• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

Berdasarkan pada analisis dan pembahasan mengenai tinjauan yuridis perubahan bentuk hukum PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) dari PMA menjadi BUMN dapat ditarik beberapa saran sebagai berikut:

1. Diharpkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal makaperkembangan pengaturan penanaman modal di Indonesia menjadi lebih baik. Kehadiran investor khususnya pada perusahaan joint venturedapat memberikan dampak positif, selain membuka lapangan pekerjaan, juga dapat menggerakkan roda perekonomian.dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional, pemerintah Republik Indonesia perlu menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, dan efesien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Sebaiknya dengan terjadinya peralihan bentuk hukum PT. Inalum dari PMA menjadi BUMN diharapkan Pemerintah Indonesia mampu mengelola PT. Inalum dengan baik hingga mampu memperbaiki perekonomian Indonesia. Selain itu, menjaga kondisi keuangan yang sehat ,meningkatkan produkfitigas sumber daya manusia, mengutamakan kedisiplinan, etos kerja, kerja sama dan pengembangan SDM melalui peningkatan dan perbaikan sistem manajemen sumber daya manusia yang sudah ada guna meningkatkan dan menjamin ketersediaan karyawan yang lebih disiplin, handal dan sejahtera, dan perwujudan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). 3. Hendaknya PT. Inalum memberikan keuntungan yang bisa dirasakan rakyat

Indonesiayaitu diharapkn bisa menyumbangkan kapasitas listriknya khususnya untuk wilayah Sumatera Utara yang dapat dinikmati langsung oleh masyarakat, serta kebutuhan akan alumunium di dalam negeri lebih bisa

terjamin karena adanya suplai lansung dari PT Inalum yang telah menjadi milik bangsa Indonesia dan di harapkan pemerintah daerah setempat dapat bekerja sama membangun PT. Inalum menjadi leih baik dan menyalahgunakan hasil dari produk PT. Inalum dan dipergunakan sebaik- baiknya.

BAB II

ASPEK HUKUM PERUSAHAAN PENANAMAN MODAL ASING PADA

PERUSAHAAN PATUNGAN (JOINT VENTURE COMPANY)

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia

1. Masa Orde Lama (1949-1967)

Penanaman modal asing dan domestik diIndonesia telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu.Pemerintah telah memberikan perhatian secara khusus bahkan dimulai sebelum orde baru. Pada tahap awal, pengaturan mengenai penanaman modal ini mengalami hambatan, yaitu adanya anggapan masyarakat bahwa dengan masuknya modal asing ke dalam negeri justru akan memperhambat pertumbuhan ekonomi rakyat karena akan memeras bangsa dan sumber-sumber kekayaan alam Indonesia.

Ketika kembali ke negara kesatuan RI pada tahun 1950 dan memberlakukan Undang-Undang Dasar 1950, mulailah dilakukan evaluasi terhadap peranan penanam modal asing di Indonesia pada waktu yang lalu. Hasil dari evaluasi tersebut adalah sebagai berikut:26

a. Peranan penanaman modal asing selama ini tidak mampu meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia yang pada saat itu pendapatan per kapitanya hanya mencapai US$50 dengan tingkat buta huruf 90%.

b. Modal asing selama ini hanya menimbulkan distorsi terhadap perekonomian Indonesia.

26

c. Penanaman modal selama ini terlalu membatasi pengusaha Indonesia pada industri kecil dan kerajinan saja.

d. Modal asing selama ini mengecualikan bangsa Indonesia dari kegiatan bisnis di bidang perdagangan, keuangan, dan pengangkutan.

Kebijakan tersebut mengalami kegagalan, di mana kebijakan tersebut tidak dapat mengangkat kaum pribumi secara keseluruhan, tetapi hanya menguntungkan sebagian masyarakat karena praktik korupsi dan nepotisme. Di samping itu juga, banyak muncul perusahaan-perusahaan “Ali Baba” munculnya golongan menengah baru yang diharapkan tidak tercapai, terjadinya in-efisiensi secara administratif, tidak berkembangnya kemampuan bisnis pengusaha pribumi serta gagalnya alih teknologi. 27

a. Pengurangan pajak impor.

Pada tahun 1958 ditetapkan Undang-Undang di bidang penanaman modal guna mengundang partisipasi modal asing dalam mempercepat akselerasi pembangunan. Dalam Undang-Undang tersebut ditawarkan insentif bagi investor, yaitu:

b. Pengecualian atas pajak meterai (stamp duties). c. Pencegahan pajak ganda.

d. Jaminan atas pengalihan keuntungan dan modal.

e. Jaminan tidak akan dilakukan nasionalisasi selama jangka waktu 20-30 tahun.

Sementara itu, kewajiban yang dibebankan kepada investor hanya meliputi kewajiban mendidik dan mempekerjakan tenaga kerja lokal serta sedikit mungkin menggunakan tenaga kerja asing.

Pada tahun 1961, Presiden Soekarno memberlakukan Undang-Undang Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan Nasional pimpinan Mr. Moh Yamin, yang isinya membedakan antara proyek- proyek yang dapat dilakukan oleh warga negara Indonesia.

Kebijakan ini bergantung pada modal asing karena substansinya menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh warga negara Indonesia diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor asing.Kebijakan ini berakibat terjadinya penyitaan dan pengambilalihan aset-aset asing di Indonesia yang terus berlangsung sampai tahun 1965 yang merugikan investor asing.Akibatnya perekonomian nasional menjadi merosot dan kemisikinan merajalela sehingga menciptakan situasi kondusif bagi kaum komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30SPKI yang akhirnya ditumpas dan melahirkan era orde baru.28

Dalam usaha pengaturan penanaman modal asing, pemerintah Orde Lama untuk pertama kalinya membuat rancangan undang-undang penanaman modal asing ( RUU PMA) pada tahun 1952 pada masa kabinet Ali Sastromidjojo I, untuk kedua kalinya pada masa Ali Sastromidjojo II pada tahun 1953, namun RUUPMA ditolak oleh parlemen. Kemudian barulah pada tahun 1958 pada masa kabinet Karya, pemerintah bersama-bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

28

mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing Nomor 78 Tahun 1958, kemudian dalam perjalanannya diperbaharui dengan Undang-undang Nmor 15 Tahun 1960 yang kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1965 serta diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967. 2. Masa Orde Baru (1967-1998)

Momentum awal mengalirnya arus penanaman modal di Indonesia dimulai pada masa Orde Baru.Masa ini ditandai dengan telah diundangkannya UUPMA dan diangkatnya Suharto menjadi Presiden pada tanggal 11 Maret 1967 menggantikan Sukarno serta diundangkannya UUPMDN.Keberadaan kedua undang-undang ini memberikan kesempatan kepada pemodal asing dan domestik untuk menanamkan modalnya di Indonesia.Sejak saat itu angka penanaman modal asing di dalam negeri menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama diberlakukannya Undang-undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu:29

a. Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti import, dan

b. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan, dan kehutanan.

Memasuki dua belas tahun pertama (1967-1979), terdapat keterbatasan dalam kegiatan penanaman modal asing, yaitu realisasi investasi cukup rendah (sekitar 42%) nilai investasi per kapita cukup rendah (US$ 1.80) dan terjadinya kecendrungan penurunan investasi dari tahun 1975-1979 yang disebabkan faktor-

faktor buruknya implementasi ketentuan-ketentuan di bidang penanaman modal, lamanya birokrasi dalam rangka memperoleh izin penanaman modal asing yang ditawarkan oleh pemerintah.30

Strategi yang digunakan dalam menarik investasi asing yang terdapat dalam UUPMDN adalahdengan menawarkan berbagai bentuk intensif salah satunya intensif dibidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday dan fasilitas serta jaminan-jaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari kegiatan para investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dangan kepentingan nasional.Bentuk-bentuk insentif di bidang perpajakan yang dikenal dengan tax holiday adalah:31

a. Pembebasan atas pajak perseroan bagi proyek-proyek prioriyas untuk jangka waktu tertentu.

b. Pembebasan atas pajak dividen untuk suatu jangka waktu tertentu. c. Pembebasan atas pajak meterai.

d. Allowance atas investasi yang dipotong setiap tahun atas keuntungan sebelum pajak yang berlau untuk empat tahun pertama.

e. Kerugian yang dapat dikompensasikan. f. Penyusutan yang diperepat atas aset tetap.

g. Bentuk-bentuk privilege lain di bidang perpajakan apabila dipandang kegiatan investasi itu sangat penting.

h. Pembebasan pajak impor atas aset tetap seperti mesin, peralatan dan suku cadang yang diperlukan untuk kepentingsn operasional.

30

Ibid., hlm. 45.

31

i. Pembebasan atas pajak kekayaan.

Seiring dengan perkembangannya ternyata intensif dalam bidang tax holiday ini tidak dapat berjalan sebagaimana diharapkan dan akhirnya dihapuskan berdasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 karena intensif dibidang tax holiday ini memakan biaya awal yang harus dikeluarkan terlalu besar dan rantai birokrasi yang terlalu panjang sehingga dirasakan memberatkan investor asing.

Selain itu, keputusan sidang kabinet tahun 1974 menetapkan kebijakan- kebijakan dalam upaya menarik investor, yaitu:32

a. Memperkenalkan pengelolaan perusahaan oleh personil asing.

b. Menjamin transfer modal dan keuntungan sesuai dengan mata uang yang dikehendaki.

c. Jaminan untuk tidak melakukan tindakan nasionalisasi, kecuali dalam keadaan-keadaan khusus dan kompensasi yang layak, efektif, dan segera. Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi pada masa Orde Baru khususnya pada era 1980-an telah melonjakkan arus investasi swasta di Indonesia. Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapan restriksi oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi yang merata kepada ketentuan-ketentuan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan dan kroni-kroninya.

Menurut J.A. Winters, kesalahan kebijakan liberalisasi pemerintahan Orde Baru adalah

a. deregulasi perbankan 1998, b. paket deregulasi 1995,

c. paket deregulasi dibidang tekstil, bubur kayu, kayu lapis, dan elektonok, d. tinggi tingkat bunga SBI yang mencapai rata-rata diatas 10%; dan e. biaya ekonomi tinggi.

Kesalahan tersebut menimbulkan keadaan sebagai berikut:

a. Bank Indonesia kehilangan kendali atas sistem moneter di Indonesia. b. Pihak swasta dan modalnya menggantikan peran negara sebagai pengatur

ekonomi mikro.

c. Beban utang negara besar sehingga kejutan-kejutan sekecil apa pun ataupun pelarian modal dapat berakibat fatal.

d. Liberalisasi yang dilakukan setengah-setengah hanya menguntungkan segelintir orang yang mengontrol modal.33

3. Masa Setelah Krisis Ekonomi (1998- sekarang)

Keadaan perekonomian Indonesia semakin terpuruk pada saat terjadinya krisis ekonomi global yang mengakibatkan terjadinya krisis moneter pada tahun 1997.Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga perekonomian Indonesia.Krisis tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis kepercayaan.Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite politik dan elite politik orde baru disebabkan oleh perilaku yang kurang bertanggung jawab tadi telah mengakibatkan kerugian amat besar pada

33

masyarakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggeregoti dunia dan administrasi bisnis. Dalam kondisi demikian, banyak investor yang lari dari Indonesia ke negara-negara lain.

Krisis tersebut telah memberikan pelajaran yang cukuk berharga bagi bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk melakukan perubahan di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan akan lebih berkeadilam, andal, dan berkelanjutan. Hal ini dilakukan karena lambannya pemulihan ekonomi sebagai akibat kinerja investasi yang buruk yang disebabkan sejumlah permasalahn yang mengganggu pada setiap tahapan penyelenggaraan.Kegiatan tersebut menyebabkan lesunya kegiatan investasi baru yang memengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dalam negeri maupun luar negeri.34

Kemudian pada masa reformasi arus investasi ke Indonesia mengalami penurunan. Hal ini dapat diketahui dari sedikitnya jumlah investasi yang masuk.Tahun 1997 menjadi awal bagi pertumbuhan negatif investasi asing.Kemudian, tahun 1999 menorehkan catatan buruk bagi investasi dengan terjadinya defisit investasi yang terus berlanjut hingga tahun 2003.Defisit FDI tahun 2002 tercatat sebesar US$ 1,5 miliar. Dibandingkan dengan negara-negara Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) lainnya, aliran investasi yang masuk ke Indonesia sangat minim, sedangkan negara lain masih menikmati aliran investasi asing yang positif kendati terimbas krisis. Thailand misalnya, setelah krisis yang melanda negara ini, sekarang dibanjiri oleh investasi asing dari

perusahaan multinasional, seperti otomotif dan elektronika. Honda, Nissan, Isuzu, Ford, dan berbagai perusahaan lain yang menjadikan Thailand sebagai basis industrinya di ASEAN.35

Upaya pemerintah dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudoyono untuk menarik modal asing sebanyak-banyaknya ke Indonesia yaitu Presiden mengeluarkan undang-undang mengenai penanaman modal, yang baru karena dirasa undang-undang penanaman modal yang lama tidak dapat menarik penanam

Terjadinya krisis tersebut telah memberikan sebuah pelajaan yang sangat berharga bagi kemajuan bangsa Indonesia dan memaksa Indonesia untuk berubah di mana ekonomi, politik, sosial, dan hukum mengalami transformasi dan reformasi menuju kepada suatu sistem baru yang diharapkan dapat membawa Indonesia keluar dari keterpurukannya.

Diperlukannya pengaturan pemerintah terhadap penanaman modal dimaksudkan untuk memberikan arah terhadap penanaman modal yang dilaksanakan di Indonesia agar dapat berperan dalam pembangunan nasional. Dengan kata lain, kebijaksanaan penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, ditetapkan berdasarkan pemikiran bahwa kegiatan penanaman modal harus dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat dan memperkukuh struktur perekonomian nasional. Dengan kata lain, adanya berbagai pengaturan terhadap penanaman modal tidak lain dimaksudkan untuk lebih memberi peluang yang lebih luas kepada para penanam modal dalam melaksanakan kegiatannya melalui dukungan iklim penanaman modal yang kondusif.

35

modal. Lahirnya UUPM yang baru memang sangat diperlukan.Ini adalah titik baru pertumbuhan penanaman modal di Indonesia. Alasannya adalah sejak krisis ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1997 hingga saat ini pertumbuhan penanaman modal langsung, terutama dari luar negeri masih relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang juga terkena krisis yang sama pada waktu itu. Jika Indonesia tidak berhasil menarik penanam modal asing, pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang lebih tinggi dari pada sekarang ini sekitar 6,5% tidak akan tercapai. Indonesia juga membutuhkan modal asing untuk alih teknologi dan pengetahuan lainnya dan untuk mendukung upaya peningkatan ekspor.36

Isinya UUPM ini telah mencakup semua aspek penting dalam berinvestasi, seperti persoalan pelayanan, koordinasi,fasilitas, hak dan kewajiaban investor, ketenagakerjaan dan sektor-sektor yang bisa dimasuki investor dalam menjalankan bisnisnya. Disamping itu untuk mendukung kelancaran penanaman modal dalam memacu pertumbuhan penanaman modal, khususnya modal asing ke Indonesia telah pula dilakukan berbagai deregulasi di bidang keuangan, perhubungan, dan perdagangan, serta perindustrian di antaranya diperbolehkannya pemilikan saham oleh pihak asing, pengaturan tata niaga, peningkatan efisiensi dalam perhubungan laut, khususnya dalam penetapan pelabuhan bebas, bea masuk, pembentukan kawasan berikat, maupun industri, kebijaksanaan moneter, peningkatan iklim investasi dan pasar modal, perbaikan prasarana fisik, dan peningkatan promosi penanaman modal.

36

Tulus Tambunan, “Kendala Perizinan Dalam Kegiatan Penanaman Modal Di Indonesia Dan Upaya Perbaikan Yang Perlu Dilakukan Pemerintah,”Hukum Bisnis, Volume 26, No.4, Tahun

B. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Patungan (Joint

Venture Company)

1. Pengertian Joint Venture

Pelaksanaan penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia tidak hanya dilakukan seperti yang telah ditetapkan dalam ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 UUPM, khususnya yang berkenaan dengan penanaman modal asing yakni tidak hanya dilakukan dalam bentuk direct invesment akan tetapi pula dalam bentuk usaha kerja sama patungan (joint venture).

Kehadiran bentuk kerja sama dalam menjalankan suatu usaha sangatlah dibutuhkan demi kelangsungan usaha terutama dalam hal penanaman modal, dimana perkembangan kerja sama antara pihak asing dengan negara Indonesia baik dengan pihak pemerintah maupun dengan pihak swasta sangatlah penting. Namun dalam UUPM tidak mengatur mengenai bentuk kerja sama penanaman modal asing. Bentuk kerja sama tersebut dalam kaitannya dengan penanaman modal dilakukan dalam bentuk joint venture.37

Join ventureadalah salah satu bentuk kerja sama antara modal asing dengan modal nasional. Kerjasama ini tidak membentuk suatu badan hukum yang baru sehingga kerja sama ini bersifat kontraktuil. Dalam kerja sama ini sifatnya tidak mencari untung belaka melainkan juga untuk memberikan pengalaman kerja bagi pihak nasional.38

37

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 83.

38

R.T. Sutantya R. Hadikusuma, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan dan Bentuk-Bentuk Perusahaan Yang Berlaku Di Indonesia (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1966), hlm. 204.

Istilah joint venture dalamkehidupan masyarakat selalu dipergunakan untuk menunjukkan sebuah kerjasama dalam bidang-bidang tertentu yang melibatkan pihak asing didalamnya. Dengan bahasa lainjoint venture sering diistilahkan dengan sebutan "patungan". Sedangkan di kalangan pemerintah istilah joint venture adalah suatu istilah yang diberikan secara khusus untuk suatu bentuk kerjasama tertentu antara pemilik modal nasional (swasta atau Perusahaan Negara) dan pemilik modal asing.

Sunarjati Hartono, menegaskan bahwa istilah yang diberikan oleh pemerintah ini tidak cukup memadai, hal ini dikarenakan bahwa di Indonesia tidak dapat ditunjukkan suatu perbedaan yang principal antara direct investment

dan portfolio investment, demikian pula tidak ada perbedaan yang tajam antara

direct investment kredit, atau antara kontrak karya dengan joint venture, sekalipun rumusan yuridisnya memberi kesan seakan-akan terdapat perbedaan yang besar dan principal baik dalam UUPMA, maupun dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan tambahan UUPMA, tidak dijumpai adanya batasan secara hukum apa yang dimaksud denganjoint venture tersebut. Karena itu para pakar tidak mempunyai kesamaan pandangan tentang apa sesungguhnya yang dimaksud dengan joint venture ini. 39

Sunaryati Hartono mengatakanJoint venture adalah setiap usaha bersama antara modal Indonesia dan modal asing, baik yang merupakan usaha bersama antara swasta dengan swasta, pemerintah dengan swasta, ataupun pemerintah dengan pemerintah.Sementara itu Ismail berpandangan bahwa sebenarnya joint

39

venture hanya merupakan satudiantara tiga bentuk kerjasama penanaman modal dalam kerangka UUPM.bentuk kerjasama yang lain adalahJoint enterprise dan Kontrak Karya. Menurutnya:

a. Kerjasama dalam bentuk joint venturedalam hal mana para pihak tidak membentuk suatu badan hukum, yakni badan Indonesia.

b. Kerjasama dalam bentuk joint enterprise dalam hal mana para pihak bersamasama dengan modalnya (modal asing dan modal nasional) membentuk badan Indonesia.

c. Kerjasama dalam bentuk Kontrak Karya, dalam hal mana pihak asing membentuk badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia dengan modal asing ini yang menjadi pihak dalam perjanjian yang bersangkutan mengadakan kerjasama dengan badan hukum Indonesia lainnya. 40

Joint venture dapat diadakan untuk tujuan-tujuan suatu kegiatan terbatas atau suatu transaksi, tetapi dapat juga digunakan sebagai suatu bentuk hubungan yang lama di antara para pihak. Di dalam bisnis internasional, istilah joint venture

digunakan untuk berbagai macam perjanjian antara lain perjanjian produksi bersama (coproduction agreement), perjanjian bagi hasil (license agreement), dan kontrak manajemen (management contract).41

Berbagai macam corak atau variasi dari joint venture yang diketemukan dalam praktik aplikasi penanaman modal asing dikemukakakn sebagai berikut:42

a. Technical Assistance (service) Contract: suatu bentuk kerja sama yang dilakukan antara pihak modal asing dan nasional sepanjang yang

40

Ibid., hlm. 6.

41

Dhaniswara K. Harjono, Op.Cit., hlm.161.

42

bersangkutan paut dengan skill atau cara kerja (method) misalnya suatu perusahaan modal nasional yang ingin memajukan atau meningkatkan skala produksinya tentu membutuhkan suatu peralatan baru disertai cara kerja atau metode kerja baru. Dalam hal demikian, maka dibutuhkan (diperlukan) technical assistance dari perusahaan modal asing di luar negeri dengan cara pembayaran dalam bentuk royalties, yakni pembayaran sejumlah uang tertentu yang dapat diambil dari penjualan produksi perusahaan yang bersangkutan.

b. Franchise and brand-use Agreement: suatu bentuk usaha kerja sama yang digunakan, apabila suatu perusahaan nasional atau dalam negeri hendak memproduksi suatu barang yang telah mempunyai merek terkenal seperti

Coca-Cola, Pepsi-Cola, Van Houten, Mc’Donalds, dan Kentucky Fried Chicken.

c. Managemet Contract: suatu bentuk usaha kerja sma antara pihak modal asing dan nasional menyangkut pengelolaan suatu perusahaan khususnya dalam hal pengelolaan manajemen pihak modal asing terhadap suatu perusahaan nasional. Misalnya yang lazim digunakan dalam pembuatan maupun pengelolaan hotel yang bertaraf Internasional oleh pihak Indonesia diserahkan kepada swasta luar negeri sepert Hilton Internasional Hotel, Mandarin Internasional Hotel, dan Hyatt.

d. Build, Operation, and Transfer (B.O.T): suatu bentuk kerja sama yang relatif masih baru dikenal yang pada pokoknya merupaka suatu kerja sama antara para pihak, di mana suatu objek dibangun, dikelola, atau

dioperasikan selama jangka waktu tertentu diserahkan kepada pemilik asli.43

Joint venture sendiri memiliki ciri dan karateristik sendiri. Karateristik

joint venture yang pertama adalah masing-masing pihak menjadi pemegang saham dari suatu perusahaan yang didirikan untuk suatu aktifitas ekonomi tertentu, sesuai dengan proporsi yang disepakati. Biasanya investor asing menjasi pemegang saham mayoritas. Kedudukan sebagai pemegang saham mayoritas dan minoritas, selain menentukan besarnya deviden yang diterima, juga mempengaruhi formasi yang ditempati dalam dewan komisaris dan dewan direksi.

Karateristik yang kedua dari joint venture adalah pemegang saham mayoritas yang biasanya berbentuk perusahaan asing menjadi induk perusahaan dari perusahaan joint venture yang didirikan tersebut. Perusahaan joint venture

biasanya akan memproduksi barang-barang yang sama kwalitasnya dengan barang-barang induk perusahaannya di luar negeri. Oleh karena itu dalam perjanjian joint venture dicantumkan bahwa perusahaan asing tersebut wajib melakukan ahli tekonologi kepada perusahaan joint venture, sehingga perusahaan

joint venture dapat memproduksi barang yang sama kwalitasnya.

Karateristik yang ketiga, dengan adanya ahli teknologi tersebut, kedua pihak harus menjaga rahasia dagang atau trade secret dalam rangka ahli teknologi. Selanjutnya para pihak tidak boleh bekerja sama dengan pihak lain

Dokumen terkait