• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : PENUTUP

B. Saran

berikut:

Tabel 8 Sarana Ibadah

NO Sarana Ibadah Jumlah

40

2 Mushola 10 buah

Jumlah 11 buah

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum.

Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim

di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai

peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya

aturan masyarakat yang bersangkutan”.2

2

Betty R. Scharf, Kajian Sosiologi Agama, penterjemah : Machmun Husein, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995), h.65.

41 BAB IV

ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL (TRADISI NGAROT) TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT

A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot

Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol.

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :

1. Sejarah Tradisi Ngarot

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk melaksanakannya.1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan

1Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot Desa Lelea”, Lelea, tanggal 28 April 2011

42 masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan sawah dengan luas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk

berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi), ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.

Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100 m2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk

berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya, sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi), ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka yang sedang berlatih mengolah sawah itu.2

Pemberian sawah seluas 26.100 m2 tersebut, disambut baik oleh pemuda

dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen

43 padi harus jatuh di hari rabu.3 Sebelum turun ke sawah Ki Buyut Kapol sengaja

mengumpulkan para pemuda-pemudi di kediamannya yang telah disediakan berbagai macam makanan dan minuman untuk memberikan semangat sebelum tiba kegiatan pengolahan dan penanaman sawah.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak H. Edy masyarakat percaya upacara Adat Ngarot dimulai sejak abad 17 M sekitar tahun 1686, diawali ketika Kepala Desa pertama Cangga Wrena turun tahta, masyarakat desa Lelea secara sukarela mengangkat Ki Buyut Kapol menjadi Kepala Desa yang kedua. Sejak itulah upacara adat Ngarot yang awalnya dilaksanakan di rumah Ki Buyut Kapol pindah ke Balai Desa Lelea hingga sekarang.4

Pada masa pemerintahan Ki Buyut Kapol selama kurun waktu 25 tahun, pelaksanaan upacara Ngarot tidak pernah terputus dan keadaan ekonomi masyarakat yang semula miskin mulai berangsur-angsur mengalami perubahan ke arah yang lebih baik. Setelah Ki Buyut Kapol turun tahta dari jabatan Kepala Desa, pemerintahan kemudian digantikan oleh Dawi. Ia memberikan amanat agar tanah yang diberikan untuk masyarakat digunakan sebagaimana mestinya dan upacara tradisi Ngarot harus tetap dilaksanakan tanpa memungut biaya. Sebagai pengganti biaya diambil dari hasil tanah kasinoman (tanah Ki Buyut Kapol), hingga sekarang tradisi Ngarot tetap berlangsung dengan meriah.

Menurut Bapak Sagi salah satu sesepuh sekaligus pamong desa, tradisi Ngarot ini pantang sekali dilanggar, kalau sampai dilanggar selain melupakan jasa-jasa Ki Buyut Kapol yang telah mengangkat perekonomian dengan

3

Wawancara Pribadi dengan Bapak Warkan, “Petani”, Lelea, tanggal 28 April 2011

4Wawancara Pribadi dengan Bapak H. Edy, “SekDa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot”, Lelea,

44 memberikan keterampilan, masyarakat juga percaya akan terjadi marabahaya yang menimpa terhadap proses pengolahan sawah mereka, seperti pengairan yang sulit yang mengakibatkan sawah menjadi gagal panen.

Menurut Bapak Warson sebagai Kepala Desa di desa Lelea, perbedaan pelaksanaan tradisi Ngarot tahun sekarang dengan jaman dulu, tradisi Ngarot sebelum tahun 1980 pelaksanaannya masih sangat bermakna dan masyarakat mengerti akan makna dibalik pelaksanaannya, berbeda dengan sekarang masyarakat sebagian besar hanya melihat dari keramaian karena disertai dengan pasar malam tanpa mengetahui makna sesungguhnya dari pelaksanaan tradisi Ngarot tersebut.

Menurut H. Edy Iriana selaku ketua umum perayaan ritual Ngarot 2010, tradisi Ngarot pasti dilaksanakan pada tiap tahunnya, selain sudah memiliki biaya dari sawah kasinoman seluas 26.100 m2 , hingga tidak memiliki pengaruh dari

keadaan ekonomi masyarakat, selain itu tradisi Ngarot juga termasuk dalam kebudayaan lokal yang harus dilestarikan dan menjadi bagi pariwisata lokal maupun mancanegara.

2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot a. Persiapan Pelaksanaan

Tradisi Ngarot dilaksanakan pada minggu ketiga di bulan Desember pada tiap tahunnya. Sebelum menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya sebanyak dua kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan pelaksanaan upacara tradisi Ngarot.

45 1. Musyawarah pertama mengumpulkan para pamong, lembaga desa seperti LMD (Lembaga Masyarakat Desa) dan LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa), tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk menetapkan waktu, hari, dan tanggal pelaksanaan upacara. 2. Musyawarah yang kedua Kepala Desa mengumpulkan pemuda-pemudi

calon peserta upacara tradisi Ngarot untuk menetapkan corak dan warna pakaian para pemuda-pemudi hingga tiap tahunnya acara tradisi Ngarot selalu dengan warna pakaian yang berbeda tiap tahunnya. Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan pada hari rabu, minggu ketiga di bulan Desember penentuan pelaksanaan waktu tersebut sudah menjadi hal yang baku dan tidak bisa berubah. Sebelum penulis membahas praktik ritual tradisi Ngarot, terlebih dahulu penulis akan membahas beberapa persyaratan khusus sebelum diadakannya ritual tradisi Ngarot dan harus dipatuhi oleh masyarakat, yaitu :

1. Peserta tradisi Ngarot harus pemuda-pemudi yang masih perjaka dan perawan. Masyarakat sangat percaya dan taat dalam melaksanakan aturan tidak tertulis ini, jika pesertanya tidak perawan maka hiasan yang dikenakan oleh sang perawan dan perjaka akan layu dan pucat.

2. Sebelum acara tradisi Ngarot dilaksanakan masyarakat Desa Lelea beserta Pamong Desa mempersiapkan segala persyaratan yang dibutuhkan dalam acara Ngarot, seperti benih, kendi berisi air putih, cangkul, pupuk, ruas bambu kuning.

46 3. Mempersiapkan pengiring pesta Ngarot seperti tanjidor, genjring, gong, gamelan lalu seni tari ronggeng ketuk.

Adapun persiapan tradisi Ngarot peserta tradisi Ngarot sebelum pawai keliling hingga perbatasan desa, sang pemudi dihias secantik mungkin dengan berbalut pakaian kebaya, selendang dan kain batik, selain itu kepala sang pemudi dihias dengan bunga-bungaan seperti bunga kenanga, melati, mawar dan kantil, serta diberi perhiasan mulai dari kalung, gelang dan cincin agar tampil lebih menarik, menurut Bapak Sarkan perhiasan yang digunakan untuk membuktikan tingkat kekayaan orangtua peserta. Berbeda dengan sang pemuda hanya memakai pakaian komboran dan tutup kepala dari kain saja. Adapun warna pakaian yang digunakan sepenuhnya ditentukan oleh Kepala Desa.

b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot

Sebelum pawai dimulai peserta tradisi Ngarot berkumpul terlebih dahulu di kediaman Kepala Desa. Kemudian Sebelum melaksanakan ritual tradisi Ngarot para pemuda-pemudi yang sudah berdandan dan tampil menarik tersebut melakukan pawai dan keliling hingga ke perbatasan desa, adapun susunan peserta pawai tradisi Ngarot tersebut adalah barisan terdepan yaitu Kepala Desa dan Istri, lalu Pamong Desa, para Pemuda-pemudi kemudian berjalan diiringi alunan musik seperti tanjidor dan genjring namun karena perkembangan jaman diberi tambahan alat musik organ. Pawai berakhir di Balai Desa, ketika memasuki Balai Desa disambut oleh penabuh gamelan yang sudah dipersiapkan di pendopo Balai Desa. Kemudian sebagai bentuk penghormatan dipersembahkan sebuah tarian yaitu

47 tarian Jipang kepada sang Raja Desa yaitu Kepala Desa. Selain itu Kepala Desa diberi taburan beras kuning.

Semua peserta Ngarot masuk aula Balai Desa. Sambil duduk berhadap-hadapan dan ditonton orang banyak, mereka dihibur dengan seni tradisional tari Ronggeng Ketuk yang dimainkan penari wanita dengan pasangan pria. Menurut warga, seni Ronggeng Ketuk dimaksudkan untuk ngabibita (menggoda) agar para jejaka dan gadis saling berpandang-pandangan. prosesi ngabibita inilah yang membuat para peserta mendapatkan jodohnya hingga tradisi Ngarot juga terkenal juga sebagai tradisi mencari jodoh sebagaimana yang dijelaskan oleh Bapak Kaswara yang bekerja sebagai pegawai BUMN.5

Setelah selesai pawai keliling desa Lelea, berkumpul di balai desa acara inti tradisi Ngarot diawali dengan laporan panitia yang berhubungan dengan pelaksanaan tradisi, dilanjutkan sambutan Kepala Desa, kemudian penyerahan seperangkat alat pertanian secara simbolis oleh Kepala Desa dan pamong melakukan prosesi ritual, susunan acaranya sebagai berikut :

a. Pembukaan

b. Pembacaan Sejarah Singkat Ngarot c. Sambutan Kepala Desa Lelea

d. Prosesi Penyerahan Peralatan Pertanian dari Para Kasinoman yaitu sebagai berikut :

1. Penyerahan Benih oleh Kuwu (Kepala Desa) artinya : Untuk ditanam sehingga dapat hasil panen yang melimpah.

48 2. Penyerahan Kendi berisi air putih oleh Ibu Kepala Desa artinya : Air

tamba (air obat) dan penyubur tanarnan padi.

3. Penyerahan pupuk oleh Tua Desa artinya : Agar tanaman padi tetap subur dan hasil panen yang melimpah.

4. Penyerahan Cangkul oleh Raksa Bumi (Pamong pengurus sawah dan tanah desa) artinya : Agar mengolah sawah dengan sempurna. 5. Penyerahan Ruas Bambu Kuning. Daun Andong dan Kelararas

Daun Pisang oieh Lebe (Pamong yang mengurusi pernikahan) artinya : Agar tanaman padi terhindar dari serangan hama.

Selesai acara inti, secara simbolis Kepala Desa memukul gong sebagai peresmian pesta tradisi Ngarot dimulai. Setelah gong dipukul dilanjutkan dengan tari topeng diiringi dengan gamelan, kemudian disediakan lagi hiburan ronggeng ketuk dan tanjidor. Kemudian pemuda pemudi dipersilahkan bersama-sama joged hingga sore hari. Malam harinya hingga menjelang subuh selain disediakan hiburan tarian-tarian tradisional juga disajikan pula pagelaran wayang.

Masyarakat sangat antusias pada upacara tradisi Ngarot, karena tradisi Ngarot ini merupakan hiburan setahun sekali. Warga bisa sepuasnya menikmati pertunjukan kesenian tradisional, seperti tari topeng, tarlingan dan wayang kulit. Setiap tahun acara tradisi Ngarot ini tidak pernah sepi penonton bahkan kadang hampir seluruh warga hadir ke Balai Desa.

B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot

Tradisi Ngarot memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat, agar muda-mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah

49 laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya timur. Ngarot adalah suatu metode atau cara untuk menggalang dan memupuk rasa persatuan dan kesatuan dikalangan para pemuda dan pemudi sebelum mengolah dan menanam padi di mulai.6

Dalam melaksanakan tradisi Ngarot bagi masyarakat desa Lelea sebenarnya hanya bentuk ritual syukuran para petani menjelang masa tanam padi. Selain itu tradisi ngarot mempunyai manfaat menambah rasa syukur terhadap Tuhan yang maha esa atas keberkahan pada lahan persawahan yang akan dikerjakan dan juga untuk menghormati jasa Ki Buyut Kapol yang telah menyumbagkan sawahnya dijadikan lahan untuk belajar segala bentuk proses menanam padi hingga panen tiba. Dilibatkannya muda - mudi dalam tradisi ini adalah sebagai wujud regenerasi masyarakat agraris. Harapannya, tentu saja agar kaum muda - mudi melanjutkan budaya agraris yang sudah turun temurun di desa Lelea. Selain itu masyarakat desa Lelea menyepakati jika tradisi Ngarot tidak dilaksanakan akan terjadi marabahaya terhadap proses pengolahan sawah seperti pengairan yang sulit hingga menyebabkan gagal panen.

Tradisi Ngarot ini dilakukan oleh semua kalangan warga desa. Baik itu memang warga yang bertempat tinggal di desa atau wilayah lain maupun warga yang bertempat tinggal di desa lain tapi asli orang Lelea atau mempunyai garis keturunan orang Lelea. Hal itu bertujuan dengan adanya tradisi Ngarot walaupun

6

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu, Upacara Adat Ngarot, (Indramayu, 2004), h. 55

50 mereka berada jauh dari desa Lelea namun tetap mengingat asal usulnya dan tetap menjalin tali silaturahmi dengan kerabatnya.

C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat

Tradisi Ngarot selain memberi manfaat terhadap masyarakat Lelea untuk menambah rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa juga memberikan pengaruh diantaranya sebagai berikut :

1. Dalam bidang sosial, tradisi ngarot memberikan pengaruh pada adanya ikatan sosial yang terjalin antar warga desa Lelea dan sekitarnya. Secara sosiologis menurut fitrahnya manusia adalah makhluk yang suka hidup berkelompok dengan pengertian bahwa manusia dalam hidupnya senantiasa memerlukan bantuan orang lain. Untuk itulah kemudian manusia selain mkhluk individu, manusia juga makhluk sosial. Terdorong oleh kedudukannya yang kodrati sebagai makhluk sosial maka manusia tidak dapat hidup seorang diri. Dimanapun manusia berada dia pasti memerlukan orang lain.

Sebagaimana yang terdapat dalam tradisi Ngarot, Sebelum menentukan hari pelaksanaan tradisi Ngarot, setidaknya sebanyak dua kali Kepala Desa mengadakan musyawarah sebagai persiapan pelaksanaan upacara tradisi Ngarot, musyawarah pertama mengumpulkan para pamong, lembaga desa seperti LMD (Lembaga Masyarakat Desa) dan LKMD (Lembaga Keamanan Masyarakat Desa), tokoh masyarakat dan tokoh pemuda untuk menetapkan waktu, hari,

51 dan tanggal pelaksanaan upacara. Musyawarah yang kedua Kepala Desa mengumpulkan pemuda-pemudi calon peserta upacara tradisi Ngarot untuk menetapkan corak dan warna pakaian para pemuda-pemudi hingga tiap tahunnya acara tradisi Ngarot selalu dengan warna pakaian yang berbeda tiap tahunnya, semuanya ini menuntut adanya solidaritas sosial yang utuh dan kuat di antara para tokoh setempat dan warga desa Lelea umumnya. Sehingga hal ini akan meminimalisir terjadinya konflik atau pertentangan atau pertentangan antar individu. Konflik terjadi sebagai akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar, sehingga menimbulkan adanya jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial diantara mereka yang bertikai tersebut.

Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Solidaritas semacam ini dapat bertahan lama dan jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut sebagai solidaritas mekanik.7

7

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT. Gramedia, 1998) h. 182

52 2. Dalam bidang ekonomi, diadakannya pesta ngarot selalu dibarengi dengan penyelenggaraan pasar malam sejak minimal 2 minggu sebelum pesta inti tradisi ngarot dimulai. Hal tersebut digunakan bagi sebagian warga untuk berdagang, bagi warga asli penduduk desa Lelea mereka menjual buah salak pondoh, buah nanas, sate, dan empal. Dan warga asli penduduk Lelea yang berdagang dagangannya selalu terjual habis. Selain itu masyarakat selalu percaya jika selalu diadakan pesta tradisi ngarot hasil sawah selalu berlimpah dan bagus.

Selain itu tradisi Ngarot berpengaruh pada pendapatan ekonomi dalam usaha pertanian masyarakat setempat yakni masyarakat Lelea. Masyarakat desa Lelea yang bertani padi sangat menyakini dengan diadakannya tradisi Ngarot akan berpengaruh pada proses keberhasilan atas hasil padi yang akan mereka dapatkan. Sebagian besar masyarakat Lelea bekerja di sektor pertanian sehingga menjadikan sawah sebagai mata pencaharian utama masyarakat desa Lelea.

Selain menjadi penggarap sawah, para petani yang memiliki modal yang cukup memiliki usaha sambilan dengan menjadi pengumpul hasil panen, kemudian menggiling sendiri di pabrik penggilingan padi dan menjualnya dalam bentuk beras kemudian di kirim baik ke pasar besar maupun ke pasar kecil.

3. Dalam bidang agama, tradisi ngarot memberi pengaruh pada kehidupan kerukunan umat khususnya masyarakat Lelea yang beragama Islam. Di mana Islam mengajarkan untuk saling

tolong-53 menolong dan memupuk rasa persaudaraan antar sesama. Dengan demikian bisa kita lihat arti dari kerukunan yang menurut Mulder, kata

“rukun” adalah berada dalam selaras, tenang, dan tentram tanpa perselisihan dan pertentangan, bersatu untuk saling membantu satu sama lainnya. Kerukunan dalam konteks Mulder, bisa diartikan sebagai sikap toleransi dimana sikap dasar yang memungkinkan sebuah agama berdampingan dengan agama lain ataupun memberikan keleluasan terhadap kelompok lain.8

Kesan masyarakat Indramayu yang suka melakukan tindakan anarki seperti tawuran antar warga dan tawuran antar desa seakan terkikis atas adanya upacara tradisi ngarot ini. Masyarakat memiliki tanggung jawab untuk menyukseskan berjalannya upacara tradisi ngarot tersebut.

Menurut O’dea, agama berfungsi sebagai kontrol sosial,

dimana para penganut agama sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya terikat batin kepada tuntutan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok. Ajaran agama dianggap sebagai norma sehingga agama berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu atau kelompok karena :

a. Agama secara instansi merupakan norma bagi pengikutnya.

8

Miels Mulder, Kepribadian Jawa dan Pembangunan Nasional, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1986), h.39

54 b. Agama sebagai dogmatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang

bersifat propetis (kenabian).9

4. Dalam bidang budaya, kehidupan manusia dalam budayanya adalah suatu hal yang rumit dan kompleks, sehingga menarik untuk dibicarakan. Di satu pihak manusia imanen di dalamnya, artinya ia hidup dan bertumbuh dalam suatu lingkungan budaya yang melingkupinya. Ia bersikap dan berperilaku berdasarkan ikatan dan norma-norma atau asas-asas yang berlaku dalam budayanya. Dalam mengembangkan kebudayaan manusia melakukan penilaian terhadap budaya, cara masyarakat menilai, nilai sebagai konsep ukuran, serta klaim penilaian yang dihasilkan adalah bagian dari budaya10, dimana

masyarakat yang dilahirkan di desa Lelea dan berkembang menjadi dewasa di daerah tersebut secara sadar maupun tidak sadar menilai tradisi Ngarot yang berkembang menjadi penting dan sakral. Sejak kanak-kanak masyarakat desa Lelea ditanamkan ajaran penting dan berharganya pelaksanaan tradisi Ngarot pada kehidupan warga desa. Selain itu tradisi Ngarot juga berpengaruh kepada Dinas Pariwisata Daerah yang menjadikan tradisi Ngarot sebagai ciri khas daerah. Tradisi Ngarot juga termasuk sebagai kekayaan budaya nasional serta menjadi objek wisata baik untuk wisatawan lokal maupun asing. Tentu budaya yang memiliki ciri khas akan menjadi kebanggaan bagi masyarakat, khususnya masyarakat desa Lelea.

9Tho as F O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal, (Jakarta : CV. Rajawali, 1987), h.52

10

55 D. Dampak Tradisi Ngarot terhadap Solidaritas Masyarakat Desa Lelea

Solidaritas sosial adalah perasaan yang secara kelompok memiliki nilai-nilai yang sama atau kewajiban moral untuk memenuhi harapan-harapan peran (role expectation). Sebab itu prinsip solidaritas sosial masyarakat meliputi : saling membantu, saling peduli, bisa bekerjasama, saling membagi hasil panen, dan bekerjasama dalam mendukung pembangunan di desa baik secara keuangan maupun tenaga dan sebagainya.

Tradisi solidaritas sosial yang telah ada pada masyarakat kita secara terus menerus harus tetap dilestarikan dari generasi ke generasi berikutnya akan tetapi karena dinamika budaya tidak ada yang statis, terjadilah beberapa perubahan secara eksternal dan internal. Unsur kekuatan yang merubah adalah modernisasi yang telah mempengaruhi tradisi solidarits sosial. Selain itu perubahan solidaritas sosial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

(a) meningkatnya tingkat pendidikan anggota keluarga sehingga dapat berpikir lebih luas dan lebih memahami arti dan kewajiban mereka sebagai manusia,

(b) perubahan tingkat sosial dan corak gaya hidup kadang-kadang menciptakan kerenggangan di antara sesama anggota keluarga,

(c) Sikap egoistik, bila seseorang individu terlalu mementingkan diri sendiri dan keluarganya, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat.11

Menurut Ibu Ida, sebagai warga pendatang melihat rasa solidaritas masyarakat desa Lelea sangat tinggi, dilihat dari sifat kebersamaan, saling

Dokumen terkait