• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN KONSUMEN JASA TRANSPORTASI BERBASIS APLIKASI ONLINE

A. Perlindungan Konsumen Di Indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, ditemukan istilah konsumen sebagai defenisi yuridis formal, yaitu

konsumen ialah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam

masyarakat baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makluk

hidup lain yang tidak diperdagangkan.

Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan para ahli

hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai pemakai terakhir

dari penggunaan barang dan jasa. 48

Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan

menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti undang-undang hukum

perlindungan konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan Dengan rumusan itu Hondius ingin

membedakan antara konsumen bukan pemakai terakhir dengan konsumen

pemakai terakhir. Berbagi negara di dunia mempunyai pengertian yang beragam

tentang konsumen. Seperti di Spanyol, pengertian konsumen didefenisikan secara

lebih luas, yaitu konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga

suatu perusahaan yang menjadi pemberi dan pemakai terakhir. Adapun yang

menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga

dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.

48

Hondius, Konsumentenrecht, 1976, dalam Mariam Darus Badrulzaman, Pelindungan Terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut Perjanjian Baku (Standar) dalam BPHN. Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, ( Bandung : Bina Cipta, 1986) hal 57.

berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap

bidang dan cabang hukum itu senantiasa terdapat pihak yang berkedudukan

sebagai konsumen. Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan

antara hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen, antar hak-hak

pokok dari konsumen dan keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan

bidang-bidang hukum yang lain dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang

hukum perlindungan konsumen.49

Praktis, sebelum tahun 1999, hukum positif Indonesia belum mengenal

istilah konsumen. Kendatipun demikian, hukum positif Indonesia berusaha untuk Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan

masalah konsumen itu terdapat di dalam berbagai aspek hukum, baik tertulis

maupun tidak tertulis : antara lain aspek hukum perdata, hukum dagang,

hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan hukum internasional, terutama

konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.

Jadi hukum perlindungan konsumen itu tidak berarti hanya ada dalam wilayah

hukum perdata saja. Karena hukum perlindungan konsumen ini berkolerasi erat

dengan aspek hukum yang lain. Terhadap hubungan antar tata hukum itu,

Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengaturnya dalam Pasal 64 yang

berbunyi :

“segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang telah ada pada saat undang-undang ini diundangkan,dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam undang- undang ini”.

49

menggunakan beberapa istilah yang pengertiannya berkaitan dengan konsumen.

Variasi penggunaan istilah yang berkaitan dengan konsumen tersebut mengacu

kepada perlindungan konsumen, namun belum memiliki ketegasan dan kepastian

hukum tentang hak-hak konsumen.50

1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, secara tegas meneyebutkan dengan istilah “pengguna jasa” (Pasal 1

Angka 10) sebagai konsumen jasa, yang diartikan sebagai setiap orang

dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa angkutan orang maupun

barang.

Ada beberapa pengertian konsumen menurut Undang-Undang yaitu :

2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menggunakan

istilah “setiap orang” untuk pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat jasa

kesehatan dalam konteks konsumen, hal ini disebutkan dalam Pasal 1

Angka 1, Pasal 3, 4, 5 dan Pasal 46. Istilah “masyarakat” juga digunakan

dalam undang-undang ini dengan asumsi sebagai konsumen, hal ini

termaktub dalam Pasal 9, 10 dan Pasal 21.

3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan beberapa istilah yang

berkaitan dengan konsumen, yaitu : pembeli, penyewa, penerima hibah,

peminjam dan sebagainya. Adapun dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang ditemukan istilah tertanggung dan penumpang.

50

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), hal. 13.

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah mengenal istilah konsumen, dan

menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap pemakai dan/atau pengguna

barang dan/jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk

kepentingan pihak lain.

Istilah konsumen berasal dan alih bahasa dari kata consumer, secara

harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang

menggunakan barang. Berdasarkan dari beberapa pengertian yang dikemukan

di atas, maka konsumen dapat dibedakan kepada tiga batasan, yaitu :

1. Konsumen komersial (commercial consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa lain dengan tujuan mendapatkan keuntungan.

2. Konsumen antara (intermediate consumer), adalah setiap orang yang

mendapatkan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk diperdagangkan

kembali, juga digunakan dengan tujuan mencari keuntungan.

3. Konsumen akhir (ultimate consumer/end user), adalah setiap orang yang

mendapatkan dan menggunakan barang dan/atau jasa untuk tujuan

memenuhi kebutuhan kehidupan pribadi, keluarga, orang lain, dan mahluk

hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan kembali dan/atau untuk

mencari keuntungan kembali.51

Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetatif. Terkait dengan hal ini pula, bahwa tidak ada pelaku usaha atau produsen tunggal yang mampu mendominasi

51

pasar, selama konsumen memiliki hak untuk memilih produk mana

menawarkan nilai terbaik, baik dalam harga maupun mutu. Serta tidak ada

pelaku usaha dan produsen yang mampu menetapkan harga berlebihan atau

menawarkan produk dengan kualitas yang rendah, selama masih ada produsen

lain dan konsumen akan pindah kepada produk lain tersebut.52

Perlindungan konsumen harus mendapat perhatian yang lebih, karena

investasi asing telah menjadi bagian pembangunan ekonomi Indonesia, dimana

ekonomi Indonesia juga berkaitan dengan ekonomi dunia. Persaingan

internasional dapat membawa implikasi negatif bagi konsumen.53

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam

usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan

konsumen itu sendiri. Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah segala

upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan

kepada konsumen.

Perlindungan

konsumen tidak saja terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi

juga terhadap barang-barang berkualitas rendah, akan tetapi juga terhadap

barang-barang yang membahayakan kehidupan masyarakat.

54 52 Ibid, hal. 21. 53 Ibid, hal. 23.. 54

Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi

perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa hingga sampai akibat-akibat

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen dalam memenuhi kebutuhan adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidup. Terbukti bahwa semua norma perlindungan konsumen dalam undang-undang perlindungan konsumen memiliki sanksi pidana.55

Singkatnya bahwa segala upaya yang dimaksudkan dalam perlindungan

konsumen tersebut tidak saja terhadap tindakan preventif, akan tetapi juga

tindakan represif dalam semua bidang perlindungan yang diberikan kepada

konsumen. Maka pengaturan perlindungan konsumen dilakukan dengan:56

1) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur keterbukaan akses informasi, serta menjamin kepastian hukum.

2) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan seluruh pelaku usaha.

3) Meningkatkan kualitas barang dan pelayanan jasa.

4) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang menipu dan menyesatkan.

5) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan perlindungan

konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada bidang-bidang lainnya.

Perlindungan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1999 Pasal 1 ayat 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Sedangkan, konsumen

adalah setiap orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain

dan untuk tidak diperdagangkan.

Kepastian hukum dalam pengertian perlindungan konsumen dalam

undang-undang tersebut di atas berarti konsumen mempunyai hak untuk

55 Ibid. 56

memperoleh barang atau jasa yang menjadi kebutuhannya serta mempunyai

hak untuk menuntut apabila dirugikan pelaku usaha penyediaan kebutuhan

tersebut. Kepastian hukum tersebut secara umum bertujuan untuk memberikan

perlindungan kepada masyarakat. Hukum konsumen diartikan sebagai

keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah bersifat mengatur hubungan dan

masalah antara berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang atau jasa

konsumen di dalam pergaulan hidup.57

Sebagai suatu konsep “konsumen” telah diperkenalkan beberapa puluh

tahun lalu diberbagai negara dan sampai pada saat ini sudah puluhan negara Sedangkan hukum perlindungan konsumen adalah hukum perlindungan

konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas

atau kaidah-kaidah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang

melindungi kepentingan konsumen. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hukum

konsumen berskala lebih luas daripada hukum perlindungan konsumen

merupakan bagian dari hukum konsumen yang mengatur lebih rinci asas-asas

perlindungan bagi konsumen sebagai pihak yang lebih lemah dibandingkan

produsen.

Karena, posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi oleh

hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah memberikan

perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Jadi, sebenarnya hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen adalah dua bidang hukum yang

sulit dipisahkan dan ditarik batasnya

57

Pengertian Perlindungan Konsumen Definisi Dalam Hukum Undang Undang, tanggal 12 Januari 2017.

memiliki undang-undang atau pengaturan khusus mengenai perlindungan

konsumen. Sejalan dengan perkembangan itu maka semakin jelaslah hak-hak

konsumen dalam mencapi haknya sebagai konsumen

B. Badan Pelaksana Dan Pengawas PerlindunganKonsumen

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan

Konsumen (UUPK) disebutkan tiga jenis lembaga konsumen yakni Badan

Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen

Swadaya Masyarakat (LPKSM) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

(BPSK).58

Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) adalah badan yang

dibentuk untuk membantu upaya pengembangan perlindungan

konsumen.Terminologi ini sesungguhnya sangat luas dan menunjukan

kesungguhan untuk memberdayakan konsumen dari kedudukan yang sebelumnya

berada pada pihak yang lemah manakala berhadapan dengan para pelaku usaha

yang memiliki bargainingposition yang sangat kuat dalam aspek sosial, ekonomi

dan bahkan psikologis.

1. Badan Perlindungan Konsumen Nasional

59

Dari sisni kita mengetahui bahwa tujuan diadakannya lembaga ini ialah untuk

mengembangkan uapaya perlindungan konsumen, hal ini ditegaskan kembali

dalam UUPK Pasal 31. Istilah “mengembangkan” di sini menunjukkan BPKN

sebagai upaya unutk mengembangkan perlindungan konsumen yang sudah diatur

58

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Bab ke-8, 9 dan ke-11.

59

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008) hal.21.

dalam pasal yang lain, khusunya mengnai hak dan kewajiban konsumen dan

pelaku usaha, larangan-larangan bagi pelaku usaha dalam menjalankan bisnis,

tanggung jawab pelaku usaha dan mengenai pengaturan penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen.60

BPKN berkedudukan di Ibukota; Jakarta dan bertanggung jawab langsung

kepada Presiden. Bila diperlukan, BPKN dapat membentuk perwakilan di ibukota

provinsi.61

a. Memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;

Fungsi dari BPKN disebutkan dalam Pasal 33 UUPK untuk memberikan

saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan

perlindungan konsumen di Indonesia. Berdasarkan fungsi tersebut, Pasal 34

menjabarkan tugas-tugas dari BPKN, yaitu:

b. Melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang perlindungan konsumen;

c. Melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan konsumen;

d. Mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;

e. Menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;

f. Menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha; g. Melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.

Dalam melaksanakan tugas-tuganya tersebut, BPKN dapat bekerja sama

dengan instansi atau organisasi konsumen internasional.Sedangkan mengenai

struktur organisasi dan keanggotaan diatur dalam Undang-Undang Perlindungan

60

Ibid, hal. 195. 61

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal.119.

Konsumen Pasal 35 sampai dengan Pasal 38. Mengenai keanggotaan ada pada

Pasal 35:

a. Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.

b. Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

c. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

d. Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.

Unsur dari keanggotaan tersebut ialah pemerintah, pelaku usaha, lembaga

perlindungan konsumen swadaya masyarakat, akademisi dan tenaga ahli (UUPK

Pasal 36). Sedang syarat keanggotaannya disebutkan pada Pasal 37, yaitu:

a. Warga Negara Republik Indonesia; b. Berbadan sehat;

c. Berkelakuan baik;

d. Tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. Memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan

f. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

Mengenai berhentinya keanggotaan dalam BPKN dijelaskan pada pasal

selanjutnya Pasal 38, yakni berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri

atas permintaan sendiri, bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik

Indonesia, sakit secara terus menerus, berakhir masa jabatan sebagai anggota atau

2. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat

Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) ialah

lembaga non pemerintah yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang

mempunyai kegiatan menangani perlindungan konsumen. 62 Menurut Miru, pengertian ini sesungguhnya mengaburkan makna istilah

“swadayamasyarakat” yang selama ini dikenal independen menjadi berkesan

sebagai LSM produk pemerintah dengan adanya syarat terdaftar dan diakui

pemerintah. Hal ini berimplikasi pada tumpulnya perjuangan LPKSM untuk

memberdayakan konsumen dikarenakan adanya bayang-bayang eksistensi yang

setiap saat dapat hilang.63

Tujuan LPKSM ini ialah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

upaya perlindungan konsumen serta menunjukan bahwa perlindungan konsumen

menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.64

a. Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya

masyarakat yang memenuhi syarat.

Sedangkan tugas dan wewenang dari LPKSM diatur dalam Pasal 44:

b. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki

kesempatan untuk berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan

konsumen.

c. Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat

meliputi kegiatan:

62

UUPK Pasal 1 Angka 9 63

Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum PerlindunganKonsumen, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2008) hal. 17-18.

64

1) Menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkankesadaran atas hak dan kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

2) Memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;

3) Bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan konsumen;

4) Membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen;

5) Melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakatterhadap pelaksanaan perlindungan konsumen.

d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungankonsumen

swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

Untuk menjamin adanya suatu kepastian hukum, keterbukaan dan

ketertiban dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen di Indonesia, setiap

LPKSM wajib melakukan Pendaftaran pada Pemerintah Kabupaten atau Kota,

untuk memperoleh Tanda Daftar LPKSM (TDLPK) sebagai bukti bahwa LPKSM

yang bersangkutan benar-benar bergerak di bidang Perlindungan Konsumen,

sesuai dengan bunyi Anggaran Dasar dan atau Rumah Tangga dari Akta Pendirian

LPKSM tersebut.65

LPKSM yang telah didirikan dan melakukan kegiatan dibidang

Perlindungan Konsumen, jika belum mendaftarkan dan memperoleh Tanda Daftar Tanda Daftar LPKSM dapat dipergunakan oleh LPKSM yang

bersangkutan untuk melakukan kegiatan penyelenggaraan Perlindungan

Konsumen di seluruh Indonesia, dan pendaftaran tersebut dimaksudkan sebagai

pencatatan dan bukan merupakan suatu perizinan.

65

Membedah Legal Standing Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat Dalam Beracara di Pengadil tanggal 10 April 2017

LPKSM dari Pemerintah Kabupaten/Kota setempat, maka LPKSM yang

bersangkutan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen belum memenuhi syarat atau belum diakui untuk

bergerak diperlindungan konsumen.

Setelah LPKSM yang bersangkutan memperoleh Tanda Daftar LPKSM,

maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

menjadi landasan hukum bagi LPKSM, untuk menyelenggarakan perlindungan

konsumen di Indonesia, baik melalui kegiatan upaya pemberdayaan konsumen

dengan cara pembinaan, pendidikan konsumen maupun mampu melalui

pelaksanaan tugas LPKSM sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999, berikut peraturan

pelaksanaannya.66

Setelah LPKSM mendapatkan izin serta sudah mulai menjalankan

kegiatannya, tidak berhenti sampai di sana. Ketentuan ini masih harus diuji dalam

pelaksanaannya, mengingat Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001

Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (PP LPKSM),

menentukan bahwa:67

1) Pemerintah membatalkan pendaftaran LPKSM apabila LPKSM

tersebut:

a) Tidak lagi menjalankan kegiatan perlindungan konsumen; atau

66

Lembaga Permberdayaan Konsumen,

67

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

b) Terbukti melakukan kegiatan pelanggaran ketentuan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan

Pelaksanaannya.

2) Ketentuan mengenai tata cara pembatalan pendaftaran sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri.

LPKSM posisinya amat strategis dalam ikut mewujudkan perlindungan

konsumen. Selain menyuarakan kepentingan konsumen, lembaga ini juga

memiliki hak gugat (legal standing) dalam konteks ligitas kepentingan konsumen

di Indonesia. Hak gugat tersebut dapat dilakukan oleh lembaga konsumen

(LPKSM) yang telah memenuhi syarat, yaitu bahwa LPKSM yang dimaksud telah

berbentuk Badan Hukum atau Yayasan yang dalam anggaran dasarnya memuat

tujuan perlindungan konsumen. Gugatan oleh lembaga konsumen hanya dapat

diajukan ke Badan Peradilan Umum (Pasal 46 Undang-undang Perlindungan

Konsumen).68

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) adalah badan yang bertugas

menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

3.Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

69

Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah

Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan (UUPK

Pasal 49 Ayat 1).

Sedangkan tujuan diadakannya BPSK ini tertera dalam UUPK Pasal 49 Ayat 1

dan penjelasannya Pasal 1 Angka 11.

68

Gugatan Peradilan Lembaga Perlindungan Konsumen http://ditjenspk.kemendag.go.id.Diakses pada tanggal 15 Januari 2017.

69

Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang

efisien, cepat, murah dan profesional (Penjelasan UUPK Pasal 1 Angka 11).

Menururt Miru rumusan tersebut tidak penting bila hanya menentukan

tugas BPSK. Menurutnya pengertian BPSK akan memberikan makna apabila

dihubungkan dengan subtansi penjelasannya, sehingga pengertian tersebut

seharusnya mennyatakan: “Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ialah badan

yang menangani dan menyelesaikan sengketa di luar pengadilan antara pelaku

usaha dan konsumen secara efisien, cepat, murah dan frofesional.”70

a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

Tugas dan wewenang dari BPSK ini diatur dalam UUPK Pasal 52, yaitu:

b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; g. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran

terhadap perlindungan konsumen;

h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;

i. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

70

Mengenai struktur dan keanggotaan diatur dalam UUPK Pasal 49 Ayat ke-2

sampai Pasal 51:

Pasal 49

1. Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a. warga negara Republik Indonesia; b. berbadan sehat;

c. berkelakuan baik;

d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;

e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.

2. Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur konsumen, dan unsur pelaku usaha.

3. Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

4. Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 50

Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri atas :

a. Ketua merangkap anggota; b. Wakil ketua merangkap anggota; c. Anggota.

Pasal 51

1. Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sekretariat.

2. Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan anggota sekretariat.

3. Pengangkatan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.

C. Hak Dan Kewajiban Konsumen Dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen

Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum.

Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun

materi yang mendapat perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih

lebih hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain perlindungan konsumen

sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum tentang

hak-hak konsumen.71

Dokumen terkait