• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Agar ampas tahu dapat dimanfaatkan dalam pembuatan kerupuk ampas tahu sebagai cemilan yang sehat, murah serta dapat mengurangi pencemaran limbah ampas tahu.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait kandungan gizi lain dalam kerupuk ampas tahu.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerupuk

Kerupuk merupakan jenis makanan kering dengan bahan baku tepung tapioka. Kerupuk sudah banyak dimodifikasikan dengan berbagai cita rasa misalnya, kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk bawang, dan kerupuk rasa keju. Beberapa hal yang dipersyaratkan yang dapat memengaruhi kualitas kerupuk adalah warna menarik, permukaan bekas irisan rata, ketebalan sama rata, mengembang 3-5 kali saat digoreng, dan memiliki cita rasa yang kompak (Suprapti, 2005).

Pada umumnya tepung berpati digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerupuk sehingga tepung berpati banyak digunakan dalam pembuatan kerupuk. Kerupuk dapat diperkaya dengan protein misalnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung protein yaitu udang dan ikan. Sumber protein selain diperoleh dari hewani, dapat pula dari bahan nabati, yaitu seperti penambahan ampas tahu yang bahan dasarnya dari kacang kedelai (Suhartini, 2006).

Pembuatan kerupuk berbeda dengan pembuatan keripik. Pada pembuatan kerupuk sangat diharapkan adanya pengembangan setelah penggorengan sedangkan pada pembuatan keripik tidak ada pengembangan setelah penggorengan. Pengembangan ini juga sangat ditentukan saat proses pengeringan dan suhu penggorengannya (Gardjito, 2014). Syarat mutu kerupuk dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Syarat Mutu Kerupuk Menurut SII 0272-90 Kriteria Uji Satuan Persyaratan Kerupuk

Non-Protein Persyaratan Kerupuk Protein Bau, rasa, warna - Normal Normal

Benda asing %b/b Tidak ternyata Tidak ternyata

Abu %b/b Maks 1 Maks 1

Air %b/b Maks 12 Maks 12

Protein %b/b - Min 5

Sumber : Suhartini, 2006

Komposisi gizi kerupuk yaitu mengandung karbohidrat yang tinggi dikarenakan bahan utama kerupuk adalah pati yang terdapat dari tepung tapioka. Kandungan unsur gizi tepung tapioka dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Kandungan Unsur Gizi pada Tepung Tapioka dalam 100 g Bahan No. Kandungan Unsur Gizi Tepung Tapioka

1. Kalori (kal) 362,00 2. Protein (g) 0,50 3. Lemak (g) 0,30 4. Karbohidrat (g) 86,90 5. Kalsium (mg) 0,00 6. Fosfor (mg) 0,00 7. Zat Besi (mg) 0,00 8. Vitamin A (SI) 0,00 9. Vitamin B1 (mg) 0,00 10. Vitamin C (mg) 0,00 11. Air (g) 12,00 Sumber : Suprapti, 2005

Kerupuk merupakan makanan ringan yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia. Kerupuk sudah dikenal secara luas, memiliki cita rasa yang khas dan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat. Kerupuk mudah diperoleh di segala tempat, baik di kedai pinggir jalan, di supermarket, restoran maupun di pasar-pasar serta tempat lainnya.

2.1.1 Bahan-bahan Pembuatan Kerupuk

Beberapa bahan yang digunakan untuk membuat kerupuk dasar adalah tepung tapioka, air, garam, dan bawang putih (Suhartini, 2006) :

2.1.1.1 Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu segar (Manihot utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Pati merupakan komponen tapioka dan merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi tepung tapioka mudah dilakukan (Parini, 2012). Tepung tapioka dapat bertahan selama 1-2 tahun dalam penyimpanan (apabila dikemas dengan baik). Tepung tapioka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku ataupun campuran pada berbagai macam produk antara lain kerupuk, biskuit atau kue kering, kue tradisional, misalnya cenil, klanthing, opak dan lain-lain (Suprapti, 2005).

Pada pembuatan tepung tapioka yaitu pada proses pemasakan, pati dari tepung tapioka ini akan menyerap air dalam jumlah yang cukup tinggi. Besar kecilnya air yang diserap dalam granula pati akan menentukan daya kembang. Semakin tinggi air semakin besar daya kembang yang dihasilkan. Fungsi pati pada pembuatan kerupuk adalah: sebagai bahan pengental, penstabil adonan, penahan air, pembentuk gel, dan pengikat bahan-bahan lain (Suhartini, 2006).

Dilihat dari nilai gizinya, tepung tapioka merupakan sumber karbohidrat dan energi yang sangat baik, tetapi kandungan protein dan lemaknya sangat sedikit.

2.1.1.2 Air Bersih

Air yang digunakan untuk pembuatan kerupuk dasar adalah air bersih atau menggunakan air yang layak diminum yaitu, air yang memenuhi standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 907/MENKES/SK/VII/2002 (Kusnaedi, 2010).

Air berfungsi untuk melarutkan garam dan bumbu-bumbu. Air diperlukan juga untuk menghasilkan adonan yang homogen. Apabila air yang digunakan tidak memenuhi syarat, tepung tapioka dalam pembuatan kerupuk akan tercemar sehingga tampak berbintik-bintik dan warna tidak putih (Suprapti, 2005).

2.1.1.3 Garam

Garam merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam proses pembuatan kerupuk. Fungsi penambahan garam dalam adonan adalah sebagai penambah cita rasa dan meningkatkan aroma, memperkuat kekompakan adonan, dan memperlambat pertumbuhan jamur pada produk akhir (Suhartini, 2006). Garam yang digunakan adalah jenis garam dapur, yaitu garam yang merupakan pelengkap dari kebutuhan pangan dan sumber mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal putih, seringkali dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah Natrium klorida (NaCl). Menurut Hudaya (1980) yang dikutip oleh Parini (2012) kualifikasi mutu garam adalah bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut), bebas dari zat kimia, halus

Garam mempengaruhi aktivitas air dari bahan dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya kadar air. Konsentrasi rendah (1-3%) garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat memberi cita rasa gurih pada bahan pangan (Parini, 2012). 2.1.1.4 Bawang Putih

Bawang putih mengandung minyak atsiri yang sangat mudah menguap di udara bebas, minyak atsiri dari bawang putih ini diduga mempunyai kemampuan sebagai antibakteri dan antiseptk (Purwaningsih, 2007). Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan ahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas untuk meningkatkan selera makan.

Menurut Djumali dkk. (1982) yang dikutip oleh Parini (2012), bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk berfungsi untuk memperbaiki dan menambah cita rasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari cita rasa yang diinginkan. 2.1.2 Dasar Pembuatan Kerupuk

Pembuatan kerupuk ada beberapa tahapan pengerjaan, yakni pembuatan adonan, pencetakan adonan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, pengeringan, sortasi, pengemasan, dan penggorengan. Alat dan bahan yang digunakan mudah diperoleh dan harganya relatif murah. Bahan yang digunakan yaitu, tepung tapioka (1 kg), garam (15 gram), bawang putih (50 gram), dan air (650 cc).

Sedangkan alat yang digunkan yaitu, loyang berukuran sedang, talenan, pisau dan wajan.

Pembuatan adonan kerupuk merupakan tahap yang penting dalam pembuatan kerupuk mentah. Pembuatan adonan kerupuk dilakukan dengan mencampurkan bahan utama dan bahan-bahan tambahan (air, telur, garam dan bawang putih) dicampur dengan tepung tapioka secara merata, lalu diuleni dengan tangan sehingga dihasilkan adonan yang homogen, setelah itu dilakukan pencetakan adonan.

Pencetakan adonan kerupuk dilakukan untuk memperoleh bentuk dan ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna yang seragam. Adoan dibentuk berupa gelondongan yang memanjang yang disebut dodolan lalu dikukus dengan suhu 63°C selama 30 menit hingga matang. Dodolan kerupuk yang sudah dikukus dikeluarkan dan didinginkan untuk memadatkan dodolan kerupuk sehingga mudah dipotong. Pada proses pemotongan dodolan kerupuk yang sudah dingin perlu diperhatikan keseragaman ketebalannya.

Kerupuk yang sudah dipotong dapat dijemur di bawah sinar matahari atau dapat menggunakan oven yang biasa dilakukan untuk skala laboratorium, secara berkala dilakukan pembalikan agar seluruh permukaan terkena panas. Kerupuk yang sudah kering kemudian dapat digoreng (Suhartini, 2006). Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan dengan kadar

mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya. Pengeringan kerupuk juga bertujuan untuk pengawetan dan mempertahankan mutu kerupuk (Koswara, 2009)

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Dasar Air, garam dan bawang

putih Adonan kerupuk Adonan kerupuk dibentuk menjadi dodolan Pengukusan Pencampuran dengan tepung tapioka Pendinginan Pemotongan Pengeringan Penggorengan Kerupuk dasar

2.2 Ampas Tahu

Dalam proses pembuatan tahu akan diperoleh ampas tahu (limbah padat). Bahan dasar pembuatan tahu adalah dengan menggunakan kacang kedelai, dalam sebuah pabrik tahu membutuhkan ± 300 kilogram kacang kedelai untuk membuat ± 210 cetak tahu, kacang kedelai tersebut digiling menggunakan alat penggiling dan dicampurkan dengan air panas. Penggilingan dengan air panas akan menghasilkan bubur kedelai, kemudian bubur kedelai tersebut dipanaskan hingga muncul gelembung-gelembung kecil lalu diangkat dan biarkan agak dingin setelah itu bubur kedelai tersebut disaring sehingga diperoleh sari kedelai dan ampas kedelai atau lebih dikenal dengan sebutan ampas tahu (Dahana, 2010).

Pengolahan ampas tahu menjadi bahan pangan (makanan) dapat meningkatkan program pemerintah dalam membantu meningkatkan gizi masyarakat pada umumnya (Suryana, 2005). Ampas tahu yang berkadar air tinggi sisa pembuatan tahu akan menjadi sarang bakteri jika dibuang ditempat lembab dan berair, disertai bau khas sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan dan berpengaruh negatif pada kelestarian lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan tersebut dapat dicegah dengan memanfaatkan limbah sebaik-baiknya yaitu dengan diolah menjadi pangan yang dapat dikonsumsi masyarakat (Handasari, 2010).

Ampas tahu bisa didapat melalui pabrik pembuatan tahu dengan harga yang sangat murah yaitu, 1 kilogram ampas tahu memiliki harga Rp 1.000-,. Sebagian besar penampungan ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak antara lain sapi, kelinci, domba, kambing dan lain sebagainya. Ampas tahu dapat diolah

kecap. Hasil olahan ampas tahu dapat dikembangkan lagi menjadi makanan seperti biskuit, kue kering, mie, siomay dan kerupuk ampas tahu. Dengan demikian, pemanfaatan sisa buangan industri tahu menjadi bahan pangan yang menumbuhkan usaha baru.

Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi Ampas Tahu dalam 100 gram

Komposisi Jumlah Energi (kal) 414,00 Protein (g) 26,60 Lemak (g) 18,30 Karbohidrat (g) 41,30 Kalsium (mg) 19,00 Pospor (mg) 29,00 Besi (mg) 4,00 Vitamin A (SI) 0,00 Vitamin B1 (mg) 0,20 Vitamin C (mg) 0,00 Air (g) 9,00

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan Indonesia (2010) 2.3 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik disebut sebagai penilaian indera atau penilaian sensorik yang merupakan suatu cara penilaian dengan memanfaatkan panca indera manusia untuk mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa suatu produk makanan, minuman ataupun obat. Pengujian organoleptik berperan penting dalam pengembangan produk Penilaian organoleptik terdiri dari enam tahapan yaitu menerima produk, mengenali produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat-sifat produk, mengingat kembali produk yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat inderawi produk. Dalam uji organoleptik harus dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan kelemahan. Uji organoleptik memiliki relevansi yang tinggi dengan mutu produk karena

berhubungan langsung dengan selera konsumen. Selain itu, metode ini cukup mudah dan cepat untuk dilakukan, hasil pengukuran dan pengamatan cepat diperoleh. Kelemahan dan keterbatasan uji organoleptik diakibatkan beberapa sifat inderawi tidak dapat dideskripsikan, manusia yang dijadikan panelis terkadang dapat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan mental sehingga panelis menjadi jenuh dan kepekaan menurun, serta dapat terjadi salah komunikasi antara manajer dan panelis (Ayustaningwarno, 2014).

Pengujian sensori atau pengujian dengan indera atau dikenal juga dengan pengujian organoleptik sudah ada sejak manusia mulai menggunakan indranya untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Selera manusia sangat menentukan dalam penerimaan dan nilai suatu produk. Analisis sensori adalah pengukuran melalui lima pancaindra manusia; indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan pendengaran. Analisis sensori juga melibatkan suatu pengukuran, yang dapat bersifat kuantitatif ataupun kualitatif. Misalnya, pada produk sirop, atribut yang diukur adalah tingkat kemanisan. Secara kualitatif dapat ditentukan sirop X lebih manis dari sirop Y. begitupula secara kuantitatif yaitu dengan menggunakan skala kemanisan yang pengujinya dibandingkan dengan larutan gula.

2.4 Panelis

Panelis merupakan anggota panel atau orang yang terlibat dalam penilaian organoleptik dari berbagai kesan subjektif produk yang disajikan. Panelis

Menurut Soekarto yang dikutip oleh Ayustaningwarno (2014) penggunaan panel-panel ini berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut.

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan disebut panel tradisional, memiliki kepekaan indrawi yang sangat tinggi. Keistimewaan panel ini adalah dalam waktu yang sangat singkat dapat menilai mutu dengan tepat, bahkan dapat menilai pengaruh dari proses yang dilakukan dan penggunaan bahan baku. Kelemahan panel perseorangan adalah hasil uji berupa keputusan yang mutlak, ada kemungkinan terjadi bias atau kecenderungan dapat menyebabkan pengujian tidak tepat karena tidak ada kontrol atau pembandingnya. Target pengujian sangat tergantung pada seseorang, jika ada gangguan kesehatan atau faktor yang mempengaruhi kepekaan panelis, jalannya pengujian akan terhambat. Panel perseorangan kemampuannya biasanya spesialis untuk satu jenis komoditas tetapi lengkap.

2. Panel Perseorangan Terbatas

Panel terbatas beranggotakan dari 2-3 orang panelis yang mempunyai keistimewaan dari rata-rata orang biasa. Panel perseorangan terbatas mempunyai tanggung jawab sebagai penguji, mengetahui prosedur kerja, dan membuat kesimpulan dari hal yang dinilai.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-20 orang atau 5-10 orang panelis yang mempunyai kepekaan cukup baik. Seleksi pada panelis terlatih umumnya mencakup hal kemampuan untuk membedakan citarasa dan aroma dasar,

ambang pembedaan, kemampuan membedakan derajat konsentrasi, daya ingat terhadap citarasa dan aroma. Hal ini untuk menciptakan kemampuan atas kepekaan tertentu di dalam menilai sifat organoleptik bahan makanan tertentu.

4. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

5. Panel Konsumen

Panel konsumen dapat dikategorikan sebagai panelis tidak terlatih yang dipilih secara acak dari total potensi konsumen di suatu daerah pemasaran. Jumlah panel yang diperlukan cukup besar yaitu sekitar 100 orang dan juga perlu memenuhi criteria seperti umur, jenis kelamin, suku bangsa dan tingkat pendapatan dari populasi pada daerah target pemasaran yang dituju.

2.5 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pembuatan kerupuk hasil olahan ampas tahu dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini kerupuk ampas tahu yang telah dibuat akan dilakukan uji daya terima masyarakat, dimana panelis yang dipakai yaitu panelis tidak terlatih sebanyak 30 orang yang akan melakukan uji daya terima terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur pada pembuatan kerupuk ampas tahu dan untuk mengetahui kandungan gizi kerupuk ampas tahu ini akan dilakukan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan.

Kerupuk Ampas Tahu

Kandungan Gizi Kerupuk Ampas Tahu

Uji Daya Terima Masyarakat (aroma,

warna, rasa dan tekstur)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semua kalangan masyarakat sering mengonsumsi camilan. Camilan yaitu makanan yang dikonsumsi di antara waktu-waktu makan utama (Damayanti, 2010). Produk yang termasuk dalam kategori camilan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 tanggal 9 Oktober 2006, tentang kategori pangan adalah semua camilan (makanan ringan) yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Salah satu camilan yang popular di Indonesia adalah kerupuk. Kerupuk merupakan produk olahan tradisional Indonesia yang sudah dikenal secara luas, memiliki cita rasa yang khas dan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional yang dikutip oleh Mubarok (2009) jumlah konsumsi kerupuk di wilayah perkotaan lebih tinggi yaitu 0,193 ons kerupuk dibandingkan dengan di wilayah pedesaan yaitu 0,147 ons kerupuk dikarenakan kepadatan penduduk di kota yang juga lebih tinggi bila dibandingkan dengan pedesaan.

Kerupuk mudah diperoleh di segala tempat, baik di kedai pinggir jalan, di supermarket, restoran maupun di pasar-pasar serta tempat lainnya. Kandungan gizi paling dominan pada kerupuk umumnya adalah karbohidrat, sedangkan kandungan protein kerupuk umumnya relatif rendah (Ratnawati, 2013). Untuk itu

perlu ditambahkan dengan bahan lain untuk meningkatkan nilai gizi dari kerupuk dengan menggunakan bahan hasil olahan ampas tahu.

Pada proses pembuatan tahu akan diperoleh ampas tahu (limbah padat). Ampas tahu hasil olahan dalam proses pembuatan tahu merupakan sumber protein nabati yaitu dari golongan kacang-kacangan, khususnya kacang kedelai. Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutan ke-3 sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Rata-rata luas pertanaman per tahun sekitar 703.878 ha, dengan total produksi 518.204 ton (Suprapto, 2001). Sampai saat ini, kedelai masih merupakan bahan pangan sumber protein nabati yang paling murah sehingga tidak mengherankan bila total kebutuhan kedelai untuk pangan mencapai 95% dari total kebutuhan kedelai di Indonesia. Produk pangan berbahan baku kedelai ini dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu dalam bentuk hasil nonfermentasi dan fermentasi, dalam hasil nonfermentasi yaitu ada kedeleai segar, bubuk kedelai, kecambah kedelai, susu kedelai, dan tahu, sedangkan hasil fermentasi yaitu ada fermentasi biji kedelai (tempe), saos kedelai dan pasta kedelai (Adisarwanto, 2005).

Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Industri yang dikutip oleh Arbaiyah (2003), industri tahu di Indonesia sebagian besar masih merupakan industri sederhana, sehingga dalam pengolahannya masih banyak tertinggal protein sebagai sisa dalam ampas tahu, karena cara ekstrasi maupun penggumpalan proteinnya kurang sempurna. Pada proses pembuatan tahu secara tradisional, penggilingan dilakukan secara manual yang menghasilkan ampas tahu

dengan kandungan protein yang masih cukup tinggi dibandingkan dengan pengolahan secara mekanis. Kandungan protein atas dasar berat kering pada ampas tahu sebesar 22%, sedangkan kandungan protein di dalam biji kedelai sendiri adalah 38%. Dengan demikian apabila dikonversikan ke dalam persen protein biji kedelai utuh, maka jumlah protein di dalam ampas tahu diperkirakan sebesar 58%.

Berdasarkan hasil penelitan Wati (2013), kadar protein kue kering lidah kucing komposit tepung ampas tahu adalah 24,03% dan serat adalah 9,48%. Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Handarsari (2010), yaitu sugar pastry dengan substitusi tepung ampas tahu, kadar protein yang tertinggi didapatkan 30% yaitu 17,34% sedangkan sugar pastry tanpa tepung ampas tahu yaitu 14,23%. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa ampas tahu masih memiliki kandungan gizi yang cukup baik, seperti yang telah diteliti pada kue kering lidah kucing komposit tepung ampas tahu dan sugar pastry dengan substitusi tepung ampas tahu.

Pada proses pengolahan tahu akan dihasilkan limbah berupa ampas tahu yang apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan bau tidak sedap. Dalam 1 kg kacang kedelai yang diolah menjadi tahu akan menghasilkan ampas tahu basah sekitar 1,2 kg hal ini perlu di perhatikan agar tidak mencemari lingkungan. Oleh sebab itu ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar dengan tujuan sebagai salah satu upaya mengurangi pencemaran lingkungan dan memberikan penambahan gizi yang bermanfaat bagi semua kalangan masyarakat baik itu

anak-diteliti kandungan gizi yaitu protein, lemak dan karbohidrat karena ketiga kandungan gizi ini merupakan tiga komponen penting yang sangat dibutuhkan bagi setiap manusia. Ampas tahu bisa didapatkan di pabrik tahu. Pada penelitian ini peneliti mengambil ampas tahu di jalan Setia Budi Pasar II Gang Akik Tanjung Sari, Medan Selayang karena ampas tahu yang dihasilkan lebih baik, ampas tahu yang dihasilkan masih memiliki aroma kacang kedelai yang segar. Ampas tahu tersebut dapat diolah menjadi kerupuk ampas tahu dan akan memiliki daya jual tinggi dari pada ampas tahu yang belum diolah. Ampas tahu juga murah dan mudah didapat oleh semua kalangan masyarakat dan cara pembuatannya pun tidaklah susah dan menggunakan alat dan bahan yang mudah diperoleh.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh penambahan ampas tahu dalam pembuatan kerupuk terhadap daya terima dan nilai gizinya.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk membuat kerupuk dari ampas tahu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui daya terima terhadap aroma, warna, rasa, dan tekstur kerupuk hasil olahan ampas tahu.

2. Untuk mengetahui nilai gizi protein, lemak dan karbohidrat pada kerupuk hasil olahan ampas tahu.

1.4Manfaat Penelitan

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengolahan kerupuk dari ampas tahu, yang masih memiliki nilai gizi yang cukup sebagai cemilan yang sehat.

ABSTRAK

Ampas tahu merupakan ampas kedelai sisa hasil pembuatan tahu (limbah padat) yang masih memiliki zat gizi. Ampas tahu memiliki kadar air tinggi dan jika tidak dimanfaatkan atau tidak dibuang akan menjadi sarang bakteri dan menimbulkan bau khas, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Sebagian besar pemanfaatan ampas tahu digunakan sebagai pakan ternak, akan tetapi ampas tahu masih memiliki kandungan gizi maka ampas tahu dapat juga dimanfaatkan atau diolah menjadi makanan salah satunya makanan ringan yaitu kerupuk ampas tahu.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan tujuan yaitu untuk mengetahui kandungan gizi protein, lemak dan karbohidrat yang menggunakan metode Kjeldhal, Hydrolisis dan Luff Schrooll dan uji daya terima yang menggunakan analisis organoleptik yang meliputi rasa, aroma, warna dan tekstur yang ditentukan dengan menggunakan skala hedonik. Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dokumen terkait