• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

Untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan di apotek diperlukan upaya-upaya antara lain:

a. Sebaiknya banner produk yang diletakkan di dekat jendela apotek dipindahkan agar pembeli dapat melihat desain interior apotek dan produk yang ada di dalam apotek sehingga dapat menarik pelanggan baru dan pada akhirnya meningkatkan penjualan apotek.

b. Pengadaan perbekalan farmasi yang sudah berjalan dapat berjalan lebih baik dan efektif bila dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan .

c. Pengadaan lemari khusus tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

d. Sistem komputer perlu diupgrade kinerjanya sehingga pasien tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui berapa jumlah uang yang harus dibayar untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kepuasan pelanggan.

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006a). Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006b). Pedoman Penggunaan Obat

Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Sistem Pelaporan

Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan Psikotropika Nasional. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.

28/Menkes/Per/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika.

Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor :347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 919/Menkes/Per/X/1993. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993c). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor : 924/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor : 925/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor : 1176/ Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 3. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI

No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No. 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-undang No.36 tahun 2009

tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009c). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Gambar 3.1. Bangunan Apotek Mediko Farma

Gambar 3.3. Ruang Peracikan di Apotek Mediko Farma

Keterangan : (a) Tablet crusher (mesin penghancur tablet) (b) Sealing machine (mesin pengemas) (c) Medicine packet (pembungkus puyer) (d) Plastic spoon (sendok plastik)

Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Apotek Mediko Farma

Pemilik Sarana Apotek

Apoteker Pengelola Apotek Apoteker Pendamping (Manager Apotek) Asisten Apoteker Administrasi Bagian Pembelian Bagian Faktur Kasir Petugas Kebersihan Petugas Keamanan

Lampiran 4. Format Surat Pesanan Apotek Mediko Farma

Apotek Mediko Farma

Kepada

Yth. Jl. Pinang Raya No. 10 Pondok Labu Cilandak, Jakarta Selatan

……… ………

Telp. 7505486, 7656337

……… ………

No. Nama Obat Packing Banyaknya

Jakarta, ……… 20 …………..

AP A

Lampiran 6. Alur Penerimaan Resep

Penerimaan resep

(Verifikasi resep dan pengecekan

ketersediaan obat)

Pemberian harga

Pasien menerima nomor resep dan

membayar di kasir

Peracikan obat

- Obat racikan

- Obat jadi

Pemberian etiket dan salinan resep

Pemerikasaan kesesuaian obat

Penyerahan obat

Obat diterima pasien

DAFTAR OBAT AP

INTERAKSI OBA

TUGAS KHUSUS

PROG

UNIVERSITAS INDONESIA

R OBAT APOTEK MEDIKO FARMA BESER

AKSI OBAT DAN MANAJEMEN PENANGAN

S KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APO

RAHMI RAMDANIS, S. Farm.

1206313583

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JUNI 2013

MA BESERTA DATA

PENANGANANNYA

HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR LAMPIRAN ... iii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Apotek ... 3 2.2 Formularium dan Daftar Obat ... 4 2.3 Interaksi Obat ... 5

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 9

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ... 9 3.2 Metode Pengkajian ... 9

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

4.1 Hasil ... 10 4.2 Pembahasan ... 10

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 12

5.1 Kesimpulan ... 12 5.2 Saran ... 12

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker yang berperan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat melalui pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter serta pelayanan informasi obat.

Apotek Mediko Farma dilengkapi dengan praktek dokter yang terdiri dari dokter umum, dokter gigi, dokter kulit dan dokter anak. Hal ini menyebabkan permintaan resep di apotek ini cukup tinggi. Akan tetapi, kadang terdapat obat yang diresepkan oleh dokter klinik tersebut tidak tersedia di apotek sehingga tidak dapat dilakukan pelayanan obat atas resep dokter secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan daftar obat yang ada di apotek yang digunakan sebagai acuan peresepan untuk dokter yang melakukan praktek di klinik mediko.

Salah satu masalah terkait obat yang sering ditemukan adalah penggunaan obat tidak rasional yaitu polifarmasi atau pengobatan dengan beberapa obat sekaligus. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan efek samping dan timbulnya interaksi obat. Insiden interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena dokumentasinya masih kurang dan seringkali lolos dari pengamatan karena kurangnya pengetahuan akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya interaksi obat, sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat, sedangkan interaksi berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya penyakit. Selain itu, terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat (Setiawati, A, 2007).

Berdasarkan hal yang telah disebutkan sebelumnya, kami menyusun daftar obat di Apotek Mediko Farma beserta interaksi obat dan manajemen penanganannya. Interaksi obat yang dicantumkan adalah interaksi yang diketahui

bermakna secara klinik sehingga diharapkan interaksi obat tersebut dapat dihindari atau ditangani dengan benar sehingga efek terapi dapat dicapai secara maksimal.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan daftar obat ini adalah mengetahui daftar obat yang ada di Apotek Mediko Farma beserta interaksi obat yang mungkin terjadi dan manajemen penanganannya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek

Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Hal ini ditegaskan dalam pasal 19 PP 51 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa apotek merupakan salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Presiden Republik Indonesia, 2009).

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar digolongkan dalam empat kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat.

Pelayanan obat di apotek meliputi pelayanan obat OTC (Over The

Counter) dan obat Ethical. Obat-obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter

adalah obat OTC, termasuk didalamnya obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat

ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan menggunakan resep

dokter, termasuk didalamnya obat keras, obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika.

Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan,

pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan dapat dibantu oleh apoteker pendamping serta tenaga teknis kefarmasian.

2.2 Formularium dan Daftar Obat

2.2.1 Formularium Obat (Kementerian Kesehatan RI, 2012)

Formularium obat adalah buku yang memuat daftar obat terpilih yang paling dibutuhkan dan harus tersedia di Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Formularium merupakan kompilasi sediaan obat yang digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep oleh dokter di suatu unit pelayanan kesehatan. Bagi praktisi medik, formularium ini membantu dalam proses pemilihan obat yang rasional. Dengan formularium maka obat yang digunakan adalah obat yang benar-benar diperlukan sehingga menghindari pemborosan biaya atas pembelanjaan obat-obat yang tidak diperlukan. Dalam seleksi obat ini, juga bermakna memilih drug of choice saja, sedangkan obat yang tidak dibutuhkan tidak harus disediakan, apalagi jika tidak didukung oleh bukti ilmiah yang meyakinkan.

Melalui formularium yang baik maka fasilitas pelayanan kesehatan secara tidak langsung memberikan jaminan bahwa hanya obat yang memiliki bukti efikasi dan keamanan yang terbaiklah yang akan tersedia. Sedangkan obat yang manfaatnya meragukan tidak perlu disediakan. Sistem ini akan menaikkan kepercayaan pasien kepada praktisi medik karena mengerti bahwa obat yang diresepkan merupakan obat pilihan yang telah mengalami pengkajian mendalam dalam hal manfaat, mutu, dan keamanannya.

2.2.2 Daftar Obat

Daftar obat merupakan buku yang memuat daftar obat yang terdapat di pelayanan kesehatan. Daftar obat di apotek memiliki fungsi yang sama dengan formularium obat yang terdapat di rumah sakit yaitu membantu dalam pemilihan obat yang rasional dan dapat disediakan oleh apotek. Daftar obat ini juga dapat membantu apoteker dalam menjalankan swamedikasi di apotek.

Daftar obat hanya berupa data obat yang tersedia di apotek dan hal ini berbeda dengan formularium yang pada penyusunannya melibatkan proses seleksi obat yang disesuaikan dengan daftar obat esensial serta didukung bukti ilmiah. Daftar obat di apotek ini hanya berlaku dalam jangka pendek karena bergantung pada permintaan dari dokter dan permintaan pasar terutama untuk produk OTC yang seringkali berubah dengan cepat sehingga diperlukan penyesuaian daftar obat secara berkala. Selain itu, pelanggan yang datang atau resep yang ditebus di apotek tidak hanya berasal dari dokter di satu tempat sehingga permintaan obatnya pun pasti berbeda.

2.3 Interaksi Obat

Obat dapat berinteraksi dengan makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan, atau dengan obat lain. Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Interaksi obat yang menguntungkan misalnya kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim meningkatkan aktivitas sedangkan interaksi yang merugikan misalnya antasida dapat mengurangi absorbsi fenitoin dan beberapa obat lainnya (Setiawati, A, 2007).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik jika berakibat meningkatkan toksisitas dan/atau mengurangi efektivitas obat lainnya. Mekanisme interaksi obat secara garis besar dapat dibedakan atas tiga mekanisme, yakni: interaksi farmasetik atau inkompabilitas, interaksi farmakokinetik dan interaksi farmakodinamik (Setiawati, A, 2007).

2.3.1 Interaksi Farmasetik (Inkompatibilitas)

Interaksi ini terjadi di luar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Pencampuran obat demikian menyebabkan terjadinya interaksi langsung secara fisik atau kimiawi yang hasilnya mungkin terlihat sebagai pembentukan endapan, perubahan warna dan lain-lain, atau mungkin juga tidak terlihat. Interaksi ini biasanya berakibat inaktivasi obat (Setiawati, A, 2007).

2.3.2 Interaksi Farmakokinetik (Setiawati, A, 2007 dan Katzung, B.G. 2009) Interaksi farmakokinetik terjadi jika salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme, atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. Interaksi farmakokinetik tidak dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan karena antar obat terdapat variasi sifat-sifat fisikokimia yang menyebabkan variasi sifat-sifat farmakokinetiknya.

Absorpsi obat di saluran cerna dapat dipengaruhi oleh penggunan bersamaan dengan zat lainnya diantaranya:

a. Agen yang memiliki permukaan yang besar sehingga obat dapat diadsorbsi b. Agen yang memiliki ikatan atau kelat

c. Agen yang mempengaruhi pH lambung

d. Agen yang mempengaruhi motilitas saluran cerna

e. Agen yang mempengaruhi transport protein seperi P-glikoprotein dan transporter anion organik

Satu hal yang harus dibedakan adalah efek terhadap laju absorpsi dan efek terhadap jumlah yang di absorpsi. Penurunan laju absorpsi obat sangat jarang yang memiliki makna secara klinik, sedangkan penurunan jumlah yang diabsorpsi bermakna secara klinik jika menghasilkan kadar serum di bawah kadar terapi.

Mekanisme interaksi obat yang mempengaruhi distribusi obat adalah kompetisi untuk berikatan dengan protein plasma, penggantian dari sisi yang berikatan dengan jaringan dan efek terhadap sawar jaringan lokal seperti penghambatan P-glikoprotein dalam sawar darah otak. Penggantian dari sisi ikatan jaringan dapat meningkatkan konsentrasi obat dalam darah.

Metabolisme obat dapat ditingkatkan atau dihambat oleh penggunaan bersama obat lain dan makna secara klinik sangat bervariasi. Induksi isozim sitokrom P450 pada hati dan usus halus dapat disebabkan oleh obat seperti barbiturat, bosentan, karbamazepin, efavirenz, nevirapin, fenitoin, primidon, rifampin, rifabutin, dan St. John's wort. Penginduksi enzim dapat juga meningkatkan aktivitas metabolisme fase II seperti glukuronidase. Efek dari induksi enzim biasanya muncul secara bertahap, biasanya efek maksimal muncul setelah 7-10 hari dan memerlukan waktu yang sama atau lebih lama untuk

menghentikannya. Tetapi, Rifampin menginduksi enzim hanya setelah beberapa dosis.

Penghambatan metabolisme secara umum terjadi lebih cepat dibandingkan dengan induksi enzim dan dapat mulai setelah konsentrasi penghambat di jaringan telah cukup. Jika obat yang dipengaruhi memiliki waktu paruh yang panjang, diperlukan seminggu atau lebih (tiga atau empat kali waktu paruh) untuk mencapai konsentrasi steady-state. Obat yang menghambat sitokrom P450 diantaranya amiodaron, androgen, atazanavir, kloramfenikol, simetidin, ciprofloxacin, klaritromisin, siklosporin, delavirdin, diltiazem, difenhidramin, disulfiram, enoxacin, eritromisin, flukonazol, fluoxetine, fluvoxamine, furanocoumarins (kandungan dalam grapefruit juice), indinavir, isoniazid, itrakonazol, ketokonazol, metronidazol, mexiletine, mikonazol, nefazodone, omeprazol, paroxetine, propoxyphene, kuinidin, ritonavir, sulfamethizole, verapamil, voriconazole, zafirlukast, dan zileuton.

Ekskresi renal dari obat aktif dapat dipengruhi oleh penggunaan secara bersamaan dengan obat lain. Ekskresi renal dari obat yang merupakan asam lemah atau basa lemah dapat dipengaruhi oleh obat lain yang mempengaruhi pH urin. Hal ini terjadi akibat perubahan dalam ionisasi obat. Untuk beberapa obat, sekresi aktif ke dalam tubulus ginjal merupakan jalur eliminasi yang penting. P-glikoprotein, transporter anion organik dan transporter kation organik yang berperan dalam sekresi tubular aktif pada beberapa obat dan penghambatan terhadap trransporter tersebut dapat menghambat eliminasi ginjal yang menyebabkan peningkatan konsentrasi obat dalam serum.

2.3.3 Interaksi Farmakodinamik (Katzung, B.G. 2009)

Ketika obat yang memiliki efek farmakologi diberikan secara bersamaan, respon aditif atau sinergis dapat muncul. Kedua obat tersebut dapat memiliki reseptor yang sama atau tidak untuk menghasilkan efek tersebut. Secara teori, obat yang memiliki reseptor yang sama umumnya memiliki efek aditif seperti benzodiazepin dan barbiturat. Obat yang memiliki reseptor berbeda atau proses yang berkesinambungan dapat menghasilkan efek sinergis seperti nitrat dan sildenafil atau sulfonamid dan trimetoprim. Sebaliknya, obat dengan efek

farmakologi yang berlawanan dapat menurunkan respon salah satu atau kedua obat. Interaksi obat secara farmakodinamik relatif banyak terjadi di klinik, tetapi efek samping dapat dikurangi jika efek farmakologi satu obat telah diketahui. Oleh karena itu, interaksi ini dapat dicegah dan diwaspadai.

BAB 3

METODOLOGI PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Februari 2013 – 28 Maret 2013 yang bertempat di Apotek Mediko Farma.

3.2 Metode Pengkajian

Metode yang digunakan dalam pengkajian adalah melalui pengamatan jenis obat yang ada di apotek dan penelusuran literatur (studi pustaka).Data yang ada digunakan untuk menyusun daftar obat yang ada di Apotek Mediko Farma dan mengkaji parameter interaksi obat dan manajemen penanganannya. Selanjutnya dilakukan analisis data dan permasalahan serta solusi yang dapat dilakukan.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Daftar obat Apotek Mediko Farma beserta data interaksi obat dan manajemen penanganannya dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.2 Pembahasan

Apotek merupakan salah satu sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Salah satu pelayanan kefarmasian adalah pelayanan obat yang meliputi penyiapan, penyerahan obat dan pemberian informasi obat. Daftar obat di Apotek Mediko Farma (lihat Lampiran 1) merupakan data obat yang terdapat di apotek baik berupa ethical maupun OTC. Daftar obat ini dilengkapi dengan interaksi obat dan manajemen penanganannya. Data interaksi obat yang terdapat pada daftar obat tersebut merupakan interaksi yang diketahui bermakna secara klinik sehingga dapat digunakan untuk membantu proses pelayanan obat di Apotek Mediko Farma.

Daftar obat tersebut terdiri dari 242 jenis obat. Berdasarkan daftar obat tersebut terdapat beberapa sediaan obat yang memiliki lebih dari tiga nama dagang, misalnya Parasetamol dan Amoksisilin memiliki delapan nama dagang, sediaan kombinasi Metampiron dan Diazepam memiliki empat nama dagang serta sediaan kombinasi obat batuk yang terdiri dari Dekstrometorfan HBr dan Difenhidramin memiliki tujuh nama dagang. Jumlah sediaan dengan nama dagang berbeda tersebut mempengaruhi stok obat yang ada di apotek. Obat dengan nama dagang tertentu lebih mudah terjual daripada obat dengan merek lain. Akibatnya terjadi penumpukan stok obat yang kurang laku terjual. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebaiknya dipilih batas jumlah nama dagang misalnya tiga nama dagang untuk menyederhanakan jumlah sediaan dengan nama dagang berbeda tersebut. Pemilihan dapat didasarkan pada perputaran nama dagang tersebut yaitu yang lebih cepat laku di pasaran. Sisa modal pembelian obat nama dagang tersebut dapat digunakan untuk membeli sediaan farmasi lainnya atau dikembalikan ke modal apotek.

memiliki interaksi obat. Hal ini disebabkan belum ada data yang tersedia dan belum ada laporan yang signifikan mengenai interaksi obat topikal. Selain itu, penelitian interaksi obat jarang dilakukan dengan menggunakan sediaan topikal. Pada prinsipnya, dapat terjadi interaksi obat dengan sediaan topikal jika obat tersebut terabsorpsi secara sistemik. Sediaan topikal dapat diabsorpsi secara sistemik tetapi jumlah yang diabsorpsi umumnya kurang signifikan dan tidak menimbulkan interaksi obat. Absorpsi sistemik dari sediaan topikal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi sediaan, alat yang digunakan untuk pemakaian sediaan, luas area pemakaian, integritas kulit, dan durasi penggunaan. Penggunaan pembalut pada area yang diolesi juga dapat meningkatkan absorpsi perkutan (Baxter, K. 2010). Meskipun interaksi obat sediaan topikal jarang ditemukan, praktisi medik tetap harus waspada terhadap kemungkinan adanya interaksi obat tersebut.

5.1 Kesimpulan

Daftar obat Apotek Mediko Farma terdiri dari 245 jenis obat dan terdapat beberapa obat dengan nama dagang lebih dari tiga. Interaksi yang bermakna secara klinik umumnya terjadi pada obat untuk penggunaan sistemik. Data interaksi obat untuk sediaan topikal masih terbatas. Sediaan topikal tersebut dapat berinteraksi dengan obat lain jika di absorpsi secara sistemik. Absorpsi sistemik dari sediaan topikal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi sediaan, alat yang digunakan untuk pemakaian sediaan, luas area pemakaian, integritas kulit, dan durasi penggunaan.

5.2 Saran

5.2.1 Penyederhanaan obat yang sama dengan nama dagang berbeda diperlukan untuk mencegah adanya penumpukan obat di apotek sehingga perputaran sediaan di apotek berjalan dengan baik.

5.2.2 Kegiatan pemberian informasi obat termasuk interaksi obat sebaiknya dilaksanakan oleh apoteker untuk memaksimalkan terapi obat.

Baxter, K. (Ed.). (2008). Stockley’s Drug Interaction 8th Ed. London: Pharmaceutical Press.

Baxter, K. (Ed.). (2010). Stockley’s Drug Interaction Pocket Companion 2010. London: Pharmaceutical Press.

Drug Interaction. 10 April 2013. http://www.drugs.com/drug

interactions/carbidopa-entacapone-levodopa-with-citicoline-514-0-3325 0.html?professional=1

Katzung, B.G. (Ed). (2009). Basic & Clinical Pharmacology, Eleventh Edition. China: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Kementerian Kesehatan RI. (2012). Modul Penggerakan Penggunaan Obat

Rasional. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:

Pemerintah Republik Indonesia.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik

Indonesia.

Redaksi ISO Indonesia Vol. 47 Tahun 2012-2013. (2012). ISO Indonesia Volume

47. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.

Setiawati, A. (2007). Interaksi Obat. In Sulistia Gan Gunawan (Ed.). Farmakologi

dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik

14

Lampiran 1. Daftar Interaksi Obat dan Manajemen Penanganannya

No Nama Obat

Indikasi Dosis Interaksi Obat Manajemen Penanganan Nama Dagang Komposisi

1. ANALGESIK, ANTIPIRETIK, ANTIPIRAI 1.1 ANALGESIK NON NARKOTIK

1 Analsik (kaplet) Metampiron

500 mg dan Diazepam 2 mg

Sakit kepala,nyeri pinggang,nyeri otot dan sendi

Dewasa:

sehari 3x 1 kaplet, Anak:

sehari 3 x kaplet

Penggunaan bersama AINS lainnya meningkatkan resiko perdarahan GIT, peningkatan resiko tersebut semakin terlihat. jika dikombinasikan dengan antikoagulan. Meningkatkan AUC

metotreksat sehingga dapat

meningkatkan toksisitas

Dokumen terkait