• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian analisis wacana kritis van Dijk dengan pendekatan kognisi sosial masih jarang dilakukan. Penelitian selanjutnya yang serupa diharapkan mencari dan mendalami referensi yang lebih banyak, serta melakukan proses wawancara secara lebih mendalam. Dengan demikian, penelitian analisis wacana kritis selanjutnya diharapkan mampu menghasilkan hasil analisis yang lebih komprehensif. Penulis juga berharap agar penelitian ini dapat dijadikan landasan, khusunya bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti lagu bertema kritik sosial.

85

DAFTAR PUSTAKA

Abar, Ahmad Zaini. 1997. "Kritik Sosial, Pers, Politik Indonesia dalam Kritik Sosial dalam Wacana Pembangunan." Jurnal UNISIA.

Amiruddin, & Soares, A. J. De. 2003. Perjuangan Amungme: Antara Freeport dan Militer. Jakarta: ELSAM.

Astuti, Sri Puji. 2008. "Fungsi Bahasa dalam Wacana Iklan Media Cetak." Nusa:

Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, Vol. 3 (1).

Augoustinos, M., Walker, I., & Donaghue, N. 2006. "Social Cognition: An Integrated Introduction". SAGE Publications Ltd.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2021. Kamus Besar Bahasa Indonesia [Daring]. https//:kbbi.kemdikbud.go.id/entri/bahasa (diakses 20 Agustus 2021).

Bahari, Nooryan. 2008. Kritik Seni: Wacana, Apresiasi, dan Kreasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Bhakti, Ikrar Nusa & Pigay, Natalius. 2016. "Menemukan Akar Masalah dan Solusi Atas Konflik Papua: Supenkah? (Finding the Root of Problems and Solutions to Papuan Conflict: Is it important?)". Jurnal Penelitian Politik, Vol. 9 (1), 18.

http://ejournal.politik.lipi.go.id/index.php/jpp/article/view/443

Bhinnety, Magda. 2015. "Struktur dan Proses Memori." Buletin Psikologi. Vol. 16 (2), 74–88. https://doi.org/10.22146/bpsi.7375

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

---. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

---. 2015. Sintaksis Bahasa Indonesia (Pendekatan Proses). Jakarta: Rineka Cipta.

cnnindonesia.com. 2018. Menhub: Penggusuran untuk Bandara Kulon Progo Tak Langgar HAM. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180722202242- 92-316126/menhub-penggusuran-untuk-bandara-kulon-progo-tak-langgar-ham. Diakses pada 20 September 2021.

Down To Earth. 2011. "Tanah Papua: Perjuangan yang Berlanjut untuk Tanah dan Penghidupan." Edisi Khusus Papua No. 89-90.

Eriyanto. 2009. Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: PT

LkiS Printing Cemerlang.

Fadhilah, Yasin. 2019. "Kritik dan Realitas Sosial dalam Musik (Analisis Wacana Kritis pada Lirik Lagu Karya Iksan Skuter “Lagu Petani”)." Jurnal Commercium, Vol. 1 (2), 113–118.

Fadilah, Siti Nur & Joko, B. Wahyudi. 2017. "Pencitraan Soeharto dalam Buku Andai Pak Harto Nyapres, Kupilih! (Kebosanan Orang-Orang Pinggiran Menanti Kemakmuran) dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis van Dijk."

Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, Vol. 6 (2), 139–151.

Fasold, Ralph W. 1990. The Sosiolinguistics of Language. Oxford: Basil Blackwell.

Friedman, Jonathan C. (Ed.). 2013. The Routledge History of Social Protest in Popular Music. New York: Routledge.

Gusriani, Yesi. 2014. ”Strategi Pengendalian Pencemaran Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak di Kabupaten Siak." Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Vol. 1 (1).

Harris, Zellig. 1952. "Discourse Analysis." Linguistic Society of America, Vol. 28 (1).

Haryatmoko. 2019. Critical Discourse Analysis: Landasan Teori, Metodologi, dan Penerapan. Jakarta: Rajawali Pers.

Herlianto, A. 2021. "Representasi Feminisme pada Lirik Lagu Dangdut Koplo Jawa: Analisis Wacana Kritis van Dijk.", Vol. 17 (1), 1–14.

Hermintoyo, M. 2018. "Kalimat Metaforis Sebagai Sarana Estetika dalam Lirik Lagu Dangdut." Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, Vol. 13 (3), 380–389.

Karma, Filep. 2014. Seakan Kitorang Setengah Binatang. Jayapura: Deiyai.

kemkes.go.id. 2013. Tidak Benar Terjadi KLB Gizi Buruk Penyebab Kematian di

Kabupaten Tambrauw, Papua Barat.

https://www.kemkes.go.id/article/view/2267/tidak-benar-terjadi-klb-gizi-buruk-penyebab-kematian--di-kabupaten-tambrauw-papua-barat.html.

Diakses pada 18 September 2021.

Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

---. 2004. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kushartanti, Yuwono, U., & Lauder, M. R. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Linggono, Budi. 2013. Apresiasi Musik 1. Jakarta: DPSMK.

Mambraku, Nomensen ST. 2015. "Penyelesaian Konflik Di Tanah Papua Dalam Perspektif Politik." Jurnal Kajian, Vol. 20 (2), 75–85.

Manshur, Fadlil Munawwar. 2019. "Kajian Toeri Formalisme dan Strukturalisme."

Sasdaya: Gadjah Mada Journal of Humanities, Vol. 3 (1).

Meidino Albajili, M. Charlie, et al. 2017. Mengais Pusaran Janji: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Tahun 2017. Jakarta: LBH Jakarta.

---. 2018. Masih Ada: Laporan Penggusuran Paksa di Wilayah DKI Jakarta Januari - September Tahun 2018. Jakarta: LBH Jakarta.

Moeliono, Anton M. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pratt, R. 1990. "Rhythm and Resistance: Explorations in the Political Uses of Popular Music." New York: Praeger.

Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rogers, Rebecca. (Ed.). 2004. "An Introduction to Critical Discourse Analysis in Education." Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

Setiawan, Rulli Pratiwi. 2010. "Penggusuran Permukiman Liar di Stren Kali Jagir:

Sebuah Tinjauan dari Sisi Hukum dan Humanisme." Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota.

Setyadi, Ary. 2017. "Permainan Bahasa: Apa dan Siapa." Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra, Vol. 12 (2).

---. 2018. "Sifat Pragmatis Partikel Lah dalam Kalimat Perintah." Nusa:

Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, Vol. 13 (1).

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sobur, Alex. 2012. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Depok: Radja Grafindo Persada.

Somad, Adi Abdul. 2010. Mengenal Berbagai Karya Sastra. Bekasi: Adhi Aksara Abadi Indonesia.

Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.

Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Istilah Sastra Indonesia. Jakarta: Gramedia

Suharyo, Surono, & Amin, M. F. 2014. "Bahasa dan Ideologi: Menungkap Ideologi dan Kekuasaan Simbolik di Balik Penggunaan Bahasa (Kajian Teks Media Melalui Analisis Wacana Kritis)." Jurnal Humanika, Vol. 19 (1), 42–58.

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/humanika/article/view/7960/6520 Susanto, H. 2020. "Analisis Dampak Sosial Ekonomi dalam Pembangunan Bandara

Yogyakarta International Airport (YIA) di Kabupaten Kulonprogo." Majalah Ilmiah Bijak, Vol. 17 (1), 1–9. https://doi.org/10.31334/bijak.v17i1.820 Sylado, Remi. 1983. Menuju Apresiasi Musik. Bandung: Angkasa.

Tabloid Jubi. 2013. "'Jangan Diam, Papua' akan diluncurkan,

"https://jubi.co.id/jangan-diam-papua-akan-diluncurkan/. Diakses pada 2 Februari 2021.

Tarigan, Henry Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa.

---. 2013. Pengajaran Gaya Bahasa. Bandung: Angkasa.

Teeuw, A. 1980. Tergantung pada Kata. Yogyakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Tim Analisis dan Evaluasi Hukum. 2005. Laporan Akhir: Tim Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Kerusakan Tanah Pertanian Akibat Penggunaan Teknologi. Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

tirto.id. 2016. Bintang Kejora dari Tanah Papua. https://tirto.id/bintang-kejora-dari-tanah-papua-b6cM. Diakses pada 18 September 2021.

Tresnanda, W. 2015. "Makna Kritik Sosial Pada Lirik Lagu Siang Sebrang Istana Iwan Fals (Analisis Wacana Kritis Teun A. Van Dijk)." Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. http://eprints.untirta.ac.id/id/eprint/540

Tulving, E. 1993. "What is Episodic Memory?" American Psychological Society, Vol. 2 (3).

Utomo, Gigih Panggayuh. 2017. "Wacana Antikomunisme dalam Teks dan Konteks Sosial Film Pulau Buru Tanah Air Beta (Analisis Wacana Kritis Model Teun A. van Dijk)." Skripsi S-1 Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Semarang.

Van Dijk, T. A. 2001. "Critical Discourse Analysis." D. Tannen, D. Schiffrin & H.

Hamilton (Ed.), Handbook of Discourse Analysis. Oxford: Blackwell

Van Dijk, T. A. 2009. "Critical Discourse Studies: A Sociocognitive Approach." R.

Wodak & M. Meyer (Ed.), Methods of Critical Discourse Analysis, Vol. 2 (2).

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Warning Magz. 2015. Ilalang Zaman: Menyuarakan yang Tidak Disuarakan.

https://www.warningmagz.com/ilalang-zaman-menyuarakan-yang-tidak-disuarakan/. Diakses pada 2 Februari 2021.

Widjojo, Muridan S. 2009. Papua Road Map: Negotiating the Past, Improving the Present and Securing the Future. Jakarta: LIPI

Wodak, Ruth & Meyer, Michael. 2001. Methods of Critical Discourse Analysis.

London: SAGE.

1

P Sebelumnya terima kasih buat Mas Yab karena mau meluangkan waktunya ngobrol-ngobrol sama aku. Mungkin bisa dimulai dengan perkenalan diri ya Mas.

N Nama saya Yab. Yab Sarpote. Sekarang saya menjadi objek penelitiannya Ira untuk menyelesaikan skripsinya

P Nama Yab Sarpote itu nama asli atau singkatan sih Mas?

N Oh enggak. Yab Sarpote itu nama panggung. Yab itu dari anagram.

Anagram dari nama asli saya.

P Mungkin Mas bisa cerita tempat tanggal lahir, riwayat pendidikan, karya-karya yang pernah dihasilkan.

N Dari lahir sampai SMA tinggal di Palembang. Kuliah di Jogja. Sampai sekarang kerja di Jogja dan tinggal di Jogja karena orang tuaku asalnya dari Jogja. Jadi pada pindah ke sini.

P Dulu di Palembang kerja gitu?

N Dulu orang tuaku kerja di Palembang.

P Kalau latar belakang pendidikan terakhir Mas gimana?

N Pendidikan terakhir aku S-1 Sastra Inggris di Universitas Sanata Dharma.

P Terus apa aja sih karya yang udah dihasilkan Mas Yab selama ini?

N Karya lagu atau musik ya? Atau apa sih?

P Apa aja sih Mas, semuanya.

N Kalo dari lagu dulu, lagu aku gak pernah bikin album. Itu mungkin juga karena kemalesanku. Biasanya kan teman-teman bikin album, sebuah pencapaian yang bisa jadi karya yang penuh. Tapi mungkin karena aku males juga dan gak tau ya, cara kerja otakku mungkin kayak gitu. Di sela-sela aktivitasku sebagai buruh upahan jadi mungkin manifestasi

kesibukanku tuh karya-karyaku dalam bentuk single. Jadi gak pernah yang album yang isinya banyak gitu kan. Single-single itu yang pertama aku pernah buat single… Sebelumnya aku pernah punya band namanya Ilalang Zaman. Itu band yang serius sih. Yang ngeluarin karya gitu, kalo yang gak serius gak usah ya. Dulu aku bergabung dengan Ilalang Zaman waktu kuliah sampai mungkin setahun dua tahun setelah lulus. Setelah itu bubar.

Ilalang zaman itu aku jadi drummer. Itu perkusi gitulah. Sebenarnya aku main musik gak terlalu mendalam Cuma beberapa alat musik bisa. Aku bisa nyanyi, aku bisa main gitar, bisa main bass, bisa main piano dikit-dikit sama bisa ngedrum atau perkusi. Nah SMA aku sebenernya perkusi, ngedrum cuma pas kuliah ngedrum lagi. Nah sama Ilalang Zaman itu aku bikin karya namanya “Jangan Diam, Papua”. “JDP” itu aku bikin.. aku lupa, nanti bisa dicek lagi ya karena aku gak terlalu inget sih kapan-kapannya itu. Waktu itu aku bikin lagu sama temen-temen di Ilalang Zaman ngajak temen-temen di anak-anak Papua yang tergabung di Aliansi Mahasiswa Papua. Jadi, aku bikin lagunya sih. Yang bikin aransemen band tuh temen-temen Ilalang Zaman. Temen-temen AMP mereka ikut nyanyi, kayak vocal groupnya. Itu aku buat pas lagi ada kasus kelaparan, wabah kelaparan di Tambrauw. Tambrauw itu salah satu daerah di Papua. Busung lapar, kelaparan, ada yang kena penyakit, meninggal, dll. Terus ada acara solidaritas untuk Tambrauw. Yang ngadain tuh anak anak AMP, ada juga anak-anak Himpunan Mahasiswa Aceh. Pokoknya yang peduli itu bikin acara di titik nol, bikin panggung budaya gitu di titik nol Jogja. Di public space gitu. Nah, waktu itu pertama kali lagu itu dinyanyiin di situ. Dari situ, diseriusin, rekaman aja. Jadilah sebuah lagu, singel Ilalang Zaman.

“Jangan Diam, Papua” featuringnya anak-anak AMP. Sama yang Ilalang Zaman itu, pokoknya yang notable, pencapaian-pencapaiannya pernah bikin sebuah album kompilasi sama beberapa band kayak Banda Neira. Satu kompilasi sama Fajar Merah, Merah Bercerita tuh pernah bikin satu kompilasi album yang ngadain tuh AJI (Aliansi Jurnalis Indonesia), IKOHI (Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia), pokoknya masyarakat yang pro HAM itu, pro demokrasi. Terus bikin satu kompilasi album.

P Papua Itu Kita?

N Bukan. Itu sebelum aku solo.

P Oh, album “Papua Itu Kita” pas Mas masih jadi solois?

N Heeh. Sebelum aku solo itu, Ilalang Zaman masuk dalam kompilasi itu.

Masukinnya lagu “Jangan Diam, Papua” karena waktu itu konteksnya, temanya itu kemanusiaan. Nah di situ di-launching di ampliteater, Taman Budaya Jogja, di deket titik nol itu. Di situ yang notable. Ilalang Zaman itu juga pernah jadi band pembukanya Sirkus Barock. Sirkus Barock tuh isinya ada yang namanya Sawung Jabo. Sawung Jabo tuh penulis lagu, musisi yang satu anggota dengan Iwan Fals, Setiawan Djodi, dan mereka tuh punya band namanya Kantata Takwa dulu. Waktu jaman Iwan Fals masih ngeband. Itu band besar. Jaman-jaman itu band gede banget.

Kayaknya konser mereka pernah ngadain konser paling gede di Indonesia di GBK tuh rame banget. Itu sih kayaknya yang cukup notable dari Ilalang Zaman. Kalo Ilalang Zaman bisa research sendiri ya, banyak kan. Kalo aku sendiri mutusin jadi solo karena pertama, lebih kayak gini. Waktu Ilalang Zaman udah jalan, aku ngerasa kayak.. kan itu band ya, pasti banyak kepala. Gak cuma aku. Pasti kan kalo banyak kepala banyak clash-clash lah. Mulai dari hal-hal yang kecil, hal yang sifatnya musical, terkait musik, sampai hal yang sifatnya ideologis, pilihan-pilihan. Akhirnya mungkin karena numpuk-numpuk dan aku mulai merasa kok aku main musik karena aku pengen bebas dari rutinitasku gitu, sebagai entah apapun itu. Sebagai mahasiswa, setelah mahasiswa aku jadi buruh, ya pekerja upahan lah.

Musik tuh tempat aku, jadi kayak its my ritual, itu tempatku untuk ritual.

My holy altar. Itu altar kudusku. Dan aku harus merdeka di situ. Aku harus bebas karena di luar itu aku gak bebas. I don’t feel I’m free karena taulah kita harus kerja, cari uang, belum lagi banyak hal-hal yang kita gak setuju lah sama dunia ini jadi kita merasa dan ketidakbebasan itu bikin kita gak bahagia. Kita gak happy dengan diri kita sendiri. Musik ini kayak

semacam tempat melarikan diri supaya kita feel aku tuh masih hidup. I feel alive. Kalau aku main musik, I feel alive. Aku merasa gak dikekang, gak diatur-atur. Nah justru hal yang ingin aku cari itu gak aku dapatkan lama-lama di Ilalang Zaman karena Ilalang Zaman memilih melakukan pilihan-pilihan yang aku ngga nyaman. Kayak misalnya, mungkin karena pengen manggung terus kita milih waktu itu, Ilalang Zaman milih manggung di Car Free Day. Kan aku mau ngapain di CFD?? Dan itu hari Sabtu kan.

CFD kan biasanya sabtu minggu ya. Ya weekend lah. CFD kan taulah jam 6, jam setengah 7 dan aku harus bangun pagi. Bayangin aja gitu weekend like holy sabbathnya workers. Ini sabtu minggu dan aku udah seminggu bekerja, masa aku harus ikut jadwal yang kayak kerja.

P Mereka maunya rutin?

N Gak rutin sih. Tapi mulai memilih acara-acara yang aku tuh merasa ini kok kayak band yang panggung banget. Kayak band band yang jadi rutinitas baru. Jadi kayak another prison buat aku. Jadi kayak penjara baru. Karena waktu itu aku gak enak dengan bandku. Nah hari H aku males banget pas CFD itu. Dan aku jadi banyak alasan dan jadi gak responsif. Setelah itu aku disidang oleh personil yang lain. “Kenapa kamu kok udah sepakat tapi mengingkari kesepakatanmu?” Terus aku ngaku aku salah dan aku minta maaf karena mengingkari komitmen. Harusnya aku datang tapi on other side aku mengingkari komitmen dengan diri aku sendiri. Jadi aku kontradiksi dengan keinginanku. Terus aku jelasin kalo aku gak bahagia dengan pilihan-pilihan kayak gitu dan karena saat itu saat yang tepat untuk

ngomongin hal kayak gitu, sekalian aku ngomong aku kayaknya gak bisa lanjut karena aku ngeband bukan buat tujuan kayak gitu. Malah bikin ngelangkahin kebahagiaanku, kayaknya aku lebih akan happy kalo aku bermusik sendiri tanpa harus punya tanggung jawab ke temen-temen lain, harus ikut pilihan-pilihan yang kadang kadang aku harus kompromi. Di satu sisi itu, itu prinsipil buat aku. Nah yang kedua, hal yang gak kalah prinsipil tuh waktu itu kan aku kerja. Waktu itu personil yang lain belum lulus. Kan mereka relatively lebih bebas dan available sama kegiatan apapun. Sementara aku ngga. Nah aku bilang, supaya aku gak jadi beban buat grup ini, aku gak mau pilihan aku violate kalian. Jangan sampe pilihanku dan situasi hidupku ini jadi kendala buat kalian. Jadi yaudah keluar aja. Dan aku have no problem dengan bandku tapi hidup cuma sekali. Musik salah satu tempatku bikin bahagia dan aku gak mau

melewatkan itu. Yaudah aku akhirnya keluar, aku bikin solo. Aku akhirnya setelah solo, kan aku kayak mau bangun identitas baru nih, lepas dari drummernya Ilalang Zaman. Aku mau lepas dari itu terus aku ngeluarin

“Jangan Diam, Papua” tapi versi akustik. Nah sama temen-temen yang masih berafiliasi sama AMP, anak-anak Papua juga. Namanya Mateus Auwe, dulu jurnalis pers mahasiswa tapi sudah meninggal karena sakit.

Terus Yolanda Tatogo kayaknya sodaranya ya. Kita buatlah video clip itu.

Lagu ini yang masuk kompilasi “Papua itu Kita” itu diadain sama temen-temen. Terus ya satu grup sama Sisir Tanah, Ikhsan Skuter. Terus kan organizernya namanya Zely. “Yab, siapa lagi nih yang mau diajak?” Nah itu kan belum ada. Aku bilang coba aku ajak Ucok, Ucok Homicide. “Cok kamu gak masuk sini?” Oh ya boleh boleh.” Keetulan dia punya lagu tentang Papua. Waktu itu dia kolaborasinya dengan Siksa Kubur. Aku juga temen sama Ucok in many ways, salah satunya di musik. Dan aku bilang

“Cok mau gak menuh-menuhin kompilasi nih?” “Ya gapapa pake aja”.

Terus jadilah kompilasi itu dibuat terbatas terus diluncurkan di tim itu. Itu next notable works. Abis “Jangan Diam, Papua”, aku bikin singel “Benih”

itu. Intinya lagu tribute untuk temen-temen, semua orang sih yang masih hidup atau sudah meninggal tapi intinya berkorban atau dedikasi hidupnya buat cost-cost keadilan. Makanya Munir, banyak lah ya. Marsinah dan segala macem. Diterbitin terus aku bikin.. Nah most of my musical sama audio visual artworks biasanya garap sendiri. Karena pertama aku agak punya problem sama kolaborasi sama banyak orang. Karena gak punya waktu. Yang kedua, gak tau ya aku punya tendensi agak egois soal karya.

Pokoknya kalo aku punya bayangan gini gini, kudu gini. Terlalu idealis sama musiknya. Jadi kalo imajinasiku terpapar sama keinginan orang lain

“ah kok jadi gini sih laguku” dan akhirnya gak puas dengan hal itu.

Akhirnya aku sebisa mungkin garap artworks karya-karyaku tuh aku garap sendiri atau most of it aku kontrol sendiri, kendaliin direct sendiri.

Termasuk soal musik dan video clip aku garap sendiri, ngedit sendiri, gitu.

Benih, yang notable dari Benih yang di museum Omah Munir itu.

P Itu ceritanya gimana Mas? Kok bisa dikurasi di museum itu?

N Jadi istrinya Munir kan sama Imparsial, sama Kontras, pokoknya organisasi-organisasi itu lah. Nah Istrinya Munir mereka mau bikin museum Munir. Cuma kayaknya tuh yang baru jadi di Malang tuh

prototype nya deh bukan yang beneran, and then nanti ada museum HAM lagi yang lebih gede, sepengetahuanku. Nah sambil mereka meluncurin dan memperkenalkan itu, mereka buka open submission. Nah aku ikut.

Kirim submission. Setelah kirim, nah terpilih lah jadi salah satu pemenang yang dikurasi di sana. Nah waktu peluncurannya aku diundang disuruh jadi pembicara cuma aku gak bisa. Waktu itu sih pas eksekusi

penggusuran di Jogja yang traditional airport. Waktu itu, pas lagi rame ramenya itu. Agak riweuh. Aku bilang gak bisa, aku titip salam aja buat temen temen. Itu kalo Benih notablenya. Terus yang berikutnya, aku bikin

“Sudah Tak Ada Lagi Pulang”. Nah kalo itu dedikasinya kayak cerita representatif cerita hidup kakekku. Kayaknya pernah aku tulis deh di caption youtube itu atau di webku. Aku pernah tulis representasi cerita kakekku yang dulunya petani cuma karena ada program negara bikin sebuah proyek akhirnya dia gak punya sawah.

P Di daerah mana Mas?

N Di Borosuci, Kulon Progo.

P Tapi itu sempet masuk berita gak kasusnya?

N Nggak sih. Gak sampe kayak Wadas misalnya. Lebih kayak program pemerintah dan itu udah lama.

P Desanya bener-bener digusur semua atau gimana?

N Ada yang dijual, ada yang mau gak mau harus jual karena gak enak.

Sekaligus itu juga kayak semacam cerita yang gak asing di Indonesia mungkin bahkan di dunia karena kebanyakan petani, apalagi, salah satunya yang paling banyak atau orang yang dulu hidupnya di desa. Itu kan banyak mereka harus migrasi dan jadi buruh di pinggiran kota, atau kota, atau jadi TKI karena gak ada lagi mata pencaharian di desa kan? Terus itu mereka

Sekaligus itu juga kayak semacam cerita yang gak asing di Indonesia mungkin bahkan di dunia karena kebanyakan petani, apalagi, salah satunya yang paling banyak atau orang yang dulu hidupnya di desa. Itu kan banyak mereka harus migrasi dan jadi buruh di pinggiran kota, atau kota, atau jadi TKI karena gak ada lagi mata pencaharian di desa kan? Terus itu mereka

Dokumen terkait