• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas maka peneliti menyampaikan saran bahwa jurusan Ilmu perpustakaan dapat mempertimbangkan Jurnal ini sebagai salah satu Referensi dalam mencari informasi bidang Ilmu Perpustakaan karena memuat informasi yang update dan juga jurnal ini khusus membahas tentang ilmu perpustakaan dan informasi.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Bibliometrika

2.1.1 Pengertian Bibliometrika

Bibliometrika merupakan salah satu cabang yang tergolong masih muda dari ilmu perpustakaan yang pertama kali diperkenalkan oleh Allan J. Pritchard pada tahun 1969 (Sulistyo-Basuki 2002,2). Istilah bibliometrika berasal dari kata biblio yang artinya buku dan metrics yang artinya berkaitan dengan mengukur. Jadi bibliometrics berarti mengukur atau menganalisis buku atau literatur dengan menggunakan pendekatan matematika dan statistika (Diodato dalam Pattah Husaebah 2013,48).

Pritchard sebagaimana dikutip oleh Glanzel (2003) “bibliometrics is the application of mathematical and statistical methods to books and other media of communication.” Artinya bibliometrika adalah sebuah aplikasi matematika dan metode statistik untuk buku dan media komunikasi lainnya. Istilah yang sama juga disampaikan oleh Lasa (2005) menyatakan bahwa,”bibliometrika adalah suatu pengawasan koleksi perpustakaan dengan cara penerapan metode statistika dan matematika terhadap buku dan media rekam lain”. Kedua istilah di atas memiliki pengertian yang sama tentang bibliometrika yaitu mengartikannya sebagai sebuah aplikasi yang digunakan untuk mengawasi koleksi perpustakaan (buku dan media rekam lainnya) dengan metode matematika dan statistik.

penggunaan dokumen dan pola publikasi dengan menerapkan metode matematika dan statistika”. Pengertian yang sama juga diungkapkan oleh Harande (2001) menyatakan bahwa, “bibliometrics isit refers to the application of statistical technique to the literatur of a given subject. Bibliometrics studies the patterns of communication between documented information and the potential users of information”.

Penyataan The British Standarts Institution mengenai bibliometrika lebih mengarah terhadap pengkajian penggunaan dokumen dan cara mempublikasikannya, sedangkan Harande menekankan bahwa bibliometrika cenderung untuk menyediakan informasi dan ilmu pengetahuan, juga merupakan sistem mengkomunikasikan informasi dengan objeknya.

Pendapat yang lebih kompleks dinyatakan oleh Boyce, et al dalam Mustikasari (2008,10) yaitu “bibliometrika merupakan studi mengenai produksi dan penyebaran informasi yang secara operasional dikaji melalui produksi dan penyebaran media yang merekam informasi untuk disimpan dan disebarluaskan”. Artinya, bibliometrika merupakan studi mengenai produksi informasi yang nantinya disimpan di sebuah media lalu akan disebarluaskan.

Menurut White dan Mc.Cain yang dikutip Mustikasari (2008), “bibliometrika adalah suatu kajian kuantitatif dari literatur yang digambarkan dalam bibliografi”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Matrapata dalam Mirza Muhammad (2009,1) yang menyatakan bahwa,” Bibliometrics has been defined as the quantitative analysis of the characteristics, behaviour and productivity of all aspects of written communication, library staff and information users". Hal ini

dapat diartikan bahwa bibliometrika yang dikemukakan oleh White dan Mc.Cain hanya mencakup kajian kuantitatif yang digambarkan dalam bibliografi saja. Namun, Matrapata mencakup lebih luas tentang pengertian bibliometrika, tidak hanya melihat kajian kuantitatif, tetapi juga mencakup perilaku produktivitas, staff perpustakaan dan penggunaan informasi. Dengan begitu, pustakawan akan dapat mengukur, menyajikan dan menganalisis berbagai aspek dari informasi ilmiah secara kuantitatif.

Pao dalam Panggabean (2010,5) mendefenisikan bibliometrika adalah: “bibliometrics studies seek to quantify, describe, and predict the processes of written communication”. Artinya studi bibliometrika berusaha untuk mengukur, menjelaskan, dan memberikan prediksi dari proses komunikasi tertulis. Studi bibliometrika membantu dalam mengevaluasi layanan perpustakaan, pengembangan koleksi, penyempurnaan alokasi sumber daya, pengambilan kebijakan dan bahkan penyiangan. Data yang dihasilkan oleh metode bibliometrik memberikan dasar ilmiah untuk administrator perpustakaan untuk pengambilan keputusan.

2.1.2 Tujuan, Fungsi dan Ruang lingkup Bibliometrika

Tujuan bibliometrika ialah menjelaskan proses komunikasi tertulis dan sifat serta arah pengembangan sarana deskriptif penghitungan dan analisis berbagai faset komunikasi (Sulistyo-Basuki, 2002,3). Pendapat Sulistyo-basuki memberikan penjelasan tentang proses komunikasi tertulis dari segi sifat dan perkembangannya dalam suatu disiplin ilmu.

Sedangkan pendapat lain diungkapkan oleh Van Raan dalam Archambault,et al (2004) mengemukakan: “bibliometric methods are very useful for measuring the dissemination of knowledge in the natural sciences, but they are less effective in some applied fields, such as engineering”. Artinya bibliometrika sangat berguna dalam pengukuran penyebaran pengetahuan pada ilmu alam, tetapi sedikit aktif pada beberapa bidang seperi mesin.

Archambault (2004,2) berpendapat: “bibliometrics is made up of methods for conducting quantitative ananlysis of science”. Pendapat berbeda diungkapkan oleh Purnomowati (2004,16) mengungkapkan bahwa, “ bibliometrika dapat digunakan sebagai metode kajian yang bersifat deskriptif, misalnya yang berkaitan dengan kepengarangan, dan bersifat evaluatif, misalnya untuk mengkaji penggunaan literatur melalui analisis sitiran”.

Kedua pendapat di atas memiliki pendapat yang berdeda, dimana pendapat yang pertama mengacu pada metode yang bertujuan mengadakan proses kuantitatif terhadap suatu ilmu pengetahuan. Sedangkan pendapat yang kedua mengacu untuk mengkaji dokumen secara deskriptif yang kaitannya terhadap kepengarangan dan mengkaji secara evaluatif sitiran atau kutipan dari dokumen tersebut.

Fungsi atau manfaat aplikasi dari bibliometrika bagi perpustakaan menurut Sulistyo-Basuki (2002,8), adalah sebagai berikut:

a) “identifikasi literature inti

b) mengidentifikasi arah gejala penelitian dan pertumbuhan pengetahuan pada berbagai disiplin ilmu yang berlainan

c) menduga keluasan (comprehensiveness) literature sekunder d) mengenali pemakai berbagai subjek

e) mengenali kepengarangan dan arah gejalanya pada dokumen berbagai subjek

f) mengukur manfaat jasa SDI ad hoc dan retrospectif

g) meramalkan arah gejala perkembangan masa lalu, sekarang dan mendatang

h) mengidentifikasi majalah inti dalam berbagai ilmu

i) merumuskan garis haluan pengadaan berbasis kebutuhan yang tepat dalam batas anggaran belanja

j) mengembangkan model eksperimental yang berkorelasi atau melewati model yang ada

k) menyusun garis haluan penyiangan dan penempatan dokumen di rak secara tepat

l) memprakarsai sistem jaringan aras ganda yang efektif m) mengatu arus masuk informasi dan komunikasi

n) mengkaji keusangan dan penyebaran literatur ilmiah (melalui penggugugusan dan pasangan literatur ilmiah)

o) meramalkan produktivitas penerbit, pengarang, organisasi, negara atau seluruh disiplin

p) mendisain pengolahan bahasa automatis untuk auto-indexing, auto- abstracting, dan autoclassification

q) mengembangkan norma pembakuan”.

Namun sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh Hicks, Tomizawa Sato and Kobayashi (2004) dalam Mirza Muhammad Naseer sedikit berbeda dengan pendapat yang diatas menyatakan bahwa,“ They reviewed various studies and concluded that bibliometrics is playing important role in research evaluation though traditionally peer review played more prominent role”. Artinya, bibliometrika memainkan peranan penting dalam evaluasi penelitian meskipun secara tradisonal peer review memainkan peran yang lebih menonjol.

Kedua pendapat di atas memiliki pengertian fungsi tentang bibliometrika yang berbeda. Pendapat petama mencakup keseluruhan dari mulai identifikasi literatur sampai dengan kepada peraturan yang ada didalamnya. Sedangkan hasil penelitian di atas menekankan bahwa bibliometrika hanya memiliki peranan

Bibliometrika memiliki konsep kajian yang menjadi ruang lingkupnya. Council of Canadian Academies dalam Bornman Lutz (2014) menyatakan bahwa, “Bibliometrics on a professional level does not only evaluate the observed citations from publications, but also calculates normalized indicators which take into account that citations have different expected values depending on subject area and publication year. Artinya bibliometrika pada tingkat profesional tidak hanya mengevaluasi kutipan yang diamati dari publikasi, tetapi juga menghitung indikator normal yang memperhitungkan bahwa kutipan memiliki nilai yang berbeda tergantung pada wilayah subjek dan tahun publikasi.

Pendapat yang sama oleh Bornman Lutz (2014,2) juga mengatakan bahwa, “Evaluative bibliometrics compare the citation impact of researchers, research groups and institutions with each other across timescales and disciplines. Both factors, discipline and period – have an influence on the citation count which is independent of the quality of the publication. Artinya, evaluasi bibliometrika membandingkan dampak kutipan dari peneliti, kelompok peneliti, dan lembaga yang satu dengan yang lain dalam skala waktu dan kedisiplinan. Kedua faktor, dispilin dan waktu/periode, memliki pengaruh pada hitungan kutipan dari kualitas publikasi.

Pada dasarnya, kedua pendapat di atas memiliki konsep pengertian yang sama terhadap bibliometrika yaitu sama- sama menekankan bahwa studi bibliometrika tidak hanya memperhatikan kutipan dari peneliti, tetapi juga memperhatikan waktu atau periode dan juga kualitas publikasi informasi tersebut.

2.2 Keusangan Literatur

2.2.1 Pengertian Keusangan Literatur

Kajian tentang keusangan (obsolescence) merupakan salah satu kajian yang termasuk dalam objek kajian bibliometrika. Kajian ini membahas tentang umur sebuah dokumen atau jangka waktu penggunaan dokumen tersebut. Dokumen akan mengalami sebuah dinamika lahir, hidup dan mati. Hal ini tidak hanya berlaku bagi makhluk hidup, tetapi juga diterapkan bagi dokumen. Dokumen dikatakan “lahir”, pada saat dokumen itu diterbitkan. Kemudian dikatakan “hidup”, selama dokumen tersebut digunakan, dan pada akhirnya dokumen tersebut dikatakan “mati”, pada saat tidak ada lagi yang menggunakan dokumen tersebut. Death of paper adalah konsep dalam ilmu informetrika/ bibliometrika yang berarti bahwa suatu karya tidak pernah lagi dikutip.

Istilah Keusangan literatur (Obsolescence) berasal dari kata “obsolete” berarti out-of-date, no longer in use, no longer valid atau no longer fashionable (Mustafa 2008,2). Menurut Vickery dalam Mustafa (2008,2) menyatakan:”...Obsolescence is in fact a function of two factors, growth and obsolescences”. Pendapat diatas berarti bahwa keusangan/ obsolescence adalah fenomena dari dua faktor yaitu pertumbuhan dan keusangan. Sehingga kedua faktor tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan minat sesorang menggunakan literatur bidang ilmu tertentu yang direkam dalam bentuk dokumen atau media lain.

bahwa dokumen sudah usang, bila dokumen tersebut jarang digunakan”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Zafrunnisha,dkk yang menyatakan, “Obsolescence is defined as the decline over time in the validity or utility of information. Studies of aging or obsolescence of documents commonly assess the decline in the use of a representative set of documents over time. Growth in the literature of a particular field plays an important role in age distribution”.

Artinya bahwa, konsep dari keusangan tersebut adalah masa dimana dokumen tersebut mengalami penurunan penggunaan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti penggunaan yang jarang terhadap dokumen, juga usia dokumen yang relatif sudah tua dan mengalami penurunan keabsahan informasi serta pertumbuhan literatur dalam suatu bidang tertentu mempunyai peranan penting dalam usia distribusi. Namun, faktor tersebut menjadi suatu pernyataan yang berlawanan, dimana ketika sebuah dokumen yang sudah tua hanya digunakan ketika informasi berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan yang cenderung digabungkan dengan karya terakhir, sedangkan literatur yang mutakhir sangat menarik bagi ilmu praktisi.

Line dalam Gapen Kaye dan Milner Sigrid (1981) menyatakan bahwa kemunduran penggunaan dari dokumen terjadi karena beberapa alasan sebagai berikut:

1) the information is valid, but incorporated in later work 2) the information is valid, but superseded by later work 3) the information is valid, but is in a field of declining interest 4) the information is no longer valid.

Penjelasan dari pernyataan tersebut dapat diuraikan bahwa penurunan penggunaan suatu dokumen disebabkan karena:

- informasi sahih, namun sudah terserat dalam dokumen berikutnya

- informasi sahih, namun informasi tersebut berada dalam bidang yang kurang diminati

- informasi masih sahih namun sudah digantikan karya berikutnya - informasi tidak lagi dianggap sahih.

Dari penjelasan di atas, yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa sebuah dokumen yang masih sahih dapat mengalami penurunan penggunaan literatur, namun itu hanya dari segi jarangnya dokumen tersebut digunakan. Akan tetapi nilai dokumen tersebut masih tinggi. Kajian terhadap dokumen karenanya hanya merupakan sebagian indikator tentang keusangan literatur.

Kajian tentang keusangan merupakan tindakan yang dilakukan terhadap perubahan penggunaan dokumen dalam waktu tertentu. Penurunan penggunaan dapat dilihat dari segi nilai literatur dan dari segi tingkat penggunaan literatur tersebut. Untuk menghindari kerancuan pengertian, maka perlu dibedakan pengertian penurunan penggunaan dan penurunan nilai dari literatur tersebut. Penurunan penggunaan dimaksudkan yaitu bahwa literatur sangat jarang digunakan. Sedangkan penurunan nilai literatur dimaksudkan bahwa literatur yang masih baru lebih mutakhir dibandingkan literatur yang sudah tua.

Pertumbuhan dari literatur merupakan suatu kejadian yang menunjukkan peningkatan jumlah publikasi pada waktu tertentu. Engghe dikutip oleh Hartinah (2002) menyatakan bahwa, “pertumbuhan literatur mempunyai aspek sosiologi, karena secara tidak langsung pertumbuhan literatur menunjukkan kemampuan pengguna untuk akses literatur.” Artinya, mengkaji pertumbuhan literatur dengan mengetahui tingkat keusangan literatur, maka kita dapat memperkirakan

Pemilihan dan penggunaan literatur terhadap kebutuhan seorang peneliti atau lainnya didasarkan terhadap informasi yang bernilai mutakhir atau aktual (up-date). Hal ini mempengaruhi hasil penelitian yang dilakukan peneliti terhadap karya peneliti sebelumnya. Kebutuhan terhadap informasi cenderung untuk mencari, memilih, memperoleh dan memanfaatkan intormasi tersebut untuk menjawab permasalahan tertentu. Oleh karena itu, informasi yang digunakan adalah informasi yang memiliki nilai yang mutakhir, relevan dan berkualitas.

Mustafa (2008,4) menyatakan parameter informasi adalah sebagai berikut: 1. Kuantitas: Diukur dengan jumlah dokumen, halaman, kata, karakter,

byte dsb.

2. Isi: arti atau makna suatu informasi.

3. Struktur: format atau bangun suatu informasi dan kaitan logisnya diantara unsur- unsur yang membentuknya.

4. Bahasa: simbol, abjad, kode atau tata bahasa informasi itu disampaikan.

5. Kualitas: Kelengkapan, ketepatan, relevansi informasi yang disampaikan

6. Usia: Selang waktu kapan suatu informasi masih bernilai atau dimanfaatkan.

Keusangan literatur merupakan salah satu dampak dari perkembangan ilmu pengetahuan. Hal itu terjadi karena ilmuwan lebih dominan menggunakan informasi yang mutakhir, menarik dan aktual, sedangkan informasi yang sudah tua cenderung digunakan saat informasi tersebut relevan saja.

2.2.2 Manfaat Kajian Keusangan Literatur

Menurut Mustafa (2008), “kajian literatur setidaknya bermanfaat untuk efisiensi dalam bidang pengelolaan perpustakaan”. Hal ini karena hasil kajian keusangan lieratur dapat digunakan untuk Penyiangan koleksi yang tidak diperlukan lagi, Pemanfaatan ruang/rak yang terbatas, pemisahan koleksi yang

digunakan dengan frekuensi tinggi dan rendah dan efektifitas pelayanan. Selain itu, kajian tentang keusangan turut menjadi objek kajian yang menarik dalam pengembangan ilmu infometrika/bibliometrika.”

Dari pendapat yang dikemukakan, maka dapat diketahui beberapa manfaat kajian keusangan literatur,yaitu:

1. Kajian keusangan literatur dapat megetahui perkembangan pertumbuhan suatu bidang ilmu pengertahuan.

2. Kajian keusangan literatur dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur tingkat keterpakain sebuah dokumen

3. Kajian keusangan literatur dapat membantu perpustakaan untuk menyediakan informasi yang mutakhir dan aktual (up-date)

4. Kajian keusangan literatur dapat membantu pengguna untuk mendapatkan informasi yang terbaru.

5. Kajian keusangan literatur membantu perpustakaan untuk memanajemen ruangan dan memudahkan petugas mengatur bahan koleksi.

2.2.3 Konsep Mengkaji Keusangan Literatur

Dalam kajian bibliometrika, data sitiran dari suatu literatur dapat digunakan untuk mengukur keusangan literatur tersebut. Sebuah dokumen akan lebih usang jika dokumen tersebut semakin sedikit yang mengutipnya karena usia.

Menurut Diodato Virgil (1993) mengatakan bahwa,

In measuring either one, the researcher records at least two place of information (1) the publication dates of source documents in the field being analyzed; and (2) the publication dates of documents that are cited by the source documents (for synchronous obsolescence) or

Artinya bahwa untuk mengukur salah satu, peneliti memiliki dua tempat informasi (1) tanggal penerbitan dokumen referensi yang dianalisis dilapangan; (2) tanggal publikasi dokumen yang dikutip oleh dokumen referensi (synchronous) atau tanggal publikasi dokumen yang mengutip dokumen referensi ( diachronous ).

Pendapat lain dari Purnomowati (2008,10) menegaskan bahwa,

Kedua cara tersebut memang mirip tetapi dengan cara penanganan yang berbeda. Jika sychronous menentukan literatur yang menyitir kemudian mengkaji distribusi usia referensi yang ada di dalamnya, maka dychronous menentukan literatur yang disitir kemudian mengkaji penggunaan literatur tersebut pada terbitan selanjutnya.

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa: keusangan sychronous diukur dengan cara mengurangi tahun terbit literatur dari sumber yang mendukung (referensi) literatur tersebut. Sedangkan keusangan dychronous diukur dengan cara memeriksa tahun terbit dari sitiran yang diterima literatur tersebut. Untuk mengkaji konsep keusangan literatur, maka penulis menggunakan keusangan synchronous.

2.3 Paro Hidup Literatur (half-life)

2.3.1 Pengertian Paro Hidup Literatur (Half-life)

Perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini berkembang dengan sangat cepat dan pesat. Hal ini menyebabkan banyak lahir dokumen-dokumen/literatur baru baik berbentuk cetak maupun non cetak pada setiap bidang ilmu. Lahirnya dokumen yang terbaru menjadikan dokumen yang sebelum-sebelumnya akan mengalami keusangan.

Istilah paro hidup pertama kali di teliti oleh R.E Burton dan R.W Kebler. Mereka mendefenisikannya sebagai waktu saat setengah dari seluruh literatur

suatu disiplin ilmu digunakan secara terus menerus. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Charless F Gosnell tahun 1944, yang meneliti dalam skala yang lebih kecil yaitu mengenai tingkat keterpakaian koleksi diperpustakaan. Namun penelitian ini masih cukup sangat sederhana.

Paro hidup merupakan istilah yang diambil dari bidang ilmu fisika yang menunjukkan masa aktif (waktu paruh) suatu zat radio-aktif. Paro hidup mengacu pada adanya waktu yang diperlukan oleh suatu atom untuk meluruh menjadi setengahnya secara terus menerus hingga atom suatu unsur itu habis. Burton dan kebler mengungkapkan bahwa,

"The concept of half-life is most familiar to the physicist and nuclear engineer who employ it to describe the decay of radioactive substances, Recently, however, the expression has been used by documentalist, some librarians and other information 'officers' to describe a totally different measure in a manner which implies a rather rigid analogy. The term was much in evidence at the international Conference on Scientific information meetings in Washington in November, 1958. Unfortunately, unlike the physicists' use of the expression, which is bounded by a precise definition, the documentalist use has been imprecise unverified by evidence and generally subject to criticism.”

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa konsep “Waktu Paruh” adalah hal yang paling akrab bagi fisikawan dan teknik nuklir yang menggunakannya untuk menggambarkan peluruhan zat radioaktif . Baru- baru ini, meskipun sudah digunakan oleh dokumentalis, beberapa pustakawan dan petugas informasi lainnya untuk menggambarkan perbedaan ukuran dengan cara menyiratkan analogi yang lumayan kaku. Istilah tersebut terbukti banyak pada konfrensi internasional mengenai pertemuan informasi ilmiah di Washinton pada November, 1958. Sayangnya, tidak seperti para ahli fisika yang dibatasi oleh

defenisi tepat, penggunaan dokumentalis belum di verifikasi dengan bukti dan umumnya masih dikritik.

Untuk waktu paruh yang berlaku dalam keusangan literatur, Line dalam Manullang (2011,4) menyatakan: ”The half life of literature is bound to be shorter the more rapidly the literature growing”. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa paro hidup dari sebuah literatur adalah batas cepat tidaknya pertumbuhan dari literatur tersebut sehingga hanya tidak terpakai, tetapi tidak dapat digunakan.

Paro hidup adalah bagian dari kajian keusangan literatur. Dalam konsep bibliometrika, paro hidup merupakan tingkat keusangan literatur yang didasarkan pada sitirannya dan menitikberatkan pada tahun terbit. Oleh karena itu, semakin baru terbitan suatu literatur khususnya literatur ilmiah seperti jurnal dan yang lainnya, maka literatur tersebut akan sering disitir oleh karya tulis lainnya.

Menurut N. Zafrunnisha mengenai paro hidup menyatakan bahwa, “half- life is used as a measure. Half-life refers to the time during which one half of the current active literature was published”. Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh I Gede Surata yang dikutip oleh Mustikasari (2008) menyatakan bahwa “Paro hidup literatur merupakan ukuran waktu pada saat mana setengah dari semua literatur suatu disiplin ilmu secara terus-menerus digunakan sejak diterbitkan”. Artinya, setiap literatur memiliki tingkat keterpakaian selama setengah waktu dari semua literatur suatu disiplin ilmu yang digunakan sejak diterbitkan.

Antara disiplin ilmu dengan ilmu yang lain berbeda paro hidupnya. Berdasarkan penelitian yang diluar negeri adalah paro hidup untuk ilmu fisika 4,6 tahun; fisiologi 7,2 tahun; kimia 8,1 tahun; botani 10,0 tahun; matematika 10,5 tahun; geologi 11,8 tahun; kedokteran 6,8 tahun; hukum 12,9 tahun; Kardiologi 2 tahun dan bidang sosial 5 tahun (Diodato Virgil, 1993).

Faktor yang memepengaruhi keusangan atau paro hidup adalah jumlah penggunaan literatur, jumlah publikasi dalam bidang tertentu, dan jumlah penulis dalam bidangnya. Semakin banyak literatur dalam sebuah bidang tertentu maka akan semakin mempengaruhi paro hidupnya. Paro hidup literatur suatu bidang ilmu dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukur pertumbuhan dan perkembangan suatu bidang ilmu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin kecil usia keusangan literatur suatu bidang ilmu maka semakin cepat perkembangan ilmu tersebut.

2.3.2 Manfaat Kajian Paro Hidup Literatur

Paro hidup merupakan salah satu kajian dalam bidang bibliometrika yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur dari pertumbuhan dan perkembangan suatu bidang ilmu tertentu. “Half-life mengindikasikan kekayaan atau kemiskinan informasi yang digunakan dalam sebuah dokumen” (Hartinah 2009, 20). Artinya paro hidup dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyediakan koleksi bagi penggunanya di perpustakaan, serta sebagai ukuran untuk

Dokumen terkait