BAB 4. PEMBAHASAN
4.2. Sumber Daya Manusia di Apotek
Apotek Mediko Farma memiliki 12 tenaga kerja, terdiri atas tenaga teknis farmasi dan tenaga non-teknis farmasi. Tenaga teknis farmasi terdiri dari satu orang Apoteker Pengelola Apotek sebagai pimpinan, satu orang apoteker pendamping yang merangkap manager keuangan dan tiga orang asisten apoteker. Tenaga non-teknis farmasi terdiri dari dua orang bagian administrasi (satu orang bagian pembelian dan satu orang bagian faktur), dua orang tenaga kasir, satu orang petugas kebersihan dan dua orang petugas keamanan. Bagan struktur organisasi apotek Mediko Farma dapat dilihat pada Lampiran 3. Tenaga kerja Apotek Mediko Farma bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama pukul 07.30 - 14.30 WIB dan
shift kedua pukul 14.30 - 21.30 WIB. Sedangkan untuk hari minggu hanya ada
satu shift selama 12 jam dan tenaga kerja dianggap lembur.
Tabel 4.1. Pembagian Shift Asisten Apoteker
Pagi (07.30 - 14.30 WIB) Siang (14.30 - 21.30 WIB) Lembur (08.00 - 20.00 WIB)
Senin - Sabtu 1 orang 2 orang -
Minggu - - 1 orang
Berdasarkan pembagian shift tersebut, terdapat perbedaan jumlah sumber daya manusia yaitu pada jumlah asisten apoteker yang bertugas, pembagian jumlah asisten apoteker pada masing-masing shift dapat dilihat pada Table 4.1. Pembagian shift ini sudah cukup efektif mengingat jam ramai apotek berkisar pada waktu sore hingga malam karena adanya praktek dokter sehingga sumber daya manusia pada shift kedua lebih banyak dibandingkan shift pertama.
4.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
memperhatikan arus barang (slow moving atau fast moving) dan arus uang. Setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap jenis persediaan obat yang mulai menipis dan mencegah stok kosong (stock out). Pembuatan defekta dilakukan setiap hari Minggu dan Kamis dan dibuat berdasarkan stok minimum serta penjualan pada minggu sebelumnya. Perbekalan farmasi yang akan atau sudah habis tersebut kemudian dicatat kedalam buku defekta/buku pemesanan lalu disusun berdasarkan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut dengan tujuan untuk mempermudah pemesanan dan melakukan pemilihan PBF. Jika suatu obat tersedia pada lebih dari satu PBF, maka dasar pemilihan P B F yang diterapkan adalah faktor harga (potongan harga) dan kecepatan pengiriman. Buku defekta/buku pemesanan kemudian di serahkan ke bagian pembelian untuk dibuatkan Surat Pesanan.
Pemesanan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari Senin dan Kamis tetapi untuk obat-obat keperluan mendesak (cito) dan fast moving dapat dilakukan kapan saja saat persediaan menipis karena perputaran barang lebih cepat dan untuk mencegah stok kosong maupun adanya death stock (stok mati) atau obat yang kadaluarsa (akibat terlalu lama disimpan) sehingga kerugian apotek dapat ditekan. Pemesanan obat ke distributor dilakukan melalui telepon maupun melalui sales yang datang ke apotek. Pemesanan seminggu dua kali memberikan keuntungan bagi apotek dalam hal mengurangi penumpukan yang dapat mengganggu aliran kas. Umumnya lama pengiriman barang dari distributor ke apotek kurang dari satu hari sehingga tidak ada waktu tenggang (lead time) yang panjang. Apotek Mediko Farma tidak menyediakan stok pengaman (buffer
stock) bagi perbekalan famasi yang dijual kecuali untuk obat generik.
Berdasarkan hasil pengamatan, pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma sudah berjalan cukup baik dan efektif. Namun, belum adanya perencanaan dalam penyediaan stok pengaman (buffer stock) dan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan terkadang menyebabkan adanya kekosongan perbekalan farmasi. Dalam mengatasi hal tersebut, apotek menawarkan obat pengganti namun atau menawarkan kepada pelanggan untuk memesan terlebih dahulu kemudian mengambilnya keesokan hari penawaran ini tidak selalu diterima oleh seluruh pelanggan. Hal ini dapat merugikan apotek karena apotek
kehilangan penjualan dan membuat pelanggan kecewa. Selain itu, tidak adanya stok pengaman menyebabkan peningkatkan beban kerja apotek dan biaya administrasi karena pembelian barang dalam jumlah sedikit sehingga tidak mendapatkan diskon dari distributor. Oleh sebab itu, sebaiknya dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan .
Penyimpanan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma telah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu persediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik dan semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilannya. Hal ini dilakukan agar mudah dilakukan identifikasi dan penarikan obat jika ada informasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap obat yang tidak sesuai dengan persyaratan; mengetahui waktu kadaluarsa dan obat dapat dikembalikan kepada distributor dengan wadah asli pabrik sesuai perjanjian.
Sistem penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out). Gudang untuk penyimpanan stok obat hanya ada untuk obat generik. Gudang ini berada di lemari yang sama dengan penyimpanan obat generik tersebut, hanya saja lokasinya berada di bagian bawah. Untuk narkotika dan psikotropika, harus memiliki lemari penyimpanan khusus. Akan tetapi, di Apotek Mediko Farma, penyimpanan narkotika dan psikotropika masih digabung dalam satu lemari meskipun letaknya dipisahkan. Lemari penyimpanan tersebut terbuat dari kayu namun hanya terdapat satu pintu dengan satu kunci. Hal ini masih belum sesuai dengan Permenkes No. 28/Menkes/Per/1978 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang seharusnya lemari tersebut mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan.
Pengontrolan tanggal kadaluarsa secara visual belum diberlakukan di apotek ini. Pengontrolan tanggal untuk obat-obat yang disimpan di ruang peracikan dilakukan dua kali seminggu saat pendataan defekta. Sedangkan,
pengontrolan tanggal kadaluarsa untuk produk OTC hanya dilakukan saat penerimaan barang dari distributor. Hal tersebut berisiko menimbulkan kerugian akibat tidak terkontrolnya obat yang telah mendekati kadaluarsa dan belum terjual. Persediaan farmasi yang telah kadaluarsa dikumpulkan pada awal tahun untuk dihitung kerugiannya. Selanjutnya, produk kadaluarsa ini dimusnahkan dengan disaksikan oleh karyawan apotek.
Penataan di apotek ini dilakukan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi karyawan apotek dalam bergerak karena semua produk yang dijual di apotek hanya bisa dijangkau oleh karyawan apotek. Untuk produk-produk yang dijual di apotek ini tidak terbatas pada obat-obat bebas, terbatas maupun keras. Produk-produk yang dijual dapat berupa persediaan farmasi maupun non farmasi. Persediaan farmasi yang dijual meliputi obat, alat kesehatan, dan produk herbal.Sedangkan, produk non farmasi yang dijual di apotek yaitu kosmetik, produk kebersihan, serta kebutuhan bayi. Penataan produk-produk tersebut berada di area produk OTC yang mudah terlihat oleh pengunjung dan disusun berdasarkan kegunaannya. Adanya alat kesehatan dan produk non farmasi menjadi salah satu keunggulan bagi apotek, selain untuk memudahkan pelangan mendapatkan kebutuhannya, juga dapat meningkatkan pendapatan apotek diluar pelayanan obat resep.