• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Cookies dengan penggunaan tepung rimpang bunga Tasbih 75% dan tepung ikan Patin 20% serta tambahan tepung terigu 5% merupakan cookies terbaik dengan nilai gizi yang dapat memenuhi kebutuhan energi dengan nilai ekonomis disarankan menjadi pilihan makanan selingan untuk masyarakat. 2. Kelompok lansia sebagai konsumen utama dianjurkan untuk mengonsumsi

cookies dimana pria sebanyak 13 keping dan wanita sebanyak 11 keping. 3. Setelah proses penelitian dan hasil yang diperoleh hingga pada cookies

diterima oleh masyarakat, peneliti menyarankan adanya penelitian lebih lanjut terhadap IG (Indeks Glikemik) cookies dan variasi olahan lain tepung rimpang bunga Tasbih. Dengan kandungan gizi yang baik di dalam rimpang dapat menjadi olahan diet bagi penyakit terkhusus Diabetes Mellitus.

4. Adanya kegiatan penyuluhan pembudidayaan tanaman rimpang Bunga Tasbih terhadap petani dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, pangan alihan dan pangan ternak dengan kerjasama lintas sektor dengan instansi terkait seperti Dinas Pertanian, Dinas Pertamanan dan Badan Ketahanan Pangan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cookies

2.1.1 Jenis – Jenis Cookies

Cookies adalah kue kering yang manis dan berukuran kecil. Umumnya, cookies digolongkan berdasarkan jenis adonan dan jenis busanya. Jenis adonan, cookies ada yang dapat disemprotkan dan ada yang dapat dicetak. Berdasarkan kadar gula, cookies dibedakan menjadi : kue kering manis (kadar gula 25 – 40 persen), kue kering biasa (kadar gula 20 persen) dan wafer dimana hanya pengisinya yang manis (Anonim, 1981).

Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur ruang padat (Manley, 2000). Syarat mutu cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Syarat mutu biskuit yang berlaku saat ini adalah Standar Nasional Indonesia SNI 01-2973-1992, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Kriteria Uji Syarat

Energi (kkal/100 gram) Air (%) Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Abu (%) Serat Kasar (%) Logam Berbahaya Bau dan Rasa Warna Minimum 400 Maksimum 5 Minimum 9 Minimum 9,5 Minimum 30 Maksimum 70 Maksimum 0,5 Negatif

Normal dan tidak tengik Normal

Cookies menjadi salah satu jenis makanan kecil yang sering menjadi pilihan sebagian besar masyarakat luas. Makanan kecil yang dikonsumsi oleh semua golongan umur, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga orang yang sudah lanjut usia. Olahan cookies yang terdapat di masyarakat hingga pada saat ini memliki banyak variasi mulai dari bentuk dan rasa.

Cookies sebagai makanan kecil atau makanan selingan adalah makanan yang biasa menemani minum teh, kopi atau minuman dingin oleh masyarakat. Dihidangkan pagi sekitar pukul 10.00, sore hari pukul 16.00 - 17.00, kadang-kadang dihidangkan pada malam hari sebelum tidur. Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung 150-200 kalori. Disebut makanan selingan karena dihidangkan di antara dua makan utama, yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan malam (Tarwotjo, 1998).

Cookies sebagai makanan kecil berfungsi sebagai makanan yang dapat mempertahankan kondisi tubuh agar tidak menurunkan daya kerja. Jadi dengan memberikan makanan selingan, tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktunya makan utama tiba. Badan tetap segar dan aktif, tidak lemah. Sebaiknya makanan selingan dibuat sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengandung karbohidrat saja, tetapi juga mengandung zat protein dan vitamin (Tarwotjo, 1998).

Menurut Tarwotjo (1998), makanan selingan terbagi atas dua yaitu makanan kecil dengan rasa manis dan makanan kecil dengan rasa asin. Makanan kecil dengan rasa manis digolongkan menjadi dua yaitu makanan kecil basah dan kering, sebagai berikut :

1. Kue basah manis, yang termasuk kue basah manis, antara lain : aneka bubur, aneka kolak, aneka jajan yang dikukus dan jajan yang direbus. 2. Kue kering manis, yang termasuk kue kering manis antara lain : aneka

gorengan dan aneka kue yang dipanggang baik dalam cetakan ataupun tanpa cetakan

2.1.2 Bahan Pembuatan Cookies

Menurut Sultan (1983), bahan-bahan utama dalam pembuatan cookies adalah gula, lemak, telur dan tepung. Menurut kutipan oleh Matz (1978 ), bahan pembentuk cookies dibagi dalam dua golongan yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Bahan pengikat antara lain : tepung, air, susu, telur terutama putih telur, dan produk-produk bahan coklat. Bahan pelembut antara lain : gula, shortening (mentega), leavening agent (pengembang), dan kuning telur. Pembuatan Cookies dilakukan melalui beberapa tahapan proses yaitu : persiapan bahan, pencampuran, pencetakan adonan, dan pemanggangan.

Menurut Whiteley (1971) yang dikutip oleh Luska (1989), pencampuran bertujuan untuk memperoleh adonan homogen. Faktor yang harus diperhatikan pada pencampuran antara lain : jumlah adonan, lama waktu pencampuran adonan, dan kecepatan alat pengaduk atau mixer yang dipergunakan. Waktu pengadukan yang optimum adalah waktu dimana sudah terjadi kondisi pengembangan gluten dan pencampuran lemak secara menyeluruh dalam adonan hingga pada terbentuk flavor , volume dan tekstur adonan yang baik. Ukuran merupakan faktor yang harus diperhatikan keseragamannya dalam pencetakan adonan yang dimasukkan ke dalam oven pada setiap pemanggangan.

Cookies yang berukuran lebih kecil cenderung akan berwarna lebih cokelat. Untuk mencegah lengket pada loyang, digunakan polesan sedikit lemak atau melapisi loyang dengan kertas roti. Proses pemanggangan berpengaruh terhadap hasil. Faktor yang diperhatikan adalah : suhu dan lama pemanggangan. Menurut Muktar (1982), pemanggangan dapat dilakukan dalam oven bersuhu antara 180oC – 250oC selama 16 – 20 menit. Oven tidak boleh terlalu panas ketika adonan yang telah dicetak dimasukkan karena dapat menyebabkan bagian luar cookies terlalu cepat matang sehingga pengembangan terhambat dan permukaan cookies retak.

Bahan-bahan utama pembentuk cookies sebagai beikut : 1. Tepung

Menurut Matz (1978), tepung merupakan komponen pembentuk struktur dan pengikat telur dalam pembuatan cookies. Selain pembentuk struktur, tepung memegang peranan penting dalam pembentukan cita rasa. Semua jenis tepung dapat digunakan untuk pembuatan cookies. Tingginya kandungan protein dari tepung yang digunakan akan menyebabkan tekstur yang keras dan penampakan yang kasar. Jika penambahan tepung terlalu sedikit dan lemak cukup banyak akan dihasilkan cookies dengan struktur yang mudah patah dan kehilangan bentuk.

2. Telur

Telur memegang peranan dalam pemberian bentuk dan tekstur dan dalam pembentukan flavor, rasa dan mutu cookies. Fungsi telur sebagai pengaerasi, pelembut dan pengikat. Dalam pengaerasi, telur menangkap udara pada waktu

dikocok sehingga memberikan udara dalam adonan. Sebagai pelembut erat kaitannya dengan daya emulsi telur. Senyawa emulsifier adalah lesitin dan sepalin membuat adonan stabil dan melapisi lemak sehingga tidak mudah mengkristal.

Menurut Matz (1978), penggunaan kuning telur sebagai pengganti telur utuh akan menghasilkan cookies yang lebih lembut dan enak dimakan, tetapi struktur dalam cookies tidak sesempurna cookies dengan telur utuh. Hal ini disebabkan kuning telur mengandung lemak yang lebih tinggi dan merupakan emulsifier yang kuat. Bila telur yang digunakan banyak maka cookies yang dihasilkan akan lebih mengembang dan menyebar.

3. Shortening (lemak)

Menurut Kaplan (1971), shortening adalah untuk memperbaiki kualitas penerimaan yaitu melezatkan dan menambah nilai gizi, melembutkan, membantu pengembangan, membantu penyebaran serta memberikan flavor. Lemak, minyak dan shortening berfungsi melembutkan dan membuat renyah cookies dengan cara melapisi molekul pati dan gluten dalam tepung serta memutuskan ikatannya dan membatasi daya serap gluten terhadap air.

4. Gula

Gula merupakan jenis pemanis yang umum dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Gula merupakan salah satu bahan stabilizer dan pengawet dalam pembuatan makanan dan minuman. Gula adalah bentuk dari karbohidrat sederhana yang pada umumnya diambil dari tanaman tebu sebagai tanaman penghasil.

Menurut Darwin (2013) dalam American Heart Foundation dianjurkan kepada perempuan mengkonsumsi gula 25 gr per hari atau sekitar 100 kalori dan laki-laki mengkonsumsi gula 37,5 gr per hari atau sekitar 150 kalori. Jumlah tersebut sudah mencakup gula yang juga terkandung dalam makanan kudapan, permen, dan semua makanan yang dikonsumsi pada satu hari. Menurut Darwin (2013), gula terbagi beberapa jenis, antara lain :

a. Gula Pasir (Raw Sugar)

Jenis gula paling mudah dijumpai, digunakan sehari-hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir berasal dari cairan sari tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan. b. Gula Pasir Kasar (Crystallized Sugar)

Gula memiliki tekstur yang lebih besar dan kasar dari gula pasir pada umumnya. Biasanya gula jenis ini dijual dengan aneka warna di pasaran. Gula jenis ini sering digunakan sebagai bahan taburan karena tidak meleleh saat dioven.

c. Gula Balok atau Gula Dadu

Gula balok terbuat dari sari tebu. Bentuknya menyerupai balok dadu dengan warna putih bersih. Biasanya gula jenis ini digunakan sebagai campuran minuman kopi atau teh.

d. Gula Icing (Icing Sugar atau Confection Sugar)

Tipe gula ini memiliki tektur terhalus dalam jenis gula putih. Icing sugar merupakan campuran dari gula pasir yang digiling hingga halus

sehingga terbentuk tepung gula dan ditambahkan tepung maizena agar tidak mudah menggumpal.

e. Gula Batu

Gula batu diperoleh dari pengolahan gula pasir biasa agar mudah larut. Bentuknya merupakan bongkahan gula menyerupai batu berwarna putih, dimana tingkat kemanisan gula batu lebih rendah dibanding gula pasir, hampir sepertiga dari gula pasir. Bagi pankreas dan organ tubuh, gula batu lebih sehat dan bersahabat dibanding dengan gula pasir.

f. Brown Sugar

Brown sugar terbuat dari tetes tebu, dalam proses pembuatan dicampur dengan molase sehingga menghasilkan gula bewarna kecoklatan. Terbagi menjadi 2 jenis yaitu light atau dark brown sugar. Light brown sugar biasanya digunakan dalam pembuatan kue, seperti membuat butterscotch, kondimen dan glazes, biasanya digunakan untuk membuat gingerbread. g. Gula Merah

Gula merah terbuat dari air sadapan bunga pohon kelapa atau air nira kelapa, sering juga disebut dengan gula jawa. Teksturnya berupa bongkahan berbentuk silinder dan berwarna coklat. Biasanya digunakan dalam bahan pemanis makanan dan minuman dengan cara diiris tipis. h. Gula Aren

Bentuk, tekstur, warna dan rasanya mirip dengan gula merah, yang membedakan hanya bahan bakunya. Gula aren terbuat dari air nira yang disadap pohon aren, tanaman dari keluarga palem. Proses pembuatan gula

aren umumnya lebih alami, sehinggan zat-zat tertentu yang terkandung di dalamnya tidak mengalami kerusakan dan tetap utuh.

Gula dalam pembuatan cookies berfungsi pemanis, pembentuk tekstur pelembut, pemberi warna dan mengontrol penyebaran. Menurut Kaplan (1971), gula yang baik digunakan adalah gula halus. Hal ini disebabkan gula halus tidak menyebabkan pelebaran kue terlalu besar.

5. Garam

Garam merupakan bahan tambahan dalam pembuatan cookies, walaupun bukan bahan utama garam mempunyai peranan penting dalam memperkuat flavor, menambah rasa dan memperbaiki struktur cookies jika ditambahkan sedikit pada putih telur selama pengocokan krim (Kaplan, 1971). Tepung dengan kadar protein rendah lebih banyak membutuhkan garam karena berpengaruh mengikat protein. Matz (1978) menyebutkan bahwa sebagian besar formula Cookies menggunakan 1 persen garam atau kurang.

6. Soda Kue (Baking Powder)

Soda kue adalah bahan pengaerasi yang terbuat dari campuran zat pereaksi asam dengan natrium bikarbonat dengan atau tanpa penambahan pati atau pengisi. Senyawa asamnya adalah asam tartarat, fosfat, senyawa aluminium atau gabunan. Bahan pengaerasi yang baik untuk cookies adalah ammonium bikarbonat yang mudah terurai dan tidak meninggalkan padatan. Fungsinya adalah untuk membuat adonan menjadi ringan dan porous (Kapaln, 1971).

2.1.3 Tahapan Pembuatan Cookies

Menurut Putri (2012) yang mengutip pendapat Whitely (1971), ada dua metode dasar dalam pembuatan adonan cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. metode krim merupakan metode pencampuran secara berturut-turut antara lemak dan gula, kemudian ditambah pewarna dan essens, lalu penambahan susu. Metode all-in merupakan metode dimana semua bahan dicampur secara langsung bersama tepung. Proses pencampuran dilakukan hingga adonan mengembang.

Resep standar pembuatan cookies dasar tanpa bahan tambahan sebagai pedoman secara umum menurut Michael (2015), tertuang dalam Tabel 2.2 : Tabel 2.2. Resep Standar Dasar Cookies

Cookies Dasar

Bahan Jumlah 1 Jumlah 2

Tepung Telur Pelembut Gula 1500 gram 3 butir 1000 gram 500 gram 250 gram 1 butir 170 gram 80 gram

2.2 Bunga Tasbih ( Canna edulis Ker. )

2.2.1 Gambaran Umum Bunga Tasbih ( Canna edulis Ker. )

Rimpang bunga Tasbih berasal dari Amerika Selatan sejak 2.500 tahun sebelum Masehi. Bunga Tasbih telah tersebar di seluruh Indonesia, dengan sentra produksi di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali. Tumbuh di segala jenis tanah dan suhu udara. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, bunga Tasbih ditanam pada lempung berpasir yang kaya humus dengan ketinggian antara 0-250 mdpl (Koswara, 2015).

Produksi tanaman tergantung perawatan tanaman, jenis tanah, dan faktor produksi lain. Di Jawa produktivitas sekitar 30 ton/ha, potensi bisa mencapai 44.5-49.40 ton/ha umbi berusia 8 bulan (Koswara, 2015). Klasifikasi tanaman bunga Tasbih termasuk dalam :

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingeberales Famili : Cannaceae Genus : Canna

Spesies : Canna edulis Ker.

Gambar 2.1. Tanaman Bunga Tasbih (kiri) dan Rimpang Bunga Tasbih (kanan) berusia 7 bulan.

Tanaman bunga Tasbih tetap berwarna hijau saat umbi belum dewasa. Bila umbi telah cukup dewasa, daun dan batang mulai mengering, yang terlihat seakan tanaman mati, padahal tidak. Karena bila hujan tiba maka rimpang atau umbi akan bertunas dan membentuk tanaman lagi. Tinggi tanaman bunga Tasbih antara 0,9 – 1,8 meter. Di Jawa, tinggi bunga Tasbih umumnya 1,35–1,8 meter. Tanaman bunga Tasbih daunnya lebar dengan bentuk elip memanjang dengan pangkal dan ujung agak runcing. Panjang daun 15–60 sentimeter dan lebar 7–20 sentimeter. Bagian tengah terdapat tulang daun yang tebal ( Koswara, 2015).

Warna daun beragam dari hijau muda sampai hijau tua, kadang bergaris ungu. Demikian juga dengan pelepahnya ada yang berwarna ungu dan hijau. Ukuran bunga Tasbih yang biasa diambil umbinya relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan bunga Tasbih hias atau sering disebut bunga kana yaitu Canna coccinae, Canna hybrida, Canna indica dan lain-lain. Warna bunga Tasbih adalah merah orange dan pangkal kuning dengan benang sari tidak sempurna (Koswara, 2015).

Tanaman bunga Tasbih berumbi besar dengan diameter antara 5-8,75 cm dan panjangnya 10-15 cm, bahkan bisa mencapai 60 cm, bagian tengah tebal dan dikelilingi berkas-berkas sisik yang berwarna ungu atau coklat dengan akar serabut tebal. Bentuk umbi beraneka ragam, begitu juga komposisi kimia dan kandungan gizinya. Perbedaan komposisi ini dipengaruhi oleh umur, varietas dan tempat tumbuh tanaman. Pada musim hujan tunas akan keluar dari mata-mata

umbi atau rhizoma. Tanaman bunga Tasbih merupakan umbi-umbian yang sudah dibudidayakan di pedesaan sejak dahulu dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat alternative (Rukmana, 2000).

Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan dikenal dengan nama lokal, misalnya buah tasbih, ubi pikul, senitra, ganyal atau ganyol (Rukmana, 2000). Waktu tanam bunga Tasbih sebaiknya dilakukan menjelang musim hujan, yaitu Oktober sampai Desember. Bibit yang digunakan adalah pada umumnya adalah rhizoma atau umbinya yang telah mencapai ukuran normal dan mengandung 1-2 mata tunas sehat. Bibit juga dapat menggunakan bagian ujung umbi yang masih muda, yang diambil saat panen (Koswara, 2015).

Umumnya jangka waktu yang dibutuhkan untuk siap panen dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Didataran tinggi pada umur 6-8 bulan setelah penanaman biasnya umbi sudah siap panen. Pati yang hasilnya tinggi diperoleh dari umbi berumur 15-18 bulan. Di dataran rendah, kandungan patinya mencapai puncaknya pada umur 12 bulan dan menurun dengan bertambahnya usia. Tanda yang mudah dikenali kalau umbi telah masak adalah mengeringnya batang dan daun. Cara panen dapat dilakukan dengan pencabutan jika batang tanamannya belum rapuh. Jika sudah rapuh, panen dilakukan dengan cara mendongkel (Koswara, 2015). 2.2.2. Pengolahan Rimpang Bunga Tasbih

Indonesia mengenal dua kultivar atau varietas rimpang, yaitu rimpang bunga Tasbih merah dan rimpang bunga Tasbih putih. Rimpang bunga Tasbih merah ditandai dengan warna batang, daun dan pelepah yang berwarna merah atau ungu, sedang warna batang, daun dan pelepahnya hijau dan sisik umbi kecoklatan

disebut Rimpang bunga Tasbih putih. Rimpang bunga Tasbih merah biasanya dimakan segar atau direbus, sedangkan Rimpang bunga Tasbih putih pada umumnya diambil patinya (Koswara, 2015).

Berikut perbandingan kandungan gizi umbi rimpang bunga Tasbih dan olahannya dalam tepung dengan tepung terigu pada Tabel 2.3 :

Tabel 2.3. Perbandingan Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tasbih, Tepung Rimpang Bunga Tasbih dan Tepung Terigu tiap 100 gram

Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tasbih Tepung Rimpang Bunga Tasbih Tepung terigu Kalori (kal) 95,00 - 365,00 Protein (g) 1,00 0,70 8,90 Lemak (g) 0,10 0,20 1,30 Karbohidrat (g) 22,60 85,20 77,30 Kalsium (mg) 21,00 8,00 16,00 Fosfor (mg) 70,00 22,00 106,00 Zat Besi (mg) 20,00 1,50 1,20 Vitamin B1 (mg) 0,10 0,40 0,12 Vitamin C (mg) 10,00 0,00 0,00 Air (g) 75,00 14,00 12,00 Edible portion (%) 65,00 100,00 100,00 Serat (g) 10,43 2,204 n.a

Sumber : 1. Direktorat Gizi Depkes RI (1989)

2. Agus Susanto dan Anang Suhardianto (2004) 3. Mc. Guinness (2008)

Rimpang bunga Tasbih dimanfaatkan sebagai sumber pati berkualitas tinggi. Rimpang dan tepung rimpang bunga Tasbih mempunyai kandungan gizi yang tidak kalah dibandingkan dengan tepung terigu. Bahkan kandungan kalsium dan zat besi pada rimpang bunga Tasbih lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu. Ini mengindikasikan bahwa rimpang bunga Tasbih dan produk olahannya sangat tepat dikonsumsi bagi balita, anak-anak, usia lanjut, dan penderita kekurangan zat besi. Sedangkan kegunaan lainnya adalah merupakan kegunaan sampingan, misalnya diambil daun atau batangnya untuk makanan ternak.

Berlainan dengan pati-patian lain, pati rimpang bunga Tasbih berwarna kekuningan sampai pada kecoklatan. Di negara yang telah maju, Australia produksi pati telah diusahakan secara besar-besaran di pabrik-pabrik.

Pembuatan rimpang bunga Tasbih dengan cara yang tradisional ini umumnya dilakukan oleh industri rumah tangga yang tingkat produksinya masih relatif rendah. Tahapan pembuatan tepung rimpang bunga Tasbih dengan cara tradisional menurut Koswara (2015) adalah sebagai berikut :

1. Rimpang bunga Tasbih dikupas lalu dicuci hingga bersih;

2. Rimpang yang telah bersih dihancurkan dengan cara diparut dapat menggunakan parut biasa atau dengan parut mesin. Sedang bila ditumbuk, rimpang perlu dipotong-potong kecil lebih dahulu, ini bertujuan agar penumbukan dapat dilakukan dengan mudah;

3. Hasil parutan atau tumbukan rimpang dicampur dengan air dan diremas-remas sehingga menjadi masak serupa bubur. Pediremas-remasan ini bertujuan agar pati dapat terpisah;

4. Bubur pati tersebut dimasukan dalam kain penyaringan lalu diperas sambil sekaligus disaring, sehingga ampas akan tertinggal dalam kain dan air yang bercampur pati akan lolos;

5. Ampas yang tertinggal tersebut dicampur air lagi seperti di atas lalu disaring lagi, begitu selanjutnya sampai hasil penyaringan kelihatan jernih. Ini suatu pertanda bahwa pati telah terperas tuntas;

6. Cairan hasil perasan yang berupa larutan suspense dibiarkan dan diendapkan selama satu malam atau kurang lebih 12 jam di dalam bak;

7. Bila air dalam bak endapan telah bening pertanda pati telah mengendap. Lalu bak di miringkan pelanpelan sehingga airnya tertumpah;

8. Tepung yang telah diperoleh dianginkan dulu sehingga airnya berkurang, lalu letakkan dan dijemur pada panas matahari langsung;

9. Selama dijemur, tepung dibolak balik dan diremas-remas agar cepat kering dan tidak mengumpal;

10.Bila sudah kering dan ternyata tepung masih bergumpal, maka tepung ini perlu ditumbuk lagi sehingga menghasilkan tepung halus.

Berikut skema pengolahan rimpang bunga Tasbih:

Pati Ganyong

Umbi Ganyong

Pengupasan, pencucian dan pemarutan

Ekstraksi 3 x atau sampai pati habis

Pengendapan

Pencucian dengan air

Pengendapan dan pencucian dengan air

Pengeringan dan penggilingan

Gambar 2.2. Rangkaian Proses Pengolahan Pati Ganyong Sumber : Koswara, 2015.

2.2.3 Kandungan Gizi Rimpang Bunga Tasbih

Kandungan rimpang bunga Tasbih terlihat pada Tabel 2.4, sebagai berikut:

Tabel 2.4. Kandungan Gizi dalam 100 g Rimpang Bunga Tasbih

Komponen Satuan Jumlah

Kalori Protein Kkal 95,0 Gram 1,0 Lemak Karbohidrat Gram 0,1 Gram 22,6 Kalsium Mg 21,0 Fosfor Mg 70,0 Besi Mg 20,0 Vitamin B1 Mg 100,0 Vitamin C Mg 10,0 Air Gram 75,0

Bahan yang dapat dimakan % 65,0

Sumber : DKBM Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

Tanaman bunga Tasbih merupakan tanaman jenis umbi-umbian yang banyak mengandung karbohidrat dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber makanan alternatif. Umbi atau rimpang bunga Tasbih kaya akan serat sehingga produk makanannya mudah untuk dicerna.

Tabel 2.5. Kandungan gizi Tepung Rimpang Bunga Tasbih ( per 100 gram )

No. Zat Gizi Kandungan

1. Air 14,00 gr 2. Protein 0,70 gr 3. Lemak 0,20 gr 4. Karbohidrat 85,20 gr 5. Kalsium 8,00 mg 6. Fosfor 22,00 mg 7. Besi 1,50 mg 8. Vitamin A 0,00 UI 9. Vitamin B 0,09 mg 10. Vitamin C 0,00 mg

2.3 Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus)

2.3.1 Gambaran Ikan Patin (Pangansius hypopthalmus)

Klasifikasi dan identifikasi ikan Patin menurut Saanin (1968) yang diacu Soraya (2010), sebagai berikut :

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Silluroide Famili : Pangasidae Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypopthalmus

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuh mencapai 120 cm. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memilki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang berigi dan besar di sebelah belakang (Susanto & Amri, 1996).

Sementara itu, jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali.adapun sirip ekor membentuk cagak dan bentuk simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik.

Dokumen terkait