KONTRIBUSI TRADISI LOKAL TERHADAP SOLIDARITAS
MASYARAKAT
(Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu)
Disusun Oleh: Nama: HAMMIDAH
NIM: 106032201087
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
ABSTRAK
Di Kabupaten Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot. Pelaksanaan tradisi Ngarot dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat desa Lelea. Kata Ngarot berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya membersihkan diri dari noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu. Pelaksanaan tradisi Ngarot sangat erat kaitannya dengan proses solidaritas masyarakat yang berkembang di desa Lelea, antara tradisi Ngarot dengan tingkat solidaritas dalam suatu masyarakat ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa solidaritas yang kuat.
Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode deskriptif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan dampak dari tradisi Ngarot jelas sangat positif, selain masyarakat mengesampingkan segala kepentingan pribadi, masyarakat juga dengan sifat sosial yang mereka miliki merasa tradisi Ngarot adalah barang berharga masyarakat desa Lelea hingga mereka dengan secara sukarela membantu dan melestarikan tradisi Ngarot. Dengan adanya tradisi Ngarot tersebut perubahan-perubahan solidaritas sosial yang diakibatkan dari kehidupan modernitas baik dari faktor tingkat pendidikan yang semakin tinggi, perubahan gaya hidup dan tingkat sosial, maupun sikap egoistik atau mementingkan diri sendiri maupun kelompoknya seakan tidak berlaku dalam tradisi masyarakat desa Lelea, dilihat masih terus dilaksanakannya ritual tradisi Ngarot.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Ilahi, atas berkah dan rahmatnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa shalawat beriring salam juga penulis
persembahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Dengan perlahan tapi pasti, akhirnya penulis berhasil menyelesaikan
skripsi ini guna untuk memenuhi persyaratan meraih gelar Sarjana Sosial di
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah
Jakarta dalam bidang Sosiologi.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada yang mulia Ibunda (Hj.
Mamduha) dan Ayahanda (H. Abdul Ajid) sebagai tanda bakti seorang anak.
Terima kasih yang sangat juga saya persembahkan untuk kakanda (MUH.
Nasirudin dan MOCH. Ansor). Mereka yang selalu memberikan bantuan baik
moril dan materil serta doa yang tiada putusnya, yang menjadi motivasi terbesar
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Selanjutnya penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah ikut membantu proses
penyelesaian skripsi ini. Terutama sekali kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Bachtiar Effendi, MA, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
2. Bapak Prof. Dr. M. Bambang Pranowo, selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahannya sehingga terselesaikannya skripsi
ini.
3. Ibu Dzuriatun Toyibah, MA dan Ibu Iim Halimatusa’diyah, MA, Tim DPS
(Dewan Pertimbangan Skripsi) atas segala arahan dan masukannya.
4. Bapak Dr. Zulkifli dan Saifudin Asrori, M.Si, selaku tim penguji pada sidang
munaqasah tanggal 18 Agustus 2011.
5. Joharotul Jamilah, Msi, selaku Sekertaris Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Bapak H. Edy Iriana, Sekertaris Desa Lelea dan masyarakat desa Lelea yang
telah banyak meluangkan waktunya membantu penulis dalam mengumpulkan
data-data.
8. Teman-teman angkatan 2006 Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.
9. Untuk teman dan sahabatku Ba’arvah Kahfina, Azharina Rizqi, Siti Syofah,
Rahmi Garnasih, phanca W. R, dan Muh. Al Aufar yang selalu membantu
dan bersenda gurau bersama. Pengalaman bersama terlalu berharga
dilewatkan bersama kalian.
10. Sahabat-sahabatku Nila Paragusta, Rani Agni, Rohmatan, dan Anah
11. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah membantu dalm
penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini merupakan karya yang masih jauh dari kata
sempurna. Namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan karya
ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang
berkepentingan. Terima kasih
Ciputat, Juli 2011
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..………… i
DAFTAR ISI……….……..…..… iv
BAB I : PENDAHULUAN……….…..……... 1
A. Latar Belakang Masalah……….……….... 1
B. Tinjauan Pustaka………...….………... 4
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah……...……... 10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………….…...….. 11
E. Metodologi Penelitian……….……….. 12
F. Sistematika Penulisan………... 14
BAB II : KAJIAN TEORI ………..………...……… 17
A. Tradisi Lokal... 17
1. Pengertian Tradisi..……… 17
2. Fungsi Tradisi………. 19
B. Solidaritas sosial……… 21
1. Pengertian Solidaritas Sosial……….. 21
2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial.………. 23
C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial………….. 25
BAB III
:
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN…….. 281. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu……… 28
2. Keadaan Penduduk………... 30
a. Bidang Sosial……….. 32
b. Bidang Ekonomi………. 34
d. Bidang Agama………...… 39
BAB IV : ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI LOKAL TRADISI NGAROT TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT……… 41
A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot ……… 41
1. Sejarah Tradisi Ngarot………. 41
2. Prosesi dan Pelaksanaan Upacara Tradisi Ngarot……….. 44
a. Persiapan Pelaksanaan……….. 44
b. Pelaksanaan Prosesi Upacara Tradisi Ngarot……….. 46
B. Tujuan dan Manfaat dari Tradisi Ngarot…………. 48
C. Pengaruh Tradisi Ngarot Terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat.……….……..……… 50
D. Dampak Tradisi Ngarot Terhadap Solidaritas Masyarakat Desa Lelea….……...……… 55
BAB V : PENUTUP………..……… 58
A. Kesimpulan……….. 58
B. Saran……… 60
DAFTAR PUSTAKA……….. 61
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tradisi dalam kamus Antropologi sama dengan adat istiadat, yakni
kebiasaan yang bersifat magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang
meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling
berkaitan, dan kemudian menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan
untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.1
Sedangkan dalam kamus sosiologi, tradisi diartikan sebagai adat istiadat dan
kepercayaan yang secara turun temurun dapat dipelihara.2
Adapun menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi kebudayaan
dirumuskan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya
masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebendaan
jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan
masyarakat.3 Berkaitan dengan kebudayaan, Bangsa Indonesia pada hakikatnya
memiliki kekayaan budaya yang sangat heterogen, karena corak masyarakatnya
yang multi etnis, agama, kepercayaan, dan lain sebagainya. Di Kabupaten
Indramayu tepatnya di desa Lelea, terdapat tradisi budaya lokal yang menjadi bagian dari
budaya nasional yang dikenal dengan tradisi Ngarot.
1
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4
2
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459
3
2 Tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat desa Lelea berhubungan
erat dengan leluhur mereka, Ki Buyut Kapol yang dianggap sebagai ahli fikir,
pemersatu kawula muda dan generasi tua. Kepeduliannya terhadap
pemuda-pemudi desa ditunjukkan dengan memberikan lahan sawah untuk belajar bercocok
tanam, hingga para pemuda pemudi tersebut memiliki keterampilan sehingga dia
kemudian diangkat menjadi tokoh masyarakat yang disegani.4
Yang menarik dari tradisi Ngarot ini adalah peserta pemuda-pemudi
diharuskan perawan dan perjaka. Sang perawan memakai kebaya, selendang, dan
perhiasan emas, selain itu sebagai tutup kepala dihiasi berbagai jenis
bunga-bungaan seperti kenanga, melati, cempaka, dan kembang kertas. Lalu jejaka
memakai baju komboran hitam dan celana pangsit. Dalam prosesinya tradisi
Ngarot diiringi oleh kesenian tradisional seperti seni topeng, ronggeng ketuk, reog
dan juga sampyong.5
Para pemuda pemudi peserta Ngarot akan diserahi tugas pekerjaan dalam
pembangunan di bidang pertanian, dalam bentuk turun ke sawah, bekerja dan
mengolah sawah bersama-sama, bergotong-royong saling bahu membahu secara
sukarela. Tujuan dari tradisi Ngarot tersebut adalah untuk membina pergaulan
yang sehat, memupuk rasa persatuan dan kesatuan di kalangan para pemuda dan
masyarakat. Dengan tradisi demikian diharapkan pemuda dan masyarakat mampu
hidup bersama dan berinteraksi, sehingga timbul rasa kebersamaan di antara
mereka.
4
H.A. Dasuki, sejarah Indramayu, (Indramayu: Depdikbud, 1977), h. 323
5
3 Rasa solidaritas merupakan suatu keadaan hubungan antara individu dan
atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut
bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas
menekankan pada keadaan hubungan antara individu dan kelompok dan
mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung nilai-nilai
moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari
hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga
memperkuat hubungan antara mereka. Solidaritas semacam ini dapat bertahan
lama dan jauh dari bahaya konflik, karena ikatan utama masyarakatnya adalah
kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral. Hal ini sering disebut
sebagai solidaritas mekanik.6
Solidaritas mekanik menurut Durkheim didasarkan pada kesadaran
kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan hingga individualitas
masyarakat tidak bisa berkembang. Indikator yang jelas dalam solidaritas mekanik
adalah ruang lingkup dan hukum yang menekan.7
Melihat keterikatan antara tradisi lokal dengan tingkat solidaritas dalam
suatu masyarakat, seperti uraian diatas, ikatan utama suatu masyarakat adalah
kepercayaan bersama, cita-cita, dan komitmen moral sehingga menciptakan rasa
solidaritas yang kuat. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik dan mencoba
mengangkatnya dalam sebuah skripsi, yakni Kontribusi Tradisi Lokal
6
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z. Lawang (Jakarta: PT. Gramedia, 1998) h. 182.
7
4 Terhadap Solidaritas masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea Indramayu).
B. Tinjauan Pustaka
1. Hosnor Chotimah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, membahas skripsi tentang “Ritual Tradisi Nyadar dan
Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” 8
Dalam skripsinya Hosnor Chotimah membahas bagaimana Ritual Tradisi
Nyadar terbentuk dan bagaimana prosesi pelaksanaannya. Adapun tradisi nyadar
merupakan adat istiadat untuk mengingatkan kembali warga Pinggirpas
khususnya atas jasa-jasa “Anggasuto” yakni leluhur yang pertama kali menemukan garam di daerah Pinggirpas Madura. Selain itu membahas tentang
pelaksanaannya yang terjadi sebanyak tiga kali dalam setahun. Menurut Hosnor
tradisi Nyadar merupakan bentuk penghormatan pada Anggasuto yang dianggap
sebagai leluhur dan memberikan kehidupan yang layak bagi Desa Pinggirpas yang
awalnya tidak memiliki potensi apapun karena pinggirpas adalah daerah pesisir
pantai yang tandus. Dengan penghormatan diyakini desanya akan selalu diberi
keberkahan sehingga sangat memberikan pengaruh dan dampak positif bagi warga
pinggirpas baik dalam bidang sosial, pendidikan, ekonomi dan agama.
Chotimah sangat menekankan penelitiannya pada ritual tradisinya, namun
keadaan masyarakatnya maupun sosiologisnya tidak dilakukan secara mendalam,
8
Hosnor chotimah, “Ritual Tradisi Nyadar dan Pengaruhnya Bagi Kehidupan Sosial Warga Desa Pinggirpas di Madura” (Skripsi, fakultas Ushuludin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah
5 sedangkan metodologi yang digunakan adalah dengan memakai penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif.
2. Nunung Nurhamidah dari Program Studi Sosiologi Agama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menulis skripsi tentang “ Tradisi Ritual Hajat Laut pantai Selatan ( Studi Kasus Di Desa Pananjung Pangandaran)”.9
Dalam skripsi ini, Nunung Nurhamidah membahas tentang tradisi ritual
hajat laut pantai selatan yang diadakan tiap tahun di Desa Pananjung
Pangandaran. Tradisi ritual hajat Laut pantai selatan ini merupakan penghormatan
bagi Nyi Ratu Roro Kidul yang dianggap sebagai penguasa Laut Pantai Selatan.
Nurhamidah mencoba mengkaitkannya dengan agama yang banyak dianut oleh
masyarakat Pananjung yaitu Islam, apakah tradisi tersebut bertolak belakang
dengan ajaran agama Islam. Dia membahas juga tentang etos yang khas dan
menarik baik dari segi sosial, ekonomi, maupun budaya dan sifat kekerabatannya.
Namun pemaparannya lebih banyak dilihat dari segi agama di bandingkan dari
segi sosiologisnya.
Metodologi yang digunakannya menggunakan penelitian kualitatif dengan
metode deskriptif. Walaupun bertentangan dengan ajaran agama namun peneliti
berharap tradisi ritual hajat laut pantai selatan ini tetap dilestarikan melihat dari
segi budaya dan pariwisatanya.
9
6 3. Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan
Gondomanan Yogyakarta). Skripsi Ina Indrawati Sosiologi Agama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.10
Dalam skripsinya Indrawati menjelaskan tentang sekaten yang merupakan
perayaan yang dirayakan oleh masyarakat di sekitar keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat Yogyakarta dan Kraton Surakarta Hadiningrat Solo. Perayaan
Sekaten dilaksanakan tanggal 12 Rabiul Awwal atau bertepatan dengan maulid
nabi Muhammad SAW. Sebelum puncak pelaksanaan yang ditandai dengan
ditempatkannya gamelan kraton di depan masjid Agung, diselenggarakan pasar
malam di alun-alun utara kraton. Pada acara puncak masyarakat baik dari dalam
kota maupun luar kota, memperebutkan gunungan yang telah diberi doa oleh amir
masjid Agung. Gunungan tersebut terdiri dari hasil pertanian.
Dalam penelitian ini Indrawati tidak memaparkan tentang dampak sosial
dari aktivitas Ritual dari perayaan sekaten terhadap masyarakat, baik dari segi
ekonomi, sosial maupun budaya. Dia hanya memaparkan tentang pengalaman
keagamaannya saja. Metode yang digunakan penulis adalah metode lapangan
(field research).
4. Tradisi Nyumbang Dalam Masyarakat Desa Tamantirto ditulis oleh : Ari Prasetiyo, FISIP-UI Program Studi : Ilmu Sosiologi Tahun : 2003.
10
Ina Indrawati “Aktivitas Ritual dan Pengalaman Keberagamaan Dalam Perayaan
Sekaten (Studi Kasus Masyarakat di Kauman kelurahan Ngupasan kecamatan Gondomanan
7 Dalam masyarakat Desa Tamantirto, terdapat suatu bentuk gotong-royong
yang disebut dengan tradisi nyumbang yang dilaksanakan ketika ada warga
masyarakat yang mengadakan hajatan/selamatan. Hubungan timbal-balik
(reciprocity) yang terjadi dalam tradisi nyumbang tersebut dimaksudkan sebagai
bentuk tolong-menolong dengan alasan adanya kepentingan yang sama dalam
hidup bermasyarakat, yang mana sebenarnya mereka sadar bahwa hidup mereka
tergantung pada orang lain. Hubungan timbal.-balik ini berlangsung
terus-menerus, silih-berganti, berjalan dari satu generasi ke generasi yang lain.
Seiring dengan perkembangan jaman tentulah akan diikuti oleh
perkembangan atau perubahan dari kebudayaan suatu masyarakat, begitu juga
dengan tradisi nyumbang. Berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti
menangkap adanya perubahan berkaitan dengan tradisi tersebut, yaitu bahwa
tradisi nyumbang berubah menjadi semacam kewajiban yang mau tidak mau harus
dilaksanakan oleh masyarakat. Berkaitan dengan permasalahan tersebut,
penelitian ini membahas mengenai bagaimana sistem tukar-menukar dalam tradisi
nyumbang yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Tamantirto sebagai suatu
masyarakat transisi, mengapa masyarakat Desa Tamantirto masih mau
melaksanakan tradisi nyumbang walaupun mereka sudah merasa keberatan
dengan tradisi nyumbang, bagaimana perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat Desa Tamantirto, apa pengaruh perubahan sosial masyarakat tersebut
8 ada persamaan dan perbedaan antara sistem tukar-menukar yang terjadi dalam
potlatch11 dan tradisi nyumbang.
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan teori
pertukaran. Inti dari teori pertukaran adalah bahwa manusia merupakan mahluk
yang mencari keuntungan (benefit) dan menghindari biaya (cost). Sistem
tukar-menukar yang terjadi dalam tradisi nyumbang juga mengingatkan kita pada
penelitian yang dilakukan oleh Marcel Mauss mengenai potlatch yaitu sistem
tukar-menukar yang terjadi dalam masyarakat kuno/arkaik. Untuk itu, penelitian
ini juga akan membahas mengenai persamaan serta perbedaan antara potlatch dan
tradisi nyumbang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data
dilakukan dengan metode wawancara mendalam (in depth interview) terhadap
informan serta pengamatan langsung di lapangan. Informan-informan tersebut
mewakili warga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, serta aparat Desa
Tamantirto. Dalam rangka lebih memperkuat basil wawancara mendalam, juga
dilakukan Focus Group Discussion (FGD) yang mengundang perwakilan
masyarakat baik laki-laki atau perempuan, masing-masing kelompok berjumlah
enam orang. Selain itu, penelitian ini juga didukung dengan data-data sekunder
berupa studi literatur/dokumentasi.
11
9 Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ternyata telah terjadi perubahan
berkaitan dengan tradisi nyumbang. Tradisi nyumbang yang pada hakekatnya
merupakan bentuk tolong-menolong antar warga masyarakat yang tentunya
didasari oleh perasaan ikhlas serta azas sukarela, ternyata tradisi nyumbang
tersebut berubah menjadi suatu kewajiban yang mau tidak mau harus
dilaksanakan atau dipenuhi, sehingga muncul kesan adanya unsur keterpaksaan.
Hal tersebut diperparah lagi dengan banyaknya hajatan/selamatan yang
mengiringi daur hidup kehidupan masyarakat yang di dalamnya terdapat aktivitas
sumbang menyumbang. Dengan adanya tradisi nyumbang tersebut ternyata malah
memberatkan serta merepotkan masyarakat. Akan tetapi, walaupun tradisi tersebut
memberatkan masyarakat, sangatlah susah untuk merubahnya. Hal tersebut antara
lain disebabkan oleh adanya kontrol sosial yang kuat berupa gunjingan serta
penilaian negatif bagi warga masyarakat yang tidak melaksanakan tradisi
nyumbang, juga sangat berkaitan dengan gengsi atau martabat. Temuan lain
adalah adanya hubungan persamaan antara tradisi nyumbang dan potlatch.12
Penelitian yang akan dibahas dalam skripsi Kontribusi Tradisi Lokal
Terhadap Solidaritas Masyarakat (Studi Kasus Tradisi Ngarot di Desa Lelea
Indramyu) mencoba meneliti bagaimana proses tradisi yang setiap tahunnya
dilaksanakan, selain itu akan dibahas aspek sosiologis dari tradisi Ngarot tersebut
apakah memiliki pengaruh terhadap berlangsungnya tradisi dan ketika tradisi
12
10 mulai luntur apakah aspek sosiologisnya akan tetap berlangsung dan terjaga.
Aspek sosiologis tersebut saya tekankan pada nilai solidaritas masyarakatnya,
apakah dengan adanya tradisi masyarakat masih mampu hidup bersama-sama dan
mampu bergotong royong jika dihadapkan pada pengaruh modernisasi yang
didukung oleh kemajuan tekhnologi yang pesat sehingga informasi dari kota
menuju desa sangat cepat, sedangkan karakteristik masyarakat kota cenderung
bersifat individualis. Apakah teori solidaritas mekanik yang didasarkan pada
kesadaran kolektif yaitu rasa totalitas kepercayaan kebersamaan tidak bisa
berkembang di dalam masyarakat desa Lelea bisa berlaku.
Di lihat dari skripsi dan penelitian diatas, tidak banyak yang melakukan
penelitian tentang tradisi yang dikaitkan dengan solidaritas masyarakat. Skripsi
Hosnor Chotimah dan Nunung Nurhamidah lebih menenkankan pada prosesi
tradisinya saja sedangkan aspek sosiologisnya hanya dibahas sangat sedikit,
bahkan Nunung Nurhamidah lebih mengaitkan ke aspek agama. Skripsi Ina
Indrawati yang membahas tentang perayaan sekaten lebih membahas pada aspek
keberagamaannya, berbeda dengan penelitian etnografi dari Ari Prasetyo yang
membahas tentang tradisi nyumbang di desa Tamantirto, Ari Prasetyo banyak
sekali mengaitkan tradisi dengan aspek-aspek sosiologis seperti hubungan timbal
balik masyarakat, perubahan sosial dan kontrol sosial.
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, untuk menghindari pembahasan yang melebar
11 masalah pada hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Ngarot dan solidaritas
masyarakat.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah pengaruh tradisi Ngarot terhadap solidaritas masyarakat di Desa
Lelea Indramayu?
2. Bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot?
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah
1. Untuk mengetahui pengaruh tradisi Ngarot terhadap tingkat solidaritas masyarakat di Desa Lelea Indramayu.
2. Mengetahui bagaimana proses dan pelaksanaan upacara Ngarot.
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan sumbangan
dan menambah literatur ilmu pengetahuan tentang Tradisi Ngarot di desa Lelea
Indramayu bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah
12 E. Metodologi Penelitian
1. Metodologi Penelitian
Dalam pembahasan skripsi ini, metode penelitian yang digunakan untuk
menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi dalam
penelitian adalah dengan melakukan penelitian jenis kualitatif dengan metode
deskriptif. Kualitatif di sini, merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari si pelaku yang sedang diamati. Di
samping itu teknik pendekatan yang digunakan penelitian ini adalah mengambil
studi kasus, yaitu bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek lingkungan
sosial termasuk manusia didalamnya.13
Kirk dan Millir mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan kepada manusia dan kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya.14
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini dari masyarakat desa Lelea Kabupaten
Indramayu adalah :
b. Kepala Desa Lelea yaitu Bapak Warson
c. Ketua Pelaksana upacara tradisi Ngarot yaitu Bapak H. Edy Iriana
13
Lexy J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997),h. 3
14
13 d. Pamong Desa yaitu Bapak SAGI
e. Warga yaitu Bapak Kaswara
f. Warga yaitu Bapak WARKAN
g. Warga yaitu Bapak SARDIAN
h. Warga yaitu Ibu Ida
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi, untuk mengamati dan mengumpulkan data tentang proses upacara
Ngarot serta pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat Desa Lelea
Kabupaten Indramayu Jawa Barat.
b. Wawancara adalah suatu mengajukan pertanyaan langsung kepada informan
atau narasumber tentang bagaimana proses upacara tradisi Ngarot serta
pengaruhnya terhadap solidaritas masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang
akan diajukan dipersiapkan lebih dahulu dan diarahkan kepada
informasi-informasi untuk topik yang akan digarap.15
Adapun model wawancara yang penulis akan gunakan adalah wawancara
bebas terpimpin, yaitu kombinasi antara wawancara bebas dan wawancara
terpimpin. Dalam pelaksanaannya, pewawancara membawa pedoman yang
hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.16
15
Gorys Keraaf, Komposisi, (NTT: Nusa Indah, 1994)h. 161
16
14 4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dengan analisis data secara kualitatif.
Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, maupun penelitian
kepustakaan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, sehingga data itu dapat
dimengerti. Dengan demikian penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan
kepada orang lain. Pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih di lapangan
dan setelah data terkumpul. Peneliti menganalisis data-data sepanjang penelitian
dan dilakukan secara terus menerus dari awal sampai akhir penulisan. Data-data
tersebut bisa berupa informasi-informasi dari masyarakat setempat, tokoh
masyarakat dan lain sebagainya.
Selanjutnya dalam teknik penulisan skripsi, pedoman yang penulis
kedepankan adalah sesuai dengan kaidah-kaidah penulisan ilmiah yang telah
tertulis pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi yang
diterbitkan oleh Fakultas Ushuludin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini, terdiri dari lima bab, yang setiap bab terdiri
dari beberapa sub bab, yaitu:
Penulisan skripsi ini diawali dengan bab I yang berisikan Pendahuluan
yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penulisan, metode penelitian, dan kajian teori tentang pengertian
Tradisi, pengertian solidaritas, bentuk-bentuk solidaritas dan sistematika
15 Sedangkan dalam bab II membahas tentang kajian teori tradisi Ngarot dari
dinas pendidikan kabupaten Indramayu, kemudian dari segi pengertian tradisi
yang dikutip dari buku, diantaranya kamus sosiologi, dan dari Van Peursen. Teori
sosiologi Emilie Durkheim tentang solidaritas Mekanik dan solidaritas Organik.
Berbeda halnya dengan bab II yang lebih mengarah pada kajian-kajian
teoritis, dalam bab III menjelaskan tentang gambaran umum masyarakat Lelea,
dilihat dari letak geografis dan keadaan masyarakatnya; baik bidang sosial, bidang
ekonomi ataupun bidang agama.
Adapun inti atau isi pembahasan secara keseluruhan dapat dilihat dalam
bab IV Analisis kontribusi tradisi lokal terhadap solidaritas masyarakat meliputi
studi kasus di desa Lelea Indramayu yakni gambaran umum tradisi ngarot
menjelaskan bagaimana terjadinya tradisi Ngarot yang berkaitan dengan
permohonan agar diberi kelancaran pada awal musim tanam padi di wilayah Lelea
Indramayu. Pembahasan selanjutnya tentang prosesi dan pelaksanaan tradisi
Ngarot dimana pelaksanaan tradisi Ngarot pada bulan Desember, minggu ketiga
dan jatuh pada hari rabu dan wajib dilaksanakan pada tiap tahunnya. Adapun inti
pelaksanaannya terbagi atas beberapa tahapan pertama peserta dikumpulkan di
rumah kepala desa, kedua setelah para peserta berkeliling desa dikumpulkan di
balai desa kemudian tahapan terakhir prosesi penyerahan peralatan pertanian
kepada para kasinoman. Lalu pembahasan tentang tujuan dan manfaat tradisi
ngarot yang memiliki tujuan awal membina pergaulan yang sehat. Pembahasan
yang terakhir yaitu pengaruh dan dampak dari pelaksanaan tradisi ngarot terhadap
16 kekerabatan antar warga masyarakat juga memiliki nilai-nilai yang sama atau
kewajiban moral untuk memenuhi harapan bersama.
Dan tulisan ini diakhiri dengan bab V yang menjelaskan tentang
kesimpulan dan saran daripada penulisan kajian skripsi ini. Penulis menyarankan
agar tradisi Ngarot ini tetap dilestarikan karena memiliki potensi pariwisata selain
itu perlu adanya pertimbangan logis dalam melakukan ritual tradisi Ngarot, jadi
17 BAB II KAJIAN TEORI A. Tradisi Lokal
1. Pengertian Tradisi
Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia dipahami sebagai
segala sesuatu yang turun temurun dari nenek moyang.1 Tradisi dalam kamus
antropologi sama dengan adat istiadat, yakni kebiasaan yang bersifat
magis-religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya,
norma-norma, hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian
menjadi suatu sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau
perbuatan manusia dalam kehidupan sosial.2 Sedangkan dalam kamus sosiologi,
diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun temurun dapat
dipelihara.3
Tradisi juga dapat dikatakan sebagai suatu kebiasaan yang turun temurun
dalam sebuah masyarakat, dengan sifatnya yang luas tradisi bisa meliputi segala
kompleks kehidupan, sehingga tidak mudah disisihkan dengan perincian yang
tepat dan pasti, terutama sulit diperlakukan serupa atau mirip, karena tradisi bukan
obyek yang mati, melainkan alat yang hidup untuk melayani manusia yang hidup
pula.4 Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah dan
kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru
dipadukan dengan keanekaragaman perbuatan manusia dan diangkat dalam
1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 1088
2
Ariyono dan Aminudin Siregar, Kamus Antropologi (Jakarta: Akademika Pressindo, 1985), h. 4
3
Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), h. 459
4
18 keseluruhannya karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga yang
dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.5
Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki
pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat, bahasa tata kemasyarakatan
keyakinan dan sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya pada
generasi berikutnya. Sering proses penerusan terjadi tanpa dipertanyakan sama
sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup dimana hal-hal yang telah lazim
dianggap benar dan lebih baik diambil alih begitu saja. Memang tidak ada
kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah misalnya yang dipakai
dengan sendirinya pada dasarnya diambil dari sejarah yang panjang tetapi bila
tradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah dipertanyakan maka masa
kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan
hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi
tujuan dalam dirinya sendiri.6
Tradisi (al-thurats) sendiri bila mengutip Hassan Hanafi merupakan
khazanah kejiwaan (makhzun al-nafs) yang menjadi pedoman dan peranti dalam
membentuk masyarakat. Tradisi merupakan khazanah pemikiran yang bersifat
material dan imaterial yang biasa dikembangkan untuk melahirkan pemikiran
yang progresif dan transformatif. Karena itu, ada penghargaan, pembelaan,
bahkan pembakuan atas tradisi.7
5
Van Peursen, Sosiologi Kebudayaan (Jakarta: Kanisius, 1976), h.11
6
Hassan Sadily, Ensiklopedia Indonesia, Vol 6.(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve) h. 3608
7
19 Tsabat atau sifat tetap adalah pokok kehidupan, dan intinya tidak dapat
berubah sepanjang zaman. Di bawah pengertian serba tetap inilah timbul adat
tradisi yang diwariskan turun temurun secara tetap. Berubah sedikit demi sedikit
dari satu ke lain generasi, akan tetapi pada umumnya tradisi itu mempunyai dasar
dan pengertian yang serba tetap.8
2. Fungsi Tradisi
Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin
“tradition”, yang artinya kabar, penerusan.9 Hal ini atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan,
keyakinan dan lain sebagainya, maupun proses penyerahan atau penerusannya
pada generasi berikutnya. Sering kali proses penerusan terjadi tanpa
dipertanyakan sama sekali, khususnya dalam masyarakat tertutup. Di mana
hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih begitu saja.
Memang, tidak ada kehidupan manusia tanpa tradisi.
Tradisi banyak mempunyai fungsi dan kekuatan dalam masyarakat
setempat baik di bidang spiritual maupun materiil. Karena dalam kehidupan
masyarakat upaya manusia untuk menciptakan rasa aman, tentram dan sejahtera
merupakan simbolisasi dalam rantai kehidupan agar tercipta tindakan-tindakan
sosial yang teratur dalam masyarakatnya. Tradisi keagamaan sebagai unsur dalam
masyarakat dapat memberi peranan positif dalam menciptakan rasa aman, tentram
8
Muhammad Quthub, Islam di Tengah Pertarungan Tradisi,(Bandung: Mizan, 1984), h. 16
9
20 dan kesejahteraan selama masyarakat dan individu itu menyakini kebenarannya
secara mutlak.
Seperti diketahui Indonesia yang multi etnik mempunyai macam-macam
tradisi yang berlandaskan pada simbol keagamaan yang ditransfer dalam bentuk
upacara ataupun ritual yang melambangkan kesakralan dalam pemaknaannya,
sehingga menjadikan tradisi tadi diakui dan diyakini mempunyai manfaat dan
kebaikan baik bagi individu ataupun bagi masyarakat. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Nottingham sebagai berikut:
1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai saklar. Tipe masyarakat ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga keluarga, agama menjadi fokus utama bagi pengintergasian dan persatuan masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, kemungkinan agama memasukkan pengaruh saklar ke dalam sistem nilai-nilai masyarakat sangat mutlak.
2. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang. Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih dari tinggi dari tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Tetapi pada saat yang sama, lingkungan yang saklar dan yang sekuler sedikit-banyak masih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan yang lain, pada aktifitas sehari-hari, agama kurang mendukung. Agama hanya mendukung masalah istiadat saja. Nilai-nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokusnya utamanya pada pengintergasian tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai konsekuensi penting bagi agama. Salah satu akibatnya, anggota masyarakat semakin terbiasa dengan penggunaan empiris yang berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah-masalah kemanusiaan sehingga lingkungan yang bersifat sekuler semakin meluas.10
10
21 Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat, tradisi merupakan
sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat. Tradisi bukan hanya
sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan,
tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting.
B. Solidaritas Sosial
1. Pengertian Solidaritas Sosial
Secara terminologis kata “solidaritas” berasal dari bahasa latin solidus “solid”. Kata ini dipakai dalam sistem sosial yang berhubungan dengan integritas
kemasyarakatan melalui kerjasama dan keterlibatan yang satu dengan yang
lainnya. Bentuk dari solidaritas dalam kehidupan masyarakat berimplikasi pada
kekompakan dan keterikatan dari bagian-bagian yang ada. Dalam hukum Romawi
dikatakan bahwa solidaritas menunjuk pada idiom “semua untuk masing-masing dan masing-masing untuk semua”. Tidak jauh dari hukum Romawi, bangsa Prancis mengaplikasikan terminologi solidaritas pada keharmonisan sosial,
persatuan nasional dan kelas dalam masyarakat. Begitupun di Inggris kata
solidaritas bermakna keterpaduan suatu kelompok interest dan dan
tanggungjawab.11
Solidaritas sosial menunjuk pada satu keadaan hubungan antar individu
dan atau kelompok yang ada pada suatu komunitas masyarakat yang didasarkan
pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang diperkuat oleh
pengalaman bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual
11
22 yang dibuat atas persetujuan rasional, karena hubungan-hubungan serupa itu
mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat atau derajat konsesus terhadap
prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kontrak itu.12
Istilah lain yang juga memiliki arti yang sama dengan solidaritas adalah
“asabiah”. Dalam karakteristik tertentu konsep asabiah sering diartikan juga sebagai keketatan hubungan seseorang dengan golongan atau grupnya dan
berusaha sekuat tenaga untuk menolongnya serta ta’asub terhadap
prinsip-prinsipnya. Sedangkan T. Kemiri menerangkan bahwa konsep “asabiah” itu
merupakan konsep nasionalisme dalam arti yang luas. Sementara itu, konsep
asabiah tersebut oleh Mukti Ali diterjemahkan sebagai solidaritas sosial.13
Secara sosiologis manusia adalah makhluk yang berkelompok, dengan
pengertian manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Di manapun
manusia berada dia pasti memerlukan bantuan dari orang lain, secara alami
manusia akhirnya terbentuk bermacam-macam kelompok sosial (social group)
diantara individu manusia mulai dari terkecil sampai yang terbesar. Aneka ragam
kelompok tersebut dapat terwujud dalam keluarga, organisasi-organisasi,
perkumpulan-perkumpulan dan sebagainya. Dengan adanya bermacam-macam
kelompok maka terciptalah aneka hubungan antar individu satu dengan yang
lainnya, menurut Von Wiese, ada empat macam hubungan dalam masyarakat
12
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z Lawang (Jakarta: PT. Gramedia,1998) h. 35.
13
23 yang bisa diklasifikasikan ke dalam empat kategori, keempat tipe hubungan
tersebut adalah sebagai berikut:14
1. Hubungan yang sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif (alasan
atas mana suatu tindakan diambil) dan penyelenggaraan atau tindakan
bersatu padu.
2. Hubungan yang tidak sesungguhnya, yaitu hubungan dimana motif dan
tindakan bertentangan.
3. Hubungan terbuka, ialah hubungan yang tidak tertutup oleh hubungan
yang lain atau tiada terdapat hubungan lain yang disembunyikan.
4. Hubungan berkedok, yaitu hubungan yang sifatnya tidak tegas karena
tertutup dengan adanya hubungan yang lain sehingga menutup maksud
hubungan yang sebenarnya.
2. Bentuk-Bentuk Solidaritas Sosial
Solidaritas sosial merupakan suatu keadaan masyarakat di mana
keteraturan dan keseimbangan hidup setiap individu masyarakat telah terjalin.
Dilihat dari struktur masyarakatnya, jenis solidaritas yang ada pada masyarakat
menurut durkheim dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yakni solidaritas
mekanik dan solidaritas organik. Solidaritas mekanik didasarkan pada suatu
kesadaran kolektif bersama, yang menunjuk pada totalitas
kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada setiap
anggota warga masyarakat, suatu solidaritas yang tergantung pada
14
24 individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola
normatif yang sama pula.15
Berbeda dengan tipikal solidaritas mekanik, yakni solidaritas organik
adalah tipe solidaritas yang didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang
tinggi akibat dari adanya spesialisasi dalam hal pembagian kerja. Kuatnya
solidaritas organik ditandai oleh pentingnya hukum yang bersifat restitutif
(memulihkan). Hukum restitutive ini berfungsi untuk mempertahankan dan
melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara berbagai individu
yang terspesialisasi.16
Ibnu khaldun yakin bahwa motor penggerak di belakang jatuh bangunnya
peradaban adalah ashabiyyah. Dalam ruang lingkup metodologinya, ashabiyyah
merupakan kunci alat analisanya. Secara harfiah, ashabiyyah berarti rasa
kelompok (group feeling), solidaritas kelompok, dan kesadaran kelompok. Bagi
Ibnu khaldun, ashabiyyah merupakan bentuk rasa pertemanan (an associative
sentiment): menyatunya tujuan dan masyarakat untuk kepentingan-kepentingan
sosial, ekonomi dan orang-orang, walaupun tidak ada pengorganisasian secara
sosial dan politik ia tetap bisa bertahan.17
Faktor-faktor yang membentuk ashabiyyah menurut Ibnu Khaldun yaitu:
a. Kekuasaan, potensi dan keefektivan ashabiyyah sampai yang
sedemikian besar, tergantung pada bagaimana kekuasaan itu diatur
15
Doyle Paul Jhonson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, h. 183
16
Ibid, h. 184
17
25 dalam masyarakat dan kemampuan orang-orang yang memegang
kekuasaan dalam menyatukan kesatuan kelompok.
b. Pimpinan, pemimpin mampu memberi inspirasi bagi orang-orang dan
kebijaksanaan terhadap orang-orang mampu menentukan perluasan
ashabiyyah.
c. Agama, Ibnu Khaldun menilai agama dan kekuatan ideologi mampu
menyatukan pikiran dan tindakan diantara penganutnya. Selain itu
agama juga sebagai faktor yang kuat untuk individu bersosialisai.18
C. Hubungan Tradisi dan Solidaritas Sosial
Suatu tradisi yang berkembang di suatu wilayah tertentu merupakan
representasi budaya yang memiliki fungsi aktual sebagai wahana untuk
membangun karakter, mengembangkan solidaritas dan mendukung kebudayaan.
Kesuksesan upacara yang dilaksanakan dalam tradisi di dukung oleh nilai-nilai
sosial dan kebersamaan masyarakat didalamnya, selama masyarakat masih
bersifat saling menolong dan bergotong royong dalam menangani permasalahan
yang menjadi kepentingan bersama.
Persoalan solidaritas sosial merupakan inti dari seluruh teori yang
dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya dengan konsep
solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis ini, diantarnya
integrasi sosial (social integration) dan kekompakan sosial. Secara sederhana,
fenomena solidaritas menunjuk pada suatu situasi keadaan hubungan antar
individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan
18
26 yang dianut bersama yang diperkuat oleh pengalaman emosional bersama.19
Suatu kelompok masyarakat dapat menjadi kuat ikatan solidaritasnya bila
memiliki kesamaan agama, suku, budaya, kepentingan, dan falsafah hidup.
Solidaritas juga bisa terjadi bila semua anggota kelompok masyarakat dilibatkan
dalam kegiatan yang mengharuskan mereka berinteraksi dan bekerjasama untuk
mencapai satu tujuan yang sama.20 Hal tersebut sesuai dengan solidaritas mekanik
Emile Durkheim yang dicirikan dengan kesadaran kolektif atau solidaritas
kelompok yang kuat. Saat solidaritas mekanik menjadi basis utama bagi persatuan
sosial, kesadaran kolektif seutuhnya menutupi kesadaran individu dan oleh karena
itu individu-individu itu dianggap memiliki identitas yang sama.
Solidaritas mekanik masyarakat desa Lelea dibuktikan dengan adanya rasa
saling memiliki dan mencoba memperbaiki kekurangan dari setiap pelaksanaan
upacara tradisi ngarot, dengan alasan masyarakat sebagian besar memiliki
pekerjaan yang sama sebagai petani dengan gotong royong dan sukarela selalu
melaksanakan dan melestarikan kebudayaan. Masyarakat sangat dipercaya akan
upacara tradisi ngarot akan membawa keberkahan bagi masyarakat di dalamnya.
Pengalaman emosional seperti ini yang membuat solidaritas masyarakat tetap
terjaga dan sifat individual seakan tidak bisa berkembang di dalamnya.
19
Taufik Abdullah & A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986) h. 81-125
20 Ayu Wijayanti, “Solidaritas Sosial Ethnis TIONGHOA Dalam Pelaksanaan Upacara
27 Seringkali kita terjebak dalam pemahaman yang kurang tepat dalam
menafsirkan kebudayaan tradisi. Kebudayaan tradisi sering kita klaim sebagai
sesuatu yang statis, mistis dan mitologis. Kita sering tidak menyadari, kebudayaan
tradisi pun berkembang meskipun sangat lambat dan dalam kurun waktu yang
lama. Kita juga sering beranggapan, bahwa kebudayaan tradisi dan kebudayaan
yang modern; yang lama dan yang baru sebagai fenomena yang lain sama sekali.
Kita sering tidak menyadari pula bahwa yang baru adalah kelanjutan atau
penyempurnaan dari yang lama.
Tradisi merupakan kebiasaan kolektif dan kesadaran kolektif sebuah
masyarakat. Tradisi merupakan mekanisme yang dapat membantu memperlancar
perkembangan pribadi anggota masyarakat, misalnya dalam membimbing anak
menuju kedewasaan. Tradisi juga penting sebagai pembimbing pergaulan bersama
di dalam masyarakat. W.S. Rendra menekankan pentingnya tradisi dengan
mengatakan bahwa tanpa tradisi, pergaulan bersama akan menjadi kacau, dan
hidup manusia akan menjadi biadab.21
Dengan kesadaran kolektif dalam menjalankan suatu tradisi, masyarakat
desa Lelea mampu mengembangkan potensi tradisi yang di dalamnya banyak
mengandung makna kebersamaan, saling tolong menolong hingga tingkat
solidaritas masyarakat kuat.
21
28
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini, penulis mencoba menggambarkan objek kajian penelitian
untuk memberikan penjelasan awal mengenai objek kajian yang berkaitan dengan
judul skripsi ini. Baik itu berdasarkan letak geografisnya maupun keadaan
masyarakatnya.
Setelah penulis mengamati secara langsung kondisi daerah penelitian,
yakni desa Lelea, dapat digambarkan bahwa desa ini memiliki tipologi daerah
yang terdapat banyak persawahan. Persawahan ini menghasilkan padi bahkan
menjadi salah satu lumbung padi untuk daerah Indramayu. Hal ini pula yang
melatarbelakangi adanya tradisi Ngarot. Dengan demikian letak Geografis Desa
Lelea sangat mempengaruhi bidang-bidang kehidupan masyarakat Lelea, baik itu
dari bidang sosial, pendidikan, ekonomi, maupun agama. Oleh karenanya penulis
akan menguraikan hal tersebut berikut ini.
1. Kondisi Geografis Desa Lelea Kecamatan Lelea Indramayu
Secara administratif Desa Lelea termasuk ke dalam Kecamatan Lelea.
Kecamatan Lelea terdiri dari 11 desa, yakni desa Tunggal Payung, desa Tugu,
desa Tempel, desa Pengauban, desa Telagasari, desa Langgengsari, desa taman
29 Desa Lelea adalah salah satu desa di Kecamatan Lelea, Desa Lelea terletak
di pesisir pantai utara Indramayu berjarak 504 Km dari kota Jakarta, dari Kota
Bandung sebagai Ibukota Provinsi berjarak 184 Km, desa Lelea memiliki luas
wilayah 460.154 Ha. Dengan batasan-batasan sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Larangan Kec. Lohbener
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Pengauban Kec. Lelea
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Tamansari kec. Lelea
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Cempeh Kec. Lelea
Secara geografis desa Lelea terdiri dari Tanah Sawah 406.015 Ha, dan
Tanah Darat 54.139 Ha. Tanah darat terdiri dari perumahan/bangunan,
pemakaman, tegalan/kebun, termasuk juga jalan raya, lapangan olah raga,
tempat-tempat ibadah (masjid dan mushola), dan sarana pendidikan. Sedangkan yang
termasuk tanah sawah merupakan sawah tadah hujan.
Desa Lelea memilki tiga Rw dan delapan belas Rt, pemerintahan desa
memiliki struktur organisasi dan tata kerja Desa Lelea adalah sebagai berikut :
Kuwu ( Kepala Desa), Jurutulis (Sekretaris Desa), Bendahara, Tata Usaha,
Kliwon, Lurah Desa, Raksa Bumi (pengurus Sawah), Lebe (Pengurus pernikahan),
dan Bekel (Kepala Blok). Dapat dilihat pada bagan struktur organisasi di bawah
30
Struktur Organisasi Desa Lelea Indramayu
Secara topografi keadaan topografis desa Lelea adalah daerah pantai landai
dengan ketinggian 12 m dari permukaan laut. Desa Lelea beriklim tropis dengan
kelembaban (RH) 80%. Curah hujan rata-rata 137mm/bulan. Dengan curah hujan
terbasah 364 mm/bulan, dan curah hujan terkering 35 mm/bulan. Bulan kering
rata-rata per tahun jatuh pada bulan Desember sampai Februari, dengan suhu
minimum 24°C- 27°C.1
2. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Lelea bulan Desember 2010 adalah 4.240 jiwa,
2.109 laki-laki, 2.131 perempuan. Gambaran lebih rinci mengenai keadaan
penduduk dapat dilihat pada tabel berikut :
1
Data Monograft, Desa lelea, Kecamatan Lelea, Indramayu, Bulan Desember -2009 Kepala Desa (Kuwu)
Jurutulis (Sekertaris Desa)
Raksa Bumi (Pengurus Sawah)
Lebe (Pengurus Pernikahan)
Bendahara
Kliwon
Tata Usaha
Lurah
31
Tabel 1
Komposisi penduduk Desa Lelea Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010
Gambaran data penduduk berdasarkan usia desa Lelea Indramayu dapat
dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 2
Sumber Data Statistik Desa Lelea 2010
NO Jenis Kelamin Jumlah %
1 Laki-Laki 2.109 Jiwa 49,75
2 Perempuan 2.131 Jiwa 50,25
32 Berikut ini adalah penjelasan data penduduk desa Lelea berdasarkan usia,
usia 0 – 9 tahun sampai dengan usia lebih dari 59 tahun. Usia 0-9 tahun sebanyak 620 orang, usia 10-19 tahun sebanyak 733 orang, usia 20 – 29 sebanyak 775 orang, usia 30 – 39 tahun sebanyak 475 orang, usia 40 – 49 tahun sebanyak 662, usia 50 – 58 tahun sebanyak 450 orang, dan usia lebih dari 59 tahun sebanyak 525 orang.
Mengenai keadaan penduduk di Desa Lelea, penulis akan mencoba
menguraikannya dari beberapa bidang kehidupan penduduk setempat berikut ini:
a. Bidang Sosial
Keterikatan masyarakat desa Lelea antara warga satu dengan warga
lainnya masih sangat kental, keterikatannya itu ditandai dengan tetap
berlangsungnya tradisi ngarot yang melibatkan banyak pihak, selain pemerintah
desa, warga juga turut berpartisipasi atas tradisi tersebut.
Kesan masyarakat Indramayu yang suka tawuran seakan terkikis karena
masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya hidup rukun, tenang dan tentram.
Penulis melihat adanya kesan antar masyarakat yang saling tolong menolong,
gotong royong dan saling menghargai satu dengan yang lainnya, tingkat
solidaritasnya sangat tinggi diantara warga. Selain itu segala bentuk acara yang
ada di masyarakat desa pasti selalu memberikan sumbangan berbentuk beras,
mulai dari menikah, tujuh bulanan, melahirkan, hingga khitanan.
Walaupun masyarakat Desa Lelea sudah mulai mengalami perubahan
33 adat istiadat desa yang berlaku. Satu sama lain saling mengenal, sifat
individualisme masyarakat tidak berlaku, jika terjadi masalah masyarakat
berusaha menyelesaikannya dengan cara musyawarah. Hal ini tercermin dalam
persiapan pelaksanaan tradisi Ngarot yang dilakukan oleh masyarakat Desa Lelea.
Mulai dari pelaksanaan mengenai penetapan waktu pelaksanaan, melakukan
koordinasi antara pihak pemerintah Desa Lelea dengan masyarakat, karena
terlaksananya tradisi harus ada kerjasama diantara keduanya.
Untuk mendukung tugas pemerintahan, desa Lelea memiliki fasilitas
umum yaitu Kantor Pemerintahan Desa 1 buah, Posyandu 7 buah, Poskamling 7
buah. selain itu sarana dalam bidang pendidikan desa Lelea memiliki 2 Taman
Kanak-kanak/MDA, 2 Sekolah SD, 1 sekolah SMP. Lebih jelas dapat diuraikan
dalam tabel 4 dibawah ini :
Tabel 3
Fasilitas Umum Desa Lelea
NO Fasilitas Umum Jumlah Bangunan
1.
34 Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan dalam bidang sosial,
masyarakat Desa Lelea merasakan adanya pemersatu dan satu tujuan yaitu
menyukseskan acara tahunan yaitu Tradisi Ngarot. Dengan suksesnya Tradisi
Ngarot masyarakat dengan suka rela bergotong-royong, bekerjasama, dan
solidaritas yang diberikan oleh warga sangat tinggi. Oleh karena itu dengan
adanya Tradisi Ngarot dapat menumbuhkan rasa persaudaraan dan solidaritas
terhadap sesama tetap terjaga diantara warga Desa Lelea.
b. Bidang Ekonomi
Keadaan ekonomi masyarakat Desa Lelea secara umum lebih banyak
mengandalkan sektor pertanian yaitu tanam padi. Pola perekonomian masyarakat
Desa Lelea bergantung pada tanah yang mereka miliki, hasil dari pengolahan
tanah yang dimiliki sebagai sumber kehidupan masyarakat yaitu dikonsumsi dan
dijual untuk biaya hidup mereka sehari-hari hal ini terjadi secara turun temurun.
Tersedianya hamparan sawah yang menjadi faktor utama masyarakat lebih
mengandalkan dalam sektor pertanian, di samping itu keahlian dan pendidikan
yang relatif rendah menjadikan sawah sebagai mata pencaharian yang utama.
35
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel diatas menjelaskan Petani/pemilik sawah terdapat 1.767 orang,
pedagang sebanyak 579 orang, Buruh Tani 769 orang, PNS 59 orang, POLRI/TNI
19 orang dan Jasa sebanyak 1.049. Hal diatas membuktikan Petani/Pemilik sawah
sangat mendominasi dikarenakan masyarakat yang memiliki sawah secara turun
temurun dan sangat jarang sekali diperjual belikan. Pedagang menempati posisi
kedua setelah Petani karena mereka yang tidak memiliki keterampilan atau lahan
sawah. Sedangkan PNS dan POLRI/TNI jumlahnya sangat sedikit. Hal ini
menandakan masyarakat belum merasa tertarik pada bidang pekerjaan formal,
tenaga-tenaga guru dan petugas pemerintahan desa pun diisi orang dari luar desa
Lelea.
Adapun pendapatan perkapita masyarakat Desa Lelea berdasarkan data
statistik pada tahun 2009 adalah Rp. 1.000.000 perkapita, dengan produksi padi
sebagai sumber utama masyarakat Desa Lelea. Bila dibandingkan antara
Petani/pemilik sawah dan Buruh tani.
Sektor jasa dan perdagangan pun ikut menunjang perekonomian warga
36 desa lainnya dan juga karena terdapat pasar tradisonal yang paling besar
dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Lelea. Hal ini merupakan
keuntungan bagi warga desa karena warga yang tidak memiliki lahan sawah dan
keterampilan dalam bidang pertanian maupun lainnya bisa berdagang.
Dengan demikian secara umum kegiatan perekonomian masyarakat Lelea
menurut sifatnya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Bersifat formal, kedua
informal dan ketiga bersifat tradisional. Pekerjaan yang bersifat formal
mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai penghasilan tetap dan pasif, seperti
PNS dan POLRI/TNI. Lalu perekonomian yang bersifat informal yaitu Pedagang
dan Jasa, kemudian yang bersifat tradisional adalah Petani dan Buruh Tani.
c. Bidang Pendidikan
Berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional menetapkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah
menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang
pendidikan dasar tanpa memungut biaya, Penyelenggaraan program wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di
Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Pemerintah menginginkan pendidikan merata hingga mencapai desa-desa maupun
dusun-dusun terpencil, hingga pemerintah membuat program pendidikan wajib
belajar 9 tahun. Berkaitan dengan program pendidikan yang digalakkan oleh
37 Walaupun letak desa Lelea jauh dari pusat kota namun kesadaran
masyarakat akan pendidikan yang lebih atas sangat tinggi. Masyarakat sudah
menyadari pentingnya pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari rincian tabel 6
berikut:
sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel 6 menjelaskan tentang Data Penduduk menurut Pendidikan, Tidak
Sekolah sebanyak 884 Jiwa, yang Tidak Tamat SD 540 Jiwa, Tamat SD 1220
Jiwa, Tamat SMP 809 Jiwa, sedangkan Tamat SMA 734 Jiwa dan Tamat
Akademi/Perguruan Tinggi 53 Jiwa
Masyarakat Desa Lelea setidaknya memiliki 53 orang yang telah lulus
dari Perguruan Tinggi maupun Akademi, dan 734 orang yang melanjutkan ke
38 di kalangan orang tua dan lanjut usia, karena keterbatasan ekonomi hingga banyak
yang tidak tamat SD bahkan tidak sempat mengenyam bangku sekolah. Untuk
melihat komposisi pendidikan berdasarkan usia dapat dilihat dari tabel 7 berikut:
Tabel 6
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Tabel 7 menjelaskan Data komposisi Pendidikan Berdasarkan Usia, 00-03
Tahun sebanyak 248 Jiwa, 04-06 Tahun sebanyak 429 Jiwa, 07-12 Tahun
sebanyak 574 Jiwa, 13-15 Tahun 431 Jiwa, 16-18 Tahun sebanyak 482 Jiwa, 19
Tahun keatas 2.076 Jiwa. Banyaknya usia 19 Tahun ke atas menandakan
kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin tinggi.
Di Kecamatan Lelea khususnya Desa Lelea pendidikan formal belum
39 SMA maupun Akademi harus pergi ke kabupaten yang jaraknya cukup jauh dan
harus ditempuh dengan kendaraan. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan
banyaknya anak-anak mengalami putus sekolah.
d. Bidang Agama
Jika dilihat dari keberagamaan Masyarakat desa Lelea mayoritas
masyarakatnya menganut agama Islam. Walaupun mayoritas beragama Islam
namun kegiatan Agamanya kurang menonjol dilihat dari sedikitnya kegiatan
keagamaan yang dilakukan oleh warganya. Perlu pula dikemukakan meskipun
agama Islam sangat mendominasi perkembangan agama di desa ini namun
pengaruh agama Hindu-Budha masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari
masyarakat yang sering menyediakan kemenyan pada malam Jumat dan
sesajen-sesajen lainnya.
Mengenai sarana peribadatan tercatat di Desa Lelea terdapat masjid 1 buah
dan mushola 10 buah. Selain itu terdapat Taman Pendidikan Agama dan Majlis
Taklim yang dikhususkan untuk anak-anak, kegiatan ini biasanya sore hari yaitu
ba’da Ashar dan setelah Sholat Magrib. Sarana Ibadah dapat dilihat tabel 8
berikut:
Tabel 8 Sarana Ibadah
NO Sarana Ibadah Jumlah
40
2 Mushola 10 buah
Jumlah 11 buah
Sumber : Laporan Potensi Desa Lelea, Tahun 2010
Walaupun kegiatan keagamaan masyarakat kurang, namun tokoh agama
dan ajaran agama di desa Lelea sangat dihormati dan dipercaya dalam
menyelesaikan konflik yang membutuhkan penyelesaian di luar masalah hukum.
Menurut Emilie Durkheim, agama mempunyai fungsi positif bagi
integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Menurut Durkheim
di dalam memahami fungsi agama banyak peristilahan. Ia mengatakan : “berbagai
peribadatan terlihat memiliki fungsisosial tertentu, peribadatan itu berfungsi untuk
mengatur dan memperkokoh dan mentransmisikan berbagai sentimen, dari satu
generasi ke generasi yang lainnya. Sebagai tempat bergantung bagi terbentuknya
aturan masyarakat yang bersangkutan”.2
2
41 BAB IV
ANALISIS TENTANG KONTRIBUSI TRADISI LOKAL (TRADISI NGAROT) TERHADAP SOLIDARITAS MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Tradisi Ngarot
Sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya, tradisi Ngarot
merupakan adat istiadat masyarakat desa Lelea yang tiap tahunnya dilaksanakan
sebagai wujud syukur petani menjelang masa tanam padi juga bentuk
penghormatan kepada leluhur mereka, yakni Ki Buyut Kapol.
Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan, penulis akan
menguraikan beberapa hal dari hasil peneletian yang telah diperoleh. Hal ini
dilakukan guna mendapat kajian isi atau bahasan secara menyeluruh hingga di
dapatkan hasil analisis yang telah penulis lakukan. Oleh karena itu penulis akan
menguraikan dalam beberapa pokok pembahasan berikut ini :
1. Sejarah Tradisi Ngarot
Setelah penulis mengadakan penelitian langsung ke lapangan,
sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak H. Edy Iriana sebagai Sekretaris Desa
dan Ketua Pelaksana tradisi Ngarot di Desa Lelea tahun 2010, tradisi Ngarot
sudah turun menurun dilaksanakan mulai dari nenek moyang hingga sekarang dan
sudah menjadi kewajiban setiap tahunnya bagi masyarakat Lelea untuk
melaksanakannya.1 Dapat dipastikan dari cerita yang berkembang di kalangan
1Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Edy, “Sekretaris Desa dan Ketua Pelaksana Tradisi Ngarot
42 masyarakat sejarah munculnya tradisi Ngarot berkaitan erat dengan leluhur
mereka yaitu Ki Buyut Kapol. Pada saat itu Ki Buyut Kapol yang kaya raya
sangat prihatin melihat keadaan warga Desa Lelea yang hidup dibawah
kemiskinan dan tidak memiliki keterampilan apapun, hingga dia memberikan
sawah dengan luas 26.100 m2. Sawah tersebut digunakan para petani untuk
berlatih cara mengolah padi yang baik. Demikian pula bagi kaum wanitanya,
sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),
ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka
yang sedang berlatih mengolah sawah itu.
Menurut Bapak Sardian seorang petani yang pernah menjadi peserta tradisi
Ngarot sebanyak tiga kali, Ki Buyut Kapol memberikan sawahnya seluas 26.100
m2 karena tidak memiliki keturunan hingga kemudian sawahnya digunakan untuk
berlatih cara mengolah padi yang baik. Begitu juga dengan kaum wanitanya,
sawah digunakan sebagai tempat belajar bekerja seperti tandur (tanam padi),
ngarambet (menyiangi), panen padi, atau memberi konsumsi kepada para jejaka
yang sedang berlatih mengolah sawah itu.2
Pemberian sawah seluas 26.100 m2 tersebut, disambut baik oleh pemuda
dan seluruh masyarakat desa, Awal pelaksanaan pengolahan sawah dilaksanakan
menjelang musim hujan yang jatuh pada bulan Desember, minggu ketiga dan
jatuh pada hari rabu. Sebagaimana yang diceritakan oleh Bapak Warkan selaku
Petani semua pengolahan sawah baik itu tanam padi, menyiangi, ataupun panen