• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat (studi kasus tradisi ngarot di desa lela Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat (studi kasus tradisi ngarot di desa lela Indramayu"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERHADAP SOLIDARITAS

MASYARAKAT

(Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu)

Disusun Oleh: Nama: HAMMIDAH

NIM: 106032201087

JURUSAN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ABSTRAK

Di Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot. Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat desa Lelea. Kata Ngarot berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya membersihkan diri dari noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Pelaksanaan tradisi Ngarot sangat erat kaitannya dengan proses solidaritas masyarakat yang berkembang di desa Lelea, antara tradisi Ngarot dengan tingkat solidaritas dalam suatu masyarakat ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa solidaritas yang kuat.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dampak dari tradisi Ngarot jelas sangat positif, selain masyarakat mengesampingkan segala kepentingan pribadi, masyarakat juga dengan sifat sosial yang mereka miliki merasa tradisi Ngarot adalah barang berharga masyarakat desa Lelea hingga mereka dengan secara sukarela membantu dan melestarikan tradisi Ngarot. Dengan adanya tradisi Ngarot tersebut perubahan-perubahan solidaritas sosial yang diakibatkan dari kehidupan modernitas baik dari faktor tingkat pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup dan tingkat sosial, maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri maupun kelompoknya seakan tidak berlaku dalam tradisi masyarakat desa Lelea, dilihat masih terus dilaksanakannya ritual tradisi Ngarot.

(3)
(4)
(5)
(6)

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Ilahi, atas berkah dan rahmatnya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat beriring salam juga penulis

persembahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Dengan perlahan tapi pasti, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan

skripsi ini guna untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Sosial di

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah

Jakarta dalam bidang Sosiologi.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada yang mulia Ibunda (Hj.

Mamduha) dan Ayahanda (H. Abdul Ajid) sebagai tanda bakti seorang anak.

Terima kasih yang sangat juga saya persembahkan untuk kakanda (MUH.

Nasirudin dan MOCH. Ansor). Mereka yang selalu memberikan bantuan baik

moril dan materil serta doa yang tiada putusnya, yang menjadi motivasi terbesar

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu proses

penyelesaian skripsi ini. Terutama sekali kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendi, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

(7)

2. Bapak Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahannya sehingga terselesaikannya skripsi

ini.

3. Ibu Dzuriatun Toyibah, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA, Tim DPS

(Dewan Pertimbangan Skripsi) atas segala arahan dan masukannya.

4. Bapak Dr. Zulkifli dan Saifudin Asrori, M.Si, selaku tim penguji pada sidang

munaqasah tanggal 18 Agustus 2011.

5. Joharotul Jamilah, Msi, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak H. Edy Iriana, Sekertaris Desa Lelea dan masyarakat desa Lelea yang

telah banyak meluangkan waktunya membantu penulis dalam mengumpulkan

data-data.

8. Teman-teman angkatan 2006 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Untuk teman dan sahabatku Ba’arvah Kahfina, Azharina Rizqi, Siti Syofah,

Rahmi Garnasih, phanca W. R, dan Muh. Al Aufar yang selalu membantu

dan bersenda gurau bersama. Pengalaman bersama terlalu berharga

dilewatkan bersama kalian.

10. Sahabat-sahabatku Nila Paragusta, Rani Agni, Rohmatan, dan Anah

(8)

11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalm

penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya yang masih jauh dari kata

sempurna. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan karya

ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang

berkepentingan. Terima kasih

Ciputat, Juli 2011

(9)

iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..………… i

DAFTAR ISI……….……..…..… iv

BAB I : PENDAHULUAN……….…..……... 1

A. Latar Belakang Masalah……….……….... 1

B. Tinjauan Pustaka………...….………... 4

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah……...……... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………….…...….. 11

E. Metodologi Penelitian……….……….. 12

F. Sistematika Penulisan………... 14

BAB II : KAJIAN TEORI ………..………...……… 17

A. Tradisi Lokal... 17

1. Pengertian Tradisi..……… 17

2. Fungsi Tradisi………. 19

B. Solidaritas sosial……… 21

1. Pengertian Solidaritas Sosial……….. 21

2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial.………. 23

C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial………….. 25

BAB III

:

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…….. 28

1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu……… 28

2. Keadaan Penduduk………... 30

a. Bidang Sosial……….. 32

b. Bidang Ekonomi………. 34

(10)

d. Bidang Agama………...… 39

BAB IV : ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI LOKAL TRADISI NGAROT TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT……… 41

A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot ……… 41

1. Sejarah Tradisi Ngarot………. 41

2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot……….. 44

a. Persiapan Pelaksanaan……….. 44

b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot……….. 46

B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot…………. 48

C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat.……….……..……… 50

D. Dampak Tradisi Ngarot Terhadap Solidaritas Masyarakat Desa Lelea….……...……… 55

BAB V : PENUTUP………..……… 58

A. Kesimpulan……….. 58

B. Saran……… 60

DAFTAR PUSTAKA……….. 61

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat, yakni

kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang

meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling

berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan

untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.1

Sedangkan dalam kamus sosiologi, tradisi diartikan sebagai adat istiadat dan

kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara.2

Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan

dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya

masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebendaan

jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam

sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan

masyarakat.3 Berkaitan dengan kebudayaan, Bangsa Indonesia pada hakikatnya

memiliki kekayaan budaya yang sangat heterogen, karena corak masyarakatnya

yang multi etnis, agama, kepercayaan, dan lain sebagainya. Di Kabupaten

Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari

budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot.

1

Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4

2

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459

3

(12)

2 Tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat desa Lelea berhubungan

erat dengan leluhur mereka, Ki Buyut Kapol yang dianggap sebagai ahli fikir,

pemersatu kawula muda dan generasi tua. Kepeduliannya terhadap

pemuda-pemudi desa ditunjukkan dengan memberikan lahan sawah untuk belajar bercocok

tanam, hingga para pemuda pemudi tersebut memiliki keterampilan sehingga dia

kemudian diangkat menjadi tokoh masyarakat yang disegani.4

Yang menarik dari tradisi Ngarot ini adalah peserta pemuda-pemudi

diharuskan perawan dan perjaka. Sang perawan memakai kebaya, selendang, dan

perhiasan emas, selain itu sebagai tutup kepala dihiasi berbagai jenis

bunga-bungaan seperti kenanga, melati, cempaka, dan kembang kertas. Lalu jejaka

memakai baju komboran hitam dan celana pangsit. Dalam prosesinya tradisi

Ngarot diiringi oleh kesenian tradisional seperti seni topeng, ronggeng ketuk, reog

dan juga sampyong.5

Para pemuda pemudi peserta Ngarot akan diserahi tugas pekerjaan dalam

pembangunan di bidang pertanian, dalam bentuk turun ke sawah, bekerja dan

mengolah sawah bersama-sama, bergotong-royong saling bahu membahu secara

sukarela. Tujuan dari tradisi Ngarot tersebut adalah untuk membina pergaulan

yang sehat, memupuk rasa persatuan dan kesatuan di kalangan para pemuda dan

masyarakat. Dengan tradisi demikian diharapkan pemuda dan masyarakat mampu

hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan di antara

mereka.

4

H.A. Dasuki, sejarah Indramayu, (Indramayu: Depdikbud, 1977), h. 323

5

(13)

3 Rasa solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan

atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut

bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas

menekankan pada keadaan hubungan antara individu dan kelompok dan

mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai

moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari

hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga

memperkuat hubungan antara mereka. Solidaritas semacam ini dapat bertahan

lama dan jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah

kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut

sebagai solidaritas mekanik.6

Solidaritas mekanik menurut Durkheim didasarkan pada kesadaran

kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan hingga individualitas

masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator yang jelas dalam solidaritas mekanik

adalah ruang lingkup dan hukum yang menekan.7

Melihat keterikatan antara tradisi lokal dengan tingkat solidaritas dalam

suatu masyarakat, seperti uraian diatas, ikatan utama suatu masyarakat adalah

kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa

solidaritas yang kuat. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik dan mencoba

mengangkatnya dalam sebuah skripsi, yakni Kontribusi Tradisi Lokal

6

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT. Gramedia, 1998) h. 182.

7

(14)

4 Terhadap Solidaritas masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu).

B. Tinjauan Pustaka

1. Hosnor Chotimah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, membahas skripsi tentang “Ritual Tradisi Nyadar dan

Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” 8

Dalam skripsinya Hosnor Chotimah membahas bagaimana Ritual Tradisi

Nyadar terbentuk dan bagaimana prosesi pelaksanaannya. Adapun tradisi nyadar

merupakan adat istiadat untuk mengingatkan kembali warga Pinggirpas

khususnya atas jasa-jasa “Anggasuto” yakni leluhur yang pertama kali menemukan garam di daerah Pinggirpas Madura. Selain itu membahas tentang

pelaksanaannya yang terjadi sebanyak tiga kali dalam setahun. Menurut Hosnor

tradisi Nyadar merupakan bentuk penghormatan pada Anggasuto yang dianggap

sebagai leluhur dan memberikan kehidupan yang layak bagi Desa Pinggirpas yang

awalnya tidak memiliki potensi apapun karena pinggirpas adalah daerah pesisir

pantai yang tandus. Dengan penghormatan diyakini desanya akan selalu diberi

keberkahan sehingga sangat memberikan pengaruh dan dampak positif bagi warga

pinggirpas baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan agama.

Chotimah sangat menekankan penelitiannya pada ritual tradisinya, namun

keadaan masyarakatnya maupun sosiologisnya tidak dilakukan secara mendalam,

8

Hosnor chotimah, “Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” (Skripsi, fakultas Ushuludin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah

(15)

5 sedangkan metodologi yang digunakan adalah dengan memakai penelitian

kualitatif dengan metode deskriptif.

2. Nunung Nurhamidah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi tentang “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran)”.9

Dalam skripsi ini, Nunung Nurhamidah membahas tentang tradisi ritual

hajat laut pantai selatan yang diadakan tiap tahun di Desa Pananjung

Pangandaran. Tradisi ritual hajat Laut pantai selatan ini merupakan penghormatan

bagi Nyi Ratu Roro Kidul yang dianggap sebagai penguasa Laut Pantai Selatan.

Nurhamidah mencoba mengkaitkannya dengan agama yang banyak dianut oleh

masyarakat Pananjung yaitu Islam, apakah tradisi tersebut bertolak belakang

dengan ajaran agama Islam. Dia membahas juga tentang etos yang khas dan

menarik baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya dan sifat kekerabatannya.

Namun pemaparannya lebih banyak dilihat dari segi agama di bandingkan dari

segi sosiologisnya.

Metodologi yang digunakannya menggunakan penelitian kualitatif dengan

metode deskriptif. Walaupun bertentangan dengan ajaran agama namun peneliti

berharap tradisi ritual hajat laut pantai selatan ini tetap dilestarikan melihat dari

segi budaya dan pariwisatanya.

9

(16)

6 3. Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan

Gondomanan Yogyakarta). Skripsi Ina Indrawati Sosiologi Agama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.10

Dalam skripsinya Indrawati menjelaskan tentang sekaten yang merupakan

perayaan yang dirayakan oleh masyarakat di sekitar keraton Ngayogyakarta

Hadiningrat Yogyakarta dan Kraton Surakarta Hadiningrat Solo. Perayaan

Sekaten dilaksanakan tanggal 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan maulid

nabi Muhammad SAW. Sebelum puncak pelaksanaan yang ditandai dengan

ditempatkannya gamelan kraton di depan masjid Agung, diselenggarakan pasar

malam di alun-alun utara kraton. Pada acara puncak masyarakat baik dari dalam

kota maupun luar kota, memperebutkan gunungan yang telah diberi doa oleh amir

masjid Agung. Gunungan tersebut terdiri dari hasil pertanian.

Dalam penelitian ini Indrawati tidak memaparkan tentang dampak sosial

dari aktivitas Ritual dari perayaan sekaten terhadap masyarakat, baik dari segi

ekonomi, sosial maupun budaya. Dia hanya memaparkan tentang pengalaman

keagamaannya saja. Metode yang digunakan penulis adalah metode lapangan

(field research).

4. Tradisi Nyumbang Dalam Masyarakat Desa Tamantirto ditulis oleh : Ari Prasetiyo, FISIP-UI Program Studi : Ilmu Sosiologi Tahun : 2003.

10

Ina Indrawati “Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan

Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan

(17)

7 Dalam masyarakat Desa Tamantirto, terdapat suatu bentuk gotong-royong

yang disebut dengan tradisi nyumbang yang dilaksanakan ketika ada warga

masyarakat yang mengadakan hajatan/selamatan. Hubungan timbal-balik

(reciprocity) yang terjadi dalam tradisi nyumbang tersebut dimaksudkan sebagai

bentuk tolong-menolong dengan alasan adanya kepentingan yang sama dalam

hidup bermasyarakat, yang mana sebenarnya mereka sadar bahwa hidup mereka

tergantung pada orang lain. Hubungan timbal.-balik ini berlangsung

terus-menerus, silih-berganti, berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain.

Seiring dengan perkembangan jaman tentulah akan diikuti oleh

perkembangan atau perubahan dari kebudayaan suatu masyarakat, begitu juga

dengan tradisi nyumbang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti

menangkap adanya perubahan berkaitan dengan tradisi tersebut, yaitu bahwa

tradisi nyumbang berubah menjadi semacam kewajiban yang mau tidak mau harus

dilaksanakan oleh masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut,

penelitian ini membahas mengenai bagaimana sistem tukar-menukar dalam tradisi

nyumbang yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tamantirto sebagai suatu

masyarakat transisi, mengapa masyarakat Desa Tamantirto masih mau

melaksanakan tradisi nyumbang walaupun mereka sudah merasa keberatan

dengan tradisi nyumbang, bagaimana perubahan sosial yang terjadi dalam

masyarakat Desa Tamantirto, apa pengaruh perubahan sosial masyarakat tersebut

(18)

8 ada persamaan dan perbedaan antara sistem tukar-menukar yang terjadi dalam

potlatch11 dan tradisi nyumbang.

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teori

pertukaran. Inti dari teori pertukaran adalah bahwa manusia merupakan mahluk

yang mencari keuntungan (benefit) dan menghindari biaya (cost). Sistem

tukar-menukar yang terjadi dalam tradisi nyumbang juga mengingatkan kita pada

penelitian yang dilakukan oleh Marcel Mauss mengenai potlatch yaitu sistem

tukar-menukar yang terjadi dalam masyarakat kuno/arkaik. Untuk itu, penelitian

ini juga akan membahas mengenai persamaan serta perbedaan antara potlatch dan

tradisi nyumbang.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data

dilakukan dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) terhadap

informan serta pengamatan langsung di lapangan. Informan-informan tersebut

mewakili warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat Desa

Tamantirto. Dalam rangka lebih memperkuat basil wawancara mendalam, juga

dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang perwakilan

masyarakat baik laki-laki atau perempuan, masing-masing kelompok berjumlah

enam orang. Selain itu, penelitian ini juga didukung dengan data-data sekunder

berupa studi literatur/dokumentasi.

11

(19)

9 Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata telah terjadi perubahan

berkaitan dengan tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang yang pada hakekatnya

merupakan bentuk tolong-menolong antar warga masyarakat yang tentunya

didasari oleh perasaan ikhlas serta azas sukarela, ternyata tradisi nyumbang

tersebut berubah menjadi suatu kewajiban yang mau tidak mau harus

dilaksanakan atau dipenuhi, sehingga muncul kesan adanya unsur keterpaksaan.

Hal tersebut diperparah lagi dengan banyaknya hajatan/selamatan yang

mengiringi daur hidup kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat aktivitas

sumbang menyumbang. Dengan adanya tradisi nyumbang tersebut ternyata malah

memberatkan serta merepotkan masyarakat. Akan tetapi, walaupun tradisi tersebut

memberatkan masyarakat, sangatlah susah untuk merubahnya. Hal tersebut antara

lain disebabkan oleh adanya kontrol sosial yang kuat berupa gunjingan serta

penilaian negatif bagi warga masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi

nyumbang, juga sangat berkaitan dengan gengsi atau martabat. Temuan lain

adalah adanya hubungan persamaan antara tradisi nyumbang dan potlatch.12

Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi Kontribusi Tradisi Lokal

Terhadap Solidaritas Masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea

Indramyu) mencoba meneliti bagaimana proses tradisi yang setiap tahunnya

dilaksanakan, selain itu akan dibahas aspek sosiologis dari tradisi Ngarot tersebut

apakah memiliki pengaruh terhadap berlangsungnya tradisi dan ketika tradisi

12

(20)

10 mulai luntur apakah aspek sosiologisnya akan tetap berlangsung dan terjaga.

Aspek sosiologis tersebut saya tekankan pada nilai solidaritas masyarakatnya,

apakah dengan adanya tradisi masyarakat masih mampu hidup bersama-sama dan

mampu bergotong royong jika dihadapkan pada pengaruh modernisasi yang

didukung oleh kemajuan tekhnologi yang pesat sehingga informasi dari kota

menuju desa sangat cepat, sedangkan karakteristik masyarakat kota cenderung

bersifat individualis. Apakah teori solidaritas mekanik yang didasarkan pada

kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan tidak bisa

berkembang di dalam masyarakat desa Lelea bisa berlaku.

Di lihat dari skripsi dan penelitian diatas, tidak banyak yang melakukan

penelitian tentang tradisi yang dikaitkan dengan solidaritas masyarakat. Skripsi

Hosnor Chotimah dan Nunung Nurhamidah lebih menenkankan pada prosesi

tradisinya saja sedangkan aspek sosiologisnya hanya dibahas sangat sedikit,

bahkan Nunung Nurhamidah lebih mengaitkan ke aspek agama. Skripsi Ina

Indrawati yang membahas tentang perayaan sekaten lebih membahas pada aspek

keberagamaannya, berbeda dengan penelitian etnografi dari Ari Prasetyo yang

membahas tentang tradisi nyumbang di desa Tamantirto, Ari Prasetyo banyak

sekali mengaitkan tradisi dengan aspek-aspek sosiologis seperti hubungan timbal

balik masyarakat, perubahan sosial dan kontrol sosial.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, untuk menghindari pembahasan yang melebar

(21)

11 masalah pada hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Ngarot dan solidaritas

masyarakat.

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

1. Apakah pengaruh tradisi Ngarot terhadap solidaritas masyarakat di Desa

Lelea Indramayu?

2. Bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot?

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah

1. Untuk mengetahui pengaruh tradisi Ngarot terhadap tingkat solidaritas masyarakat di Desa Lelea Indramayu.

2. Mengetahui bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot.

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan

dan menambah literatur ilmu pengetahuan tentang Tradisi Ngarot di desa Lelea

Indramayu bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah

(22)

12 E. Metodologi Penelitian

1. Metodologi Penelitian

Dalam pembahasan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan untuk

menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam

penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode

deskriptif. Kualitatif di sini, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari si pelaku yang sedang diamati. Di

samping itu teknik pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah mengambil

studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan

sosial termasuk manusia didalamnya.13

Kirk dan Millir mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi

tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada

pengamatan kepada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan

orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.14

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini dari masyarakat desa Lelea Kabupaten

Indramayu adalah :

b. Kepala Desa Lelea yaitu Bapak Warson

c. Ketua Pelaksana upacara tradisi Ngarot yaitu Bapak H. Edy Iriana

13

Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997),h. 3

14

(23)

13 d. Pamong Desa yaitu Bapak SAGI

e. Warga yaitu Bapak Kaswara

f. Warga yaitu Bapak WARKAN

g. Warga yaitu Bapak SARDIAN

h. Warga yaitu Ibu Ida

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi, untuk mengamati dan mengumpulkan data tentang proses upacara

Ngarot serta pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat Desa Lelea

Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

b. Wawancara adalah suatu mengajukan pertanyaan langsung kepada informan

atau narasumber tentang bagaimana proses upacara tradisi Ngarot serta

pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang

akan diajukan dipersiapkan lebih dahulu dan diarahkan kepada

informasi-informasi untuk topik yang akan digarap.15

Adapun model wawancara yang penulis akan gunakan adalah wawancara

bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara

terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang

hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.16

15

Gorys Keraaf, Komposisi, (NTT: Nusa Indah, 1994)h. 161

16

(24)

14 4. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dengan analisis data secara kualitatif.

Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun penelitian

kepustakaan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, sehingga data itu dapat

dimengerti. Dengan demikian penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan

kepada orang lain. Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih di lapangan

dan setelah data terkumpul. Peneliti menganalisis data-data sepanjang penelitian

dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penulisan. Data-data

tersebut bisa berupa informasi-informasi dari masyarakat setempat, tokoh

masyarakat dan lain sebagainya.

Selanjutnya dalam teknik penulisan skripsi, pedoman yang penulis

kedepankan adalah sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah yang telah

tertulis pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang

diterbitkan oleh Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, terdiri dari lima bab, yang setiap bab terdiri

dari beberapa sub bab, yaitu:

Penulisan skripsi ini diawali dengan bab I yang berisikan Pendahuluan

yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan

dan manfaat penulisan, metode penelitian, dan kajian teori tentang pengertian

Tradisi, pengertian solidaritas, bentuk-bentuk solidaritas dan sistematika

(25)

15 Sedangkan dalam bab II membahas tentang kajian teori tradisi Ngarot dari

dinas pendidikan kabupaten Indramayu, kemudian dari segi pengertian tradisi

yang dikutip dari buku, diantaranya kamus sosiologi, dan dari Van Peursen. Teori

sosiologi Emilie Durkheim tentang solidaritas Mekanik dan solidaritas Organik.

Berbeda halnya dengan bab II yang lebih mengarah pada kajian-kajian

teoritis, dalam bab III menjelaskan tentang gambaran umum masyarakat Lelea,

dilihat dari letak geografis dan keadaan masyarakatnya; baik bidang sosial, bidang

ekonomi ataupun bidang agama.

Adapun inti atau isi pembahasan secara keseluruhan dapat dilihat dalam

bab IV Analisis kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat meliputi

studi kasus di desa Lelea Indramayu yakni gambaran umum tradisi ngarot

menjelaskan bagaimana terjadinya tradisi Ngarot yang berkaitan dengan

permohonan agar diberi kelancaran pada awal musim tanam padi di wilayah Lelea

Indramayu. Pembahasan selanjutnya tentang prosesi dan pelaksanaan tradisi

Ngarot dimana pelaksanaan tradisi Ngarot pada bulan Desember, minggu ketiga

dan jatuh pada hari rabu dan wajib dilaksanakan pada tiap tahunnya. Adapun inti

pelaksanaannya terbagi atas beberapa tahapan pertama peserta dikumpulkan di

rumah kepala desa, kedua setelah para peserta berkeliling desa dikumpulkan di

balai desa kemudian tahapan terakhir prosesi penyerahan peralatan pertanian

kepada para kasinoman. Lalu pembahasan tentang tujuan dan manfaat tradisi

ngarot yang memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat. Pembahasan

yang terakhir yaitu pengaruh dan dampak dari pelaksanaan tradisi ngarot terhadap

(26)

16 kekerabatan antar warga masyarakat juga memiliki nilai-nilai yang sama atau

kewajiban moral untuk memenuhi harapan bersama.

Dan tulisan ini diakhiri dengan bab V yang menjelaskan tentang

kesimpulan dan saran daripada penulisan kajian skripsi ini. Penulis menyarankan

agar tradisi Ngarot ini tetap dilestarikan karena memiliki potensi pariwisata selain

itu perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi

(27)

17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tradisi Lokal

1. Pengertian Tradisi

Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai

segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.1 Tradisi dalam kamus

antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat

magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,

norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian

menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau

perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.2 Sedangkan dalam kamus sosiologi,

diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat

dipelihara.3

Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun

dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala

kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang

tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan

obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup

pula.4 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah dan

kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru

dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam

1

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 1088

2

Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4

3

Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459

4

(28)

18 keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang

dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.5

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki

pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa tata kemasyarakatan

keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada

generasi berikutnya. Sering proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama

sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim

dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada

kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah misalnya yang dipakai

dengan sendirinya pada dasarnya diambil dari sejarah yang panjang tetapi bila

tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa

kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan

hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi

tujuan dalam dirinya sendiri.6

Tradisi (al-thurats) sendiri bila mengutip Hassan Hanafi merupakan

khazanah kejiwaan (makhzun al-nafs) yang menjadi pedoman dan peranti dalam

membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat

material dan imaterial yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran

yang progresif dan transformatif. Karena itu, ada penghargaan, pembelaan,

bahkan pembakuan atas tradisi.7

5

Van Peursen, Sosiologi Kebudayaan (Jakarta: Kanisius, 1976), h.11

6

Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Vol 6.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve) h. 3608

7

(29)

19 Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat

berubah sepanjang zaman. Di bawah pengertian serba tetap inilah timbul adat

tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit

dari satu ke lain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar

dan pengertian yang serba tetap.8

2. Fungsi Tradisi

Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin

tradition”, yang artinya kabar, penerusan.9 Hal ini atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan,

keyakinan dan lain sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya

pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa

dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana

hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja.

Memang, tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi.

Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat

setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan

masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera

merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan

sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam

masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram

8

Muhammad Quthub, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,(Bandung: Mizan, 1984), h. 16

9

(30)

20 dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya

secara mutlak.

Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam

tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk

upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya,

sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan

kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang

dikatakan oleh Nottingham sebagai berikut:

1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kemungkinan agama memasukkan pengaruh saklar ke dalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.

2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi pada saat yang sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain, pada aktifitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokusnya utamanya pada pengintergasian tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.10

10

(31)

21 Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat, tradisi merupakan

sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat. Tradisi bukan hanya

sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan,

tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting.

B. Solidaritas Sosial

1. Pengertian Solidaritas Sosial

Secara terminologis kata “solidaritas” berasal dari bahasa latin solidus “solid”. Kata ini dipakai dalam sistem sosial yang berhubungan dengan integritas

kemasyarakatan melalui kerjasama dan keterlibatan yang satu dengan yang

lainnya. Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat berimplikasi pada

kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dalam hukum Romawi

dikatakan bahwa solidaritas menunjuk pada idiom “semua untuk masing-masing dan masing-masing untuk semua”. Tidak jauh dari hukum Romawi, bangsa Prancis mengaplikasikan terminologi solidaritas pada keharmonisan sosial,

persatuan nasional dan kelas dalam masyarakat. Begitupun di Inggris kata

solidaritas bermakna keterpaduan suatu kelompok interest dan dan

tanggungjawab.11

Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antar individu

dan atau kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasarkan

pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh

pengalaman bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual

11

(32)

22 yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu

mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsesus terhadap

prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.12

Istilah lain yang juga memiliki arti yang sama dengan solidaritas adalah

“asabiah”. Dalam karakteristik tertentu konsep asabiah sering diartikan juga sebagai keketatan hubungan seseorang dengan golongan atau grupnya dan

berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya serta ta’asub terhadap

prinsip-prinsipnya. Sedangkan T. Kemiri menerangkan bahwa konsep “asabiah” itu

merupakan konsep nasionalisme dalam arti yang luas. Sementara itu, konsep

asabiah tersebut oleh Mukti Ali diterjemahkan sebagai solidaritas sosial.13

Secara sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok, dengan

pengertian manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Di manapun

manusia berada dia pasti memerlukan bantuan dari orang lain, secara alami

manusia akhirnya terbentuk bermacam-macam kelompok sosial (social group)

diantara individu manusia mulai dari terkecil sampai yang terbesar. Aneka ragam

kelompok tersebut dapat terwujud dalam keluarga, organisasi-organisasi,

perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Dengan adanya bermacam-macam

kelompok maka terciptalah aneka hubungan antar individu satu dengan yang

lainnya, menurut Von Wiese, ada empat macam hubungan dalam masyarakat

12

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z Lawang (Jakarta: PT. Gramedia,1998) h. 35.

13

(33)

23 yang bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori, keempat tipe hubungan

tersebut adalah sebagai berikut:14

1. Hubungan yang sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif (alasan

atas mana suatu tindakan diambil) dan penyelenggaraan atau tindakan

bersatu padu.

2. Hubungan yang tidak sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif dan

tindakan bertentangan.

3. Hubungan terbuka, ialah hubungan yang tidak tertutup oleh hubungan

yang lain atau tiada terdapat hubungan lain yang disembunyikan.

4. Hubungan berkedok, yaitu hubungan yang sifatnya tidak tegas karena

tertutup dengan adanya hubungan yang lain sehingga menutup maksud

hubungan yang sebenarnya.

2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial

Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan masyarakat di mana

keteraturan dan keseimbangan hidup setiap individu masyarakat telah terjalin.

Dilihat dari struktur masyarakatnya, jenis solidaritas yang ada pada masyarakat

menurut durkheim dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni solidaritas

mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu

kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas

kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada setiap

anggota warga masyarakat, suatu solidaritas yang tergantung pada

14

(34)

24 individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola

normatif yang sama pula.15

Berbeda dengan tipikal solidaritas mekanik, yakni solidaritas organik

adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang

tinggi akibat dari adanya spesialisasi dalam hal pembagian kerja. Kuatnya

solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat restitutif

(memulihkan). Hukum restitutive ini berfungsi untuk mempertahankan dan

melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu

yang terspesialisasi.16

Ibnu khaldun yakin bahwa motor penggerak di belakang jatuh bangunnya

peradaban adalah ashabiyyah. Dalam ruang lingkup metodologinya, ashabiyyah

merupakan kunci alat analisanya. Secara harfiah, ashabiyyah berarti rasa

kelompok (group feeling), solidaritas kelompok, dan kesadaran kelompok. Bagi

Ibnu khaldun, ashabiyyah merupakan bentuk rasa pertemanan (an associative

sentiment): menyatunya tujuan dan masyarakat untuk kepentingan-kepentingan

sosial, ekonomi dan orang-orang, walaupun tidak ada pengorganisasian secara

sosial dan politik ia tetap bisa bertahan.17

Faktor-faktor yang membentuk ashabiyyah menurut Ibnu Khaldun yaitu:

a. Kekuasaan, potensi dan keefektivan ashabiyyah sampai yang

sedemikian besar, tergantung pada bagaimana kekuasaan itu diatur

15

Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, h. 183

16

Ibid, h. 184

17

(35)

25 dalam masyarakat dan kemampuan orang-orang yang memegang

kekuasaan dalam menyatukan kesatuan kelompok.

b. Pimpinan, pemimpin mampu memberi inspirasi bagi orang-orang dan

kebijaksanaan terhadap orang-orang mampu menentukan perluasan

ashabiyyah.

c. Agama, Ibnu Khaldun menilai agama dan kekuatan ideologi mampu

menyatukan pikiran dan tindakan diantara penganutnya. Selain itu

agama juga sebagai faktor yang kuat untuk individu bersosialisai.18

C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial

Suatu tradisi yang berkembang di suatu wilayah tertentu merupakan

representasi budaya yang memiliki fungsi aktual sebagai wahana untuk

membangun karakter, mengembangkan solidaritas dan mendukung kebudayaan.

Kesuksesan upacara yang dilaksanakan dalam tradisi di dukung oleh nilai-nilai

sosial dan kebersamaan masyarakat didalamnya, selama masyarakat masih

bersifat saling menolong dan bergotong royong dalam menangani permasalahan

yang menjadi kepentingan bersama.

Persoalan solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang

dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep

solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya

integrasi sosial (social integration) dan kekompakan sosial. Secara sederhana,

fenomena solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar

individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan

18

(36)

26 yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.19

Suatu kelompok masyarakat dapat menjadi kuat ikatan solidaritasnya bila

memiliki kesamaan agama, suku, budaya, kepentingan, dan falsafah hidup.

Solidaritas juga bisa terjadi bila semua anggota kelompok masyarakat dilibatkan

dalam kegiatan yang mengharuskan mereka berinteraksi dan bekerjasama untuk

mencapai satu tujuan yang sama.20 Hal tersebut sesuai dengan solidaritas mekanik

Emile Durkheim yang dicirikan dengan kesadaran kolektif atau solidaritas

kelompok yang kuat. Saat solidaritas mekanik menjadi basis utama bagi persatuan

sosial, kesadaran kolektif seutuhnya menutupi kesadaran individu dan oleh karena

itu individu-individu itu dianggap memiliki identitas yang sama.

Solidaritas mekanik masyarakat desa Lelea dibuktikan dengan adanya rasa

saling memiliki dan mencoba memperbaiki kekurangan dari setiap pelaksanaan

upacara tradisi ngarot, dengan alasan masyarakat sebagian besar memiliki

pekerjaan yang sama sebagai petani dengan gotong royong dan sukarela selalu

melaksanakan dan melestarikan kebudayaan. Masyarakat sangat dipercaya akan

upacara tradisi ngarot akan membawa keberkahan bagi masyarakat di dalamnya.

Pengalaman emosional seperti ini yang membuat solidaritas masyarakat tetap

terjaga dan sifat individual seakan tidak bisa berkembang di dalamnya.

19

Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986) h. 81-125

20 Ayu Wijayanti, “Solidaritas Sosial Ethnis TIONGHOA Dalam Pelaksanaan Upacara

(37)

27 Seringkali kita terjebak dalam pemahaman yang kurang tepat dalam

menafsirkan kebudayaan tradisi. Kebudayaan tradisi sering kita klaim sebagai

sesuatu yang statis, mistis dan mitologis. Kita sering tidak menyadari, kebudayaan

tradisi pun berkembang meskipun sangat lambat dan dalam kurun waktu yang

lama. Kita juga sering beranggapan, bahwa kebudayaan tradisi dan kebudayaan

yang modern; yang lama dan yang baru sebagai fenomena yang lain sama sekali.

Kita sering tidak menyadari pula bahwa yang baru adalah kelanjutan atau

penyempurnaan dari yang lama.

Tradisi merupakan kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif sebuah

masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu memperlancar

perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak

menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama

di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan

mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan

hidup manusia akan menjadi biadab.21

Dengan kesadaran kolektif dalam menjalankan suatu tradisi, masyarakat

desa Lelea mampu mengembangkan potensi tradisi yang di dalamnya banyak

mengandung makna kebersamaan, saling tolong menolong hingga tingkat

solidaritas masyarakat kuat.

21

(38)

28

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini, penulis mencoba menggambarkan objek kajian penelitian

untuk memberikan penjelasan awal mengenai objek kajian yang berkaitan dengan

judul skripsi ini. Baik itu berdasarkan letak geografisnya maupun keadaan

masyarakatnya.

Setelah penulis mengamati secara langsung kondisi daerah penelitian,

yakni desa Lelea, dapat digambarkan bahwa desa ini memiliki tipologi daerah

yang terdapat banyak persawahan. Persawahan ini menghasilkan padi bahkan

menjadi salah satu lumbung padi untuk daerah Indramayu. Hal ini pula yang

melatarbelakangi adanya tradisi Ngarot. Dengan demikian letak Geografis Desa

Lelea sangat mempengaruhi bidang-bidang kehidupan masyarakat Lelea, baik itu

dari bidang sosial, pendidikan, ekonomi, maupun agama. Oleh karenanya penulis

akan menguraikan hal tersebut berikut ini.

1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu

Secara administratif Desa Lelea termasuk ke dalam Kecamatan Lelea.

Kecamatan Lelea terdiri dari 11 desa, yakni desa Tunggal Payung, desa Tugu,

desa Tempel, desa Pengauban, desa Telagasari, desa Langgengsari, desa taman

(39)

29 Desa Lelea adalah salah satu desa di Kecamatan Lelea, Desa Lelea terletak

di pesisir pantai utara Indramayu berjarak 504 Km dari kota Jakarta, dari Kota

Bandung sebagai Ibukota Provinsi berjarak 184 Km, desa Lelea memiliki luas

wilayah 460.154 Ha. Dengan batasan-batasan sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Larangan Kec. Lohbener

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pengauban Kec. Lelea

Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tamansari kec. Lelea

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Cempeh Kec. Lelea

Secara geografis desa Lelea terdiri dari Tanah Sawah 406.015 Ha, dan

Tanah Darat 54.139 Ha. Tanah darat terdiri dari perumahan/bangunan,

pemakaman, tegalan/kebun, termasuk juga jalan raya, lapangan olah raga,

tempat-tempat ibadah (masjid dan mushola), dan sarana pendidikan. Sedangkan yang

termasuk tanah sawah merupakan sawah tadah hujan.

Desa Lelea memilki tiga Rw dan delapan belas Rt, pemerintahan desa

memiliki struktur organisasi dan tata kerja Desa Lelea adalah sebagai berikut :

Kuwu ( Kepala Desa), Jurutulis (Sekretaris Desa), Bendahara, Tata Usaha,

Kliwon, Lurah Desa, Raksa Bumi (pengurus Sawah), Lebe (Pengurus pernikahan),

dan Bekel (Kepala Blok). Dapat dilihat pada bagan struktur organisasi di bawah

(40)

30

Struktur Organisasi Desa Lelea Indramayu

Secara topografi keadaan topografis desa Lelea adalah daerah pantai landai

dengan ketinggian 12 m dari permukaan laut. Desa Lelea beriklim tropis dengan

kelembaban (RH) 80%. Curah hujan rata-rata 137mm/bulan. Dengan curah hujan

terbasah 364 mm/bulan, dan curah hujan terkering 35 mm/bulan. Bulan kering

rata-rata per tahun jatuh pada bulan Desember sampai Februari, dengan suhu

minimum 24°C- 27°C.1

2. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Desa Lelea bulan Desember 2010 adalah 4.240 jiwa,

2.109 laki-laki, 2.131 perempuan. Gambaran lebih rinci mengenai keadaan

penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :

1

Data Monograft, Desa lelea, Kecamatan Lelea, Indramayu, Bulan Desember -2009 Kepala Desa (Kuwu)

Jurutulis (Sekertaris Desa)

Raksa Bumi (Pengurus Sawah)

Lebe (Pengurus Pernikahan)

Bendahara

Kliwon

Tata Usaha

Lurah

(41)

31

Tabel 1

Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010

Gambaran data penduduk berdasarkan usia desa Lelea Indramayu dapat

dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2

Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010

NO Jenis Kelamin Jumlah %

1 Laki-Laki 2.109 Jiwa 49,75

2 Perempuan 2.131 Jiwa 50,25

(42)

32 Berikut ini adalah penjelasan data penduduk desa Lelea berdasarkan usia,

usia 0 – 9 tahun sampai dengan usia lebih dari 59 tahun. Usia 0-9 tahun sebanyak 620 orang, usia 10-19 tahun sebanyak 733 orang, usia 20 – 29 sebanyak 775 orang, usia 30 – 39 tahun sebanyak 475 orang, usia 40 – 49 tahun sebanyak 662, usia 50 – 58 tahun sebanyak 450 orang, dan usia lebih dari 59 tahun sebanyak 525 orang.

Mengenai keadaan penduduk di Desa Lelea, penulis akan mencoba

menguraikannya dari beberapa bidang kehidupan penduduk setempat berikut ini:

a. Bidang Sosial

Keterikatan masyarakat desa Lelea antara warga satu dengan warga

lainnya masih sangat kental, keterikatannya itu ditandai dengan tetap

berlangsungnya tradisi ngarot yang melibatkan banyak pihak, selain pemerintah

desa, warga juga turut berpartisipasi atas tradisi tersebut.

Kesan masyarakat Indramayu yang suka tawuran seakan terkikis karena

masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya hidup rukun, tenang dan tentram.

Penulis melihat adanya kesan antar masyarakat yang saling tolong menolong,

gotong royong dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, tingkat

solidaritasnya sangat tinggi diantara warga. Selain itu segala bentuk acara yang

ada di masyarakat desa pasti selalu memberikan sumbangan berbentuk beras,

mulai dari menikah, tujuh bulanan, melahirkan, hingga khitanan.

Walaupun masyarakat Desa Lelea sudah mulai mengalami perubahan

(43)

33 adat istiadat desa yang berlaku. Satu sama lain saling mengenal, sifat

individualisme masyarakat tidak berlaku, jika terjadi masalah masyarakat

berusaha menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Hal ini tercermin dalam

persiapan pelaksanaan tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lelea.

Mulai dari pelaksanaan mengenai penetapan waktu pelaksanaan, melakukan

koordinasi antara pihak pemerintah Desa Lelea dengan masyarakat, karena

terlaksananya tradisi harus ada kerjasama diantara keduanya.

Untuk mendukung tugas pemerintahan, desa Lelea memiliki fasilitas

umum yaitu Kantor Pemerintahan Desa 1 buah, Posyandu 7 buah, Poskamling 7

buah. selain itu sarana dalam bidang pendidikan desa Lelea memiliki 2 Taman

Kanak-kanak/MDA, 2 Sekolah SD, 1 sekolah SMP. Lebih jelas dapat diuraikan

dalam tabel 4 dibawah ini :

Tabel 3

Fasilitas Umum Desa Lelea

NO Fasilitas Umum Jumlah Bangunan

1.

(44)

34 Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan dalam bidang sosial,

masyarakat Desa Lelea merasakan adanya pemersatu dan satu tujuan yaitu

menyukseskan acara tahunan yaitu Tradisi Ngarot. Dengan suksesnya Tradisi

Ngarot masyarakat dengan suka rela bergotong-royong, bekerjasama, dan

solidaritas yang diberikan oleh warga sangat tinggi. Oleh karena itu dengan

adanya Tradisi Ngarot dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas

terhadap sesama tetap terjaga diantara warga Desa Lelea.

b. Bidang Ekonomi

Keadaan ekonomi masyarakat Desa Lelea secara umum lebih banyak

mengandalkan sektor pertanian yaitu tanam padi. Pola perekonomian masyarakat

Desa Lelea bergantung pada tanah yang mereka miliki, hasil dari pengolahan

tanah yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat yaitu dikonsumsi dan

dijual untuk biaya hidup mereka sehari-hari hal ini terjadi secara turun temurun.

Tersedianya hamparan sawah yang menjadi faktor utama masyarakat lebih

mengandalkan dalam sektor pertanian, di samping itu keahlian dan pendidikan

yang relatif rendah menjadikan sawah sebagai mata pencaharian yang utama.

(45)

35

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel diatas menjelaskan Petani/pemilik sawah terdapat 1.767 orang,

pedagang sebanyak 579 orang, Buruh Tani 769 orang, PNS 59 orang, POLRI/TNI

19 orang dan Jasa sebanyak 1.049. Hal diatas membuktikan Petani/Pemilik sawah

sangat mendominasi dikarenakan masyarakat yang memiliki sawah secara turun

temurun dan sangat jarang sekali diperjual belikan. Pedagang menempati posisi

kedua setelah Petani karena mereka yang tidak memiliki keterampilan atau lahan

sawah. Sedangkan PNS dan POLRI/TNI jumlahnya sangat sedikit. Hal ini

menandakan masyarakat belum merasa tertarik pada bidang pekerjaan formal,

tenaga-tenaga guru dan petugas pemerintahan desa pun diisi orang dari luar desa

Lelea.

Adapun pendapatan perkapita masyarakat Desa Lelea berdasarkan data

statistik pada tahun 2009 adalah Rp. 1.000.000 perkapita, dengan produksi padi

sebagai sumber utama masyarakat Desa Lelea. Bila dibandingkan antara

Petani/pemilik sawah dan Buruh tani.

Sektor jasa dan perdagangan pun ikut menunjang perekonomian warga

(46)

36 desa lainnya dan juga karena terdapat pasar tradisonal yang paling besar

dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Lelea. Hal ini merupakan

keuntungan bagi warga desa karena warga yang tidak memiliki lahan sawah dan

keterampilan dalam bidang pertanian maupun lainnya bisa berdagang.

Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Lelea

menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bersifat formal, kedua

informal dan ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal

mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti

PNS dan POLRI/TNI. Lalu perekonomian yang bersifat informal yaitu Pedagang

dan Jasa, kemudian yang bersifat tradisional adalah Petani dan Buruh Tani.

c. Bidang Pendidikan

Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem

pendidikan nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah

menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang

pendidikan dasar tanpa memungut biaya, Penyelenggaraan program wajib belajar

pendidikan dasar 9 tahun merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di

Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).

Pemerintah menginginkan pendidikan merata hingga mencapai desa-desa maupun

dusun-dusun terpencil, hingga pemerintah membuat program pendidikan wajib

belajar 9 tahun. Berkaitan dengan program pendidikan yang digalakkan oleh

(47)

37 Walaupun letak desa Lelea jauh dari pusat kota namun kesadaran

masyarakat akan pendidikan yang lebih atas sangat tinggi. Masyarakat sudah

menyadari pentingnya pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rincian tabel 6

berikut:

sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel 6 menjelaskan tentang Data Penduduk menurut Pendidikan, Tidak

Sekolah sebanyak 884 Jiwa, yang Tidak Tamat SD 540 Jiwa, Tamat SD 1220

Jiwa, Tamat SMP 809 Jiwa, sedangkan Tamat SMA 734 Jiwa dan Tamat

Akademi/Perguruan Tinggi 53 Jiwa

Masyarakat Desa Lelea setidaknya memiliki 53 orang yang telah lulus

dari Perguruan Tinggi maupun Akademi, dan 734 orang yang melanjutkan ke

(48)

38 di kalangan orang tua dan lanjut usia, karena keterbatasan ekonomi hingga banyak

yang tidak tamat SD bahkan tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Untuk

melihat komposisi pendidikan berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 7 berikut:

Tabel 6

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Tabel 7 menjelaskan Data komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia, 00-03

Tahun sebanyak 248 Jiwa, 04-06 Tahun sebanyak 429 Jiwa, 07-12 Tahun

sebanyak 574 Jiwa, 13-15 Tahun 431 Jiwa, 16-18 Tahun sebanyak 482 Jiwa, 19

Tahun keatas 2.076 Jiwa. Banyaknya usia 19 Tahun ke atas menandakan

kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tinggi.

Di Kecamatan Lelea khususnya Desa Lelea pendidikan formal belum

(49)

39 SMA maupun Akademi harus pergi ke kabupaten yang jaraknya cukup jauh dan

harus ditempuh dengan kendaraan. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan

banyaknya anak-anak mengalami putus sekolah.

d. Bidang Agama

Jika dilihat dari keberagamaan Masyarakat desa Lelea mayoritas

masyarakatnya menganut agama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam

namun kegiatan Agamanya kurang menonjol dilihat dari sedikitnya kegiatan

keagamaan yang dilakukan oleh warganya. Perlu pula dikemukakan meskipun

agama Islam sangat mendominasi perkembangan agama di desa ini namun

pengaruh agama Hindu-Budha masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari

masyarakat yang sering menyediakan kemenyan pada malam Jumat dan

sesajen-sesajen lainnya.

Mengenai sarana peribadatan tercatat di Desa Lelea terdapat masjid 1 buah

dan mushola 10 buah. Selain itu terdapat Taman Pendidikan Agama dan Majlis

Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya sore hari yaitu

ba’da Ashar dan setelah Sholat Magrib. Sarana Ibadah dapat dilihat tabel 8

berikut:

Tabel 8 Sarana Ibadah

NO Sarana Ibadah Jumlah

(50)

40

2 Mushola 10 buah

Jumlah 11 buah

Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010

Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama

dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam

menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum.

Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi

integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim

di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai

peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk

mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu

generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya

aturan masyarakat yang bersangkutan”.2

2

(51)

41 BAB IV

ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL (TRADISI NGAROT) TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT

A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot

Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot

merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan

sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk

penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol.

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan

menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini

dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di

dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan

menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :

1. Sejarah Tradisi Ngarot

Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan,

sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa

dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot

sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan

sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk

melaksanakannya.1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan

1Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot

(52)

42 masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur

mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya

sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah

kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan

sawah dengan luas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk

berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya,

sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),

ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka

yang sedang berlatih mengolah sawah itu.

Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi

Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100

m2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk

berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya,

sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),

ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka

yang sedang berlatih mengolah sawah itu.2

Pemberian sawah seluas 26.100 m2 tersebut, disambut baik oleh pemuda

dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan

menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan

jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku

Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen

Gambar

GAMBARAN UMUM  LOKASI PENELITIAN
Tabel 1 Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 3 Fasilitas Umum Desa Lelea
tabel 5 : Tabel 4
+5

Referensi

Dokumen terkait

Makna yang dipadukan dengan warna merah dan kuning memiliki makna tersendiri melalui pandangan dari orang Manado, Tionghoa dan Batak' Orang Manado mengatakan"

Tahapan eval- uasi ini bertujuan untuk mengumpulkan beberapa informasi diantaranya ( 1 ) untuk induk sapi, dihitung angka S/C, PPE, jarak beranak, panen pedet yang diperoleh

Menurut WHO, Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru- paru dan ditularkan melalui

Kebutuhan peraturan daerah yang dibutuhkan untuk mendukung penyusunan dan pelaksanaan RPIJM antara lain berkaitan dengan pemantapan tugas dan fungsi masing-masing

Dalam artikel yang terbit pada kamis, 27 April 2017 pukul 05.24 dengan judul DPR ngotot hak angket e-KTP pada alinea pertama yang ditulis oleh tribunnews.com

1(. Sebuah ledakan terjadi pada daerah industry perkebunan yang melibatkan 4 orang korban luka. Korban manakah kondisi tersebut yang harus perawat putuskan untuk dibawa ke rumah

Perintah produksi ini biasanya diberikan oleh manajer produksi sebagai akibat adanya order penjualan, kebutuhan akan persediaan, dan lain-lain. Dalam perintah produksi

Limbah cair industri karet hasil koagulasi-flokulasi dengan konsentrasi koagulan PAC 100 mg/l limbah cair dengan kecepatan pengadukan 200 rpm selama 5 menit untuk