• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

1. Tokoh agama Islam di Dusun Siwal Desa Siwal

Berdasarkan pengamatan di lapangan sebaiknya tokoh agama yaitu kiayi dan modin sebaiknya memberikan perhatian yang lebih terhadap pendidikan melalui budaya Jawa yang terkait dengan pendidikan Islam, karena masyarakat masih memperlukan pendidikan agama Islam melalui media yang lain agar lebih bertambah pemahamannya tentang agama Islam khususnya pesan-pesan yang terkandung dalam tradisi ngijing tersebut.

2. Masyarakat Siwal

Untuk masyarakat Siwal agar tetap menjaga dan melestarikan tradisi yang sesuai dengan ajaran agama Islam agar nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi ini tersampaikan pada generasi mendatang. Serta bagi masyarakat Siwal juga sebaiknya berhati-hati dalam melaksanakan tradisi ngijing. Bentuk dari kehati-hatian ini yaitu dengan meluruskan niat dari setiap individu masyarakat hanya untuk Allah Swt. semata, karena niat merupakan suatu hal yang penting dalam melakukan suatu perbuatan.

3. Pemerintah

Bagi sebagian masyarakat tradisi ngijing dianggap sebagai pernbuatan syirik kepada Allah Swt. Oleh karena itu untuk menghindari kesalahpahaman tersebut maka pemerintah setempat

sebaiknya menerbitkan buku tentang tradisi ngijing yang menjelaskan ritual, terutama dari sudut pandang Islam.

4. Hasil dari penelitian ini jauh dari kata sempurna, maka diharapkan pada masa depan ada penelitian yang berusaha menggali lebih dalam lagi tentang nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi ngijing yang belum terungkap dari karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Bustanuddin.2005.Agama Dalam Kehidupan Manusia: Pengantar Antropologi Agama.Jakarta. PT. Rajagrafindo Persada

Ali, Muhammad Daud.2008.Pendidikan Agama Islam.Jakarta:Rajawali Press Asmara.2002.Pengantar Studi akhlak.Jakarta:PT.RajaGrafindo.

Assegaf, Abd. Rachman. 2011. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif. Depok: PT RajaGrafindo Persada

Bayuadhy, Gesta. 2015. Tradisi-tradisi Adiluhung Para leluhur Jawa: Melestarikan Berbagai Tradisi Jawa Penuh Makna.Yogyakarta:Dipta Beatty, Andrew.2001. Variasi Agama Di Jawa Suatu Pendekatan Antropologi.

Terjemah oleh Achmad Fedyani Saefuddin.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet.I

Bratawidjaja, Thomas Wiyasa.1984.Upacara Tradisional Masyarakat Jawa

.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cet.I

Bratawidjaja, Thomas Wiyasa.1988.Upacara Tradisional Masyarakat Jawa

.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, cet.II

.2000.Upacara Tradisional Masyarakat Jawa.Jakarta:PT. Mudas Surya Grafindo, cet.IV

Daroeso, Drs. Bambang.1986. Dasar Konsep Pendidikan Moral Pancasila. Semarang:Aneka Ilmu

Daradjat.2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Fattah, Munawir Abdul. 2008. Tradisi Orang-orang NU. Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara, cet. VI

Geertz, Clifford.1995. Kebudayaan dan Agama.Terjemahan oleh Francisco Budi Hardiman. Yogyakarta:Kanisius,cet. III

.1981. Abangan, Santri, dan Priyayi DalamMasyarakat Jawa. Terj Aswab Muhasin. Pustaka Jaya

Hafidz dan Kastolani.2009. Pendidikan Islam Antara Tradisi dan Modernitas.

Salatiga: STAIN Salatiga Press

Jamil, dkk (Ed.).2002.Islam dan Kebudayaan Jawa.Yogyakarta:Gama Media, cet.II

Koentjaraningrat.1985.Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta:Dian Rakyat Koentjaraningrat.1994. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

Suprayogo, Imam.2001.Metodologi Penelitian Sosial-Agama.Bandung:Remaja Rosda Karya

Marzali, Amri. 2007.Antropologi dan Perkembangan Indonesia.Jakarta: Kencana Perdana Media Group

Moloeng, Lexy J.2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda Karya, cet.XXV

Nizar, Dr. H. Samsul, M.A. 20002. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis.Jakarta:Ciputat Pers

Rahman, Budhy Munawar.2006.Ensiklopedi Nurcholis Madjid Pemikiran Islam di Kanvas Peradapan Jakarta:Mizan

Soehartono, Irawan. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Soenarji, Drs. M dan Drs. Cholisin. 1989. Konsep Dasar Pendidikan Moral Pancasila. Yogyakarta:Laboratorium Jurusan Pendidikan Moral Pancasila dan Kewargaan Negara.

Sugiyono.2006. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Syam, Nur. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara

Tafsir, Ahmad.2010. Filsafat Pendidikan Islam: Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Taufiq, Muhammad.2013. Nilai-nilai Pendidikan dalam Ritual Adat Kematian (Studi di Desa Kebondowo Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang.

Para ibu-ibu memasak untuk prosesi acara.

Jenis makanan untuk berkat.

Jenis makanan untuk berkat.

Acara tahlilan dan yasinan.

Jajanan Pasar dan palawija.

Modin melakukan doa sebelum pembongkaran makam.

Kijing yang akan dipasang.

Pembuatan pondasi untuk peletakan kijing.

Pembangunan batu nisan setengah jadi.

Wawancara dengan Bapak Slamet Utomo.

Wawancara dengan Ibu Sri Ningsih.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Wiratno

2. Usia : 52 tahun

3. Pekerjaan : Wiraswasta

4. Hari/Tanggal : Senin, 01 Juni 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Tahu, sehari sebelum ke pemakaman untuk membangun batu nisan, di rumah mengadakan slametan kenduri pada sore hari dan malam harinya mengadakan acara tahlil dan yasinan. Pagi harinya ke pemakaman untuk membangun batu nisan (ngijing).

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Nasasumber :Diperbolehkan ngijing kalau sudah seribu hari (nyewu) atau sesudah seribu hari juga tidak apa-apa.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi pergantian batu nisan (ngijing)?

Narasumber :saat slametan kenduri ada tumpeng beserta lauk pauknya dan ingkung, dan pada saat ngijing di pemakaman ada tumpeng juga dan ayam bakar.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :iya tidak apa-apa. Itu sebenarnya tergantung dari keluarganya dan juga kemampuan finansialnya.

Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :manfaat dari tradisi ngijing ini adalah sebagai wujud berbakti kepada orang tua dan juga sebagai pengingat dimana makam keluarganya dikebumukan.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :menurut saya iya mengajarkan kepada anak cucu nanti untuk berbakti kepada orang tua dengan selalu mendoakannya.

Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :sebenarnya dalam agama Islam tidak ada ajaran untuk ngijing ini, namun karena sudah tradisi maka sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyarakat di sini.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Sri Ningsih

2. Usia : 40 tahun

3. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 4. Hari/Tanggal : Senin, 01 Juni 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :iya, pada sore hari biasanya pukul 16.00 ada slametan kenduri yang dihadiri oleh tetangga dekat saja, setelah itu malam harinya ada tahlil dan yasin yang dihadiri para tetangga juga.

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber :warga yang boleh ngijing adalah bila pemakaman almarhum sudah sampai seribu hari setelah kematiannya.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :pada saat kenduri ada nasi gurih atau uduk berserta lauk pauknya, bunga setaman, ingkung, rempah, peyek, krupuk, tempe dan juga telur. Pada saat di pemakaman keesokan harinya ada nasi tumpeng, ayam panggang, kelapa satu butir, gula jawa setangkep, palawija, pisang raja, dan juga jajan pasar.

Narasumber :tidak apa-apa. Kemungkinan mereka belum punya uang pada waktu seribu harinya keluarga yang meninggal, karena bisa dilakukan pada lain waktu yang penting sudah masuk pada seribu hari.

Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :manfaatnya hanya dijadikan tanda bahwa keluarga yang sudah meninggal dimakamkan di sana dan bagi keluarga yang jauh bisa langsung tahu pada saat ziarah ke makam.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :menurut saya tidak ada pendidikan Islam, hanya saja untuk menghormati leluhur yang telah mewariskan budaya ini.

Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :yang saya tahu, di Islam tidak ada tuntunan tentang ngijing. Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Bejo

2. Usia : 48 tahun

3. Pekerjaan : Perangkat Desa 4. Hari/Tanggal : Selasa, 02 Juni 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :sebelum acara membangun kijing biasanya mengadakan kenduri di rumah pada sore hari. Setelah itu acara tahlil dan yasin yang

dihadiri para tetangga pada malam harinya yaitu setelah isya‟. Lalu

pada pagi harinya baru ke pemakaman untuk acara membangun batu nisan (ngijing).

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber :kalau sudah seribu hari setelah kematian, ini sesuai dengan tradisi yang sudah ada dari dulu.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :makanan yang biasanya di suguhkan pada sat kenduri adalah nasi gurih, ingkung, dan lainya juga ada bunga setaman. pada saat ke makam hampir sama namun bukan ingkung melainkan ayam panggang.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :iya tidak apa-apa, di sini yang tidak melakukan ngijing tidak dijauhi atau dikucilkan, hal ini karena berdasarkan permintaan keluarga yang sebelum meninggal dia meminta untuk tidak di kijing. Seperti ayah saya dulu yang tidak mau kijing maka pihak keluarga yang masih hidup tidak melakukan ngijing.

Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Manfaatnya adalah sebagai tanda atau tetenger agar keluarga yang masih hidup tahu bahwa salah satu keluarga atau saudara pernah dimakamkan di tempat tersebut.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Pendidikan Islamnya adalah mengajarkan untuk berbakti kepada orang tua dengan cara selalu mendoakan walau sudah meninggal. Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut

sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :sebenarnya agama Islam tidak mengajarkan untuk membangun kijing dimakam. Membangun kijing ini sudah menjadi tradisi di masyarakat Siwal ini maka dari itu masih dilakukan tradisi tersebut agar tradisi ini tidak hilang dan dapat diteruskan pada generasi berikutnya.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Sri Ningsih

2. Usia : 39 tahun

3. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 4. Hari/Tanggal : Senin, 01 Juni 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti : Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Iya, sebelum ngijing di makam sebelumnya pada sore hari di rumah mengadakan selamatan kenduri. Pada malam harinya yaitu

setelah Isya‟ atau pukul 08.00 ada acara tahlilan dan yasinan. Baru

pagi harinya untuk laki-laki ke makam untuk ngijing, sedangkan perempuan di rumah memasak untuk makan para warga yang turut membantu.

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber :kalau setelah seribu hari dari kematiannya, sebelum seribu hari belum boleh melakukan ngijing.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Pada saat kenduri, makanannya meliputinasi uduk atau nasi gurih, rempah, peyek, krupuk, telur, ayam ingkung, dan bunga setaman. Sedangkan untuk acara pagi harinya saat ke pemakaman adalah

nasi tumpeng, ayam panggang, gula merah saru tangkep, tukon pasar, kelapa bulat satu butir dll.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :kalau di Siwal ini semuanya masih mengikuti tradisi ngijing. Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi

membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :manfaat dari prosesi ngijing yaitu sebagai tanda bahwa makam keluarganya berada di sana.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :menurut saya tidak ada nilai pendidikan Islamnya.

Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :dalam Islam tidak terdapat ajarannya, hanya tradisi ini masih dilaksanakan karena sudah diwariskan oleh nenek moyang.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Slamet Utomo

2. Usia : 65 tahun

3. Pekerjaan : Tani

4. Hari/Tanggal : Selasa, 02 Juni 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :sehari sebelum ngijing ke makam, melakukan selamatan kenduri yang dilaksanakan pada sore hari dengan mengundang tetangga terdekat. Pada malam harinya acara dilanjutkan yaitu tahlilan dan yasinan yang juga mengundang tetangga terdekat dan masyarakat. Peneliti : Bacaaan apa yang biasanya dibacakan dalam acara selamatan

tersebut?

Narasumber :Bacaan yang dibaca seperti pada umumnya saat acara kenduri, tahlil, dan yasiin. Pada saat membakar menyan ada pula doanya yaitu bismillahirrahmani rahiim. Niat ingsun obong menyan esisu kuning wetan wesi kuning probo kidul tegal lelono ono kulon mbok siragel kuning ono lor, krenges arang jati karubing menyan, kukuse menyan suwono ingkang baurekso enten makam mriki. Wontenipun jabang bayi kulo nyaosi sekul petak gondho arum kunjuk dumatheng akal bakal wonten ing makam mriki.

Narasumber :setelah 3 tahun atau seribu hari baru bisa ngijing karena kemungkinan setelah waktu itu nisan dari kayu sudah lapuk atau rusak.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :makanan yang disediakan adalah untuk sedekah yang disesuaikan dengan kemampuan yang punya hajat.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :ngijing sebenarnya tidak diharusnya hanya karena hal tersebut sudah menjadi tradisi maka sampai sekarang masih dilaksanakan. Dengan kata lain untuk melestarikan tradisi yang sudah ada.

Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narsumber :sebenarnya tidak ada manfaatnya, ngijing ini hanya untuk dijadikan tanda atau tetenger saja.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber : menurut saya tidak ada.

Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :sebenarnya ngijing tidak sesuai dengan tuntunan Islam karena sudah menjadi tradisi maka masih dilakukan. Seperti menyan dan sesaji itu adalah ajaran agama Hindu dan Budha sebelum Islam datang ke Indonesia.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Novi Saputri

2. Usia : 28 tahun

3. Pekerjaan : Karyawan swasta

4. Hari/Tanggal : Kamis, 27 Agustus 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti : Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :saya tidak tahu prosesinya apa saja karena saya baru pindah tujuh tahun yang lalu dan orang tua saja belum pernah ngijing.

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber : dari yang saya dengar kalau mau ngijing menunggu seribu hari setelah kematiannya.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :biasanya sesuai dengan kemampuan dari yang punya hajat karena makanan tersebut sebagai sedekah bukan yanglainnya.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :di masyarakat Siwal belum pernah ada yang tidak ngijing pada saat setelah seribu hari kematian.

Narasumber :untuk melestarikan tradisi yang sudah ada dan juga ngijing itu sebagai tanda atau tetenger. Sebenarnya ngijing memiliki sisi negatifnya yaitu tanah yang sudah di kijing tidak bisa ditempati jenazah yang lainnya.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :pendidikan Islam yang terdapat dalam tradisi ini yang saya amati adalah mengajarkan untuk selalu berbakti kepada orang tua agar selalu mendoakan mereka walau sudah meninggal sekalipun. Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut

sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber : menurut saya tidak sesuai tuntunan Islam karena dalam agama Islam yang telah saya pelajari tidak ada ajaran untuk ngijing pemakaman.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Wiranti

2. Usia : 59 tahun

3. Pekerjaan : Dagang

4. Hari/Tanggal : Kamis, 27 Agustus 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :yang saya tahu sebelum ke makam pada pagi hari, sore hari sebelumnya mengadakan selamatan kenduri dan sore hari nya acara tahlil dan yasin yang dihadiri oleh tetangga sekitar.

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber :menurut tradisi di sini ngijing dilakukan setelah seribu hari kematiannya baru bisa ngijing.

Peneliti :Apa saja makanan yang disertakan dalam prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :biasanya ada nasi tumpeng, ayam ingkung, berserta lauk pauknya, telur, tukon pasar, dan bunga setaman.

Peneliti :Bagaimana pendapat Anda terhadap seseorang yang tidak melaksanakan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :Di masyarakat Siwal semuanya masih melaksanakan tradisi ngijing ini.

Peneliti :Apa manfaat yang dapat diambil dari pelaksaan prosesi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :manfaatnya sebagai tanda atau tetenger saja.

Peneliti :Apa saja nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam tradisi membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :pendidikan Islamnya melatih mengaji pada saat acara tahlil dan yasin yang dilakukan sebelum ngijing ke makam.

Peneliti :Menurut Anda, apakah tradisi membangun nisan (ngijing) tersebut sesuai dengan tuntunan agama Islam?

Narasumber :dalam Islam tidak ada tuntunan untuk melakukan tradisi ngijing ini.

Peneliti : terima kasih atas kesediaan Bapak. Wassalamualaium. Narasumber : iya sama-sama. Walaikumsalam.

HASIL WAWANCARA

1. Nama : Parmi Utomo

2. Usia : 59 tahun

3. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga 4. Hari/Tanggal : Kamis, 27 Agustus 2015

Peneliti : Assalamualaikum. Nama saya Nur Rofiqoh dari IAIN Salatiga. Maaf mengganggu waktu Bapak.

Narasumber : walaikumsalam. Iya, ada yang bisa saya bantu?

Peneliti : saya ingin bertanya tentang tradisi ngijing yang ada di masyarakat siwal ini.

Narasumber : iya, silahkan.

Peneliti :Apakah Anda tahu prosesi apa saja dalam pelaksaan membangun batu nisan (ngijing)?

Narasumber :acara selama dua hari satu malam. Sehari sebelum ke makam pad sore hari mengadakan kenduri. Pada malam harinya dilanjutkan dengan tahlil dan yasin di tempat yang punya hajat.

Peneliti :Kapan diperbolehkan membangun batu nisan (ngijing) di masyarakat ?

Narasumber : sesuai dengan tradisi yang sudah dilaksanakn selama ini yaitu seribu hari setelah kematian atau sesudah seribu hari juga tidak apa-apa.

Narasumber : pada saat kenduri ada tumpeng besar, ingkung, sayur, gorengan, kedelai hitam dan kelapa, bunga setaman, lalapan, dan juga jenang

Dokumen terkait