar 20 s.d 50 kali volume mula-mula.Menurut Sivertsen (2007), reaksi kimia pembentukan Polimer busa adalah reaksi polyisocyanante (OCN – R – NCO) dengan polyol (HO – R’ – OH) menghasilkan polyurethane (O – OC – HN – R – NH – CO – O – R’).

2.4.1 Material Komposit Polimer busa

Polyester resin tak jenuh merupakan material polimer kondensat yang dibentuk berdasarkan reaksi antara kelompok polyol, yang merupakan organik gabungan dengan alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic yang mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol, seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah asam phthalic dan asam maleic.

Poliester resin tak jenuh adalah jenis polimer thermoset yang memiliki struktur rantai karbon yang panjang. Matriks jenis ini memiliki sifat dapat mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis pembebanan statik dan impak. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki material ini ialah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbon yang saling berhubungan satu dengan lainnya.

Pada umumnya material ini digunakan dalam proses penuangan, perbaikan badan kendaraan bermotor, pengisi kayu, dan sebagai material perekat. Material ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik, dan dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda. Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan ketahanan terhadap sinar matahari, dan daya tahan yang baik terhadap air. Tetapi material ini tidak diproduksi dalam jenis yang sama, karena untuk keperluan tertentu material ini akan memiliki formulasi yang berbeda.Kekuatan material ini diperoleh ketika dicetak dalam bentuk komposit, dimana kehadiran material-material penguat, seperti serat TKKS akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut.

2.4.2. Blowing Agent (BA)

Blowing agent ialah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur berongga pada komposit yang dibentuk. Jenis blowing agent yang digunakan pada

penelitian ini ialah polyuretan. Polyuretan adalah suatu jenis polimer yang mengandung jaringan uretan, yaitu -NH-CO-O-. Poliuretan dibentuk oleh reaksi senyawa isosianat yang bereaksi dengan senyawa yang memiliki hidrogen aktif, seperti diol (polyol), yang mengandung grup hidroksil dengan pemercepat reaksi (katalis). Unsur Nitrogen yang bermuatan negatif pada isosianat akan tertarik ke arah unsur Oksigen yang bermuatan positif pada kelompok alkohol (polyol) untuk membentuk ikatan uretan antara dua unit monomer dan menghasilkan dimer uretan. Reaksi isosianat ini akan membentuk amina dan gas karbon dioksida (CO2). Gas ini yang kemudian akan membentuk busa pada material polimer yang terbentuk. Material yang terbentuk dari campuran BA dan polimer disebut dengan material Polimer busa Ilustrasi material Polimer busa ditunjukkan pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Ilustrasi material Polimer busa

2.4.3. Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida)

Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat reaksi polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir. Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan gelembung.

2.5. Pembuatan Komposit

Beberapa metode pembuatan material komposit polimer yang umum digunakan ialah :

1. Metode penuangan langsung (hand layup). 2. Metode pemampatan/tekanan.

3. Metode pemberian tekanan dan panas.

Metode penuangan langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan perlahan-lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan pemberian tekanan luar. Metode ini cocok untuk jenis penguat serat kontinu. Metode pemampatan/tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode ini pada umumnya berupa suntikan, mampatan, dan semprotan. Material penguat yang cocok untuk jenis ini ialah penguat partikel. Metode yang ketiga menggunakan tekanan dengan pemberian pemanasan awal. Hal ini bertujuan untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian yang sulit terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.

2.6 Respon Mekanik akibat Beban Tekan Statik

Respon didefinisikan sebagai reaksi yang muncul akibat terjadinya gangguan.Sebagai contoh, gangguan diberikan terhadap suatu material yang dapat mengakibatkan respon secara mekanik adalah gaya. Beberapa respon yang diakibatkan oleh gaya adalah tegangan, retak, patah, dan lain-lain. Berdasarkan hasil respon mekanik akan diperoleh informasi mengenai karakteristik suatu material.Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan tertentu terhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif diperoleh dari

Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan tertentuterhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif diperoleh dari hasil pengujian atau data yang tersedia, maka kesempatan untuk berhasil dalam mendesain suatu struktur tertentu dapat dievaluasi

2.7 Uji Tekan Statik

Pengujian tekan dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D1621-00, yaitu standarisasi khusus untuk material. Gambar spesimen seperti terlihat pada gambar 2.9

Gambar 2.9 Spesimen uji tekan standar ASTM D1621-00

Respon mekanik yang terjadi terhadap Polimer busa dapat dilihat melalui kurva tegangan dan regangan. Kurva tersebut memberi informasi yang khas untuk setiap jenis pembebanan. Menurut Gibson dan Ashby (1999), di sepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (elastisitas linier), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan tegangan

yang sangat cepat. Untuk beban tekan statik aksial, tipikal kurva tegangan regangan ditunjukkan seperti Gambar 2.10

Gambar 2.10 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap Material Busa akibat beban Tekan Statik

Disepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (linear-elastic respon), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan tegangan yang sangat cepat. Pada phasa pertama (linear- elastic respon) tegangan bertambah secara linear dengan perubahan bentuk dan regangan yang terjadi. Phasa kedua (plateau) adalah karakteristik yang ditandai dengan perubahan bentuk yang kontinu pada tegangan yang relatif konstan yang dikenal dengan stress atau collapse plateau. Dan phasa ketiga dari deformasi adalah densifikasi dimana tegangan (stress) meningkat tajam dan busa mulai merespon pemadatan solid. Pada phasa ini stuktur sel dimana material busa mengalami kegagalan dan deformasi selanjutnya memerlukan penekanan dari material busa padat tersebut. Mekanisme yang dikaitkan dengan collapse plateau adalah berbeda-beda tergantung pada sifat dinding cell Untuk busa yang fleksible, collapse plateau terjadi karena elastik tekuk (elastic buckling) dari dinding sel. Untuk kekakuan dan kegetasan busa, plastik yield dan brittle crushing dinding sel adalah mekanisme utama kegagalan yang berulang-ulang. Nilai modulus elastisitas Polimer busa dapat diketahui melalui slope garis elastisitas linear.

Sehingga secara matematis, nilai modulus elastisitas akibat beban statis dapat diketahui melalui persamaan 2.1 (hukum Hooke).

E = σ/�

(2.1)

dimana E adalah modulus elastisitas, σ adalah tegangan normal, dan ε adalah regangan. Tegangan normal akibat beban aksial (tekan) dapat ditentukan berdasarkan Pers 2.2.

σ = �/�

(2.2)

.Dimana:

E = Modulus elastisitas (MPa) σ = Tegangan normal (MPa) ε = Regangan

F = Beban tekan (N).

A = Luas penampang yang dikenai beban tekan (mm2).

Secara skematik, beban tekan statik yang diberikan terhadap material ditunjukkan pada Gambar 2.13

Gambar 2.11 Diagram Uji Tekan Statik

ε

= �

(2.3)

dimana;

δ = defeksi yang terjadi (mm)

= Panjang awal (mula-mula) (mm).

Dengan mensubsitusi pers 2.2 dan pers 2.3 ke pers 2.1 diperoleh hasil:

E = �.ℓ �.δ

Sehingga

δ

=�.ℓ

.�

(2.4)

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

Hasil yang diperoleh dalam sebuah penelitian dipengaruhi oleh beberapa variabel. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep yang menghubungkan variabel dengan permasalahan dan hasil yang akan diperoleh. Kerangka konsep pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.12

Permasalahan:

Karakteristik dan Respon akibat beban tekan statik yaitu: nilai modulus elastisitas (E),tegangan maksimum (

σ

maks), regangan statik(

ε

), kerapatan(ρ) mode retak/patah, distribusi tegangan terhadap Polimer busa yang diperkuat serat TKKS belum diketahui.

Gambar 2.12 Kerangka Konsep Penelitian

Uji tekan Statik, Peneliti menganalisa,membandingkan dan menghitung hasil akhir dari pengujian

Variabel bebas:

- Prosedur pembebanan Tekan

- Hubungan Tegangan-regangan, - Hubungan Modulus elastisitas- NaOH

- Hubungan kerapatan-NaOH, - Hubungan Tegangan-NaOH, - Hubungan Regangan-NaOH, - Hubungan Beban tekan- NaOH

Hasil yang diperoleh:

Karakteristik dan respon akibat beban tekan statik yaitu: nilai modulus elastisitas (E),tegangan maksimum (

σ

maks), regangan statik (

ε

),kerapatan(ρ) distribusi tegangan terhadap Polimer busa yang diperkuat serat TKKS telah diketahui.

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kelapa Sawit merupakan salah satu komoditi andalan di Indonesia yang perkembangannya semakin pesat.TKKS (Tandan Kosong Kelapa Sawit) adalah salah satu produk samping pabrik kelapa sawit yang jumlahnya sangat melimpah. Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah hasil pengolahan pabrik kelapa sawit (PKS) dengan jumlah yang cukup banyak, yaitu mencapai 1,9 juta ton berat kering per tahun atau setara dengan sekitar 4 juta ton berat basah per tahun (Nuryanto,2000).Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan-penemuan baru di berbagai bidang. Dunia teknik merupakan salah satu bidang yang menunjukkan perkembangan yang sangat pesat. Terobosan - terobosan baru senantiasa dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil yang dapat bermanfaat bagi manusia.

Pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit untuk produk teknologi bermanfaat masih sangat terbatas jumlahnya. pemanfaatan limbah sawit seperti tandan kosong kelapa sawit untuk menjadi komoditi baru tentu sangat diperlukan. Serat tandan kosong kelapa sawit ialah serat alami yang terbuat dari tandan kosong kelapa sawit yang merupakan limbah pada proses pengolahan di suatu pabrik kelapa sawit tersebut. Keuntungan mendasar yang dimiliki oleh serat alam adalah jumlahnya berlimpah, memiliki spesific cost yang rendah, dapat diperbarui dan didaur ulang, serta tidak mencemari lingkungan. Untuk memperoleh sifat mekanik yang tinggi (kekuatan tarik,tekan, dan lentur maksimum dan modulus elastisitas) maka serat alam telah diberi bermacam perlakuan yang dapat meningkatkan sifat mekanik tersebut. Pada penelitian ini serat tandan kosong kelapa sawit dimanfaatkan sebagai unsur penguat komposit yang dihasilkan. Selain itu TKKS juga memiliki kekuatan tarik yang signifikan sebagai serat alam (Zuhri, et al, 2009). Dalam penelitian ini tandan kosong kelapa sawit diolah untuk dijadikan serat untuk dicampur dengan resin termoset untuk selanjutnya dibuat bahan

Polimer busa. Komposit merupakan salah satu jenis material di dalam dunia teknik yang dibuat dengan penggabungan beberapa sifat berbeda menjadi satu material baru.Komposit dari bahan serat (fibrous composite) terus diteliti dan dikembangkan guna menjadi bahan alternatif baru yang dapat menggantikan fungsi logam, hal ini disebabkan sifat dari komposit serat yang kuat dan mempunyai berat yang lebih ringan dibandingkan dengan logam. Penelitian yang mengarah pada pengembangan bahan komposit telah banyak dilakukan, terutama yang berkaitan dengan komposit penguatan serat alam yang berbahan matrik polimer. Penelitian ini dilakukan seiring dengan majunya eksploitasi penggunaan bahan alami dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan serat serat tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan komposit merupakan langkah yang tepat. Pada penelitian ini digunakan bahan dasar Polimer busa yang diperkuat serat serat serat tandan kosong kelapa sawit.

Polimer busa merupakan jenis polimer berongga (busa) yang memiliki dua sifat penting, yaitu massa jenis yang rendah dan daya serap energi yang baik (Wang dan Pan, 2006). Polimer busa biasanya dibuat dari polyurethane dengan rongga terbuka yang mempunyai massa jenis (ρ) < 1 g/cm3 (Avalle, et al, 2001). Polimer busa dapat mendistribusikan energi yang diterima melalui dinding- dinding rongga dalam jumlah yang banyak. Hasil yang diharapkan pada penelitian ini ialah bahan komposit berongga dengan berat produk relatif, lebih ringan (low density) dan sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan dengan bentuk komposit polimer padat (compact). Selanjutnya material tersebut akan diuji secara mekanis. Subjek dari beberapa topik penelitian terdahulu masih terbatas pada peneyelidikan Polimer busa, oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan penyelidikan terhadap respon Polimer busa yang diperkuat oleh serat tandan kosong kelapa sawit (TKKS) melalui eksperimen.

Pengujian yang dilakukan adalah dengan pengujian Tekan statik aksial. Pengujian tekan statik dilakukan dengan menggunakan alat uji Shimadzu Servopulser di Pusat Impak dan Keretakan Program Magister FT-USU. Pengujian dilakukan pada temperatur 25 0C (berdasarkan standar ASTM D1621–00). Setelah

dilakukan pengujian dapat dilihat mode kerusakan polimer busa. Mode kerusakan

Dokumen terkait