• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan penelitian tentang pembuatan briket ini adalah peneliti menyarankan kepada kalangan akademis, praktisi bahwa: 1. Diharapkan penelitian lebih lanjut dengan menambahkan variasi temperatur,

sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal untuk meningkatkan sifat fisik, kimia dan mekanik briket.

2. Proses pengujian tahap demi tahapnya harus lebih dicermati kembali, agar didalam proses menganalisa faktor-faktor ataupun fenomena yang terjadi dari hasi pengujian tersebut dapat terlaksana dengan baik dan benar, serta penelitian yang dihasilkan untuk penelitiian selanjutnya akan lebih berkualitas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elaeis guineensis) suatu spesies tropis yang berasal dari Afrika Barat, namun kini tumbuh sebagai hibrida di banyak belahan dunia, termasuk Asia Tenggara dan Amerika Tengah (Fricke, 2009).

Kelapa sawit merupakan tanaman perkebunan yang mengalami pertumbuhan produksi yang cukup pesat dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya di Indonesia (Ermawati dan Saptia, 2013).

Kelapa sawit adalah tumbuhan pohon yang tingginya bisa mencapai 24 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan berwarna merah kehitaman apabila masak. Buah sawit menempel pada tandan buah. Buah sawit terdiri dari lapisan kulit, serabut, cangkang, inti buah dan embrio yang mengandung banyak minyak inti berkualitas tinggi. Minyak sawit terkandung dalam serabut buah yang biasa disebut Crude Palm Oil (CPO) dan inti sawit mengandung minyak inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) (Maryudi, 2104).

Setiap satuan massa tandan buah segar akan menghasilkan minyak sekitar 21% berat dan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) 21% berat, cangkang 6% berat, sabut sawit 11% berat dan palm kernel cake 3% (Zahrina, 2102). Limbah padat kelapa sawit biasanya dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler dan menghasilkan abu dengan ukuran butiran yang halus yang disebut Palm Oil Fly Ash.

2.2 Abu Pembakaran

Abu merupakan bahan anorganik sisa pembakaran biomassa dan terbentuk dari perubahan bahan mineral karena proses pembakaran. Ada 2 jenis abu yang disailkan dari proses pembakaran yaitu abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash). Fly ash merupakan padatan dari sisa pembakaran yang terbawa bersama gas buang dan ditangkap oleh alat pengendali udara (Electric Precipitator) sebelum dibuang ke udara melalui cerobong. Sedangkan bottom ash

merupakan padatan dari sisa pembakaran biomassa yang keluar dari tungku dasar boiler. Sebagian abu dasar berupa lelehan abu yang disebut terak (slag) (Armeyn, 2014).

2.2.1Fly Ash Batu Bara

Fly ash batu bara merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus dan berwarna keabu-abuan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat fisik, kimia, teknis dari fly ash adalah tipe batu bara, kemurnian batu bara, tingkat penghancuran, tipe pemanasan dan operasi, metode penyimpanan dan penimbunan (Hadi dan Gunawam, 2011). Adapun komposisi kimia pada abu pembakaran batu bara ditunjukkan pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Komposisi Abu Pembakaran Batu Bara (Aziz et al, 2006) Komposisi Kimia (%) Bottom Ashµ Fly Ash

Alumina (Al2O3) 24,0 30,8

Calcium oxide (CaO) 2,7 4,0

Silica (SiO2) 63,4 54,0

Ferric oxide (Fe2O3) 5,5 4,6

Magnesium oxide (MgO) 1,3 1,9

Natrium oxide (Na2O) 1,0 1,3

Sulphuric anhydride (SO3) 0,18 0,23

Potassium oxide (K2O) 0,9 6,3

CaO bebas <0,06 <0,06

Kand. Silica - 53,4

Lost of ignition (LOI) 0,68 <0,5

D50 - 15,5 (µm)

D90 - 67,9 (µm)

2.2.2Fly Ash Kelapa Sawit

Abu limbah kelapa sawit atau disebut juga Palm Oil Fuel Ash merupakan hasil pembakaran dari limbah kelapa sawit yang berasal dari boiler dengan suhu di dalam sekitar 1000 oC sampai 2000 oC. Pembakaran ini juga menghasilkan 2 jenis

abu yaitu bottom ash (abu dasar) dan fly ash (abu terbang) (PT. Abdi Budi Mulia, 2015).

Palm Oil Fly Ash berwarna keabuan, menjadi hitam dengan meningkatnya proporsi karbon yang tidak terbakar. Palm Oil Fly Ash mengandung jumlah silika yang tinggi dan berpotensi sebagai pengganti semen dan porselin. Jumlah silika yang tinggi dapat diperoleh dari Palm Oil Fly Ash dengan harga murah sebagai bahan alternatif untuk banyak industri (Jamo dan Abdul, 2015). Adapun komposisi Fly Ash dan Palm Oil Fly Ash ditunjukkan pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Fly ash dan Palm Oil Fuel Ash (Liu et al, 2016) Komposisi Kimia (%) Class F-Fly Ash Palm Oil Fly Ash

Silica (SiO2) 57,6 63,4

Ferric oxide (Fe2O3) 5,8 4,2

Calcium oxide (CaO) 0,2 4,3

Magnesium oxide (MgO) 0,9 3,7

Potassium oxide (K2O) 0,9 6,3

Sulphuric anhydride (SO3) 0,2 0,9

Alumina (Al2O3) 28,9 5,5

Lost of ignition (LOI) 3,6 6,0

SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 92,3 73,1

2.2.3Sifat-Sifat Fly Ash

Abu terbang (fly ash) memiliki sifat-sifat sebagai berikut: a. Sifat pozolan

Sifat pozolan adalah sifat bahan dalam keadaan halus dapat bereaksi dengan kapur dan air pada suhu kamar (24 oC- 27 oC) membentuk senyawa yang padat tidak larut dalam air dan dapat bersifat sebagai pengikat. Kehalusan butiran abu terbang mempunyai pengaruh pada sifat pozolan, makin halus makin baik sifat pozolannya.

b. Warna

Abu terbang berwarna abu, bervariasi dari abu muda sampai abu-abu tua makin muda warnanya sifat pozzolannya makin baik. Warna hitam

yang sering timbul disebabkan karena adanya karbon yang dapat mempengaruhi mutu abu terbang.

c. Komposisi

Unsur pokok abu terbang adalah silikon dioksida SiO2 (30% - 60%), aluminium oksida Al2O3 (15% - 30%), karbon yang tidak terbakar (bervariasi hingga 30%), kalsium oksida CaO (1% - 7%) dan sejumlah kecil magnesium oksida MgO dan sulfur trioksida SO3.

d. Kepadatan (Densitas)

Kepadatan abu terbang bervariasi, tergantung pada besar butir dan hilang pijarnya. Biasanya berkisar antara 2,43 gr/cc sampai 3 gr/cc. Luas permukaan spesifik rata-rata 225 m2/kg-300m2 /kg. Ukuran butiran yang kecil kadang-kadang terselip dalam butiran yang besar yang mempunyai fraksi lebih besar dari 300 μm.

e. Hilang pijar

Hilang pijar menentukan sifat pozolan abu terbang. Apabila hilang pijar 10% - 20% berarti kadar oksida kurang, sehingga daya ikatnya kurang, yang berarti sifat pozolannya kurang.

(Armeyn, 2014)

2.2.4Pemanfaatan Abu Terbang

Pemanfaatan abu terbang yang tepat dapat mengurangi volume limbah sehingga sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan (Yuliana et al, 2016). Seiring dengan kemajuan teknologi maka saat ini keberadaan dari fly ash tidah hanya sebagai limbah tidak bermanfaat tetapi telah dipergunakan untuk campuran beragam jenis produk seperti pemanfaatan abu terbang sebagai bahan bangunan, refraktori dan Metal Matrix Composite. Pemakaian abu terbang sebagai bahan campuran atau pengganti sebagian semen Portland, khusunya untuk pembuatan beton massa pada konstruksi bendungan atau beton yang berada di daerah agresif. Kegunaan abu terbang adalah sebagai berikut:

1. Untuk pekerjaan beton/bahan bangunan bersemen :

 Sebagai bahan tambah untuk memperbaiki mutu beton karena mempunyai sifat pozoland,memudahkan pekerjaan beton juga menambah kekuatan.

 Sebagai pengganti sebagian semen sehingga lebih murah pada beton, paving block dan lain-lain.

 Sebagai bahan pengisi sehingga beton akan lebih kedap terutama untuk DAM, bak penampung dan pipa drainase.

2. Untuk penggunaan lainnya

 Pada pekerjaan jalan sebagai jalan penstabil tanah dan bahan pengisi di bawah lapisan drainase.

 Bahan baku pembuatan agregat ringan dengan proses kalisinasi.

 Sebagai bahan pembuat bahan keramik, pemisah besi, mineral aluminat dan lain-lain.

Spesifikasi abu terbang sebagai bahan tambahan untuk campuran beton disebutkan ada 3 jenis abu terbang, yaitu :

a. Abu terbang kelas F, adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran batubara, jenis antrasit pada suhu 1560°C.

b. Abu terbang kelas N, adalah hasil kalsinasi dari pozolan alam seperti tanah diatonoce, shale (serpih), tuft, dan batu apung.

c. Abu terbang kelas C adalah abu terbang yang dihasilkan dari pembakaran limit atau batubara dengan kadar karbon ± 60 %. Abu terbang ini mempunyai sifat pozolan dan sifat seperti semen dengan kadar kapur di atas 10 %.

(Armeyn, 2014)

Selain pemanfaatannya dalam bidang konstruksi bangunan, abu terbang juga telah banyak diteliti kelayakannya sebagai refraktori. Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai penahan (isolator) panas pada tanur-tanur suhu tinggi yang banyak digunakan oleh berbagai industry seperti industry peleburan logam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor merupakan bahan tahan api berupa bubuk yang jika dicampur dengan air dan dibiarkan beberapa saat akan mengeras. Penggunaannya sebagai isolator panas dilakukan dengan cara pengecoran adonan campuran bahan tersebut dengan air pada dinding tanur yang akan diisolasi.

Ada 3 tipe refraktori cor berdasarkan kandungan CaO-nya yaitu: - Low cement castables mengandung maksimum CaO 2,5 %

- Ultra - low cement castables mengandung CaO <> - No cement castables mengandung CaO <>

Menurut data produk perdagangan dari Sharada Ceramic Ltd, India (2000), refraktori cor yang bersifat asam mengandung Al2O3 65 - 95%, dan SiO2 5 - 32%, tahan terhadap suhu 1750 - 1860°C, bulk density 2,1 - 2,8 g/ml. Bahan refraktori yang baik harus memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi daripada SiO2 dengan perbandingan Al2O3 : SiO2 = 65% : 35% atau nilai Al2O3/SiO2=1,85 (Aziz et al, 2006).

2.3 Briket

Pembuatan briket merupakan metode yang efektif untuk mengkonversi bahan baku padat menjadi suatu bentuk hasil kompaksi yang lebih mudah digunakan (Solichah dan Afifah, 2011). Dalam penelitian ini tujuan pembentukan briket adalah untuk menguji sifat mekanis menggunakan POFA sebagai bahan baku dan pengujian tersebut hanya bisa dilakukan dengan menggunakan briket dan juga sebagai bahan alternative bahan bakar. Briket POFA adalah POFA yang dirubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara mengepres campuran POFA dengan bahan perekat.

Pembuatan briket meliputi pencampuran bahan baku dengan perekat, kemudian dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan pada kondisi tertentu sehingga menghasilkan bentuk, ukuran fisik dan sifat kimia tertentu (Setiawan et al, 2012).

Penggunaan bahan perekat dimaksudkan agar ikatan antar partikel semakin kuat dan kompak. Kriteria untuk menilai ketepatan posisi bahan pengikat dalam briket adalah meratanya campuran, campuran dapat digumpalkan, air tidak merembes keluar pada saat pencetakan dan peregangan kembali briket tidak terlalu besar setelah proses pengeringan. Peregangan yang terlalu besar mengindikasikan perekat tidak bekerja dengan baik. Penggunaan perekat juga bertujuan agar briket tidak pecah (Lestari et al, 2010). Namun dalam pembuatan briket, penggunaan bahan perekat menjadi suatu pilihan. Pembuatan briket dengan bahan perekat seperti clay, bentonit serta yucca starch disebut dengan kompaksi rendah sedangkan pembuatan briket tanpa bahan perekat disebut dengan kompaksi tinggi (Gandhi, 2010).

Pencetakan bertujuan agar adonan briket menyatu secara padat dengan bahan perekat (Hidayah et al, 2014) selain itu memudahkan dalam pengemasan dan memperoleh bentuk yang seragam dalam penggunaannya, ada berbagai macam alat pencetak yang dapat dipilih tetapi semua itu tergantung tujuan penggunaannnya. Setiap cetakan menghendaki kekerasan atau kekuatan pengempaan tertentu (Kurniawan dan Marsono,2008). Pengempaan juga memiliki tujuan untuk meningkatkan kerapatan, menurunkan masalah penanganan seperti penyimpanan dan pengangkutan serta dapat memperbaiki sifat fisik. Dalam proses pemadatan ada beberapa teknik yang dapat digunakan seperti balling, briquetting dan pelleting dengan pemberian tekanan untuk memadatkan adonan. Pemberian tekanan akan menyebabkan perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai tersebar secara merata ke dalam celah-celah dan keseluruhan permukaan yang menyebabkan ikatan antar partikel semakin kuat sehingga briket yang dihasilkan tidak mudah rapuh (Maryono et al, 2013). Semakin tinggi tekanan kompaksi mampu menaikkan nila densitas, compression strength, durability dan stability.

Densitas menentukan kualitas briket, angka yang tinggi menunjukkan kekompakan briket. Semakin besar densitas maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama (Saputro et al, 2012).

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mengeraskan briket yang masih bersifat basah dan lunak sehingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Berdasarkan caranya, dikenal 2 metode pengeringan, yakni penjemuran dengan sinar matahari dan pengeringan dengan oven.

Cara pembuatan briket bermacam-macam, berdasarkan perlakuannya ada yang melalui proses karbonisasi atau diarangkan terlebih dahulu dan ada juga yang pembuatannya tanpa dikarbonisasi. Proses karbonisasi merupakan suatu proses dimana bahan-bahan dipanaskan dalam ruangan tanpa kontak dengan udara selama proses pembakaran sehingga terbentuk arang. Proses karbonisasi merupakan proses pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan membentuk uap air, metanol, uap-uap asetat dan hidrokarbon (Fachry et al, 2016).

Berikut cara pembuatan briket batu bara dengan proses karbonisasi dan tanpa proses karbonisasi menurut Peraturan Menteri ESDM (2016) ditunjukkan pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 sebagai berikut :

1. Briket Batubara Tanpa Karbonisasi

Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket Batubara Tanpa Karbonisasi

2. Briket Batubara Terkarbonisasi

Gambar 2.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Briket Batubara Terkarbonisasi

2.4 Bahan Perekat

Dalam proses pembuatan briket diperlukan penambahan bahan pengikat/perekat dengan konsentrasi tertentu. Bahan perekat adalah bahan pencampur pada pembuatn briket yang berfungsi sebagai perekat atau pengikat antar partikel. Bahan perekat ini dapat menembus ke dalam permukaan dengan cara terabsorpsi sebagian ke dalam pori-pori atau celah yang ada. Semakin banyak konsentrasi bahan perekat yang digunakan pada briket maka semakin kuat tekstur

briket sehingga lebih tahan pecah. Tiap jenis perekat memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Namun, pada umumnya perekat pati yang lebih banyak digunakan pada saat ini (Budiyanto et al, 2009).

Berdasarkan fungsi dari perekat dan kualitasnya, pemilihan bahan perekat dapat dibagi sebagai berikut:

1. Berdasarkan sifat bahan perekat briket. a. Memiliki gaya kohesi yang baik

b. Mudah didapat dalam jumlah banyak dan murah harganya c. Tidak mengeluarkan bau, tidak beracun dan tidak berbahaya. (Setiawan et al, 2012)

2. Berdasarkan jenis a. Perekat organik

Bahan perekat organik dapat merembes ke dalam permukaan dengan cara terabsorpsi sebagian ke dalam pori-pori atau celah yang ada antara lain seperti molasse dan larutan kanji (Permen ESDM 2016). Perekat organik merupakan bahan perekat yang efektif, misalnya tepung tapioka (kanji). Tepung kanji merupakan produk olahan berupa tepung yang diperoleh dari umbi ketela pohon. Penggunaan perekat kanji memiliki beberapa keuntungan yaitu harga murah, mudah pemakaiannya dan dapat menghasilkan kekuatan rekat yang tinggi. (Lestari et al, 2010). Selain itu bahan perekat dari tumbuh-tumbuhan seperti tapioka memiliki keuntungan dimana jumlah perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bahan perekat hidrokarbon (Karim et al, 2014). b. Perekat anorganik

Perekat anorganik merupakan bahan pencampur yang berfungsi sebagai perekat antar permukaan partikel-partikel yang tidak reaktif (inert) dan berfungsi ebagai stabilizer selama pembakaran (Permen ESDM 2016). Perekat ini memiliki tambahan abu yang berasal dari bahan perekat. Contoh dari perekat anorganik antar lain semen, lempung (tanah liat), natrium silikat, dan lain-lain (Setiawan et al, 2014).

2.5 Komposit

Komposit adalah material hasil kombinasi makroskopis dari dua atau lebih komponen yang berbeda dengan tujuan untuk medapatkan material yang baru sifat fisik dan mekanik tertentu yang lebih baik dari pada sifat masing-masing komponen penyusunnya.

Pada umumnya komposit terdiri dari dua unsur utama yaitu penguat (reinforcement) dan bahan pengikat yang disebut matrix. Penguat adalah bahan utama yang menentukan karakteristik dari komposit seperti kekakuan, kekuatan, dan ketahanan terhadap aus. Sedang matrix bertugas melindungi dan mengikat serat agar bekerja dengan baik. Bahan penguat dapat berupa serat panjang, serat pendek, dan dalam bentuk partikel yang umumnya keras, kuat tetapi getas seperti boron, karbon, alumina dan SiC. Sedangkan bahan matriks dipilih bahan yang lunak seperti resin, keramik, aluminium, magnesium dan tembaga. Penguat berbentuk partikel dapat meningkatkan kekerasan dan ketahanan aus, sedang penguat serat panjang dapat meningkatkan kekuatan bending dan ketangguhan (Subarmono et al, 2008).

Bentuk penyusun utama dari material komposit terdiri atas beberapa bentuk antara lain:

1. Fiber composite, particle composite (komposit berbentuk partikel) 2. Laminae/layers composite (komposit berlapis)

3. Flake composite (komposit serpihan) 4. Filler composite (komposit dengan pengisi)

Pada prinsipnya komposit dapat dibentuk dari berbagai kombinasi dari dua atau lebih material, baik logam maupun non logam berdasarkan matriksnya komposit dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

a. Komposit bermatriks polimer atau Polymer Matrix Composite (PMCs) b. Komposit bermatriks logam atau Metal Matrix Composite (MMC) c. Komposit bermatriks keramik atau Ceramic Matrix Composite (CMCs) (Hadi dan Gunawan, 2011)

Komposit matriks polimer atau dikenal dengan istilah Polymer Matrix Composites (PMC). Untuk pembuatan komposit ini, jenis polimer yang banyak digunakan antara lain adalah :

1. Polimer termoplastik seperti poliester, nilon 66, polieter sulfon, polipropilene, dan polieter eterketon. Komposit ini dapat didaur ulang. 2. Polimer termoset (untuk aplikasi temperatur tinggi) seperti epoksida,

bismaleimida (BMI), poli-imida (PI). Komposit ini tidak dapat didaur ulang.

(Hadi dan Gunawan, 2011) b. Metal Matrix Composite (MMCs)

Metal Matrix Composite adalah penggabungan dari beberapa komponen, sedikitnya dua komponen / unsur yang mana komponen pertama merupakan Metal Matrix dan komponen kedua merupakan penguatnya, umumnya campuran intermetalik, seperti Oxide, Carbide, Nitrid dan lain-lain. Material Metal Matrix Composite (MMCs) pada mulanya yang diteliti adalah Continious Filamen yang digunakan dalam aplikasi aerospace. Bila ditinjau dari segi sifat mekanis dan sifat struktur materialnya maka Metal Matrix Composite (MMCs) memiliki sifat sebagai berikut :

 Memiliki kekuatan yang tinggi.

 Memiliki kekerasan yang tinggi.

 Modulus elastisitas tinggi.

 Memiliki ketahanan impak tinggi.

 Tahan terhadap perubahan perubahan suhu secara mendadak.

 Ketahanan permukaan yang tinggi.

 Tahan terhadap korosi.

 Tahan terhadap lingkungan hampa udara.

 Tahan terhadap perubahan struktur. (Hadi dan Gunawan, 2011)

Aplikasi Metal Matrix Composite (MMC) pada kehidupan sehari-hari dan dalam dunia keteknikan,yaitu :

1) Peralatan militer (sudu turbin,cakram,Kompresor,dll) 2) Aircraft ( rak listrik pada pesawat terbang)

3) Komponen automotive (blok silinder mesin, pully, poros garden,dll ) 4) peralatan elektronik.

Menurut Triono (2015), pada umumnya MMC dikelompokkan berdasarkan pada bentuk pengikatnya.

a. Particulate MMC

Particulate MMC adalah jenis utama paling sering digunakan serta dikembangkan dalam industri, aplikasinya di dalam dunia industri juga sangat luas sekali, contohnya: Fan Exit Guide Vanes (FEGV) dari mesin turbin gas, Rotating blade sleeves pada helicopter.

Bahan penguat yang umum adalah SiC atau Al2O3 SiC bereaksi dengan Al pada saat meleleh dan SiC bahkan bereaksi dengan Ti pada keadaan padat. Alumunia bersifat kurang efektif, dibandingkan SiC dalam paduan Al, tetapi alumunia sangat bereksi trhadap Ti. Stabilitas yang paling baik untuk Al2O3 dengan matriks Mg. Umumnya partikulat MMC maksimal mengandung keramik hingga 80% volume jika digunakan untuk pengepakan elektrik.

Particulate MMC pada umumnya dibuat dengan cara dilelehkan dan diteruskan dengan teknik pengecoran atau pencampuran serbuk (powder blending) dan penggabungan (consolidation)

b. Short Fiber MMC

Short Fiber MMC pertama kali menarik perhatian publik pada pertengahan tahun 1980, ketika dikembangkannya mesin diesel dimana material yang digunakan diperkuat dengan short alumunia fiber. Fiber ini mempunyai butir-butir polycrystalline yang kecil. Karakteristiknya dipengaruhi oleh derajat reaksi selama proses. Pengolahan fiber lebih lanjut, seperti forging dan ekstrusi, dapat dilakukan jika memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.

c. Long Fiber MMC

Beberapa macam long fiber MMCs ada yang telah dipelajari dan ada yang beberapa diantaranya telah digunakan pada beberapa aplikasi tertentu. Namun sulitnya pengolahan dan batasan pada sifat ketangguhannya, penggunaan MMC jenis ini masih terbatas. Pengertian dari multifilamen mengarah pada fiber dengan diameter relatif kecil (5-30), yang penanganannya cukup mudah dalam bentuk

deretan atau rangkaian. Material yang termasuk dalam golongan ini antara lain karbon, SiC, dan berbagai macam oksida. Beberapa multifilamen umum digunakan namun sebagian besar tidak dapat bertahan pada temperatur yang terjadi selama proses produksi MMC.

Carbon fiber tidak begitu popular untuk digunakan sebagai penguat pada MMC dikarenakan korosi galvanis yang terjadi. Masalah karena reaksi kimia juga muncul pada paduan Al, Ti dan besi. Pada Al, reaksi yang terjadi bersifat higroskopik, dimana Al yang diperkuat dengan graphite fiber akan cenderung mengalami korosi yang terus-menerus dalam lingkungan berair. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi carbon fiber dengan melapisi permukaannya menggunakan titanium nitrida, namun pada umumnya cara ini masih mahal dan sulit dilakukan pada multifilament.

d. Cermets

Struktur mikro cermets terdiri dari rangkaian partikel keramik yang diikat oleh metal (dalam porsi kecil), cermets dapat dianggap sebagai jenis MMC yang spesial. Faktor utama yang menyebabkan cermets banyak diminati oleh dunia industri adalah proses produksinya yang mudah. Biasanya MMC ini diproduksi dengan mencampurkan serbuk keramik berkisar 1-10. Untuk produksi cermets dengan base oksida perlu diberikan tekanan hidrostatik untuk menghilangkan porositas.

e. Metalic Foams

Metalic foams telah banyak menarik perhatian akhir-akhir ini, hal ini dikarenakan biaya produksi material yang rendah dan berbagai kombinasi sifat material yang bisa dihasilkan. Ada beberapa cara dapat digunakan untuk memproduksi material ini, terutama dengan membuat close cell structures, yang melibatkan pemrosesan material dalam keadaan cair dan semisolid. Masalah yang dihadapi dari pembuatan produk ini adalah viskositas logam cair yang rendah. Sering diperlukan untuk menstabilkan foam yang ada dengan mendispersikan keramik, baik dalam bentuk oksida film maupun dalam bentuk serbuk keramik, hal ini akan membantu menaikkan viskositasnya.

c. Komposit matriks keramik atau yang dikenal dengan istilah Ceramic Matrix Composite (CMC).

Adapun keuntungan yang diperoleh dari komposit matriks keramik seperti : a) Tahan pada temperatur tinggi (creep).

b) Kekuatan tinggi, ketahanan korosi, dan tahan aus. Sedangkan kelemahan komposit matriks keramik yaitu :

a) Susah diproduksi dalam jumlah besar. b) Biaya mahal.

c) Hanya untuk kasus-kasus tertentu. (Hadi dan Gunawan, 2011)

2.6 Metalurgi Serbuk

Metalurgi serbuk adalah suatu proses pembuatan komponen dari serbuk logam atau campuran bahan baku logam melalui penekanan dan disertai dengan pemanasan pada suhu (logam padat) di bawah temperatur cair serbuk. Pemanasan selama proses penekanan atau sesudah penekanan dikenal dengan istilah sinter. Produk hasil metalurgi serbuk dapat terdiri dari produk campuran berbagai serbuk logam atau dapat pula terdiri dari campuran bahan bukan logam, untuk meningkatkan ikatan partikel dan mutu benda jadi.

Teknik pemprosesan dengan metode metalurgi serbuk memiliki keuntungan

Dokumen terkait