NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI
MEMBANGUN KIJING/NGIJING (Studi Deskriptif Di
Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Semarang)
SKRIPSI
Diajukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)
OLEH
NUR ROFIQOH
NIM 111 11 231
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
MOTTO
Merusak diri sendiri adalah hal yang begitu mudah, so...
Save yourself, Do the best, and Remember to Allah Swt.
PERSEMBAHAN
Hasil karya ini kupersembahkan untuk:
Orang Tuaku,
Sahabat-sahabat ku, dan
KATA PENGANTAR
Asslamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT. Atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku rektor IAIN Salatiga.
2. Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
3. Bapak Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya
serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk
menyelesaikan tugas ini.
4. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku pembimbing akademik.
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
ABSTRAK
Rofiqoh. Nur. 2015 .Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Membangun Batu Nisan/Ngijing (Studi Deskriptif Di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dosen Pembimbing: Dr. Phil. Asfa Widiyanto, M.A
Kata kunci: Nilai, Pendidikan Islam, Tradisi, Ngijing
Latar belakang penelitian adalah tradisi ngijing pada seribu hari setelah seribu hari masih dilaksanakan oleh masyarakat khususnya Desa Siwal, beradasarkan teori Bratawidjaja bahwa selamatan seribu hari setelah kematian biasanya disertai dengan membangun batu nisan atau ngijing. Tradisi ngijing masih bertahan, dan dilestarikan di era globalisasi karena dalam tradisi yang memiliki makna dan nilai tinggi yang dipercayai oleh masyarakat Siwal. Tradisi juga sebagai media dalam menyampaikan pesan pendidikan dalam budaya Jawa.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana prosesi (tahapan) dalam ritual membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?, 2)Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual membangun batu nisan (ngijing) pada pemakaman di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?, 3) Apa sajakah manfaat prosesi dalam ritual pergantian nisan (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?. Tujuan penelitian ini adalah; 1) Untuk mengetahui prosesi atau tahapan dalam ritual tradisi membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, 2) Untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual tradisi membangun batu nisan (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, 3) Untuk mengetahui manfaat prosesi dalam ritual membangun nisan (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Penelitian ini menggunakan motede kualitatif dengan pendekatan etnografi. Pengumpulan data menggunakan taknik observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk mendapatkan data yang akurat. Data yang diperoleh dianalisis dengan mereduksi data, menyajiakan, lalu menyimpulkan data.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR BERLOGO... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
PENGESAHAN KELULUSAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... V MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK... x
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Fokus Penelitian... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian... 8
E. Penegasan Istilah ... 8
F. Metode Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 21
A. Definisi Nilai... . ... 21
B. Nilai Pendidikan Islam ... 24
C. Konsep Ritual Dari Segi Antropologi ... 29
D. Ritual Membangun Batu Nisan (Ngijing)... 33
E. Penelitian Terdahulu ... 37
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN... 39
A. Letak Geografis ... 39
B. Letak Demografis ... 40
C. Kondisi Ekonomi dan Pendidikan ... 41
D. Kondisi Sosial Budaya ... 44
E. Kondisi Keagamaan ... 45
F. Proses Pelaksanaan Tradisi Membangun Kijing (Ngijing) .... 48
BAB IV PEMBAHASAN ... 65
A. Pendahuluan ... ... 65
B. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Membangun
Kijing (Ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang ...
66
C. Nilai Positif dan Nilai Negatif Dalam Tradisi Ngijing di
Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kbupaten
D. Ritual Dalam Tradisi Membangun Batu Nisan (Ngijing) ... 77
E. Kesimpulan ... 83
BAB V PENUTUP... 85
A. Kesimpulan ... 85
B. Saran... 88
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan salah satu negara dari sekian banyak
negara yang memiliki budaya yang beraneka ragam. Bangsa Indonesia
yang kaya akan budaya ini tersebar di berbagai pulau, wilayah, bahkan
sampai ke pelosok pedesaan. Hal tersebut menjadi kebanggan tersendiri
bagi bangsa Indonesai karena nenek moyang bangsa Indonesia
mewariskan budaya yang beraneka ragam tersebut untuk generasi
penerusnya. Bentuk keanekaragaman tersebut terjadi tergantung dari
masing-masing budaya yang berkembang di daerah mereka. Budaya yang
berkembang di masing-masing daerah mempengaruhi kehidupan
masyarakat seperti bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
model pakaian, arsitektur bangunan, cara bergaul dan juga pengaruhnya
terhadapa kepercayaan serta ritual ibadah yang dijalankannya.
Salah satu budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah
budaya Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa dikenal dengan
identitas kejawaannya. Maka dari itu pemerintah menggalakkan
pelestarian budaya khususnya budaya Jawa. Budaya Jawa yang merupakan
budaya nasional yang mempunyai peranan penting bagi masyarakat
(Bratawidjaja, 2000:10). Hal tersebut karena suku Jawa menjadi suku
Dalam sejarahnya, perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa
mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh
karena itu corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang
bermacam-macam. Setiap masyarakat Jawa memiliki kebudayaan yang
berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara
yang satu dengan yang lain berbeda. Para leluhur atau nenek moyang Jawa
yang meninggalkan warisan identitas budaya tersebut bukan hanya patut
dibanggakan tetapi juga harus dilestarikan. Kebudayaan bagi orang Jawa
merupakan pengetahuan yang dijadikan pedoman atau penginterprestasi
keseluruhan tindakan manusia (Syam, 2005:16). Melalui definisi
kebudayaan tersebut memungkinkan mereka mengkaji agama, sebab
agama bukan gagasan atau produk hasil pemikiran manusia atau perbuatan
ataupun hasil dari perbuatan manusia. Akan tetapi perbuatan atau hasilnya
termasuk produk dari kebudayaan bukan semata-mata hasil dari agama.
Oleh sebab itu agama dilihat sebagai suatu sistem kebudayaan.
Disadari atau tidak, sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat,
banyak didominasi oleh nilai moral dalam kebudayaan Jawa, sehingga
usaha pelestarian budaya Jawa dilakukan melalui berbagai jalan agar tidak
ditinggalkan oleh masyarakat Jawa sendiri. Selain itu budaya Jawa juga
memiliki simbol-simbol yang sarat akan nilai-nilai hidup dan kehidupan
secara esensial. Simbol ini merupakan sumber-sumber informasi yang
Jawa dengan masih menjalankan budaya berarti juga mewariskan nilai
yang terkandung dalam budaya tersebut.
Pewarisan nilai dalam pendidikan Islam berarti menghidupkan
warisan nilai Islam. Menurut bahasa, pewarisan berarti pemindahan
kekayaan dari generasi terdahulu kepada generasi berikutnya
(An-Nahlawi, 1996:217). Memelihara warisan pemikiran dan kebudayaan
merupakan perkara yang sangat penting, sebab upaya tersebut meneruskan
pengalaman yang luhur dari generasi kepada generasi berikutnya. Namun
pewarisan luhur ini tidak dapat serta merta disampaikan secara utuh
kepada anak-cucu mereka, sebagian terpaksa di pertahankan dan sebagian
lagi perlu dimodifikasi. Pemodifikasian ini dilakukan karena mungkin ada
beberapa aspek yang bertentangan dengan aqidah ataupun sudah tidak
sesuai dengan zaman yang telah berubah.
Salah satu unsur budaya Jawa yang menonjol adalah adat istiadat
atau tradisi kejawen. Hasil pemikiran, cipta dan karya manusia merupakan
kebudayaan yang berkembang pada masyarakat, pikiran dan perbuatan
yang dilakukan oleh manusia secara terus menerus pada akhirnya menjadi
sebuah tradisi. Tradisi merupakan proses situasi kemasyarakatan yang di
dalamnya unsur-unsur dari warisan kebudayaan dan dipindahkan dari
generasi ke generasi. Ajaran Islam bisa dinyatakan telah kuat jika sudah
mentradisi ditengah masyarakat muslim, sehingga tradisi menjadi sangat
dalam tubuh masyarakat, sehingga untuk mengubahnya adalah sesuatu
yang sulit maka salah satu langkah bijak ketika tradisi itu tidak diposisikan
berhadapan dengan ajaran tetapi tradisi dijadikan pintu masuk ajaran.
Ketika dilihat dari sisi sejarahnya tradisi yang kita tahu bahwa
sebelum Islam masuk ke Indonesia mayoritas penduduknya beragama
Budha, Hindu, dan kepercayaan animisme dinamisme. Kedatangan wali
songo untuk mengajarkan Islam sangatlah sulit dan terhalang oleh
kepercayaan dan budaya yang sudah ada. Akhirnya para walipun mencoba
mengubah budaya yang sudah ada untuk dialihmaknakan kedalam ajaran
Islam. Jadi masyarakat tidak perlu meninggalkan budaya yang sudah ada
namun tetap menjalankan ajaran Islam. Ternyata cara ini mampu
diterapkan kepada masyarakat Indonesia khususnya di Jawa tersebut dan
dikenal dengan budaya Jawa.
Salah satu adat dan tradisi yang dialihmaknakan adalah tradisi
dalam ritual membangun kijing (ngijing) di pemakaman atau pasareyan
oleh masyarakat Jawa. Tradisi ini merupakan implementasi kepercayaan
mereka akan adanya hubungan yang baik antara manusia dengan yang
gaib. Tradisi ini telah lama ada bahkan sampai sekarang masih tetap
dilakukan walaupun sekarang masyarakat sudah memiliki sistem
transportasi, komunikasi dan ilmu teknologi yang modern dan telah
bersentuhan dengan budaya-budaya global. Masyarakat yang masih
melaksanakan, menghayati dan mempertahankan tradisi ini adalah
Semarang. Tradisi Ngijing merupakan suatu jenis kebudayaan lokal
tradisional orang Jawa. Dengan demikian tradisi Ngijing dapat
diklasifikasikan sebagai kebudayaan Jawa.
Ngijing berasal dari kata kijing (nisan), sedangkan ngijing berarti
pemasangan kijing (Bratawijaya, 1988:135). Tradisi Ngijing pada upacara
Selametan Nyewu merupakan salah satu bentuk upacara tradisi yang
diwariskan leluhur (Mulyadi, 1982;116). Upacara itu dilaksanakan di
pemakaman setempat atau yang lebih dikenal dengan nama pasareyan.
Pada hari sebelum membangun kijing (ngijing) pihak keluarga yang akan
melaksanakan pembangunan batu bisan tersebut di rumahnya mengadakan
slametan kenduri pada sore hari atau setelah waktu ashar. Selanjutnya
pada malam harinya pemilik rumah mengadakan tahlilan dan yasinan
dengan mengundang tetangga dan warga sekitar. Biasanya warga yang
diundang adalah laki-laki yang telah berkeluarga (kepala keluarga). Zaman
dahulu jika kepala keluarga tidak ada di rumah maka bisa digantikan anak
laki-lakinya agar orang yang mempunyai hajat tidak perlu mengantarkan.
Pada saat pulang, orang-orang yang dating tahlilan mendapat berkat dari
yang punya hajat (Bayuadhy, 2015:14). Berkat terdiri dari nasi, lauk, dan
sayur dalam satu wadah.
Pelaksanaan tradisi Ngijing ini merupakan simbol ketaatan kepada
tradisi leluhur sebagai penerus tradisi yang pernah ada. Di samping itu,
tidak disingkirkan atau di asingkan, tetapi akan mendapat kesan negatif
dari anggota masyarakat lainnya. Kesan negatif yang paling sering terjadi
adalah diasingkan dalam pergaulan sehari-hari, karena dianggap tidak
menghormati leluhur. Dalam prosesi acara ini dilakukan bacaan mantera
dan saji-sajian serta nyanyian suci untuk memohon kepada dewa-dewa.
Yang oleh wali songo merubah bacaan-bacaan mantera dengan bacaan
ayat suci Al-Qur‟an dan doa kepada Allah Swt. yang terangkai dalam
tahlil. Bukan lagi untuk memuja dan memberi saji-sajian kepada roh,
namun untuk memohon kepada Allah Swt. agar arwahnya diberikan jalan
terbaik di akhirat.
Berkaitan dengan paparan di atas, maka timbul suatu keinginan
dari penulis guna mengetahui maksud, tujuan, dan nilai-nilai pendidikan
islam yang terkandung dalam tradisi membangun kijing (ngijing) yang
telah mentradisi khususnya di masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Dimana masyarakat
setempat menganggap bahwa tradisi membangun kijing (ngijing) yang
mereka lakukan selama ini bertujuan untuk melaksanakan ajaran agam
Islam dan melestarikan tradisi yang menjadi keyakinan masyarakat Jawa
serta mewariskan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut kepada
generasi berikutnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengungkap
nilai-nilai Islam dalam tradisi pergantian kijing (ngijing) dengan judul
MEMBANGUN KIJING /NGIJING (Studi Deskriptif di Dusun Siwal
Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, didapat beberapa fokus masalah yang
menjadi pembahasan diantaranya adalah:
1. Bagaimana prosesi (tahapan) dalam ritual membangun kijing (ngijing)
di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Semarang?
2. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam ritual
membangun kijing (ngijing) pada pemakaman di Dusun Siwal Desa
Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang?
3. Apa saja nilai positif dan nilai negatif yang terkandung dalam tradisi
ngijing bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus penelitian di atas maka tujuan penelitiannya
antara lain:
1. Untuk mengetahui prosesi atau tahapan dalam ritual tradisi
membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan
2. Untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
dalam ritual tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa
Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui nilai positif dan nilai negatif dalam ritual
membangun kijing (ngijing) bagi masyarakat Dusun Siwal Desa Siwal
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan baik untuk peneliti
sendiri maupun untuk masyarakat Jawa khususnya. Secara lebih rinci
kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis.
a. Menambah khasanah keilmuan dalam ranah pendidikan dan
kebudayaan lokal di Indonesia.
b. Menyumbangkan wacana dan informasi bagi semua lapisan
masyarakat agar tetap menjaga tradisi dan adat istiadat peninggalan
nenenk moyang orang Jawa.
2. Secara Praktis.
a. Dapat membantu memberikan pemahaman dalam tradisi
membangun kijing (ngijing).
b. Dapat membantu menyampaikan nilai-nilai pendidikan Islam
c. Untuk menjaga dan membentengi kemurnian keimanan umat Islam
yang masih belum bisa memaknai ritual dalam tradisi membangun
kijing (ngijing).
E. Penegasan Istilah
1. Nilai.
Kata “nilai” dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti 1 harga
(dl arti taksiran harga); 2 harga sesuatu (uang misalnya) jika diukur
atau ditukarkan dengan yang lain; 3 angka kepandaian, potensi; 4
kadar, mutu, banyak sedikitnya isi; 5 sifat-sifat (hal-hal) yang penting
atau berguna bagi kemanusiaan. Menilai(kan): 1 menghargai,
mengira-ngirakan nilainya; 2 memberi angka (ponten). Nilaian: taksiran.
Penilaian juru taksir. Pe(r)nilaian: perbuatan (hal dsb) menilai.
Nilai (velere artinya kuat, baik, berharga). Dalam kamus
Purwadarminta dikatan nilai adalah 1 harga dalam arti taksiran, 2
harga taksiran, 3 angka kepandaian, 4 kadar, 5 sifat-sifat atau hal-hal
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (Daroeso, 1986:19). Nilai
adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda atau
hal untuk memuaskan manusia (Surayin, 2007:374). Menurut Fraenkel
nilai adalah sebagai standar penuntun perilaku seseorang dalam
menentukan apa yang indah, efisien, dan berharga tidaknya sesuatu
2. Pendidikan Islam
Pendidikan didefinisikan sebagai proses pengubahan tingkah laku
seseorang melalui serangkaian proses (Hamalik, 2003:79). Pendidikan
Islam adalah falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun
untuk melaksanakan praktek pendidikan didasarkan nilai-nilai dasar
Islam yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadis (Thoha, 1996:99).
3. Tradisi
Pengertian tradisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tradisi: 1
adat kebiasaan turun temurun (dari nenek moyang) yang masih
dijalankan dl masyarakat; 2 penilain atau anggapan bahwa cara-cara
yang benar telah ada merupakan yang paling baik dan benar.
Mentradisi: menjadi tradisi. Mentradisikan: menjadikan tradisi.
Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang
telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun
temurun dari nenek moyang.
4. Kijing
Pengertian kijing dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kijing : 1
kijing: kepah (remis) yang agak besar tetapi lebih kecil dari kerang,
halal dimakan, cangkangnya agak pipih; 2 batu penutup makam yang
menyatu dengan batu nisannya (terbuat dari pualam, tegel, atau
semen). Mengijing: membuatkan (memasang) kijing pada makam.
Kijing adalah batu penutup makam yang menyatu dengan batu
2014:143). Berdasarkan uraian di atas bahwa nilai-nilai pendidikan
Islam dalam tradisi membangun kijing (ngijing) adalah suatu
kepercayaan tertentu tentang perayaan dalam masyarakat untuk
melestarikan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang supaya
menuju kebahagiaan dunia dan akhirat yang sesuai dengan ketentuan
Tuhan Yang Maha Esa atau sesuai dengan ajaran Islam yang terdapat
pada tradisi membangun kijing (ngijing).
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif karena
dari penelitian ini menghasilkan data deskriptif. Menurut Denzin dan
Licoln menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang
menggunakan latar alamiah dengan maksud menafsirkan fenomena
yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode
yang ada (Moloeng, 2008: 5). Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan etnografi. Penekanan dari etnografi
adalah pada studi keseluruhan budaya (Moloeng, 2008:26).
Pendekatan etnografi ini secara umum yaitu melakukan pengamatan
dan ikut serta dalam penelitian lapangan, maka akan diperoleh data
2. Kehadiran Peneliti.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif maka
mengumpulan data sesuai informasi yang didapat berupa data ucapan
atau kata-kata dan dokumen yang disajikan lalu ditelaah guna
menemukan makna yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu
kehadiran peneliti sangat penting mengingat peneliti menjadi
instrumen utama dan sebagai pengumpul data dari penelitian tersebut.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian.
Waktu dan tempat atau lokasi penelitian akan diselenggarakan
perlu disepakat oleh interviewer. Artinya perlu membuat janji terlebih
dahulu dengan interviewer. Pembuatan janji ini bukanlah tanpa alasan.
Karena wawancara yang dilakukan secara mendadak mungkin tidak
akan baik bisa berkaitan dengan kemungkinan data atau informasi
yang akan diperoleh tidak obyektif atau tidak akurat.
Peneliti memilih lokasi untuk penelitian di Dusun Siwal Desa
Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang. Yang menjadi
pertimbangan pemilihan lokasi penelitian antara lain: salah satu
kawasan Jawa Tengah yang masih kental akan budaya dan tradisi Jawa
dan daerahnya dengan kondisi sosial yang baik.
4. Sumber Data.
Menurut Lofland yang dikutip Moloeng sumber utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah
Berkaitan dengan hal tersebut maka jenis datanya dapat berupa
kata-kata dan tindakan, foto, sumber data tertulis atau statistika.
Sumber data utama adalah pengumpulan informasi atau data yang
diperoleh dari para informan yang dianggap mengetahui dan terlibat
aktif di dalamnya yang disertai dengan dokumentasi sebagai bukti
bahwa penulis telah melakukan penelitian.
Pengumpulan data itu sendiri adalah proses untuk menghimpun
data yang harus diperhatikan (data apa yang dikumpulkan), relevan
serta akan memberi gambaran dari aspek yang akan diteliti baik
penelitian keputusan maupun penelitian lapangan (Soeharto,
1989:156). Penelitian lapangan merupakan proses perolehan informasi
dari keluarga, tetangga, tokoh masyarakat, tokoh budaya dan tokoh
agama setempat.
5. Prosedur Pengumpulan Data.
Menurut Soeharto (1989:156) dalam memperoleh data yang akurat
dan relevan ada beberapa cara yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Penelitian Kepustakaan.
1) Peneliti tahap awal yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk
mendapatkan buku-buku atau sumber tertulis lainnya yang
relevan dengan judul.
2) Menelaah isi buku dengan cara menandai bab yang sekiranya
b. Penelitian lapangan.
Ada beberapa tahap yang harus ditempuh dalam penelitian
yaitu:
1) Menelaah bahan tertulis yang relevan dengan judul.
2) Melakukan survei pendahuluan.
3) Menentukan alat pengumpulan data.
Untuk mendapatkan data yang akurat dan sistematis maka
peneliti menggunakan beberapa teknik dalam penelitiannya yaitu:
1) Observasi
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan
pencatatan secara sistematik fenomena-fenomena yang diteliti.
Teknik ini memungkinkan melihat dan mengamati sendiri
kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi ditempat
penelitian (Moloeng, 2008:174). Maka peneliti melakukan
pengamatan langsung tahap demi tahap prosesi dalam acara
prosesi membangun kijing (ngijing) di Siwal dan memahami
dari setiap ritual yang dijalankan. Selain itu juga melakukan
catatan anekdot untuk mengetahui gejala atau peristiwa dalam
ritual tersebut.
2) Wawancara.
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut (Moloeng, 2007:186). Dengan teknik pengumpulan
data penelitian ini bisa mendapatkan data yang mendalam dan
pengamatan yang lebih mendetail. Alat yang dapat digunakan
dalam wawancara antara lain (Sugiyono, 2006:269) :
a) Buku catatan yang berfungsi untuk mencatat semua
percakapan dengan sumber data.
b) Tape recorder berfungsi untuk merekam semua percakapan
atau pembicaraan.
c) Kamera berfungsi untuk memotret kalau peneliti sedang
melakukan pembicaraan dengan informan.
3) Dokumentasi.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen. Menurut Moloeng
dokumen adalah setiap bahan tertulis ataupun film (Moloeng,
2008:216). Dokumen juga merupakan catatan peristiwa yang
sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2006:270).
Dokumentasi adalah metode penelitian ditujukan pada
penguraian dan penjelasan apa yang telah lalu melalui
sumber-sumber dokumen. Sumber dokumen dalam penelitian ini
berbentuk foto-foto dari setiap ritual yang dijalankan sebagai
6. Analisis Data.
Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya mencari dan menemukan pola, menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat
diceritakan kepada orang lain (Moloeng, 2008:248). Langkah-langkah
yang dapat ditempuh untuk analisis data adalah (Sugiyono, 2006:
277-283):
a) Reduksi Data (Data Reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
b) Penyajian Data (Data Display)
Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan
sejenisnya. Untuk penelitian ini penyajian data dengan teks yang
bersifat naratif.
c) Verifikasi/Conclusion Drawing
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan
kesimpulan dan verifikasi.
Dari uraian di atas maka data yang diperoleh di lapangan ditulis
dalam bentuk uraian yang lengkap. Data tersebut dirangkum, dipilah,
masalah, sehingga memberikan gambaran yang lebih akurat dan jelas
tentang hasil wawancara, observasi maupun dokumentasi.
7. Pengecekan Keabsahan Data.
Teknik pemeriksaan data dalam penelitian dilakukan guna
menetapkan keabsahan data. untuk mendapatkan data yang absah
menurut Moloeng, maka diperlukan pengecekan keabsahan data
menggunakan:
a. Perpanjangan keikutsertaan.
Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen utama.
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan
data. Keikutsertaan tersebut bukan hanya dilakukan dengan waktu
yang singkat. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal di
lapangan sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai (Moloeng,
2008:327).
b. Ketekunan atau keajegan pengamatan.
Peneliti mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci
secara kesinambungan kemudian menelaahnya pada suatu titik
sehingga tampak salah satu faktor yang ditelaah sudah dipahami
dengan cara yang biasa (Moloeng, 2008:330).
c. Triangulasi.
Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang telah
diperoleh (Moloeng, 2008:330).
d. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi.
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil
sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi
dengan rekan-rekan sejawat (Moloeng, 2008:332). Teknik ini
dilakukan agar peneliti mempertahankan sikap terbuka dan
kejujuran.
e. Analisis kasus negatif.
Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan
mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola
dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan
digunakan sebagai bahan pembanding (Moloeng, 2008:334).
f. Pengecekan anggota.
Pengecekan dengan anggota yang terlibat dalam proses
pemeriksaan derajat kepercayaan dapat diikhtisakan bahwa
pengecekan anggota berarti peneliti mengumpulkan yang memiliki
pengetahuan yang mendalam untuk menjadi sumber kebenaran
data (Moloeng, 2008:335).
g. Uraian rinci.
Teknik ini menuntut peneliti agar melaporkan hasil
secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian
diselenggarakan (Moloeng, 2008:338).
h. Auditing.
Auditing adalah konsep bisnis yang dimanfaatkan untuk
memeriksa kebergantungan dan kepastian data Moloeng,
2008:338).
8. Tahap-tahap Penelitian.
a. Penelitian Pendahuluan.
Mengkaji buku-buku yang berkaitan dengan tradisi membangun
kijing (ngijing) dan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat
didalamnya.
b. Penelitian Desain.
Setelah mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi
membangun kijing (ngijing) berdasarkan buku-buku kemudian
melakukan observasi dalam acara ritual membangun batu nisan
(ngijing) dan wawancara langsung kepada orang yang terlibat
langsung dalam acara tersebut.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan menyeluruh serta
Bab I, merupakan pengantar dari keseluruhan isi pembahasan.
Memuat: latar belakang masalah, fokus masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian, sampai pada
tahap-tahap penelitian.
Bab II, berisi kajian pustaka dari penelitian. Pada bagian ini
dikemukakan teori-teori yang telah diuji kebenarannya yang berkaitan
dengan obyek formal penelitian. Sesuai dengan judul skripsi maka
pembahasan pada bab II berisi tentang ritual dalam membangun kijing
(ngijing).
Bab III, penulis menyajikan hasil penelitian tentang gambaran
umum lokasi penelitian, kondisi lokasi penelitian, temuan penelitian
tentang ritual dalam tradisi membangun kijing (ngijing), dan pembahasan
pelaksanaan tradisi membangun kijing (ngijing) di Dusun Siwal Desa
Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang dengan pemahaman
masyarakat akan ritual tersebut.
Bab IV, merupakan analisis dari tradisi membangun kijing
(ngijing), dan analisis dari segi antropologi serta mengemukakan
nilai-nilai pendidikan islam yang terkandung dalam tradisi membangun kijing
(ngijing).
Bab V, merupakan kajian yang paling akhir dari skripsi ini. Yang
mana pada bagian ini berisi kesimpulan dari pembahasan skripsi dan saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Nilai
Nilai adalah harga, hal-hal yang penting atau berguna bagi manusia
(Soenarji dan Cholisin, 1989:25). Nilai adalah suatu penghargaan atau
kualitas terhadap sesuatu atau hal itu menyenangkan (pleasant),
memuaskan (satifying), menarik (interest), berguna (usefull),
menguntungkan (profitable), atau merupakan suatu sistem keyakinan
(belief) (Daroesa, 1986:20). Menurut Munandar (1995:19) nilai adalah
sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala
sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau
maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang sangat
ketat.
Secara garis besarnya nilai hanya dibagi tiga macam yaitu nilai
benar-salah, nilai baik buruk, dan nilai indah-tidak indah (Tafsir, 2010:50).
Tatkala berdiskusi atau berdebat tantang kebudayaan yang pertama adalah
kebudayaan yang benar-salah, namun kecil kemungkinannya untuk tidak
berdebat. Hal tersebut karena kebudayaan sudah jelas ukurannya. Ukuran
utama kebudayaan adalah logika. Lain halnya bila budaya kedua yaitu
baik-buruk. Kebudayaan baik-buruk ini susah untuk disepakati karena
budaya baik-bururk kebanyakan bersumber dari keyakinan dan perasaan
dari masyarakat di masing-masing daerah.
Nilai yang dianut oleh seseorang atau suatu masyarakat biasanya
berupa samar-samar. Nilai tersebut tidak diungkapkan dalam bentuk
verbal secara komplet dan tepat oleh pemiliknya (Marzali, 2007:108). Hal
tersebut lebih implisit daripada eksplisit karena itu membentuk suatu ide,
atau pemikiran yang sangat abstrak dan umum. Namun dengan demikian
setelah melakukan penelitian yang mendalam, suatu nilai dari satu
masyarakat dapat diungkapkan dengan uraian kata-kata oleh peneliti.
Dari uraian di atas maka nilai adalah sesuatu hal yang tersimpan
secara implisit yang terdapat pada budaya di satu masyarakat yang dapat
diungkapkan dengan secara verbal maupun nonverbal dengan melalui
pemahaman yang lebih mendalam.
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan,
yangmenyebabkan terdapat bermacam-macam nilai (Taufiq, 2013:18-20),
antara lain:
1. Dilihat dari segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Sjarkawi
adalah:
a. Nilai moral
b. Nilai sosial
c. Nilai undang-undang
Keempat nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan. Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni
kebutuhanakan tuntutan fisik biologis, keamanan, cinta kasih, harga
diri dan yangterakhir kebutuhan jati diri. Apabila kebutuhan dikaitkan
dengan nilainilaiagama, akan menimbulkan penafsiran yang keliru.
Apakah untukmenemukan jati diri sebagai orang muslim dan mukmin
yang baik itubaru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih rendah
tercukupilebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang
merongrongdalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang
itu baru dapatberiman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan
ketaqwaantidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial
budaya, tidakterpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu.
2. Pendekatan proses budaya, menurut Darmadi nilai dapat
dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni:
a. Nilai ilmu pengetahuan
b. Nilai ekonomi
c. Nilai keindahan
d. Nilai politik
e. Nilai keagamaan
f. Nilai kekeluargaan
B. Nilai Pendidikan Islam
Menurut bahasa Pendidikan dalam bahasa Arabnya adalah tarbiyah
dengan kata kerja rabba (Daradjat: 2011:25). Kata kerja rabba (mendidik)
sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad Saw seperti dalam ayat
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “Ya Tuhan, sayangilah keduanya (ibu bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku
(mendidikku) sejak kecil.” (Q.S Al-Isra‟:24).
Pendidikan dalam bahasa inggris berasal dari kata educare, yang
artinya adalah mengeluarkan potensi-potensi yang ada dalam diri siswa.
Dalam bahasa pendidikan di Indonesia diartikan sebagai suatu proses
mendidik siswa yang belum dewasa menuju kepada kedewasaan.
Menurut Nizar (2002:25) pendidikan dalam konteks islam pada
umumnya mengacu pada term al-tarbiyah, al-ta‟dib, dan al-ta‟lim.
Al-tarbiyah berasal dari kata rabb artinya tumbuh, berkembang, memelihara,
mengatur, dan menjaga kelestarian atau eksistensinya. Kata rabb
sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Fatikhah ayat 2
mempunyai kandungan berkonotasi dari al-tarbiyah sebab kata rabb
(Tuhan) dan murabbi (pendidik) berasal dari kata yang sama. Secara
pendidikan yang diberikan Allah sebagai pendidik seluruh ciptaan-Nya
termasuk manusia.
Menurut Hafidz dan Kastolani pendidikan Islam meliputi:
1. Pendidikan Keimanan.
Esensi pendidikan Islam adalah ketuhanan, untuk mewujudkan
fokus utamanya adalah terbentuknya ikatan yang kuat antara
seseorang hamba yang fana dengan Allah penguasa alam yang
kekal (Hafidz dan Kastolani, 2009:70). Pendidikan tauhid erat
kaitannya dengan pendidikan aqidah. Aqidah menurut etimologi
adalah ikatan, sangkutan. Disebut dengan demikian karena aqidah
mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan segala sesuatu,
dalam pengertian teknis artinya adalah keimanan atau keyakinan
(Ali, 2008:199). Pendidikan keimanan dimaksudkan sebagai
pendidikan spiritual yang istimewa bagi setiap individu.
Pendidikan keimanan erat kaitannya dengan pendidikan tauhid.
Tauhid berarti beriman pada ke-Esaan Allah Swt. Iman berarti
pengetahuan (knowledge), percaya (belief, faith), dan yakin tanpa
bayangan keraguan (to be convinced beyond the least shadow of
doubt). Dengan demikian iman adalah kepercayaan yang teguh
yang ditimbulkan akibat pengetahuan dan keyakinan (Assegaf,
201:38). Sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
Artinya:”Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa(1). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (2). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, (3) dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.(4)" (QS. Al-Ikhlas 1-4).
2. Pendidikan Amaliyah.
Pendidikan amaliyah sebenarnya Islam sudah menegaskan tentang
aspek amaliyah tersebut karena pengaruhnya yang sangat penting
dalam kehidupan di dunia, serta membawa manfaat, kebaikan, dan
kebahagiaan bagi individu dan masyarakat (Hafidz dan Kastolani,
2009:82).
3. Pendidikan Ilmiah.
Pendidikan Ilmiah dalam Islam mencakup aspek ilmu pengetahuan
seperti membaca dan menulis, berkenaan dengan memperoleh ilmu
pengetahuan yang menjadi ibadah bagi pelakunya, aspek kandungan
ilmu pengetahuan tersebut yaitu taqwa dan takut kepada Allah Swt.,
dan aspek hakikat ilmu pengetahuan ilmiah dan metode ilmiah yang
dipergunakan (Hafidz dan Kastolani, 2009:100).
4. Pendidikan Akhlaq
Akhlaq adalah buahnya Islam yang diperuntukkan bagi seorang
individu dan umat manusia, dan akhlak menjadikan kehidupan ini
itu akhlak menjadi rujukan bagi seorang muslim, rumah tangga Islami,
masyarakat islami dan umat manusia seluruhnya. Pendidikan akhlak
antara lain tawakal, berbakti kepada orang tua, dan juga bergaul
dengan baik. Tawakkal atau tawakkul (bahasa Arab) berasal dari kata
kerja wakala yang berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dari segi
istilah berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam mengahadi
atau menunggu hasil suatu pekerjaan atau menanti akibat dari sesuatu
keadaan (Asmaran, 2002:225). artinya bahwa sebagai seorang hamba
dalam berbuat dan bersikap dikehidupan sehari-harinya seharusnya
selalu berpedoman pada ajaran Allah dan juga tidak melupakan untuk
berikhtiar.
5. Pendidikan Sosial Kemasyarakatan.
Manusia sebagai makhluk sosial menjadikan pendidikan sosial
kemasyarakatan menjadi pintu paling penting dalam pendidikan Islam
(Hafidz dan Kastolani, 2009:123). Oleh sebab itu Islam mengatur
hubungan individu dengan keluarga, individu dengan masyarakat, dan
memfokuskan pada pembentukan manusia yang saleh dalam
kehidupan yang luas ini.
Pendidikan Islam juga sebagai pewarisan budaya, yaitu sebagai
alat tranmisi unsur- unsur pokok budaya dari satu generasi ke genesari
berikutnya (An-Nahlawi, 1996:217). Oleh sebab itu identitasnya tetap
Ketika nilai telah diletakkan pada sebuah sistem, maka ia akan
mencerminkan paradigma, jati diri dan grand concept dari sistem tersebut.
Oleh karena itu, nilai-nilai dasar pendidikan Islam bermakna
konsep-konsep pendidikan yang dibangun berdasarkan ajaran Islam sebagai
landasan etis, moral, dan operasional pendidikan (Sarjono, 2005:136).
Dalam konteks ini, nilai-nilai pendidikan Islam menjadi pembeda dari
model pendidikan lain, sekaligus menunjukkan karakteristik khusus.
Akan tetapi perlu ditegaskan, sebutan Islam pada pendidikan Islam
tidak cukup dipahami sebatas ciri khas. Islam berimplikasi sangat luas
pada seluruh aspek menyangkut pendidikan Islam, sehingga akan
melahirkan pribadi-pribadi Islami yang mampu mengemban misi yang
diberikan oleh Allah Swt. yakni sebagai khalifah dan „abid.
Dengan demikian pendidikan yang dijalankan atas dasar Islam
mempunyai dua orientasi. Pertama, ketuhanan yaitu penanaman rasa takwa
dan pasrah kepada Allah Swt. sebagai Pencipta yang tercermin dari
kesalehan ritual atau nilai sebagai hamba Allah Swt. Kedua, kemanusiaan,
yang menyangkut tata hubungan dengan sesama manusia, lingkungan dan
makhluk hidup yang lain yang berkaitan dengan status manusia sebagai
khalifatullah fi al ard (Sarjono, 2005:137). Nilai itu sendiri selalu dihadapi
oleh manusia dalam hidup kesehariannya. Setiap mereka hendak
melakukan suatu pekerjaan, maka harus menentukan pilihan diantara
sekian banyak kemungkinan, dan harus memilih. Disinilah mereka
Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa nilai pendidikan islam
adalahsuatu hal yang secara implisit dalam budaya dari generasi ke
generasi seterusnya sebagai manifestasi dari ucapan, perbuatan, dan materi
masyarakat serta kelakuan anggota masyarakat yang sesuai dengan syariat
agama Islam.
C. Konsep Ritual Dari Segi Antropologi
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan
keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama, yang ditandai
adanya berbagai unsur komponen yaitu adanya waktu, tempat-tempat
dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara serta orang-orang yang
menjalankan upacara (Koenjtaraningrat, 1985:56). Pada dasarnya ritual
adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan menggunakan
benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan
memakai pakaian tertentu pula (Suprayogo, 2001:41). Hal tersebut
menunjukkan kesakralan dalam suatu ritual yang dilakukan oleh
masyarakat yang menganutnya.
Kepercayaan terhadap kesakralan sesuatu menuntut untuk
diperlakukan secara khusus. Terdapat tata cara perlakuan terhadap sesuatu
yang disakralkan. Ada upacara keagamaan yang berkaitan dengan sesuatu
yang sakral. Perlakuan khusus dan upacara ini tidak dapat dipahami secara
sampai bukit Marwah misalnya, pada umumnya tidak dapat dipahami
keuntungan dan alasan yang rasional sehingga harus melakukannya.
Upacara yang tidak dipahami secara konkret ini dinamakan rites
dalam bahasa inggris artinya tindakan atau upacara keagamaan (Agus,
2005:96). Upacara keagamaan tersebut seperti upacara penguburan mayat,
upacara pembaptisan, sakramen dan lainnya. Upacara, persembahan,
sesajen, ibadat keagamaan tersebut tidak dipahami secara ekonomi,
rasional, dan pragmatis. Hal ini dilakukan oleh masyarakat dan umat
beragama dari dahulu hingga sekarang.
Upacara ritual dalam antropologi dikenal dengan istilah ritus
(Agus, 2005:96). Ritual menurut Andrew Beatty adalah sebagai konsesus
simbolik (secara khas mencerminkan proses sosial) menuju pengakuan
yang lebih besar atas improvisasi atau penggunaan kreatif simbol-simbol
dan fragmantasi makna (Beatty, 2001:37). Individu dalam tatanan
kebudayaan yang beraneka ragam menggunakan sumber-sumber ilmu
pengetahuan yang berbeda untuk memahami dan menafsirkan arti dari
ritual tersebut.
Ritus dilakukan ada yang untuk mendapatkan berkah atau rezeki
yang banyak dari suatu pekerjaan seperti upacara sakral ketika akan turun
sawah; ada untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan
datang; ada upacara mengobati penyakit; ada upacara karena perubahan
atau siklus dalam kehidupan manusia seperti mulai kehamilan, kelahiran,
dan dikerjakan oleh dukun atau shaman sedangkan pengobatan secara
rasionaladalah dengan mendiagnosa penyakit melalui pemeriksaan konkret
dan pemberian obat yang dapat membunuh penyebab penyakit tersebut.
Dengan demikian makin tidak alamiah, rasional, ekonomis, dan
pragamtisnya ritual dan upacara keagamann itu, maka sangat menarik
sekali bagi para ahli antropologi untuk mempelajari dan memahaminya.
Dalam agama, biasanya upacara ritual atau ritus dikenal dengan
ibadat, kebaktian, berdoa, atau sembahyang (Agus. 2005:99). Setiap
agama mengajarkan bermacam-macam ibadah, doa, dan bacaan-bacaan
pada waktu tertentu yang dalam agama Islam disebut dengan dzikir.
Kecenderungan agama mengajarkan banyak ibadah tersebut tidak lain
bertujuan untuk manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari
mengingat Tuhannya. Bahkan dalam Islam menganjurkan kepada manusia
dalam menjalankan segala aktivitasnya diniatkan untuk ibadah kepada
Allah. Hal tersebut sesuai dengan Al-Qur‟an Surat Al-Dzariyat ayat 56
Artinya:”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Al-Dzariyat:56)
Oleh karena itu ada ibadah mahdhah dan ada ibadah „ammah.
Istilah yang dikenal sebagai ritus dalam antropologi adalah ibadah
mahdhah, sedangkan yang lainnya adalah ibadah secara umum.
Agama juga mengatur tindakan dan perilaku manusia, baik dalam
banyak perilaku yang diharamkan sebagaimana banyak pula yang
dihalakan dan diwajibkan. Kedua aspek inilah yang dijarkan agama
menunjukkan bahwa agama bukan hanya upacara ritual.
Menurut Durkheim (Agus, 2005:102), baginya upacara-upacara
ritual atau ibadah adalah untuk meningkatkan solidaritas, untuk
menghilangkan perhatian kepada kepentingan individu. Masyarakat yang
melakukan ritual larut dalam kepentingan bersama. Terlihat bahwa
Durkhein menyempitkan makna yang terkadung dalam ritual keagamaan
kepada keutuhan masyarakat dan solidaritas terhadap sesama.Begitu juga
ada adat ritual dan ritual (Beatty, 2001:37). Yang mengenai masalah mana
yang absah, apakan simbol yang bermakna sesuatu atau memiliki makna
banyak hal atau juga ritual dapat dipandang sebagai komunikasi. Namun
pada perkembangannya ritaul mengalami modifikasi dimana ritual tersebut
berkembang.
Pada solidaritas terhadap sesama dalam ritual keagamaan terdapat
pula ibadah yang dilakukan secara individu seperti berdoa, dzikir, shalat
seperti shalat dhuha dan tahajjut. Makna yang terkandung dalam ibadah
tersebut lebih kepada untuk individu tersebut seperti mendapat ketenangan
batin, ketabahan, harapan, dan juga memperbaiki kesalahan yang telah
dilakukan (sering meminta ampunan). Makna-makna tersebut adalah
makna terpenting yang terkandung dalam ibadah.
Slametan merupakan bentuk pesta dari ritual. Slametan
simbol-simbol material melainkan kata-kata yaitu kata-kata yang hanya
akan bermakna apabila diucapkan selama upacara (Beatty, 2001:38).
Namun tidak semua ucapan dan simbol-simbol dalam ritual memiliki
makna yang sama di masing-masing daerah, tugas dari antropolog untuk
mengungkap makna-makna dari simbol-simbol yang ada dalam suatu
kebudayaan. Hal ini bisa mengurangi upaya dalam memaknai seberapa
jauh slametan bagi orang Jawa yang beragama Islam, akan tetatpi slametan
berfungsi sebagai suatu kesatuan dari masyarakat setempat.
D. Ritual Membangun Kijing (Ngijing)
Kebudayaan cenderung di ikuti oleh masyarakat pendukungnya
secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya, meskipun
sering terjadi anggota masyarakat itu datang silih berganti disebabkan
munculnya bermacam-macam faktor, seperti kematian dan kelahiran.
Kematian adalah pintu memasuki tahap pengalaman eksistensial manusia
yang lain, yang betul-betulberadadari yang sekarangsedangkitaalami
(Rachman, 2006:1440). Kematian menimbulkan dalam diri orang yang
berduka-cita suatu tanggapan ganda cinta dan segan, sebuah ambivalensi
emosional yang sangat mendalam dari pesona dan ketakutan yang
mengancam baik dasar-dasar psikologis maupun sosial eksistensi manusia.
Orang-orang yang berduka-cita ditarik ke arah almarhum oleh rasa kasih
kehidupan manusia dengan mencegah orang-orang yang berduka-cita dari
penghentian entah dorongan untuk lari terpukul-panik dari keadaan itu
atau sebaliknya, dorongan untuk mengikuti almarhum ke kubur.
Penelitian ini menggunakan pendekatan antropologis, yaitu
pendekatan yang menggunakan nilai-nilai yang mendasari perilaku tokoh
sejarah, status dan gaya hidup, sistem kepercayaan yang mendasari pola
hidup dan sebagainya (Agus, 2005:95). Dengan pendekatan ini, penulis
mencoba memaparkan situasi dan kondisi masyarakat yang meliputi
kondisi sosial budaya dan kondisi keagamaannya.
Kajian antropolagi terhadap agama tidak dapat secara langsung dan
fakta yang sedang diamati saja, namun untuk memahaminya yaitu dengan
memahami fenomena kehidupan beragama (Agus, 2005:49). Fenomena
kehidupan beragaman sangat beraneka ragam tergantung dari kondisi
keagamaan setiap daerah masing-masing. Keanekaragamana tersebut
terjadi karena perkembangan agama manusia dari zaman purba sampai
zaman modern sekarang. Pada zaman dulu masalah agama tidak dapat
teratasi dengan mudah karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang belum
maju. Oleh sebab itu gambaran yang didapat dalam penelititian dengan
pendekatan antropologi pada umumnya pada masyarakat zaman dulu atau
primitif adalah tentang agama yaitu sejenis kepercayaan atau keyakinan
animinsme, dinamisme, pralogis dan primitif (Agus, 2005:53). Keyakinan
manusia tentang agama lambat laun berubah seiring perkembangan ilmu
perbedaan budaya, sejarah, dan lingkungan masyarakat di masing-masing
daerah.
Oleh karena itu, penulis mencoba menganalisa data yang telah
terhimpun untuk menjelaskan nilai pendidikan keimanan, pendidikan
amaliah, pendidikan ilmiah, pendidikan akhlaq, dan pendidikan sosial
kemasyarakatan sacara sendiri-sendiri. Selain itu penulis mencoba
memaparkan latar belakang dilakukannya tradisi Ngijing.
Tradisi Ngijing menurut pandangan Islam merupakan wujud
kepercayaan masyarakat akan adanya alam gaib (Bratawidjaja, 1984:133).
Alam gaib yang dimaksud adalah alam kubur, bahwa orang yang masih
hidup masih mempunyai hubungan dengan kerabatnya yang telah
meninggal, dan diejawantahkan dalam bentuk slametan sebagai wujud
bakti mereka jika yang meninggal adalah orang tuanya. Dan sebagai
wujud kasih sayang jika yang meninggal adalah saudaranya. Kepercayaan
mayarakat dusun Siwaltentang adanya alam kubur diikuti dengan
keyakinan mereka akan adanya siksa kubur. Dengan demikian tradisi
Ngijing yang dilakukan masyarakat Dusun Siwal bermaksud mendoakan
orang tua maupun kerabatnya yang telah meninggal dunia agar selamat
dari siksa kubur. Pemasangan ini selain pada saat penguburan juga
dilakukan bersamaan dengan peringatan seribu hari (Bratawijaya,
1988:116). Ritual seputar kematian mempunyai fungsi dan pengaruh yang
Tradisi Ngijing pada upacara Selametan Nyewu merupakan salah
satu bentuk upacara tradisi yang diwariskan leluhur (Mulyadi, 1982:116).
Upacara itu dilaksanakan di pemakaman setempat atau yang lebih dikenal
dengan nama pasareyan. Upacara seribu hari ini bisa dikatakan sebagai
puncak dari rangkaian selamatan sesudah kematian. Pada waktu ini orang
Jawa meyakini bahwa roh manusia yang sudah meninggal tidak akan
kembali ketengah-tengah keluarga lagi. Roh tersebut betul-betul akan
pergi meninggalkan keluarga yang masih hidup untuk menghadap Tuhan.
Selamatan seribu hari ini biasanya diiringi dengan upacara membangun
batu nisan (ngijing). Ngijing ini dilakukan untuk mengganti pathok yang
sudah tiga tahun yang mestinya sudah rusak.
Pada hari sebelum membangun kijing (ngijing) pihak keluarga
yang akan melaksanakan pergantian tersebut di rumahnya mengadakan
slametan kenduri yang dilaksanakan pada sore hari atau setelah
melaksanakan shalat ashar. Selanjtnya pada malam harinya pemilik rumah
atau yang punya hajat mengadakan tahlil dengan mengundang tetangga
sekitar. Biasanya yang diundang adalah laki-laki yang telah berkeluarga
(kepala keluarga). Zaman dahulu jika kepala keluarga tidak ada di rumah
maka bisa digantikan anak laki-lakinya agar orang yangmempunyai hajat
tidak perlu mengantarkan. Pada saat pulang, orang-orang yang datang ke
acara tahlil mendapat berkat dari yang mempunyai hajat (Bayuadhy,
E. PenelitianTerdahulu
Dari pengamatan peneliti selama ini, belum mudah untuk
menemukan buku atau pun penulisan yang berkaitan dengan Nilai-nilai
Pendidikan Islam Dalam Tradisi Membangun Kijing (Ngijing). Hal ini
tidak menyurutkan semangat penulis untuk melanjutkan penelitian yang
selanjutnya merujuk pada perbandingan pustaka. Dengan kata lain mencari
tema-tema yang relevan dengan tema yang diangkat diantaranya.
Muhammad Taufiq dalam hasil penelitiannya tentang Nilai-nilai
Pendidikan Dalam Ritual Kematian mem[unyai makna melestarikan
budaya Jawa dari nenek moyang, meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
serta pendidikan. Nilai pendidikan yang terkandung dalam ritual tersebut
diantaranya adalah pendidikan sosial, pendidikan agama, dan pendidikan
masyarakat. Pendidikan sosial antara lain adalah gotong royong, tolong
menolong. Dan solidaritas. Sedangka pendidikan agama adalah pendidikan
tauhid dan pendidikan keimanan.
Nurul Hasanah (2015) dalam skripsinya membahas beberapa aspek
akulturasi Islam di Jawa. Di antaranya tentang rangkaian selametan yang
diadakan bertepatan dengan saat-saat penting di dalam kehidupan seperti
pemakaman sampai selamatan. Adanya penggunaan simbol dalam bentuk
sesajen yang menyertai doa-doa berbahasa Arab menjadi bukti adanya
akulturasi Islam di Jawa. Relevansinya dengan tema yang diangkat terletak
sekedar mengikuti kebiasaan, selalu diikutsertakan dalam melangsungkan
tahlilan dan doa yang tentunya bernafaskan Islami.
Koentjaraningrat dalam bukunya, memaparkan secara
komprehensip tentang kebudayaan orang Jawa dari akar budayanya
sampai dengan ritual dalam lingkaran kehidupan dari kelahiran, kematian
dan sampai upacara peringatan setelah kematian. Karya tersebut
merupakan sumber primer dalam penelitian ini, karena tema yang diusung
oleh penulis juga merupakan bagian dari bahasannya. Penelitian ini
memfokuskan pada Nilai-nilai Pendidikan Islam yang terkandung dalam
BAB III
PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
A. Letak Geografis
1. Batas Administrasi
Dusun Siwal merupakan salah satu dari 6 dusun yang berada di
wilayah desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang.
Dusun Siwal memiliki batas-batas sebagai berikut: Sebelah Utara :
Desa Mukiran, Sebelah Selatan: Kebun Bimo, Tlatar Boyolali,
Sebelah Barat: Dusun Tempel, dan Sebelah Timur: Dusun Poten.
2. Luas Wilayah
Dusun Siwal Desa Siwal Kecamatan Kaliwungu Kabupaten
Semarang secara keseluruhan memiliki luas sebesar 44 Ha, secara
administratif terdiri dari 6 RT (Data Desa Siwal, 2015). Dusun Siwal
diuntungkan secara geografis mengingat posisinya yang strategis
terletak diantara jalur penghubung segitiga pusat perkembangan
wilayah Jogjakarta, Solo, dan Semarang (Joglosemar). Posisi strategis
tersebut merupakan kekuatan yang dapat dijadikan sebagai modal
pembangunan dusun.
3. Topografis
Wilayah Dusun Siwal berada pada ketinggian yang berkisar antara
longsor mengingat kondisi permukaan tanah yang mudah longsor/
bergerak karena pada Dusun Siwal tersebut terdapat zona tanah
bergerak atau wilayah yang kondisi permukaan tanahnya mudah
longsor.
4. Penggunaan Lahan dan Iklim
Wilayah Dusun Siwal yang memiliki luas sebesar 44 Ha sebagaian
besar digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman, sedangkan
sisanya untuk jalan dan makam. Wilayah Dusun Siwal memiliki iklim
tropis dengan curah hujan rata-rata 200-300 mm/tahun, suhu udara
berkisar antara 28-32 derajat C, kecepatan angin 0,37-0,71 knot, dan
kelembaban udara 38,5-98% (Data Desa Siwal, 2015).
B. Letak Demografis
Penduduk Desa Siwal pada akhir tahun 2013 sebanyak 1970 jiwa
dan pada akhir tahun 2014 menurut data berjumlah 1992 jiwa.
Dibandingkan dengan kondisi akhir tahun 2005 terdapat penambahan netto
sebanyak 22 jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk pada tahun
2010 adalah sebesar 1,73 %. diketahui bahwa perbandingan penduduk
laki-laki dengan perempuan sebesar 1:2, artinya jumlah penduduk
perempuan lebih besar 3% dibanding laki-laki Data Kependudukan Desa
Siwal, 2014).
Data penduduk Dusun Siwal pada tahun 2014 sebanyak 681 jiwa,
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal tersebut dapat diketahui
ketahui dari data penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk
tahun 2009 sebanyak 680 jiwa dan pada tahun 2014 jumlah penduduknya
sebanyak 681. Dan untuk perbandingan penduduk laki-laki dan
perempuan, yaitu lebih banyak perempuan sebesar 3%.
C. Kondisi Ekonomi dan Pendidikan
Suatu masyarakat dimanapun mereka berada memiliki ciri khas
seperti adanya kelompok-kelompok atau kelas-kelas sosial berdasarkan
klasifikasi tertentu. Mengenai kelas sosial menurut Koentjaraningrat
dibagi dalam dua kelas yaitu kelas wong cilik dan kelas priyayi
(Koentjaraningrat, 1994:331). Istilah priyayi mengacu pada orang-orang
dari kelas sosial tertentu yang menurut hukum merupakan kaum elite
tradisonal, yang dianggap berbeda dari rakyat biasa yang oleh kaum
mayoritas disebut wong cilik seperti wong tani (Geertz, 1960:525). Dari
pengertian di atas maka penulis perlu membahas sedikit tentang
kelas-kelas sosial yang berada di Dusun Siwal Desa Siwal tersebut dengan cara
melihat mata pencaharian masyarakat di sana. Dengan cara tersebut maka
mayoritas mata pencaharian masyarakat akan menunjukkan kondisi
perekonomian masyarakatnya. Berdasarkan monografi jumlah penduduk
menurut jenis pekerjaan adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Jumlah Jenis Pekerjaan Penduduk Desa Siwal Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Semarang
No. Pekerjaan Jumlah Penduduk
1. Bidan 1 orang
2. Perawat 3 0rang
3. Polisi 1 orang
4. PNS 11 orang
5. Guru 13 orang
6. Pedagang 1 orang
7. Petani 454 orang
8. Buruh 107 orang
9. Pegawai Swasta 314 orang
10. Polisi 1 orang
Data monografi menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
bermata pencaharian sebagai petani. Namun masalah pendidikan bagi
generasi muda tidak begitu terabaikan bagi mereka. Walaupun begitu
tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Siwal masih tergolong rendah
jika dibandingkan dengan kelurahan yang lain yang ada di Kabupaten
Kaliwungu karena sebagian besar hanya tamat Sekolah Dasar (SD). Hal
ini disebabkan tidak hanya tingkat kesadaran orang tua yang masih
memprihatinkan, namun juga lingkungan yang kurang mendukung.
Masyarakat dusun Siwal belum termasuk dalam kategori masyarakat yang
sadar akan petingnya pendidikan, ditunjukkan dengan data berdasarkan
jumlah tingkatan lulusan. Banyak masyarakat yang belum/ tidak sekolah di
dusun Siwal dan hampir sebagian besar masyarakat di dusun Siwal adalah
lulusan SD/ Sederajat. Akan tetapi dalam 10 tahun terakhir, banyak
mengalami peningkatan di bidang pendidikan.
Di Kelurahan Siwal sendiri sekarang terdapat beberapa lembaga
pendidikan, diantaranya: PAUD, TK dan Sekolah Dasar (SD). Hal ini
menunjukkan adanya fasilitas untuk anak-anak mereka mengenyam
pendidikan formal di desa mereka sendiri meskipun hanya sampai tingkat
Sekolah Dasar. Namun dengan adanya dukungan dari orang tua dan
kesadaran mereka sendiri akan arti pentingnya pendidikan bagi masa
depanlah yang mendorong untuk melanjutkan pendidikan mereka keluar
untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah
Mennegah Kejuruan (SMK) mereka harus menempuh jarak sekitar 5 KM
sedangkan untuk melanjutkan ke perguruan tinggi mereka harus
menempuh berkilo-kilo meter. Meskipun demikian tidak menyurutkan
semangat mereka menuntut ilmu guna masa depan mereka juga
membenahi taraf hidup masyarkat dusun tersebut.
D. Kondisi Sosial Budaya
Terlepas dari agama manapun yang ada di dunia ini yang jelas
manusia menyadari bahwa kehadirannya di muka bumi ini adalah karena
proses penciptaan dan kehendak dari Tuhan Yang Maha Esa. Juga
manusia diciptakan dengan orang lain yang berbeda agama, warna kulit,
bahasa dan lain sebagainya untuk saling berdampingan dalam menjalani
kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia sebagai mahluk sosial
tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain dalam melaksanakan aktivitasnya.
Selain berada di antara orang lain, seorang manusia juga berada diantara
mahluk lain dalam makrokosmos. Di dalam sistem makrokosmos tersebut,
ia merasakan dirinya hanyalah sebagai suatu unsur kecil saja yang ikut
terbawa oleh proses peredaran alam semesta.
Hal tersebut menjadi asumsi bagi masyarakat Siwal, tradisi
hubungan sosial antar individu yang tercermin lewat gotong royong masih
terjalin sangat kuat. Sifat gotong royong merupakan ciri khas kehidupan
adalah masyarakat berhubungan langsung dengan alam. Hal ini berkaitan
dengan mata pencaharian mayoritas warga desa. Selain itu tradisi-tradisi
yang masih berjalan dimasyarakat dusun Siwal diantaranya adalah
kegiatan tahlilan dan yasinan, peringatan desa sebagai bentuk rasa syukur
kepada Allah Swt., berjanji, dan pembuatan dupa pada saat orang
meninggal. Sifat tolong-menolong antar warga sangat erat dan juga
kesadaran masyarakat d Siwal sangat tinggi dalam hal mengikuti dan
melaksanakan kewajiban negara, seperti membayar pajak tercepat
se-kabupaten Semarang.
Dilihat dari segi pergaulan, sistem pergaulan masyarakat Siwal
yaitu sistem pergaulan masyarakat pedesaan. Terdapat kedekatan/tingkat
kekeluargaan antar warga sangat dekat, seperti ketika ada salah seorang
warga yang meninggal dunia dan diumumkan di Masjid, maka masyarakat
dusun Siwal datang berduyun-duyun melakukan ta‟ziah, ketika ada salah
satu warga yang sakit, maka masyarakat dusun Siwal bersama-sama
menjenguk warga yang sakit tersebut.
Masyarakat dusun Siwal tidak menutup diri dengan masuknya era
globalisasi. Hal tersebut tampak terlihat dengan masuknya alat-alat
teknologi canggih, seperti Handphone, Televisi, dan sebagainya. Dalam
hal minat masyarakat untuk melaksanakan kegiatan ibadah dimasjid
E. Kondisi Keagamaan
Agama merupakan pedoman hidup manusia. Latar belakang
keagamaan tiap individu mempengaruhi aspek kehidupannya. Demikian
juga dengan masyarakat Jawa khususnya masyarakat Siwal yang
mayoritas penduduknya beragama Islam, terdapat juga pemeluk agama
lain yaitu agama Kristen. Secara terperinci dapat dilihat sebagaimana
Tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2
Jumlah Pemeluk Agama Penduduk Dusun Siwal Kecamatan Kaliwungu
Kabupaten Semarang Tahun 2015
NO TAHUN
AGAMA
Islam Kristen Katolik Hindu Budha Konghucu
1 2015 679 2 - - - -
Sumber: Data Demografis Siwal
Dari data diatas menunjukkan bahwa masyarakat dusun Siwal
didominasi oleh mayoritas masyarakat muslim. Sebanyak 679 dari 681
masyarakat adalah penganut agama Islam. Perbedaan agama ini terjadi
karena perbedaan latar belakang kehidupan masyarakat yang satu dengan
yang lain. Namun hal itu tidak menjadikan penganut agama Islam yang
sebagai agama mayoritas, mereka tetap saling menghargai dan
menghormati serta memberikan kebebasan bagi penganut agama lain