• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK USIA 4 6 TAHUN DI TAMAN KANAK KANAK KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK USIA 4 6 TAHUN DI TAMAN KANAK KANAK KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

i

PENGARUH TAYANGAN TELEVISI TERHADAP PERILAKU

AGRESIF PADA ANAK USIA 4-6 TAHUN DI TAMAN

KANAK-KANAK KECAMATAN JATI KABUPATEN KUDUS

SKRIPSI

Disajikan untuk memperoleh gelar sarjana Pendidikan pada Universitas Negeri Semarang

Oleh LilisMasithoh NIM 1601409054

JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)

iii

Kanak-Kanak Kecamatan Jati Kabupaten Kudus” benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Januari 2015

(4)
(5)

v

1. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia akan belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, maka ia akan belajar menemukan cinta dalam kehidupan (Dorothy Law Nolte)

2. Keluarga adalah tempat belajar yang pertama dan utama bagi anak karena di dalam keluarga anak dapat terbentuk untuk menghadapi setiap langkah kehidupannya.

PERSEMBAHAN :

1. Untuk Bapak, Ibu, Calon suami dan Adikku tercinta 2. Seluruh keluarga besar

3. Sahabat-sahabatku tersayang 4. Dosen Pembimbingku

5. Teman-teman jurusan PG PAUD angkatan 2009 pada khususnya

(6)

vi

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulPengaruh Tayangan Televisi Terhadap Perilaku Agresif Pada Anak Usia 4-6 tahun di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Jati Kabupaten

Kudus”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang atas persetujuan segala pelaksanaan kegiatan yang bersangkutan dengan pengerjaan skripsi ini.

2. Edi Waluyo, M.Pd selaku Ketua Jurusan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Negeri Semarang atas persetujuan dilaksanakannya sidang ujian skripsi.

3. Amirul Mukminin, S.Pd.,M.Kes selaku dosen pembimbing I atas kesabaran untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Drs. Khamidun, M.Pd selaku dosen pembimbing II atas kesabaran untuk membimbing dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

(7)

vii tidak ternilai harganya.

7. UPTD Kecamatan Jati dan IGTKI Kecamatan Jati Kabupaten Kudus. 8. Guru-guru Taman Kanak-kanak di Kecamatan Jati Kabupaten Kudus

9. Siswa kelas A dan B serta orangtua wali murid Taman Kanak-kanak di Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.

10. Sahabat-sahabatku Dewi, Boing, Mitha, Ifa, Jefri, dan Adik-adik Kos Anggit serta teman-teman PG PAUD UNNES 2009 terimakasih untuk motivasi dan dukungan.

11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan skripsi ini sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Semarang, Januari 2015

(8)

viii

Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Amirul Mukminin, S.Pd.,M.Kes, dan Pembimbing II Drs. Khamidun, M.Pd.

Kata kunci: tayangan televisi, perilaku agresif anak

Masa kanak-kanak merupakan masa kritis dan sebagai dasar untuk anak melangkah keperkembangan selanjutnya. Anak akan belajar dari berbagai informasi yang ia lihat, dengar, dan rasakan. Model belajar meniru adalah yang paling sering digunakan anak prasekolah untuk bagaimana ia akan berperilaku di lingkungannya.

Televisi merupakan media massa yang dekat dengan anak. Terkadang tidak disadari televisi membuat anak-anak beranggapan bahwa adegan-adegan pada program televisi sama halnya dengan dunia yang sebenarnya. Sebagai seorang peniru ulung, anak akan menganggap bahwa tindakan kekerasan tersebut dapat menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Ini menyebabkan anak dapat berperilaku agresif.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif. Pengambilan data penelitian ini menggunakan angket yang diisi oleh orangtua siswa yang menjadi sampel. Jumlah populasi penelitian ini adalah 1601 siswa, sedangkan jumlah sampel penelitian ini adalah 232 siswa.

(9)

ix

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN DAN DIAGRAM ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 8

BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 TELEVISI ... 10

(10)

x

2.2 PERILAKU AGRESIF ... 26

2.3 Definisi Perilaku ... 26

2.2.2 Definisi Agresif ... 29

2.2.3 Perilaku Agresif Pada Anak ... 31

2.2.4 Bentuk-bentuk Perilaku Agresif Pada Anak ... 35

2.2.5 Faktor-faktor Perilaku Agresif Pada Anak ... 39

2.4 Program/Tayangan Televisi dan Perilaku Agresif Pada Anak ... 42

2.5 Penelitian Sebelumnya ... 45

2.6 Kerangka Berpikir ... 48

2.7 Hipotesis ... 49

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian ... 50

3.1.1 Variabel Independen ... 50

3.1.2 Variabel Dependen ... 51

3.2 Definisi Operasional... 51

3.3 Subjek Penelitian ... 51

3.3.1 Populasi ... 51

3.3.2 Sampel ... 52

3.3.3 Teknik Sampling ... 54

(11)

xi

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 58

3.6 Analisis Data ... 59

3.6.1 Uji Normalitas ... 59

3.6.2 Uji Linieritas ... 59

3.6.3 Uji Hipotesis ... 59

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN ... 61

4.1.1 Gambaran Umum Obyek penelitian... 61

4.1.2 Identitas Responden ... 64

4.1.2.1 Jenis Kelamin Responden ... 64

4.1.2.2 Usia Responden ... 65

4.1.2.3 Jenis Pekerjaan Responden ... 67

4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian ... 68

4.1.3.1 Kategorisasi Skor Variabel Program/Tayangan Televisi ... 68

4.1.3.2 Kategorisasi Skor Variabel Perilaku Agresif Pada Anak ... 70

4.1.4 Analisis Data ... 71

4.1.4.1 Uji Asumsi ... 71

4.1.4.1.1 Uji Normalitas ... 72

4.1.4.1.2 Uji Linieritas ... 73

(12)

xii

4.2.2 Besarnya Persentase Pengaruh Program/Tayangan Televisi Terhadap

Perilaku Agresif Pada Anak Usia Prasekolah ... 81

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 86

5.2 Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 89

(13)

xiii

2.2 Perbandingan Interval Setiap Jenis Perilaku pada Anak Agresif dan

Anak Normal ... 38

2.3 Kategori Acara yang Mengandung Kekerasan ... 45

3.1 Skor Jawaban Kuisioner ... 55

3.2 Kisi-kisi Instrumen Tayangan Televisi ... 56

3.3 Kisi-kisi Instrumen Perilaku Agresif pada Anak ... 56

4.1 Daftar Nama Taman Kanak-kanak Di Kec. Jati Kab. Kudus ... 63

4.2 Jenis Kelamin Responden ... 64

4.3 Usia Responden ... 65

4.4 Jenis Pekerjaan Orangtua Responden ... 67

4.5 Kategori Skor Tayangan Televisi ... 69

4.6 Frekuensi Jenis Program/Tayangan Televisi yang Ditonton Anak ... 69

4.7 Kategori Skor Perilaku Agresif Pada Anak ... 71

4.8 Deskripsi Statistik Hasil Uji Normalitas... 72

4.9 Deskripsi Statistik Hasil Uji Linieritas ... 73

4.10 Hasil Uji Korelasi ... 74

(14)

xiv

(15)

xv

2. Data jumlah siswa Taman Kanak-kanak Kec. Jati Kab. Kudus ... 107

3. Jumlah siswa yang diambil datanya ... 109

4. Kisi-kisi intrumen berdasarkan variabel ... 110

5. Hasil uji instrumen ... 111

6. Intrument penelitian ... 120

7. Tabulasi data hasil penelitian ... 131

8. Hasil uji normalitas ... 149

9. Hasil uji linieritas ... 149

(16)

1

1.1.Latar Belakang

Media massa sekarang ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia sehingga hubungan komunikasi antar manusia hampir tak terbatas. Pesatnya media massa tersebut membuat dunia seakan-akan menjadi sempit. Orang tidak perlu cemas lagi jika ingin melihat ataupun mendengar perkembangan sebuah Negara di seluruh dunia.

Televisi merupakan salah satu alat komunikasi yang paling banyak diminati dari semua kalangan baik anak kecil sampai orang dewasa. Media massa ini mampu menimbulkan efek yang hebat bagi penikmatnya. Hal tersebut dikarenakan komunikan dalam hal ini penikmat media massa dapat dianggap bersifat pasif, sehingga komunikan seakan-akan dapat terhipnotis dengan berbagai jenis tayangan yang disuguhkan. Skomis menyatakan bahwa dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah, buku dan sebagainya), televisi mempunyai sifat yang istimewa, dalam bukunya

Television and Society. An Incues and Agenda”(1965). Televisi merupakan

(17)

cetak 1 x 24 jam, maka deadline televisi dapat disebut setiap detik. Kecepatan menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televisi bernilai. Adalah media massa dengan menyajikan berbagai macam program tayangan acara yang dapat digolongkan sebagai program pendidikan, informasi dan hiburan (Mulyana, 2005).

Secara garis besar menurut Morrisan (2008: 209) program televisi terbagi atas program informasi (berita) yang dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: Berita Keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan dan berita lunak (soft news) yang merupakan kombinasi dari fakta, gosip dan opini seperti halnya talk show serta program hiburan (entertainment) yang dibagi dalam beberapa tayangan yaitu musik, drama permainan dan pertunjukkan.

(18)

melemahnya kontrol yang dilakukan oleh pemerintah. Ini dapat menyebabkan adanya tayangan televisi yang menyimpang dan tidak pantas untuk ditayangkan mengemuka di masyarakat. Selain itu, UU penyiaran menyebutkan bahwa stasiun publik (milik Negara/swasta) di Indonesia berfungsi untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat. Pelayanan disini diartikan bahwa stasiun televisi swasta diwajibkan untuk melakukan penayangan tayangan yang bertema pendidikan dan kebudayaan. Namun, pada kenyataannya televisi swasta sulit untuk menjalankannya karena kurang menguntungkan. Hal ini dapat menyebabkan dampak serius pada masyarakat di Indonesia. Misalnya saja, tayangan khusus anak-anak yang menurut para peneliti ternyata ada yang tidak layak ditonton oleh anak-anak karena tayangan tersebut banyak berisikan tentang tindak kekerasan, pelecehan dan lain sebagainya.

(19)

Sehingga orangtua berperan aktif dalam pemilihan maupun pemantauan program televisi yang akan ditonton oleh anaknya.

Jika kontrol dari orangtua lemah dalam memilihkan anaknya program televisi yang layak ditonton maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Hal ini tentunya bisa berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak yang notabenya suka meniru tindakan orang lain karena kebanyakan anak-anak tersebut belum mengerti tentang akibat buruk yang disebabkan oleh tindakan yang dilakukanya. Mereka dapat beranggapan bahwa adegan-adegan pada program televisi sama halnya dengan dunia yang sebenarnya. Dalam peniruannya itu anak akan menganggap bahwa tindakan kekerasan tersebut dapat menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Hal ini dapat menyebabkan untuk anak berperilaku agresif. Teori belajar mengungkapkan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang dilakukan oleh seseorang serta memiliki tujuan untuk melukai korban dan hal itu didahului observasi terhadap model (contoh) agresi. Program tayangan tersebut tentu dapat berakibat buruk pada anak karena dapat menimbulkan tindakan kekerasan yang dilakukan antar sesama teman sekolah setelah mereka menonton tayang tersebut. Mereka akan meniru adegan-adegan kekerasan yang ada dalam tayangan tersebut serta mempraktekannya dengan sesama temannya dan dapat menimbulkan tindak kekerasan yang berakhir dalam sebuah kasus kekerasan.

(20)

Universitas Pensylvania mendanai sebuah penelitian terhadap 100 anak prasekolah tentang sejauh mana pengaruh tayangan kekerasan di televisi terhadap perilaku anak. Sejumlah anak tersebut dibagi menjadi dua bagian dengan kelompok bagian pertama diperlihatkan film kartun yang banyak mengandung kekerasan dan kelompok bagian kedua diperlihatkan film kartun yang tidak mengandung kekerasan. Perilaku anak-anak tersebut diobservasi sebelum dan sesudah menonton film kartun tersebut. Hasil dari observasi tersebut menunjukkan perbedaan perilaku yang terlihat. Anak-anak yang menonton kekerasan, meskipun lucu dalam kartun, menunjukkan perilaku yang cenderung bersifat kasar pada anak-anak lain waktu bermain. Anak-anak ini suka berargumen, tidak mentaati peraturan kelas, meninggalkan tugas mereka begitu saja dan tidak sabar menunggu giliran. Sedangkan perilaku negatif ini kurang terlihat pada anak-anak yang menonton film kartun yang tidak mengandung kekerasan (Waruwu, 2010). Buku Ensiklopedia Perkembangan Anak (2009: 96), mengungkapkan bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan anak usia 5 tahun sering kali berbentuk fisik, seperti mendorong dan menyorong, serta mengambil barang milik orang lain, misalnya mengambil tempat pensil teman.

(21)

yang biasa saat mereka bersama-sama sehingga mereka hanya dibiarkan begitu saja. Kebanyakan dari orang menganggap bahwa tindakan kekerasan merupakan hal yang wajar karena itu seperti seorang anak yang bermain bersama teman-temannya dan akan hilang begitu saja dengan sendirinya, itu seperti candaan saat anak-anak sedang bermain. Namun, seandainya tindakan ini berlarut-larut maka akan memberikan dampak yang kurang baik bagi anak dan teman sepermainannya.

(22)

menirukan tendangan si “madun“ dalam tayangan sinetron yang hebat namun tendangan itu ditujukan kepada teman sepermainannya.

Sempat terdengar berbagai kasus mengerikan yang terjadi akibat program televisi pada tahun 2006 silam. Kasus anak meninggal gara-gara bermain smack-down, program acara gulat televisi beberapa tahun lalu data dari sebuah blog menyatakan bahwa kasus-kasus yang terjadi berkaitan dengan acara smack-down

salah satunya adalah anak yang bernama Fayza Raviansyah 4 tahun 6 bulan, siswa TK Al-Wahab Margahayu, Bandung, yang mengalami luka dan muntah darah.

Dampak program televisi memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan anak. Jika seorang anak sering menyaksikan tayangan kekerasan, mereka akan terbiasa dengan kekerasan tersebut sehingga menganggapnya sebagai hal yang biasa saja dan dibenarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Masa kanak-kanak merupakan masa kritis dan sebagai dasar untuk anak melangkah ke perkembangan selanjutnya. Jika pada masa kanak-kanak anak sudah mengenal perilaku agresif maka dapat menyebakan meningkatnya perilaku agresif pada perkembangan selanjutnya. Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik dan mengambil judul “pengaruh program televisi pada perilaku agresif anak usia 4-6 tahun di Taman Kanak-Kanak Kecamatan Jati Kabupaten

(23)

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan tersebut, rumusan masalah yang dapat diambil adalah

1.1.1. Adakah pengaruh program/tayangan televisi terhadap perilaku agresif pada anak di Taman Kanak-kanak kecamatan Jati kabupaten Kudus? 1.1.2. Berapa persentase pengaruh program/tayangan televisi terhadap

perilaku agresif pada anak di Taman Kanak-kanak kecamatan Jati kabupaten Kudus?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

1.3.1 Ada tidaknya pengaruh program/tayangan televisi terhadap perilaku agresif pada anak di Taman Kanak-kanak kecamatan Jati kabupaten Kudus

1.3.2 Besarnya persentase pengaruh program/tayangan televisi terhadap perilaku agresif pada anak di Taman Kanak-kanak kecamatan Jati kabupaten Kudus.

1.4.Manfaat Penelitian

(24)

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan mempertimbangkan program televisi yang layak ditonton oleh anak sehingga tidak menimbulkan perilaku agresif pada anak.

1.4.2 Manfaat Praktis

Jika tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki manfaat praktis antara lain yaitu

1.4.2.1. Orangtua dapat menghindarkan dan memilihkan anaknya dari tayangan yang kurang layak untuk anak,

1.4.2.2. Para pendidik dapat mendidik para anak didiknya bagaimana ia akan bersikap di lingkungannya tanpa anak tersebut menirukan yang ada didalam tayangan televisi,

(25)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Televisi

2.1.1 Sejarah Perkembangan Televisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi dapat didengar.

Peletak dasar utama teknologi pertelevisian adalah Paul Nipkow dari Jerman yang dilakukan pada tahun 1884. Ia menemukan sebuah alat yang kemudian disebut sebagai Jantra Nipkow atau Nipkow Sheibe yang kemudian melahirkan electrische teleskop atau televisi elektris. Berbagai penelitian teleh dikembabngkan, sampai akhirnya Paul Nipkow melahirkan televisi mekanik.

Pada tahun 1939 di New York World’s Fair pesawat televisi

telahdipamerkan yang berukuran 8x10 inci. Namun, perang dunia II menyebabkan kegiatan dalam bidang pertelevisian tersebut dihentikan sepenuhnya. Hingga pada tahun 1946 kegiatan dunia pertelevisian kembali meski di Amerika Serikat hanya terdapat beberapa pemancar. Hingga saat ini televisi menyebar ke berbagai dunia.

(26)

tentang pembentukan panitia Persiapan Televisi (P2T). Satu tahun sebelumnya telah ada ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, yang dalam Bab I lampiran A dinyatakan pentingnya pembangunan siaran televisi untuk kepentingan pendidikan nasional. Kemudain menjelang Asian Games ke-4 di Jakarta pada 1962, Soekarno dan kabinetnya memutuskan yakin perlu adanya televisi. Hal tersebut dikarenakan oleh reputasi internasional, yaitu Indonesia bergantung pada Pekan Olahraga yang disiarkan televisi.

Seiring berjalannya waktu kepopuleran televisi berkembang pesat hingga seluruh dunia memerlukan kotak tabung ajaib ini. Di Indonesia sendiri sampai sekarang ini banyak stasiun televisi swasta yang menyemarakkan dunia pertelevisian.

2.1.2 Karakteristik Televisi

Televisi adalah media pandang sekaligus media dengar (audio-visual). Ia berbeda dengan media cetak yang lebih merupakan media pandang. Orang memandang gambar yang ditayangkan di televisi, sekaligus mendengar atau mencerna narasi atau narasi dari gambar tesebut. Berikut merupakan karakteristik televisi menurut Badjuri (2010: 40-41) antara lain:

2.1.2.1. Mengutamakan gambar

(27)

deadline media cetak 1 x 24 jam, deadline atau tenggat televisi bisa disebut setiap detik.. Kecepatan bahkan menjadi salah satu unsur yang menjadikan berita televisi bernilai. Berita paling menarik atau menonjol dalam rentang waktu tertentu, pasti akan ditayangkan paling cepat oleh televisi.

2.1.2.2. Bersifat sekilas

Jika media cetak mengutamakan dimensi ruang, televisi lebih mengutamakan dimensi waktu atau durasi. Durasi berita televisi terbatas. Berita yang ditayangkan televisi cenderung bersifat sekilas. Berita yang ditayangkan televisi cenderung tidak mendalam.

2.1.2.3. Bersifat satu arah

Televisi bersifat satu arah, pemirsa tidak biasa saat itu juga memberikan respon pada pembawa berita televisi yang ditayangkan, kecuali pada beberapa program interaktif. Pemirsa hanya punya satu kesempatan memahami berita televisi. Pemirsa tidak bisa, misalnya, meminta presenter membacakan ulang berita televisi karena pemirsa tersebut belum memahami atau ingin memahami berita tersebut.

2.1.2.4. Daya jangkauan luas

(28)

2.1.3 Program/Tayangan Televisi

Kata “program” berasal dari bahasa Inggirs programme atau program

yang berarti acara atau rencana. Program dapat disebut juga siaran yang didefinisikan sebagai pesan atau rangkaian pesan dalam berbagai bentuk. Suatu program digunakan stasiun televisi maupun radio untuk membuat audiennya tertarik pada stasiun tersebut. Program dapat disamakan sebagai produk atau barang atau pelayanan yang dengan mudah, baik dan menarik untuk dapat dikonsumsi para audien (Morissan; 2008,200). Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang disebut suatu tayangan yaitu suatu yang ditayangakan atau dipersembahkan, sedangkan televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi dapat didengar. Jadi program televisi adalah suatu informasi yang dipersembahakan melalui media elektronik yang menggunakan media dan suara.

Di Indonesia pada umumnya program/tayangan televisi diproduksi oleh stasiun televisi yang bersangkutan. Namun, di Amerika sebuah stasiun televisi tidak memproduksi sendiri semua program siarannya. Mereka hanya memesan atau membeli program dari production company yang lebih dikenal sebagai

(29)

garapan-garapannya seperti sinetron, kuis dan acara-acara hiburan yang menarik. Hal ini memberikan keuntungan lebih bagi mereka. Cara seperti ini merupakan pertimbangan-pertimbangan untung dan ruginya bagi stasiun televisi swasta.

Pada umumnya isi program siaran di televisi maupun radio meliputi acara seperti diterangkan berikut dengan tentunya penggunaan berbagai nama berbeda sesuai dengan keinginan stasiun televisi masing-masing (Iskandar, 2003: 9).

2.1.3.1. News reporting (laporan berita)

Merupakan informasi baru atau informasi mengenal sesuatu yang sering terjadi yang menjadi tugas profesi seorang wartawan, saat laporan berita dilaporkan oleh wartawan laporan tersebut menjadi fakta/ide terkini yang dipilih secara sengaja oleh redaksi pemberitaan/media untuk disiarakan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menarik khalayak banyak karena mengandung unsur-unsur berita.

2.1.3.2. Talk show

Adalah suatu tayangan atau radio yang berupa perbincangan atau diskusi oleh seorang atau sekelompok orang tamu tentang suatu topik tertentu (atau beragam topik) dengan dipandu oleh pemandu acara bincang-bincang.

2.1.3.3. Call-in show

(30)

2.1.3.4. Documentair

Tayangan dokumenter merupakan tayangan yang bersifat dokumentasi yaitu pengumpulan, pemilihan, pengolahan dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan dengan pemberian/pengumpulan bukti dan keterangan seperti gambar, kutipan, guntingan koran dan bahan referensi lain.

2.1.3.5. Magazine/tabloid

Ialah program televisi yang isinya meliput berbagai liputan jurnalistik, pandangan tentang topik aktual yang patut diketahui.

2.1.3.6. Rural program

Merupakan program televisi yang berkaitan dengan masyarakat desa ataupun pertanian.

2.1.3.7. Advertising

Ialah program televisi yang berisiskan berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan dipasang di dalam media massa atau di tempat umum.

2.1.3.8. Education/instructional

Ialah tayangan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesrta secara aktif dapat mengembangkkan 2.1.3.9. Art and culture

(31)

2.1.3.10. Musik

Tayangan musik adalah tayangan yang menampilkan suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat mneghasilkan irama. Musik adalah suatu fenomena yang sangat unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat musik.

2.1.3.11. Soap operas/sinetron/drama

Ialah film yang dibuat khusus untuk penanyangan di media elektronik seperti televisi.

2.1.3.12.Television movies

Television movie atau lebih sering dikenal sebagai FTV adalah jenis film yang dibuat oleh stasiun televisi atau rumah produksi berdurasi 120 menit sampai 180 menit dengan tema yang beragam seperti remaja, tragedi kehidupan, cinta dan agama. Namun, film layar lebar yang ditayangkan di televisi tidak dianggap sebagai FTV.

2.1.3.13.Game show/kuis

(32)

2.1.3.14.Comedy/situation comedy

Merupakan program televisi yang berupa sandiwara ringan yang penuh dengan kelucuan meskipun kadang-kadang kelucuan itu bersifat menyindir dan berakhir bahagia, dll

Berbeda dengan Morissan (2008: 209) yang mengelompokkan jenis program menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya, yaitu:

2.1.3.1.Program Informasi (berita) yang dibagi ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Berita Keras (hard news) yang merupakan laporan berita terkini yang

harus segera disiarkan. Berita keras dapat dibagi ke dalam beberapa bentuk berita yaitu straight news (suatu berita singkat tidak begitu detail dengan hanya menyajikan berita terpenting saja yang menyangkut 5W+1H terhadap suatu peristiwa yang diberitakan),

feature (program berita yang menampilkan informasi-infromasi ringan seperti tempat makan yang enak atau tempat liburan yang menarik) dan infotainment (suatu berita yang menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat).

(33)

tema yang terdapat dalam suatu majalah), dokumenter (program informasi yang brtujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun disajikan dengan menarik) dan talk show atau perbincangan (program yang menayangkan satu atau beberapa orang uttuk membahas satu topik tertentu yang dipandu oleh seorang pembawa acara).

2.1.3.2.Program Hiburan (entertainment) yang dibagi dalam beberapa tayangan, yaitu:

1. Drama

Program drama adalah pertunjukan yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang atau beberapa orang yang diperankan oleh pemain yang melibatkan konflik dan emosi.

2. Sinetron

Merupakan suatu drama yang menyajikan cerita dari berbagai tokoh secara bersamaan. Masing-masing tokoh memiliki alur cerita sendiri-sendiri tanpa harus dirangkum menjadi suatu kesimpulan. Akhir ceritanya cenderung selalu terbuka dan sering kali tanpa penyelesaian.

3. Film

(34)

bioskop atau bahkan setelah film tersebut didistribusikan/dipasarkan dalam bentuk VCD atau DVD.

4. Permainan (Game Show)

Merupakan suatu bentuk program yang melibatkan sejumlah orang baik secara individu ataupun kelompok (tim) yang saling bersaing untuk mendapatkan sesuatu. Program permainan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu quis show (merupakan bentuk program permainan yang paling sederhana dimana sejumlah peserta saling bersaing untuk menjawab sejumlah pertanyaan), ketangkasan (peserta dalam permainan ini harus harus menunjukkan kemampuan fisik atau ketangkasannya untuk melewati suatu halangan/rintangan atau melakukan suatu permainan yang membutuhkan perhitungan dan strategi) dan reality show (program ini menyajikan suatu situasi seperti konflik, persaingan, atau hubungan berdasarkan realitas yang sebenarnya).

5. Musik

Program musik biasanya ditamplikan dalam dua format yaitu videoklip atau konser. Program musik berupa konser dapat dilakukan di outdoor (di lapangan) maupun indoor (di dalam studio).

6. Pertunjukan

(35)

Setiap stasiun televisi memiliki jadwal tersendiri untuk menayangkan suatu programnnya. Mengetahui siapa audien televisi pada waktu sangat penting dalam menentukan program apa yang akan ditayangkan pada waktu tersebut. Berikut ini dijelaskan komposisi audien yang terbentuk pada waktu-waktu tertentu setiap harinya.

Tabel 2.1 Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien

Bagian Hari Audien Tersedia

Pagi hari (06.00-09.00) Anak-anak, ibu rumah tangga, pensiunan, pelajar dan karyawan yang akan berangkat ke kantor.

Jelang siang (09.00-12.00)

Anak-anak prasekolah, ibu rumah tangga, pensiunan dan karyawan yang bertugas secara giliran (shift)

Siang hari (12.00-16.00)

Karyawan yang makan siang di rumah, pelajar yang pulang dari sekolah

Sore hari (early fringe) (16.00-18.00)

Karyawan yang pulang dari tempat kerja, anak-anak dan remaja

Awal malam (early evening) (18.00-19.00)

Hampir seluruh audien sudah berada di rumah

Jelang waktu utama (prime acces) (19.00-20.00)

Seluruh audien tersedia menonton televisi pada waktu ini

Waktu utama (prime time) (20.00-23.00)

(36)

Jelang tengah malam (late fringe) (23.00-23.30)

Umumnya orang dewasa

Akhir malam (late night) (23.30-02.00)

Orang dewasa, termasuk karyawan yang bertugas secara bergiliran (shift)

Sumber: Peter K. Pringle, Michael F. Starr, William E. McCavitt; Electronic

Media Management, Second Edition, Focal Press, Boston-London

Dalan Morissan, 2008: 257

Pada jam-jam tertentu ketersediaan audien membuat stasiun televisi berlomba-lomba untuk menarik perhatian para audien. Meski sekarang ini isi dari tayangan dan porsi jam tayang melebihi dari durasi penayangannya. Sehingga tekadang merubah jadwal yang seharusnya dilakukan audien, misalkan seorang anak di pagi hari yang menonton kartun akan membuatnya terlambat untuk berangkat sekolah.

Televisi dapat dijadikan sebagai sahabat karib sekaligus contoh yang mudah ditiru oleh setiap anak. Berbagai jenis tayangan dengan gambar dan suara yang menarik perhatian dengan penuh imajinasi mampu membentuk karakter anak. Sesibuk-sibuknya orangtua sebaiknya meluangkan waktu untuk menonton televisi bersama. Karena tidak sedikit tayangan di televisi yang layak untuk penonton anak.

Menurut Tjandra (2012: 65) ada beberapa tontonan yang dapat merusak perkembangan anak dan sebaiknya orangtua mewaspadai serta menghindarkannya dari anak, antara lain.

(37)

tersebut karena menganggap bahwa acara tersebut memang acara untuk anak-anak. Namun, kenyataannya tidak semua kartun itu aman untuk anak dan justru mengandung unsur kekerasan serta seks terselubung. Banyak karakter dalam kartun itu tidak realistis padahal anak yang berumur empat tahun masih berpikir pada hal yang realistis. 2. Sinetron dan Reality Show pada saat ini tidak memberikan pemahaman

yang baik kepada anak dan lebih banyak berefek negatif. Komisi Nasional Perlindungan Anak pernah memantau 13 stasiun televisi swasta di Indonesia. Hasilnya 62% diantaranya menayangkan perilaku kekerasan yang dapat membuat anak-anak menirunya.

3. Acara olahraga keras seperti tinju dan smackdown. Televisi ditengarai sebagai pemicu perilaku keras anak. Masa kanak-kanak merupakan masa penyerapan segala macam informasi hingga ia tak menyadari apakah informasi tersebut baik untuk ditiru atau tidak. Namun, ini tergantung dari kontrol orangtua dalam mendampingi atau membatasi anak dalam menonton televisi.

4. Acara yang mengandung unsur pelecehan. Acara televisi yang mempertontonkan tindakan tak senonoh, pelecehan terhadap oranglain atau kebanci-bancian dapat membuat anak meniru perilaku tersebut. Sebaiknya orangtua mendampingi anak jika menonton acara-acara seperti itu.

(38)

hantu jika melihat orangtua atau orang-orang si sekitarnya ketakutan dan berteriak saat menonton film atau iklan yang menunjukkan sosok hantu.

2.1.4 Dampak Program televisi

Segu dang program televisi yang disajikan membuat kita terlena olehnya. Namun, dibalik segudang iming-iming program yang menarik perhatian tersebut menyimpan sejumlah efek baik efek negatif maupun positif bagi penontonnya. Barrie Gunter (1994) menggolongkan efek yang bersifat kognitif (sikap dan keyakinan), afektif (emosi), atau behavioral. Ia membuat pembendaan lebih lanjut berkenaan dengan tipe efek dan berkomentar mengenai bukti riset, yang dapat dirangkum sebagai berikut:

2.1.4.1. Chatarsis: gagasan bahwa kekerasan dalam program televisi melepaskan atau menyalurkan perasaan dan sikap kekerasan.

2.1.4.2. Arousal: materi kekerasan menggerakkan perasaan, tanpa perlu difokuskan pada baik-buruknya terlebih dahulu.

2.1.4.3. Disinhibition: televisi dengan tayangan kekerasan meruntuhkan kontrol sosial terhadap gagasan kekrasan.

2.1.4.4. Imitation: televisi dengan tayangan kekerasan melahirkan peniruan atas perilaku tersebut.

(39)

2.1.5 Dampak Program televisi

Segudang program televisi yang disajikan membuat kita terlena olehnya. Namun, dibalik segudang iming-iming program yang menarik perhatian tersebut menyimpan sejumlah efek baik efek negatif maupun positif bagi penontonnya. Barrie Gunter (1994) menggolongkan efek yang bersifat kognitif (sikap dan keyakinan), afektif (emosi), atau behavioral. Ia membuat pembendaan lebih lanjut berkenaan dengan tipe efek dan berkomentar mengenai bukti riset, yang dapat dirangkum sebagai berikut:

2.1.4.6. Chatarsis: gagasan bahwa kekerasan dalam program televisi melepaskan atau menyalurkan perasaan dan sikap kekerasan.

2.1.4.7. Arousal: materi kekerasan menggerakkan perasaan, tanpa perlu difokuskan pada baik-buruknya terlebih dahulu.

2.1.4.8. Disinhibition: televisi dengan tayangan kekerasan meruntuhkan kontrol sosial terhadap gagasan kekrasan.

2.1.4.9. Imitation: televisi dengan tayangan kekerasan melahirkan peniruan atas perilaku tersebut.

2.1.4.10. Desensitization: menonton kekerasan menyebabkan khalayak menjadi keras, memikirkan kekerasan atau bersikap keras.

Sedangkan pendapat Bandura (dalam Syailendra, 2009: 68) pengaruh adegan kekerasan dalam film atau program televisi terhadap anak-anak dapat disimpulkan sebagai berikut.

(40)

Anak-anak melakukan observasi (pengamatan) tentang program televisi. Tujuannya adalah mendapatkan pengetahuan yang lebih jelas tentang suatu peristiwa.

2.1.4.2.Dishibition

Adalah berkurangnya rintangan, hambatan, atau kemampuan untuk menahan diri. Setelah melakukan pengamatan, kemampuan anak-anak untuk mengendalikan dirinya akan berkurang sebagai dampak dari peristiwa kekerasan yang disaksikannya.

2.1.4.3.Desensitization

Adalah kondisi kurang atau hilangnya kepekaan, yang bisa disebut reaksi emosional. Dampak film atau tayangan kekerasan adalah hilangnya kemampuan anak-anak tumpul. Dengan demikian, akan terjadi reaksi berupa film kekerasan yang mengajarkan agresi.

2.1.4.4.Habitualiztion

Jika seorang anak sering menyaksikan tayangan kekerasan, mereka akan terbiasa dengan kekerasan tersebut sehingga menganggapnya sebagai hal biasa saja.

(41)

menyelesaikan berbagai masalah serta menjadi hal yang biasa dalam kehidupan sehari-hari.

2.2 Perilaku Agresif

2.2.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, perilaku (respon atau reaksi) seseorang merupakan hasil dari stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skiner ini

disebut teori “S-O-R” atau stimulus organisme respons. Skinner membedakan adanya dua respon. Dalam teori Skiner dibedakan adanya dua respon:

Respondent respons atau reflexi, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eleciting stimulalation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang ini disebut

(42)

Menurut Notoatmodjo (2007) dilihat dari bentuk respon stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam praktik

(practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat orang lain.

Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor predisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, pekerjaan dan sebagainya. 2. Faktor pendukung (enabling factors)

(43)

dokter atau bidan praktek swasta, dsb. Termasuk juga dukungan sosial, baik dukungan suami maupun keluarga.

3. Faktor penguat (reinforcing factors)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toma), sikap dan perilaku pada petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yan terkait dengan kesehatan.

Pada dasarnya perilaku manusia merupakan proses belajar dari apa yang mereka lihat, dengar dan raba. Proses belajar tersebut dapat pula sebuah peniruan (imitation) seseorang dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan pembelajaran sosial (social learning). Perilaku peniruan manusia terjadi karena merasa telah memperoleh tambahan ketika seseorang meniru orang lainnya dan memperoleh hukuman ketika ia tidak melakukan peniruan.

Seperti halnya Albert Bandura (1959) dan Ricard Walters (1963) yang melakukan eksperimen terhadap perilaku peniruan pada anak-anak. Hasil dari eksperimen itu, didapati bahwa peniruan dapat berlaku hanya dari pengamatan terhadap perilaku model (orang yang ditiru) meski pengamatan itu tidak terjadi terus-menerus. Menurut Bandura, dalam proses belajar tersebut memiliki komponen-komponen antara lain.

2.2.1.1. Perhatian (Attention)

(44)

nilai-nilai yang dimiliki. Ditekankan bahwa hanya dengan memperhatikan orang lain maka pembelajaran dapat dipelajari.

2.2.1.2. Mengingat (Retention)

Subjek yang memperhatikan harus merekam peristiwa itu dalam sistem ingatannya. Kemampuan untuk menyimpan informasi ini penting karena subjek dapat melakukan peristiwa itu kelak jika diperlukan atau diingatnya.

2.2.1.3. Reproduksi Gerak (Reproduction)

Setelah mengetahui atau mempelajari suatu tingkah laku, subjek dapat menunjukkan kemampuannya atau menghasilkan apa yang disimpan dalam bentuk tingkah laku tersebut. Artinya, setelah subjek mengamati model dan menyimpan informasi maka sekarang saatnya untuk melakukan tingkah laku yang diamatinya.

2.2.1.4. Motivasi

Adalah penggerak individu untuk terus melakukan sesuatu. Subjek harus termotivasi untuk meniru perilaku yang telah dimodelkan.

2.2.2 Definisi Agresif

(45)

kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan. Secara umum agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, objek lain atau bahkan pada dirinya sendiri (Hudaniah, 2006: 231).

Menurut Dodge (1997) perilaku agresif muncul akibat kegagalan, kekurangan, atau ketidakmampuan dalam memproses informasi sosial. Seseorang dapat berperilaku agresif akibat dari frustasi yang ia alami saat ia tidak mampu untuk memproses informasi. Sedangkan menurut Robert Baron menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mecelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Berasal dari definisi ini terdapat empat faktor tingkah laku yaitu tujuan untuk mencelakakan atau melukai, individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi korban dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku.

(46)

2.2.3 Perilaku Agresif Anak

Berdasarkan penjelasan di atas perilaku agresif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang berkeinginan untuk menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat. Menurut Hartub dan Hurlock tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku agresif juga terdapat pada anak-anak meski dengan intensitas kecil tidak sampai penyiksaan, pembunuhan dan lain-lain seperti orang dewasa.

Perilaku Agresif ini dapat terlihat pada masa bayi, yaitu ketika si bayi sedang tidak meras senang. Menurut Bolman (Hebert, 1974), dalam usia 0-6 bulan individu sudah memperlihatkan agresifnya meski belum dapat dibedakan bentuknya, perilaku mereka bertujuan mengurangi ketegangan.

Pada tahap selanjutnya dapat diketahui perbedaan mengenai tipe perilaku, objek maupun tujuannya. Hartub berpendapat bahwa agresi pada mulanya dijadikan alat untuk memperoleh sesuatu. Anak-anak Taman kanak-kanak sering bertengkar untuk dan berkelahi memperebutkan permainan.

(47)

iri, tamak, cemburu dan suka mengkritik. Perilakunya tersebut dapat diarahkan kepada teman sebaya, saudara sekandung, bahkan pada dirinya sendiri. Kemudian pada usia setelahnya perilaku agresif yang dimunculkan lebih bertujuan untuk keseimbangan emosi, khususnya harga diri. Mereka sudah mampu untuk memodifikasi perilaku agresif tersebut.

Observation learning atau social learning adalah metode yang lebih sering digunakan anak-anak sehingga mereka menjadi agresif. Anak-anak yang melihat model orang dewasa agresif secara terus-menerus akan lebih agresif dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model orang dewasa non agresif. Menurut Bandura, motivasi individu dalam mencontoh agresi yang ditampilkan oleh model akan kuat apabila si model memiliki daya tarik yang kuat serta dengan agresi yang dilakukannya itu si model memperoleh akibat yang menyenangkan atau efek yang positif berupa penguatan atau ganjaran.

Model teoritik tentang perkembangan agresi pada anak-anak menurut

Huesman (1988) (dalam Hudaniah, 2006: 241) adalah adanya “aggressive

cognitive script” yang diperoleh anak. Sebenarnya skrip (naskah/skenario) ini

merupakan suatu program untuk berperilaku, yang dipelajari pada saat awal kehidupan, disimpan dalam ingatannya dan pada gilirannya akan digunakan sebagai petunjuk dalam berperilaku dan memecahkan suatu persoalan sosial.

(48)

menimbulkan kekerasan yaitu untuk jangka panjang terjadinya efek kumulatif dari skrip yang dimiliki sang anak sejalan dengan makin banyaknya contoh-contoh kekerasan yang dilihatnya. Kedua, dalam jangka pendek hal demikian dapat berfungsi sebagai pemicu terjadinya tindak kekerasan dari skrip yang sudah dipelajari si anak. Namun demikian penggunaan skrip ini tergantung juga pada kekuatan jejak ingatan dan juga isyarat-isyarat dari lingkungan yang menyebabkan si anak mengingat kembali skrip yang dimilikinya. Semakin sesuai antara situasi yang dihadapi anak dengan karakteristik situasi yang diingat dalam ingatannya, maka semakin besar kemungkinan digunakannya skrip tersebut sebagi petunjuk berperilaku.

Televisi merupakan kotak tabung ajaib yang dapat dijadikan si anak pengganti teman bermain. Berasal dari sanalah sang anak dapat mempelajari perilaku-perilaku baru yang kemungkinan akan ia gunakan dalam lingkungan sosialnya. Berbagai macam jenis perilaku dapat ditiru oleh anak, meski ia tidak mengerti sepenuhnya informasi yang ia masukkan ke dalam memorinya sehingga memori tersebut sewaktu-waktu dapat digunakan olehnya.Tak mungkin dipungkiri anak akan sewaktu-waktu akan berperilaku agresif dari salah satu tayangan yang mengandung unsur kekerasan yang ia tonton. Anantasari (2006: 117) menyebutkan ada beberapa penjelasan mengenai proses kekerasan melahirkan kekerasan, antara lain:

(49)

agresif itu berdampak menyenangkan. Misalnya, mendapatkan mainan yang diinginkannya, atau dipuji temannya.

2.2.2.2.Pembentukan kerangka pikir anak bahwa perilaku agresi adalah hal yang perlu untuk dilakukan. Ketika orangtua atau orang-orang di lingkungan sekitarnya sering memaki, anak cenderung untuk menganggap makian sebagai hal yang lumrah, sehingga ia cenderung untuk memaki orang lain juga.

2.2.2.3.Kekerasan yang dialami atau dilihat anak secara terus-menerus akan membentuk pola pikir pada anak bahwa lingkungan sekitarnya bukanlah tempat yang aman baginya. Anak ini akan cenderung memiliki sikap curiga, tidak bersahabat pada orang lain dan meningkatkan kemungkinan untuk berperilaku agresif.

2.2.2.4.Anak yang mengalami kekerasan terus-menerus cenderung memiliki harga diri yang rendah. Harga diri yang rendah ini akan memunculkan sikap negatif dan mengurangi kemampuan anak berurusan dengan perasaan frustasi. Sikap negatif dan kemampuan mengatasi frustasi yang rendah ini kemudian akan meningkatkan kecenderungan berperilaku agresif pada anak.

(50)

individu yang tidak menginginkan timbulnya perilaku tersebut. Untuk menentukan seorang anak dikategorikan berperilaku agresif atau tidak, Bandura (1973) mengemukakan kriteria yang perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan agresif tidaknya suatu perilaku, yaitu

2.2.2.1. Kualitas perilaku agresif, derajat atau ukuran, tingkatan perilaku agresif terhadap korban baik berupa serangan fisik atau psikis, membuat malu, merusak barang orang lain,

2.2.2.2. Intensitas perilaku, sering-tidaknya melakukan tindakan-tindakan yang merugikan atau membahayakan korban,

2.2.2.3. Ada kesengajaan, dalam melakuakn tindakan agresif, ada niat yang tersurat, sengaja melakukan perilaku agresif,

2.2.2.4. Karakteristik pengamat, yaitu orang yang memperhatikan perilaku agresif yang dilakukakn oleh seseorang. Hal ini akan beragam karena akan ditentukan oleh jenis kelamin, kondisi sosial-ekonomi, etnis, pengalaman perilaku agresif,

2.2.2.5. Pelaku menghindar ketika orang lain menderita sebagai akibat perbuatannya, tidak ada perasaan bersalah atau berdosa,

2.2.2.6. Karakteristik si pelaku itu sendiri, misalnya faktor usia, jenis kelamin, pengalaman berperilaku agresif.

2.2.4 Bentuk-Bentuk Perilaku Agresif Anak

(51)

yang satu dengan individu yang lainnya. Perasaan agresif yang terjadi pada manusia tidak dapat diamati secara langsung. Ketika perasaan ini muncul dan tidak dicegah atau malah mendapat penguatan, maka akan timbul dorongan bagi individu untuk melakukan tindakan agresif.

Bentuk-bentuk agresif menurut Mulyono (1991: 267) adalah tingkah laku agresif yang dapat dilakukan secara :

2.2.3.1. Langsung-tidak langsung: agresi langsung ditujukan oleh perilaku dan ekspresi wajah, sedangkan tidak langsung dilakukan dengan tenang-tenang untuk mencapai tujuan tertentu.

2.2.3.2. Aktif-pasif: agresi pasif ditunjukkan untuk melukai diri sendiri, sedang agresi aktif ditujukan pada orang lain.

2.2.3.3. Fisik-verbal: agresi verbal dilakukan dengan menggunakan kata-kata kasar, suka berdebat, menggunjing orang lain dan agresi fisik ditunjukkan dengan perilaku menyerang secara fisik dan menggunakan benda.

Bentuk-bentuk agresif lainnya dikemukakan oleh Medinus dan Johnson (Sarwono, 2002: 297) yang mengelompokkan perilaku agresif menjadi 4 kategori, yaitu:

2.2.3.1. Perilaku fisik, seperti memukul, mendorong, meludah, menggigit, meninju, memarahi dan merampas

(52)

atau simbolis seperti mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap menuntut

2.2.3.3.Melanggar hak milik atau hak orang lain.

Dari penggolongan Patterson, Reid, janod dan Conger di bawah ini, perilaku agresif pada anak dapat dibedakan atas 2 tingkatan yaitu :

a. Perilaku agresif ringan (minor)

Dimana perilaku agresif minor lebih sulit dideteksi dan seringkali luput dari perhatian orang tua. Hal yang biasa dilakukan oleh anak seperti merengek, melotot, menangis, menjerit-jerit tersebut mungkin tidak menjadi permasalahan bagi sebagaian orang tua, prilaku itu dianggap hal biasa saja. Namun jika anak diatas 2 tahun masih mempertahankan perilaku seperti itu, berarti anak sudah bereaksi agresif ketika tidak senang terhadap situasi tertentu. Sehingga jika orangtua tidak mengenali prilaku agresif dan tidak berusaha mengurangi atau menghentikannya, anak-anak akan memahaminya sebagai suatu cara yang dibenarkan.

b. Perilaku agresif tingkat ekstrim

adalah perilaku dimana anak bertindak pada agresivitas yang lebih serius. Bahkan dapat mengarah pada perilaku kriminal.

(53)

Tabel 2.2 Interval Perbandingan pada Anak Agresif dan Anak Normal

3 Tidak Patuh Tidak mengerjakan hal

(54)

Sumber: Patterson, Reid, janod dan Conger (Kauffman, 1985)

Jadi dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk perilaku agresif pada anak adalah perilaku menyerang secara fisik, seperti memukul, mendorong, menggigit, meninju, melempar, perilaku secara verbal, seperti mengancam, memburuk-burukkan orang lain dan menggunakan kata-kata kasar, penyerangan terhadap suatu objek dan pelanggaran hak milik orang lain.

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PerilakuAgresif Anak

Perilaku agresif pada anak tidak terjadi begitu saja meski ada anggapan bahwa setiap anak memiliki kecenderungan untuk berperilaku agresif. Menurut Sadock dan Sadock (2003), bahaya yang dilakukan oleh perilaku agresif dapat berupa bahaya atau pencederaan fiskal, namun pula dapat berupa bahaya atau

10 Mempermalukan

Mengolok-olok atau

membuat orang lain malu

dengan sengaja

50 100

11 Menangis Semua jenis tangis 52 455

12 Perintah Negatif

Memerintah orang lain

dengan cara mengancam

agar kebutuhannya

terpenuhi juga cenderung

bertindak kasar

120 500

13 Ketergantungan

Meminta orang lain untuk

membantu pada pekerjaan

yang sebenarnya mampu

dilakukan sendiri

149 370

14 Mengabaikan

Mengerti bahwa orang lain

mengarahkan perhatiannya

pada anak tetapi anak

tersebut tidak menanggapi

secara wajar

(55)

pencederaan nonfisikal, semisal yang terjadi sebagai akibat agresi verbal (agresi lewat kata-kata tajam menyakitkan). Contoh lain dari agresi yang tidak langsung menimbulkan bahaya atau pencederaan adalah pemaksaan, intimidasi (penindasan/penekanan) dan pengucilan atau pengasingan sosial. Secara garis besar beberapa ahli memandang bahwa faktor-faktor penyebab timbulya perilaku agresif ada dua faktor, yaitu:

2.2.4.1.Faktor Internal 1.Hormon

Ketika bahaya atau ancaman dirasakan, kelenjar-kelenjar adrenal dipicu oleh hypothalamus dalam otak untuk memasukkan suatu bahan kimia yang disebut adrenalin ke dalam aliran darah (Breakwell, 1998: 73).

2.Fustasi

Frustasi adalah gangguan atau kegagalan dalam mencapai tujuan sehingga menyebabkan individu marah dan akibatnya menjadi frustasi (Sears, 1994: 6). Kendati demikian, tidak setiap anak atau orang yang mengalami frustasi serta merta melakukan agresi. Ada reaksi lain yang dapat muncul, misalnya berupa penarikan diri dan depresi

3.Stress

Stress dapat memicu munculnya sikap agresif anatara lain karena kepadatan penduduk, ketidakbebasan irama kehidupan rutin atau monoton (Koeswara, 1998: 87).

(56)

1.Suasana keluarga yang tidak sehat

Menurut Monks (1994) komunikasi dalam keluarga itu penting fungsinya bagi pembentukan pribadi anggota keluarganya, dengan komunikasi maka akan tercipta keluarga yang harmonis. Bagaimana anak itu nantinya tergantung pada keadaan rumah tangga tempat mereka dibesarkan dan pengalaman anak-anak dalam keluarga sangat penting dalam pembentukan sikap dan perilaku anak, karena tempat pendidikan pertama bagi anak adalah keluarga.

2.Interaksi teman sebaya

Berkowits (2003: 220) menyatakan bahwa anak yang tumbuh di lingkungan di mana tindakan-tindakan agresif dilakukan oleh teman sebayanya, maka cenderung akan melakukan hal yang sama dengan teman-temannya, karena mereka ingin diterima dan dihargai oleh teman sebayanya.

3.Pengaruh media televisi

(57)

agresif di mana dengan menyaksikkan kekerasan bisa mematahkan rintangan dan perilaku agresif nampaknya umum dan bisa diterima. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Mulyono (1991: 11) yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku-perilaku agresif antara lain:

2.2.4.1.Lingkungan masyarakat yaitu kepadatan penduduk, kemajuan modernisasi yang cepat dan mempengaruhi kebudayaan lain

2.2.4.2.Lingkungan keluarga, yaitu keadaan keluarga yang tidak harmonis

atau “broken home”, pendidikan yang salah dan anak yang ditolak 2.2.4.3.Lingkungan sekolah, yaitu keadaan sekolah yang sistem

pendidikannya tidak menarik, menjemukan dan guru yang mengabaikan komunikasi dialetis (komunikasi timbal balik antara guru dan murid)

Hal ini dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresif berasal dari faktor internal yang meliputi hormonal, frustasi dan stres pada diri seseorang serta faktor eksternal yang meliputi lingkungan keluarga seseorang, lingkungan teman sebaya, lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah.

2.3 Program Televisi dan Perilaku Agresif Pada Anak

(58)

Selain itu, televisi mempunyai daya tarik tersendiri bagi anak-anak. Keberadaan televisi dapat dijadikan anak-anak sebagai sarana permainannya dikala ia merasa kesepian atau tidak memiliki kegiatan. Penelitian Greenberg mengungkapkan adanya delapan motif kenapa anak menonton televisi, yaitu : untuk mengisi waktu, melupakan kesulitan, mempelajari sesuatu, mempelajari diri, memberikan rangsangan, bersantai, mencari persahabatan dan sekedar

kebiasaan. Jadi, tidak selamanya, tapi lebih cenderung dalam rangka “pencarian

kepada sesuatu yang menyenangkan bagi dirinya”.

Kesederhanaan televisi dalam menyampaikan pesannya memungkinkan anak dengan mudah menerima pesan tersebut.Kemudahan ini ditunjang dengan sifatnya yang audio-visual (pandang-dengar) sehingga informasi data yang disampaikan menjadi sangat mudah untuk diterima dan dicerna oleh pemirsa, bahkan oleh anak kecil sekalipun yang sebenarnya tidak mengerti maksud dan tujuan dari tayangan tersebut.

(59)

ilmu pengetahuan dan hasta karya, termasuk juga menyenangi acara yang imajinatif dan film-film.

Banyak pendapat yang tidak menyetujui dipertontonkannya adegan kekerasan di hadapan anak-anak. Albert Bandura (1969) psikolog dari Universitas Standford berpendapat bahwa respon agresif itu bukan turunan tetapi terbentuk dari pengalaman anak. Anak-anak yang mengamati seseorang yang berperilaku keras akan melakukan perilaku yang serupa ketika kemudian diberikan kesempatan. Aletha Huston, Ph.D mengatakan bahwa anak-anak yang menonton kekerasan di televisi lebih mudah dan lebih sering memukul teman-temannya, tidak mematuhi aturan kelas, membiarkan tugasnya tidak selesai dan lebih tak sabar dibandingkan dengan anak yang tidak menonton kekerasan di televisi.

Penelitian lain dan mungkin meyakinkan menggunakan prosedur longitudinal, dimana partisipan yang sama dipelajari selama bertahun-tahun (misalnya, Huesmann & Eron, 1984, 1986). Hasil penelitian ini menyebutkan makin banyak film atau program televisi dengan kandungan kekerasan yang ditonton partisipan saat kanak-kanak, makin tinggi tingkat agresi mereka ketika remaja atau dewasa - misalnya, makin tinggi kencederungan mereka untuk ditangkap atas tuduhan kriminal dengan kekerasan. Temuan-temuan seperti ini juga diperoleh di berbagai negara seperti Australia, Firlandia, Israel, Polandia dan Afrika Selatan (Botha, 1990) dalam Robert dan Donn (2003: 209).

(60)

Media massa khususnya televisi merupakan media tontonan yang mempunyai kesempatan lebih tinggi bagi pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Kemudian dilakukan penelitian tentang hubungan

kekerasan dan televisi dengan mengajukan hipotesis “mengamati kekerasan akan

meningkatkan agresivitas” (Hadad dan Glassman, 2004) dengan presentase kategori program televisi sebagai berikut.

Tabel 2.3 Kategori Acara yang Mengandung Kekerasan

Kategori Acara yang Mengandung Kekerasan

Persentase

Sinetron 29,7

Variety dan Reality Show 20,9

Berita 10,1

Iklan 8,1

Film Kartun 6,8

Talk Show 6,8

Kuis 6,8

Olahraga 2

Lainnya 4,1

Sumber: Kompas, 10 November 2008 (dalam Sarwono, 2012)

Tayangan-tayangan diatas terkadang tidak disadari jika didalam tayangan tersebut mengandung unsur kekerasan. Misalnya dalam sinetron yang menampilkan adegan-adegan pertegkaran untuk memperebutkan harta warisan, film kartun yang menapilkan sebuah pertarungan pahlawan dengan penjahat,

(61)

2.4 Penelitian Sebelumnya

2.4.1.Hasil penelitian Anita Pratidina dalam skripsi hubungan antara persepsi terhadap program televisi yang bersifat religius dengan motivasi meningkatkan keimanan pada guru sekolah dasar di kecamatan Tersono kabupaten Batang menunjukkan adanyahubungan yang signifikan. Semakin tinggi persepsi terhadap program televisi yang bersifat religius maka semakin tinggi tingkat keimanan guru sekolah dasar di kecamatan Tersono kabupaten Batang dan sebaliknya. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan jumlah populasi sebanyak 211 orang dan menggunakan sampel 58 orang. Metode pengumpulan data menggunakan skala psikologis dengan skala persepsi terhadap program televisi yang bersifat religius berjumlah 42 item dan instrumen skala motivasi meningkatkan keimanan berjumlah 51 item.

2.4.2.Hasil penelitian lain dalam skripsi Sri Yulianti tentang hubungan antara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dengan perilaku agresif remaja di SMK Pembangunan Nasional Purwodadi menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara kekerasan yang dilakukan oleh orangtua dengan perilaku agresif remaja.

(62)

penelitian ini menyebutkan bahwa orang tua dan anak-anak tersebut tidak sering mengkonsumsi makanan yang rendah nutrisi. Hal ini akan menyebabkan anak-anak akan mengalami obesitas dan orang tua lebih sering mengkonsumsi produk iklan yang tidak rendah nutrisi.

2.4.4. Hasil penelitian lain dalam skripsi pengaruh menonton film televisi bertema kepahlawanan terhadap potensi kepemimpinan siswa SD Negeri Bendan Ngisor oleh Desty Nuriska Dwindrastuti menyebutkan dari hasil analisis data menunjukkan ada perbedaaan skor pre-test dengan skor post-test, dimana skor post-test lebih besar dari pre-test. Disimpulkan bahwa memberi perlakuan menonton film televisi bertema kepahlawanan akan meningkatkan potensi kepemimpinan siswa dengan menggunakan sampel siswa SDN Bendan Ngisor kelas 5 dan kelas 6 berjumlah 34 siswa yang berusia 10-12 tahun.

(63)

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar Bagan 2.1

Televisi merupakan kotak tabung ajaib yang menampilkan gambar dan suara. Televisi memiliki beberapa tayangan yang dapat dipilih sesuka hati penontonnya. Tayangan tersebut bagaikan obat candu bagi penontonnya. Setiap hari berbagai stasiun televisi menayangkan film dan sinetron yang penuh dengan adegan kekerasan dan mistik, juga liputan bencana alam, kerusuhan, aksi teroris, penculikan, kriminalitas atau kejahatan mengerikan yang ditonton keluarga termasuk anak-anak. Hasil kajian dari Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia saja mencatat rata-rata anak usia sekolah dasar menonton televisi antara 30-35 jam setiap minggu. Artinya perhari mereka biasa menonton televisi 3-4 jam. Sementara di hari minggu bisa 7-8 jam. Jika rata-rata empat jam perhari berarti setahun sekitar 1400-1800 jam sampai anak lulus SLTA. Padahal waktu yang dilewatkan anak dari TK sampai SLTA hanya 1300 jam. Ini berarti anak-anak meluangkan lebih banyak waktunya untuk menonton televisi daripada kegiatan apapun selain tidur.

Televisi (media audio-visual)

Berbagai jenis program televisi

anak

perilaku agresif Kebiasaan menonton televisi tanpa/dalam pengawasan orangtua

(64)

Keseringan ini membuat anak dapat meniru adegan-adegan yang terdapat dalam program televisi, padahal anak bagaikan kertas putih kosong yang dapat diisi oleh siapapun, kapanpun, media apapun dan dimanapun. Dari orang ahli psikologi yaitu Neil Miller dan John Dollard pada tahun 1941 dalam hasil laporan eksperimennya mengatakan bahwa peniruan (imitation) merupakan hasil proses pembelajaran yang ditirunya dari orang lain. Proses belajar tersebut dinamakan pembelajaran sosial (social learning). Perilaku peniruan manusia terjadi karena manusia merasa telah memperoleh tambahan ketika seseorang meniru orang lainnya dan memperoleh hukuman ketika ia tidak menirunya. Adegan-adegan dalam program televisi memberikan contoh perilaku yang akan menjadikan seorang anak itu menjadi agresif.

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah dinyatakan dalam bentuk pentanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru berdasarkan teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta yang empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data (Sugiyono, 2009: 96).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

2 1

: a  

H ada pengaruh program televisi terhadap perilaku agresif anak

2 1

:

(65)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini akan menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Metode penelitian kuantitatif deskriptif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada realitas/gejala/fenomena yang dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala sebab akibat untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu (Sugiyono, 2009: 14). Penelitian ini berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiyono, 2010: 29).

3.1. Variabel Penelitian

Variabel pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010: 60). 3.1.1. Variabel Independen

(66)

3.1.3. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang keberadaanya dipengaruhi oleh variabel independen. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah perilaku agresif pada anak di taman kanak-kanak kecamatan Jati kabupaten Kudus.

3.2. Definisi Operasional

Televisi adalah sistem penyiaran gambar yang disertai bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi dapat didengar. Dampak tayangan televisi merupakan dampak positif dan dampak negatif yang diberikan televisi setelah khalayak umum menontonnya.

Perilaku agresif merupakan keinginan untuk menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal atau situasi yang mengecewakan, menghalangi, atau menghambat.

3.3. Subjek Penelitian

3.3.1. Populasi

(67)

2009: 117). Populasi tidak hanya orang melainkan meliputi karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek itu sendiri.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa taman kanak-kanak kelompok A di kecamatan Jati kabupaten Kudus yang seluruhnya berjumlah 1601 siswa yang berada di 25 taman kanak-kanak.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 118). Peneliti tidak mungkin mempelajari keseluruhan dari populasi sehingga pengambilan sampel hendaknya mencerminkan populasi. Data dalam penelitian yang didapat kemudian dianalisis berasal dari sampel yang diambil dan kesimpulannya diberlakukan untuk populasi. Oleh sebab itu sampel yang diambil haruslah benar-benar representatif (mewakili).

Berikut rumus menentukan jumlah sampel menurut Isaac dan Michael.

Dimana : S = Ukuran Sampel N = Ukuran Populasi

P = Q = Proporsi dalam populasi (0,5) d = Ketelitian (error) (0,05)

X2 = Harga table Chi-Kuadrat dengan dk=1, taraf kesalahan 1%, 5%, 10%

Gambar

Tabel Halaman
Tabel 2.1 Pembagian Waktu Siaran dan Ketersediaan Audien
Tabel 2.2 Interval Perbandingan pada Anak Agresif  dan Anak Normal
Tabel 2.3 Kategori Acara yang Mengandung Kekerasan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, jika hasil uji kualitas menunjukkan bahwa konsentrasi beberapa unsur-unsur terlarut dan nilai pH masih berada di rentang nilai standar yang ditetapkan

Sedangkan menurut Friedman dalam Azrul Azwar (2001) motivasi adalah dorongan untuk melakukan yang positif bagi dirinya dan orang lain. Motivasi adalah penggerak tingkah

Berdasarkan informasi, data, dan fenomena di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengukur kualitas website pada situs jual beli online Bukalapak dengan

babar sebuah tanda yang terbuat dari daun kelapa muda yang ditancapkan di pematang, sebagai isyarat bahwa rumput di pematang itu tidak boleh dicabut. badung sebangsa pohon

“ Boerhavia diffusa (Punarnava) Root Extract as green Corrosion Inhibitor for Mild Steel in Hydrochloric Acid Solution: Theoritical and Electrochemical Studies.”

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data, dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Ibu di PAUD Desa Sumberadi Sleman Yogyakarta, tingkat pengetahuan ibu dalam

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh

This study has examined empirically the impact of defense spending on unemployment together with a set of control variables for five selected Asian countries