• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Dengan lahirnya UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal maka diharapkan perkembangan pengaturan penanaman modal di Indonesia menjadi lebih baik. Kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi ekonomi. Kehadiran investor ini diharapkan dapat memberikan dampak positif, selain membuka lapangan pekerjaan, juga dapat menggerakkan roda perekonomian.

2. Ketentuan kepemilikan saham asing pada perusahaan penanaman modal di Indonesia telah diatur dalam PP No. 83 tahun 2001 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Namun, pada PP No 83/2001 harusnya dikemukakan secara limitatif bidang- bidang usaha apa saja yang tidak dapat dimasuki secara penuh. Bidang-bidang inilah yang sering disebut menyangkut hajat hidup orang banyak dan penting bagi negara. Sedangkan pada UUPMA secara limitatif dikemukakan bidang- bidang usaha apa yang tidak dimasuiki PMA dan bidang usaha apa saja yang tidak dapat dimasuki secara penuh.

3. Perlu diadakan peninjauan kembali aspek-aspek pengaturan Perundang- undangan dan ketentuan pelaksanaan kerja sama patungan. Aspek-aspek yang perlu ditinjau yaitu: Peraturan-peraturan yang belum ada ketentuan-ketentuan pelaksanaannya sehingga mengakibatkan kurang atau tidak efektif, peraturan- peraturan yang kurang jelas yang akan menimbulkan penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda, peraturan yang sudah tidak memadai untuk dipakai dan

kebutuhan dewasa ini sehingga perlu diperbaharui, masalah-masalah yang belum ada pengaturannya sama sekali, masalah pengaturan yang teknis sifatnya, seperti pengaturan di bidang tanah, pengaturan di bidang modal dan sebagainya.Yang menjadi perhatian adalah meneliti peraturan-peraturan yang perlu disempurnakan, dihapuskan atau diperbaiki sehingga dapat diciptakan iklim pengaturan yang jelas, lengkap dan memberikan kepastian hukum.

BAB II

ASPEK HUKUM PENANAMAN MODAL DI INDONESIA

A. Perkembangan Hukum Penanaman Modal di Indonesia

Tahun 1996 kiranya dapat dijadikan tahun yang cukup penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, karena dalam kurun waktu sejak kemerdekaan Republik Indonesia hingga memasuki tahun 1966, terjadi berbagai gejolak sehingga pembangunan nasional agak terabaikan. Untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa (founding fathers) dirasakan perlu pembangunan secara menyeluruh. Namun, untuk melaksanakan pembangunan tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit. Jika hanya mengandalkan modal dalam negeri, tentu tidak memadai. Oleh karena itu, timbul pemikiran untuk mencari modal dari luar negeri sebagai salah satu alternatif untuk mengatasi masalah kebutuhan dana dalam melaksanakan pembangunan yang dimaksud, yakni dengan mengundang investor asing. Hanya saja, jika pilihannya mengundang investor asing, maka diperlukan landasan hukum formal yang mengatur masalah investasi asing.27

Erman Radjagukguk, mengemukakan bahwa pemerintah orde baru dibawah pimpinan presiden Soeharto menyadari sejak semula bahwa bantuan asing baik berupa bantuan teknik maupun modal bukan merupakan faktor yang

27 Sentosa Sembiring,

menentukan berhasilnya pembangunan ekonomi Indonesia. Namun peranan bantuan tersebut dalam masa transisi untuk memulihkan lagi ekonomi Indonesia telah diakui sebagai hal yang sangat penting. Di bawah pemerintahan presiden Soekarno, ekonomi Indonesia seakan-akan hendak mengalami keruntuhan. Indonesia tidak mampu membayar hutang luar negerinya yang pada waktu berjumlah lebih dari 2 bilyon dollar. Laju inflasi sekitar 20-30 % perbulan. Pada tahun 1966, pemerintah Indonesia mengadakan pendekatan baru dalam kebijaksanaan ekonomi, antara lain mengundang kembali masuknya modal asing. Undang-undang yang baru tentang penanaman modal asing diundangkan pada tahun 1967, yaitu UU No.1 tahun 1967, Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 2818. Dalam rangka pengaturan hal-hal tersebut, dikeluarkanlah UU No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang sekaligus mengatur hak dan kewajiban para investor asing, memberikan jaminan kepastian hukum dan jaminan kepastian berusaha, sehingga dapat meyakinkan para investor asing tentang nasib modal yang akan ditanamkannya di Indonesia.28

Perkembangan selanjutnya, lahirlah UU No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Modal dalam negeri diartikan sebagai sumber produktif dari Masyarakat Indonesia yang dapat digunakan bagi pembangunan ekonomi pada umumnya. Modal dalam negeri adalah modal yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda Lalu mengalami perubahan dan penambahan yang diatur dalam UU No.11 Tahun 1970.

(bergerak dan tidak bergerak), yang dapat disisihkan /disediakan untuk menjalankan suatu usaha perusahaan. Yang dimaksud dengan penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal tersebut bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman tersebut dapat dilakukan secara langsung, yakni melalui pembelian obligasi-obligasi, surat-surat kertas pembendaharaan negara, emisi-emisi lainnya (saham-saham) yang dikeluarkan oleh perusahaan, serta deposito dan tabungan yang berjangka sekurang-kurangnya 1 (satu)tahun.29

Perkembangan selanjutnya dapat dilihat dengan dikeluarkannya PP Nomor 17 Tahun 1992 yang antara lain mengatur mengenai penanaman modal asing di kawasan Bagian Timur. Dalam usaha untuk lebih menarik minat dan meningkatkan peran penanaman modal asing dalam pembangunan di bidang ekonomi, semakin dirasakan perlu adanya berbagai kebijakan dan langkah- langkah untuk mewujudkan iklim yang memadai bagi usaha penanaman modal asing di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah pengaturan yang jelas dan mampu memberi kepastian hukum mengenai pemilikan saham dalam perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing tersebut. Hal inilah yang melatarbelakangi pembentukan Peraturan Pemerintahan ini.

Lalu, UU ini mengalami perubahan dan perubahan yang diatur oleh UU No. 12 Tahun 1970.

30

29

Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, Penjelesan Umum alinea pertama.

30

Undang-Undang No.17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Modal Asing, alinea pertama.

Perkembangan selanjutnya setelah PP No 17 Tahun 1992 adalah dengan dikeluarkannya PP Nomor 24 Tahun 1994. PP ini memberikan kemungkinan bagi investor asing untuk memiliki 100 % saham dari perusahaan asing serta membuka peluang untuk berusaha pada bidang-bidang sebelumnya tertutup sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1967.31

Setelah menanti cukup lama, akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang, yakni: Pertama, Undang- Undang Nomor 1 tahun 1976 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan yang Kedua, Undang-Undang Nomor 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM), Undang-undang penanaman modal dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia (LNRI) Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April 2007. Tampak

PP ini dikeluarkan dengan tujuan untuk memberi rangsangan yang lebih menarik terhadap penanaman modal. Rangsangan ini sangat diperlukan untuk mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam meningkatkan daya saing dalam investasi dan perdagangan serta alih teknologi, kemampuan managerial dan modal agar semakin mampu meningkatkan investasi, pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah. Peraturan ini kemudian diubah dengan PP No. 83 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas PP No. 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

bahwa pembahasan terhadap pembaharuan ketentuan investasi memakan waktu relatif cukup lama. Hal ini dapat dimaklumi, sebab ruh yang terkandung dalam undang-undang penanaman modal menganut paham liberal tampaknya belum sepenuhnya dapat diterima oleh berbagai pihak yang mempunyai perhatian terhadap pengaturan hukum investasi dirangkum dalam semangat yang ada dalam UUPM yang ada saat ini. Adanya paham liberal dalam undang-undang penanaman modal ini dapat disimpulkan, dari perlakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada penanam modal. Dalam undang-undang ini tidak dibedakan perlakuan terhadap penanam modal asing dengan penanam modal dalam negeri.32

32 Sentosa Sembiring,

op cit, hal. 126

Lahirnya UUPM tidak dapat dilepaskan dari perkembangan masyarakat khususnya komunitas pebisnis yang demikian dinamis, baik dalam negeri maupun di dunia internasional, terlebih lagi era masa kini yang lebih dikenal sebagai era globalisasi, arus perputaran modal pun demikian cepat dari satu tempat ke tempat lain. Sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum UUPM, tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usha yang kondusif di bidang ketengakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan adanya perbaikan berbagai faktor

penunjang tersebut, diharapkan penanam modal akan tertarik untuk menanamkan modalnya. 33

c. Asas akuntabilitas. Adapun maksud asas ini adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat B. Asas, Tujuan dan Kebijakan Dasar Penanaman Modal di Indonesia

1. Asas dalam Penanaman Modal di Indonesia

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah dicantumkan sejumlah asas yang menjiwai norma yang ada dalam undang-undang penanaman modal. Tepatnya dalam Pasal 3 ayat (1) beserta penjelasannya disebutkan sejumlah asas dalam penanaman modal, yakni :

a. Asas kepastian hukum. Adapun maksud asas ini adalah asas dalam negara meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal;

b. Asas keterbukaan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal;

sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;

d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara. Adapun maksud asas ini adalah asas perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya; e. Asas kebersamaan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang mendorong

peran seluruh penanam modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat;

f. Asas efisiensi berkeadilan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efesiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya asing;

g. Asas berkelanjutan. Adapun maksud asas ini adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang; h. Asas berwawasan lingkungan. Adapun yang dimaksud dengan asas ini

adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup;

i. Asas kemandirian. Adapun yang dimaksud dengan asas ini adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi;

j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Adapun maksud asas ini adalah asas yang berupaya mejaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Dengan ditempatkannya sejumlah asas didalam Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM), hal ini berarti berbagai kebijakan tentang penanaman modal harus mengacu UUPM dan paling tidak, setiap peraturan yang akan diterbitkan baik ditingkat pusat maupun daerah harus dijiwai oleh asas-asas yang terkandung dalam UUPM.

2. Tujuan Penanaman Modal

Adapun tujuan diselenggarakannya penanam modal, dijabarkan dalam Pasal 3 ayat (2) UUPM, sebagai berikut:

a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja;

c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;

g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan adanya tujuan diselenggarakannya penanaman modal sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 3 Ayat (2) diatas, dapat dilihat bahwa pembentuk undang-undang telah menggariskan suatu kebijakan jangka panjang yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang terkait dengan dunia investasi. Dalam ketentuan tersebut telah dijabarkan secara limitatif, tujuan yang hendak dicapai.

3. Kebijakan Dasar dalam Penanaman Modal

Kebijakan dasar penanaman modal diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk :

a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.

Posisi Indonesia sebagai negara berkembang dituntut untuk mengejar ketinggalan di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, pembangunan ekonomi. Maka dari itu, iklim usaha harus tercipta secara kondusif, hal ini dimaksudkan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara berkembang lainnya.

b. Mempercepat peningkatan penanaman modal.

Dengan mempercepat peningkatan penanaman modal terutama modal asing, maka akan dapat memperbaiki perekonomian Indonesia menjadi lebih baik lagi.

(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:

a. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Yang dimaksud dengan “perlakuan yang sama” adalah bahwa Pemerintah tidak membedakan perlakuan terhadap penanam modal yang telah menanamkan modalnya di Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini diterapkan pemerintah agar tidak terjadi diskriminasi antara penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing.

b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dengan adanya jaminan dari pemerintah mengenai kepastian hukum, kepastian berusaha dan keamanan berusaha bagi penanam modal, maka para penanam modal tidak perlu merasa ragu-ragu maupun takut apabila ingin menanamkan modalnya di Indonesia.

c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Dengan dibukanya kesempatan dalam perkembangan dan perkembangan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, diharapkan laju penanaman modal di Indonesai semakin meningkat sehingga perekonomian akan menjadi lebih baik dari sebelumnya.

C. Bidang Usaha Penanaman Modal

Setiap penggolongan bidang usaha penanaman modal khususnya penanaman modal asing selalu berkaitan deengan bidang usaha penanaman modal.34

34

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta : Kencana Media Group, 2007), hal.80.

Dalam penanaman modal terdiri atas bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal dalam negeri dan bidang usaha yang terbuka untuk penanaman modal asing. Bidang usaha penanaman modal ini, diatur pada pasal 12 Undang- Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yaitu:

(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.

(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah: a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan

b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang- undang

(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.

(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.

(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.

Dalam rangka pelaksanaan Pasal 12 ayat (4) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal telah ditetapkan Peraturan Presiden tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal, tepatnya diatur sebagai berikut:

1. Bab V, kriteria bidang usaha yang tertutup Pasal 1, yaitu:

Bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri ditetapkan dengan berdasarkan kriteria kesehatan, keselamatan, pertahanan dan keamanan lingkungan hidup dan moral/budaya (K3LM) dan kepentingan nasional lainnya.

Pasal 2, yaitu:

Kriteria K3LM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat dirinci antara lain: 1. memelihara tatanan hidup masyarakat;

2. melindungi keanekaragaman hayati; 3. menjaga keseimbangan ekosistem;

4. memelihara kelestarian hutan alam;

5. mengawasi penggunaan Bahan Berbahaya Beracun;

6. menghindari pemalsuan dan mengawasi peredaran barang dan/atau jasa yang tidak direncanakan;

7. menjaga kedaulatan negara; atau

8. menjaga dan memelihara sumber daya terbatas. Pasal 3, yaitu:

Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun untuk kegiatan penanaman modal dalam negeri.

Pasal 1, yaitu:

Kriteria penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah antara lain:

a. perlindungan sumber daya alam;

b. perlindungan dan pengembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan koperasi (UMKMK);

c. pengawasan produksi dan distribusi;

d. peningkatan kapasitas teknologi; e. partisipasi modal dalam negeri; dan

f. kerjasama dengan badan usaha yang ditunjuk oleh Pemerintah. 3. Bab VII, persyaratan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan. Pasal 1, yaitu:

(1) Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan terdiri dari:

a. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan perlindungan dan pengembangan terhadap UMKMK.

b. Bidang usaha yang terbuka dengan syarat kemitraan.

c. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan kepemilikan modal.

d. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan di lokasi tertentu. e. Bidang usaha yang terbuka berdasarkan persyaratan perizinan khusus.

(2) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a hanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan kewajaran dan kelayakan ekonomi untuk melindungi UMKMK.

(3) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, terdiri atas bidang usaha yang dicadangkan dan bidang usaha yang tidak dicadangkan dengan pertimbangan kelayakan bisnis.

(4) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c memberikan batasan kepemilikan modal bagi penanam modal asing.

(5) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d memberikan pembatasan wilayah administratif untuk penanaman modal.

(6) Bidang usaha yang terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dapat berupa rekomendasi dari instansi/ lembaga pemerintah atau non pemerintah yang memiliki kewenangan pengawasan terhadap suatu bidang usaha termasuk merujuk ketentuan peraturan perundangan yang menetapkan monopoli atau harus bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Negara, dalam bidang usaha tersebut.

(7) Persyaratan yang diberikan kepada penanam modal untuk dapat memulai beroperasi/berproduksi komersial yang bersifat teknis dan yang non teknis diatur dalam Pedoman Tata-cara Perizinan bidang usaha yang ditetapkan oleh Menteri Teknis/pimpinan lembaga yang memiliki kewenangan terkait dengan bidang usaha tersebut.

Dalam Lampiran I dan II Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 telah ditentukan daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka bagi penanam modal di Indonesia.

Pada Lampiran I diatur mengenai daftar bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, sebagai berikut:

1. Bidang pertanian : budidaya ganja. 2. Bidang kehutanan :

a.Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);

b.Pemanfaatan (pengambilan) koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati (recent death coral) dari alam.

3. Bidang perindustrian :

a.Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur, dan minuman mengandung malt).

b.Industri pembuat chlor alkali dengan proses merkuri c. Industri bahan kimia yang dapat merusak Lingkungan,

d.Industri bahan kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX,dll)

4. Bidang perhubungan :

a. Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat b.Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang

c. Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor d.Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor

e. Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran f. Vessel Traffic Information System (VTIS)

g. Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara.

5. Bidang komunikasi dan informatika : Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit

6. Bidang kebudayaan dan pariwisata : Museum Pemerintah, Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dsb), Pemukiman/Lingkungan Adat, Monumen, Perjudian/Kasino.

Pada Lampiran II diatur tentang daftar badan usaha yang terbuka dengan persyaratan, sebagai beikut:

a. Bidang Pertanian :

1. Budidaya tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah,kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar), dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha.

2. Budidaya tanaman pangan lainnya (dengan luas kurang atau sama dengan 25 Ha).

3. Usaha perkebunan dengan luas kurang dari 25 Ha.

4. Usaha perbenihan perkebunan dengan luas kurang dari 25 Ha.

5. Pembibitan dan budidaya babi dengan jumlah kurang atau sama dengan 125 ekor.

7.Usaha industri pengolahan hasil perkebunan di bawah kapasitas tertentu sesuai Permentan Nomor 26 Tahun 2007.

8.Pembibitan dan Budidaya Babi (jumlah lebih dari 125 ekor). 9.Pemanfaatan Sumber Daya Genetik, maksimal 49%.

10.Pemanfaatan Produk GMO (Rekayasa Genetika), maksimal 49%.

11.Budidaya tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar) dengan luas lebih dari 25 Ha.

12.Usaha perbenihan/pembibitan tanaman pangan pokok (jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, padi, ubi kayu, ubi jalar) maksimal 49%. Usaha perbenihan/pembibitan tanaman pangan lainnya, maksimal 95%.

13.Budidaya tanaman pangan lainnya dengan luas lebih dari 25 Ha, maksimal 95%.

14.Usaha perkebunan dengan luas 25 Ha atau lebih, sampai luasan tertentu sesuai

Dokumen terkait