• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

B. Saran

Berdasarkan hasil dan implikasi penelitian dan analisis, maka penulis menyarankan beberapa hal berikut ini.

1. Para pendidik sebaiknya mengajarkan kepada peserta didik agar mengaplikasiskan nilai-nilai kebudayaan yang terkandung di dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

2. Para pendidik harus meningkatkan kretivitasnya dalam kegiatan proses belajar mengajar agar peserta didik dapat antusias dan memahami konflik batin yang dialami Rasus dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari.

3. Para pendidik dan orang tua harus memberi contoh yang baik bagaimana hidup bermasyarakat, agar memberikan kesan yang baik digenderasi yang akan datang.

4. Para orang tua harus memberi dukungan kepada anak untuk mengembangkan minatnya pada sastra, dengan cara memfasilitasi anak

dengan menyediakan buku-buku yang terkait dengan sastra di rumah agar minat baca anak benar-benar diperhatikan, dan memberi semangat anak agar mau belajar dan menulis sejak dini.

5. Diharapkan, melalui karya sastra anak didik dapat belajar mengambil faedah dari pesan yang disampaikan oleh pengarang. Dengan mempelajari novel secara mendalam, kita dapat belajar untuk memahami sebuah konflik batin dalam kehidupan bermasyarakat.

76

DAFTAR PUSTAKA

Bahtiar, Ahmad, Metode Penelitian Sastra, Jakarta: Pujangga Rabani Perss, 2013 Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra, Yogyakarta: Capps, 2011 Erowati, Rosida, dan Ahmad Bahtiar, Sejarah Sastra Indonesia, Jakarta: Lembaga

Penelitian Uin Syarif Hidayatullah, 2011

Fananie, Zainuddin, Telaah Fiksi, Surakarta: Muhammadiyah University Perss, 2002

Hidayat, Endang dan Widjojoko. Teori dan Sejarah Sasra Indonesia, Bandung: Upi Press, 2006

Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1984 Minderop, Albertin. Metode Karakteristik Telaah Fiksi, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005

Minderop, Albertin, Psikologi Sastra, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013

Nurgiantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Perss, 2005

Semi, M. Atar Anatomi Sastra, Padang: Angkasa Raya Padang, 1990 Stanton, Robert. Teori Fiksi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007

Tarigan, Guntur. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa, Bandung: Angkasa, 2008

Rahmanto, B, Metode Pengajaran Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1988

Ratna, Nyoman, Kutha. Teori Metode dan Penelituian Sastra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gitamedia

Tohari, Ahmad, Ronggeng Dukuh Paruk, Jakara: Gramedia Pustaka Utama,2011 Zahara, Nuraida, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Lembaga Penelitian Uin Syarif

Hidayatullah, 2011

Zaidan, Abdul Rojak, dan Dkk. Kamus Istilah Sastra, Jakarta: Balai Pustaka, 2007 Zaimar, Okke K.S, Psikoanalisis dan Sastra, Depok, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 203

Profil. Media. Com, diunggah Pada Tanggal 13 April, Pukul, 12.30 Wib.

http:// Aliimronalmakrup. Blogspot. Com/ 2011/ Ahmad Tohari dan Ronggeng Dukuh Paruk 25 html, diakses Pada Minggu 24 Mei 2014 Pukul, 08.00.00 Riset dan Analisis Oleh: Oleh Meidita Kusuma Wardana, diunggah Pada Tanggal

Sinopsis Ronggeng Dukuh Paruk

RDP adalah sebuah novel yang bercerita tentang sebuah desa terpencil bernama Dukuh Paruk. Desa tersebut dihuni orang-orang yang sangat percaya dengan mistis, mereka memuja makam Ki Secamenggala, moyang mereka. desa ini terkenal dengan kemelaratannya, keterbelakangannya, keramat Ki Secamenggala, sumpah serapah, dan ronggeng beserta perangkat calungnya.

Sebelas tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1946 terjadi sebuah malapetaka di desa ini. Sebagaian penghuni desa ini mati akibat keracunan tempe bongkrek. Santayib sebagai pembuat tempe bongkrek dituduh bahwa tempe buatannya mengandung racun mengandung racun dan bahkan sebagaian warga menuduh Santayib telah memberi racun pada tempe bongkrek buatannya. Tetapi Santayib berdalih bahwa tempe buatannya tidak beracun, menurutnya kejadian ini adalah pageblug, sebuah kutukan roh Ki Secamenggala yang telah lama tidak diberi sesaji. Untuk membuktikan bahwa tempenya tidak beracun, Santayib memakan tempe bongkrek buatanya di depan warga pedukuhan. Perbuatannya diikuti oleh istrinya Santayib. Santayib lari ke luar rumahnya dan berteriak-teriak, Santayib pulang ke rumah. Sesampainya di rumah ia melihat keadaan istrinya yang lemas dengan wajah pucat kebiruan. Ia pun merasa lemas, kepalanya seakan melayang-layang, lambungnya ditusuk-tusuk. Selang beberapa lama, akhirnya pasangan suami istri ini meninggal.

Malapetaka ini membuat banyak anak Dukuh Paruk menjadi yatim piatu, seperti Rasus. Ayah Rasus meninggal di hari pertama setelah makan tempe bongkrek, sedangkan Emak atau ibunya mampu bertahan sampai seorang mantri datang kehari ketiga. Namun, keadaan Emak tidak jelas samapai Rasus berusia empat belas tahun. Dan di usia tersebut, ia mendapat sdikit keterangan tentang diri Emak. Ada yang mengatakan Emak meninggal di poliklinik kota kawedaan, namun mayatnya dibawa ke kabupaten. Mayat Emak dibedah sebagai bahan penyelidikan racun tempe bongkrek. Sehingga mayat Emak tidak kembali ke Dukuh Paruk dan warga pedukuhan pun tidak tahu di mana mayat Emak

dimakamkan. Ada pula orang mengatakan Emak bisa diselamatkan, tetapi sampai beberapa hari Emak tidak boleh meninggalkan poliklinik. Dan setelah sehat benar, Emak tidak pulang ke pedukuhan melainkan pergi entah kemana bersama mantri yang merawatnya. Entah cerita mana yang harus dipercayai Rasus, yang jelas ia sangat merindukan sosok Emak dan ia sangat membenci dan menaruh dendam kepada mantri.

Kerinduan rasus akan sosok Emaknya ternyata kemudian ditemukan dan digambarkan sosok Emaknya ke dalam diri Srintil, anak perawan Dukuh Paruk berusia sebelas tahun, yang merupakan teman sepermainan Rasus. Ia pun seorang yatim piatu. Orang tuanya adalah pasangan suami istri pembuat tempe bongkrek yang menyebabkan malapetaka itu terjadi. Di usianya yang masih sebelas tahun, Srintil sudah pandai menari. Ini terbukti ketika dia sedang bermain dengan Rasus, Warta, dan Darsun, dengan luwes ia melenggaklenggokan tubuhnya berdendang layaknya seorang ronggeng. Bakat Srintil ini diketahui kakeknya, Sakarya. Menurut Sakarya, cucunya telah kerasukan indang ronggeng. Indang adalah semacam wangsit yang di mulikan di dunia peronggengan. Sudah sebelas tahun lamanya Dukuh Paruk tanpa ronggeng dan alunan calung. Dukuh Paruk tanpa ronggeng bukanlah Dukuh Paruk Srintil akan mengembalikan citra dari pedukuhan itu Sakarya menceritakan semua tentang cucunya kepada Kartareja, dukun ronggeng Dukuh Paruk. Dan akhirnya Srintil di asuh oleh Kartareja agar menjadi seorang ronggeng Dukuh Paruk.

Kemudian Srintil membawa Kegairahan hidup bagi Dukuh Paruk. Srintil dianggap telah dinaungi roh hindang, roh yang dimuliakan di dunia ronggeng. Ronggeng memang menjadi kebanggaan Dukuh Paruk, dan telah sebelas tahun Dukuh Paruk tidak memiliki ronggeng. Tanpa ronggeng, Dukuh Paruk telah kehilangan jati dirinya. Dengan keluguhan, atau mungkin kenaifannya Srintil merasa dilahirkan untuk menjadi ronggeng. Ronggeng, seperti yang diyakini dengan sepenuh hati oleh Srintil sendiri, adalah perempuan penari yang menjadi milik umum, terutama kaum lelaki.

Untuk menjadi seorang ronggeng yang sebenarnya, Srintil harus memenuhi beberapa tahap. Salah satu di antaranya adalah upacara permandian yang secara turun-temurun dilakukan di depan cungkup makam Ki Secamenggala. Setelah melaksanakan upacara tersebut, Srintil harus memenuhi syarat terakhir yaitu upacara ritual adalah semacam sayembara terbuka untuk laki-laki mana pun. Di mana laki-laki yang dapat menyerahkan sejumlah uang yang ditentukan oleh dukun ronggeng Dukuh Paruk. Kartareja sebagai dukun ronggeng telah menentukan syarat sekeping uang ringgit emas bagi laki-laki yang ingin menjadi pemenang. Ia pun yang menentuka acara ritual yang akan dilaksanakan pada malam sabtu.

Hanya Rasuslah satu-satunya warga Dukuh Paruk yang dalam hatinya tak rela kalau Srintil menjadi seorang ronggeng. Ini lantaran Rasus sudah telanjur membangun (menciptakan) bayangan Emaknya pada diri Srintil. Rasus tak rela

bila “emaknya” disamakan dengan ronggeng

Kehidupan Dukuh Paruk dengan segala isinya terbaca semuanya dalam corak hubungan antara Rasus dengan Srintil. Rasus pun dalam hatinya mengutuk Dukuh Paruk yang miskin, dengan masyarakat yang bodoh dan terbelakang. Namun apa daya, Rasus tak mampu berbuat apa-apa. Konflik batin dalam diri Rasus akhirnya menjadikan ia mengambil keputusan untuk mengapus bayang-bayang Emak pada diri Srintil. Rasus akhirnya memilih meniggalkan Dukuh Paruk guna mencari kehidupan lain. Meski kecewa, ia merasa telah dapat memberikan sesuatu yang membanggakan pada Dukuh Paruk, yaitu seorang ronggeng.

Dalam novel ini Ahmad Tohari mampu bercerita dengan lancar. Terutama ketika menampilkan deskripsi latar alam pedusunan. Ia mampu memberikan kesan kepada pembaca bahwa karya ini tampak realistis, tampak sunguh-sungguh diangkat dari fenomena faktual. Hal ini terlihat pada bagian awal cerita yang mampu memberikan informasi yang berkaitan dengan latar kejadian. Di bagian ini digambarkan suasana Dukuh Paruk yang terpencil dan tengah di landa musim kemarau panjang. Masyarakat masih menganut ilmu kebatinan yang berkiblat

pada cungkup leluhurnya, Ki Secamenggala. Deskripsi latar diberikan relatif panjang, sehingga mampu menyeret pembaca ke dalam cerita dan menjadi ikut terlibat secara emosional.

Latar geografis Dukuh Paruk yang terpencil sekaligus mengacu pada keterpencilan dan kesederhanaan hidup, yang nyaris mendekati keprimitifan masyarakatnya. Dari lokasi yang terpencil, terisolasi, masyarakat Dukuh Paruk seakan sulit dibangunkan atau disadarkan dari keterbelakangan, kenaifan, dan kebodohannya. Sementara deskripsi latar, khususnya yang berhubungan dengan alam, tak hanya mencerminkan suasana internal tokoh, namun juga menunjukan suasana kehidupan masyarakat dan kondisi spiritual mayarakat yang bersangkutan dalam hal ini terhadap hubungan timbal balik, yang saling mencerminkan latar fisik, alam, spiritual, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat. Kejelian dan ketelitian pengarang dalam mendskripsikan latar menjadi kekuatan utama novel ini.

RDP tidak saja menuturkan cerita kehidupan ronggeng. Lebih dari itu, dengan kekayaan imajinasi dan keluasan pengetahuan., Ahmad Tohari berhasil menggambarkan dan memaparkan struktur kompleks kehidupan para tokohnya dalam menjalani kehidupan. Ahmad Tohari pun sanggup mempergunakan daya angan yang sekaya dan selembut mungkin untuk menyusup kedalam jiwa tokoh yang diciptakannya. Ia menokohkan seorang penari ronggeng yang luguh dan naïf, yang merupakan simbol tradisi yang membesarkannya. Meskipun Ahmad Tohari dikenal pula sebagai seorang santri, seorang alim ulama, namun kesantrian tersebut agaknya tak mengalanginya untuk bercerita dan berimajinasi terhadap dunia kekumuhan, kecabulan, dan kebobrokan.

Keyakinan Srintil menjadi ronggeng beserta sistem yang mengelinginya hadir mewakili dunia perempuan yang mempunyai peran atau bahkan kewajiban alami sebagai penyeimbang bagi dunia lelaki dan kelakian. Itulah sebabnya,dalam menjalani perannya sebagai ronggeng ia selalu terpangil untuk melayani lelaki mana saja. Masyarakat Dukuh Paruk sendiri mendukung kondisi tersebut. Seorang ronggeng tidak akan menjadi bahan pencemburuan bagi perempuan Dukuh Paruk. Bahkan dalam novel ini disebutkan bahwa para istri justru merasa bangga bila

suaminya dapat tidur bersama dengan seorang ronggeng. Mereka juga rela menjual hartanya agar sang suami dapat membayar seorang ronggeng, seperti pada kutipan berikut:

Dunia Srintil memang gemerlap dengan harta yang berlebihan bila diukur dengan taraf hidup masyarakat di sekitarnya. Srintil menjadi simbol kebobrokan moral Dukuh Paruk, sementara Rasus, yang menjadi simbol moral justru menghindar dari Dukuh Paruk.di sini terlihat bahwa di satu sisi tohari menyinggung mengenai sistem sosial budaya masyarakatnya, sedangkan sisi lainya ia berusaha menjaga keselarasan, keseimbangan, dan tanggung jawab sebagai seorang santri yang menganggungkan moralitas. Sebagai sebuah novel, RDP berhasil menggugah keingintahuan pembaca untuk terus mengikuti kelanjutan cerita namun, yang paling menarik sebenarnya adalah penggambaran tuntas tentang konflik batin yang dialami oleh Rasus.

Nama Sekolah : Mts Al-Mansuriyah

Mata Pelajaran : Bahasa dan Sastra Indonesia

Kelas/ Semester : IX/II

Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

Standar Kompetensi : Menerangkan sifat-sifat tokoh dari kutipan novel

Kompetensi Dasar : Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel

I. Tujuan Pembelajaran

- Siswa mampu menjelaskan unsur-unsur intrinsik dari novel yang dibaca. - Siswa mampu menjelaskan sifat dan karakter tokoh.

II. Indikator

- Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik.

- Mampu mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik (tema, penokoh, alur, latar, sudut pandang, dan amanat)

- Mampu mengidentifikasi sifat dan karakter tokoh.

III. Materi Pembelajaran

- Novel Indonesia

- Unsur-unsur intrinsik novel

IV. Metode Pembelajaran

- Presentasi

- Diskusi kelompok - Tanya jawab - Penugasan

sama untuk memulai kegiatan pembelajaran. - Guru melakukan presensi kepada siswa.

- Guru menyampaikan kompetensi dasar yang akan dicapai melalui kegiatan pembelajaran.

- Guru melakukan apresiasi dengan cara memberi pertanyaan kepada peserta didik tentang materi yang akan dibahas.

B. Kegiatan Inti 1. Eksplorasi

- Guru meminta peserta didik mencari novel di perpustakaan. - Guru meminta peserta didik dengan demokratis menentukan

bersama salah satu novel yang ingin dicari unsur intrinsik - Guru meminta kepada peserta didik untuk membaca dan

memahami novel yang dipilih.

2. Elaborasi

- Guru meminta kepada peserta didik untuk membentuk kelompok diskusi yang terdiri atas 3-4 orang peserta didik.

- Guru menjelaskan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik yang terdapat dalam novel.

- Peserta didik berdiskusi untuk mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik.

- Peserta didik berdiskusi untuk menganalisis unsur-unsur intrinsik (tema, penokohan, alur, sudut pandang, latar, dan amanat) - Peserta didik berdiskusi untuk membandingkan unsur intrinsik - Salah satu peserta didik mempreseatasikan hasil diskusi

kelompoknya.

- Peserta didik yang lain menanggapi preseatasi hasil diskusi kelompok yang lain

- Guru menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui.

C. Kegiatan Akhir

- Guru dan peserta didik bersama-sama untuk membuat kesimpulan terhadap materi pembelajaran yang telah dilakukan.

- Guru memberikan tugas di rumah kepada peserta didik agar mencari novel lain untuk menganalisis unsur intrinsik.

- Guru menutup kegiatan dan menutup salam.

VI. Sumber pembelajaran

- Kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari - Biografi Ahmad Tohari

- Buku Bahasa Indonesia untuk SMP/ MTs kelas IX/ oleh Atikah

Anindyarini. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.

VII. Penilaian Hasil belajar 1. Teknik

- Tes (PG, isian, dan uraian)

- Penugasan menjelaskan unsur intrinsik

2. Instrumen soal

a. Apa pengertian dari unsur intrinsik.?

b. Sebutkan dan jelaskan unsur-unsur intrinsik?

c. Sebutkan dan jelaskan unsur ekstrinsik dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk.?

novel.

Nama Siswa :

Kelas/ No Absen :

Tanggal Penilaian :

Unsur yang dinilai Skor

1 2 3 4 5 Analisis Unsur

Intrinsik

1 Ketajaman Analisis

2 Kelengkapan unsur yang dianalisis 3 Keruntunan penyajian hasil analisis 4 Manfaat yang bisa diambil dari

unsur instrisik dalam novel Analisis Unsur

Ekstinsik

1 Ketajaman Analisis

2 Kelengkapan unsur yang dianalisis 3 Keruntunan penyajian hasil analisis 4 Manfaat yang bisa diambil dari

unsur ekstrisik dalam novel 5 Kesimpulan hasil analisis 6 Perolehan nilai = total skor x 2

Mengetahui,

Kepala Sekolah

Tangerang,………

Guru Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

Dokumen terkait