• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KESIMPULAN

3.2 Saran

Dengan berpijak pada uraian diatas, maka beberapa saran yang diajukan oleh penulis adalah sebagai berikut :

- Agar pemerintah dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan baik dalam etika berpolitik untuk menciptakan kepemimpinan yang bersih dan dapat mengayomi masyarakat.

- Agar nilai-nilai Pancasila dapat menjadi pedoman utama bagi masyarakat dalam kehidupannya agar nilai-nilai luhur ini tidak terkikis oleh sikap yang menyimpang dari budaya bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. “Pancasila”. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila (diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)

Karunia, Ikke. 2012. “Pancasila Sebagai Landasan Bernegara Dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia”. http://ikkekarunia3.blogspot.com/2012/11/pancasila-sebagai-landasan-bernegara.html (diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita) Wikipedia. “Etika Politik”. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik

(diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)

Mulya, Dewi. 2012. “Pancasila Sebagai Etika Politik”. http://dewi-mulya.blogspot.com/2012/06/pancasila-sebagai-etika-politik.html

LAMPIRAN :

Pemahaman Etika dan Moral Bangsa

28 March 2011

Oleh : Dr. H. Marzuki Alie

Para ahli sering mendefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertian secara khusus dikaitkan dengan interaksi sosial kita, etika dirupakan dalam bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk mengontrol segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Contoh, Kode Etik DPR-RI yang sedang dalam proses menunggu persetujuan Rapat paripurna DPR.

Moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam kehidupan sosial, semua masyarakat mempunyai aturan moral yang membolehkan atau melarang perbuatan tertentu. Tata laku itu harus diikuti oleh anggota masyarakat dan akan menimbulkan “hukuman” bagi pelanggarnya. Ukuran moral harusnya didasarkan pada nilai budaya yang timbul dan berkembang di masyarakat dan/atau agama yang dianut.

Etika dan moral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dapat digali dari Pancasila yang merupakan dasar negara. Pancasila memancarkan nilai-nilai etika dan moral yang harus ditumbuhkembangkan dan diimplementasikan oleh setiap individu warga negara Indonesia. Etika dan moral berbangsa dan bernegara perlu dianggap sebagai etika terapan karena aturan normatif yang bersifat umum, diterapkan secara khusus sesuai dengan kekhususan dan kekhasan bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai etika khusus, etika dan moral berbangsa merupakan kontekstualisasi aturan moral umum dalam situasi konkret.

Etika dan moral berbangsa ini, setidaknya terdiri dari tiga, yaitu: pertama, etika dan moral Individual yang lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi yang bermoral. Kedua, etika sosial yang mengacu pada kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial. Etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain, bahkan dalam arti tertentu sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu sama lain. Ketiga, etika Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Lahirnya TAP ini, dipengarui oleh lemahnya pemahaman terhadap etika berbangsa, bernegara, dan beragama. Latar belakang munculnya kekahwatiran para wakil rakyat di MPR tersebut terungkap sejak terjadinya krisis multidimensi yang memunculkan ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa, dan terjadinya kemunduran pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri.

Untuk menyegarkan ingatan kita semua, ijinkan saya menguraikan secara ringkas etika yang dimaksudkan dalam ketetapan MPR ini, yaitu:

Pertama Etika Sosial dan Budaya yang bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, memahami, menghormati, mencintai, dan saling menolong di antara sesama manusia. Sejalan

dengan itu, perlu ditumbuhkan budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Dan budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal.

Kedua, adalah Etika Politik dan Pemerintahan yang dimaksudkan utuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokrasi yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat lain yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, dalam rangka memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Ketiga adalah Etika Ekonomi dan Bisnis, yang dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, pemangku kepentingan, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kapada rakyat kecil melalui kebijakan secara berksinambungan. Etika dapat mencegah terjadinya parktek-praktek monopoly, oligopoly, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Keempat adalah Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan, yang dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak kepada keadilan. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan hukum secara adil, perlakuan yang sama

dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum.

Kelima adalah Etika Keilmuan yang dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Dan keenam adalah Etika Lingkungan, yang menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruangan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Berkaitan dengan etika dan moral bangsa, terdapat beberapa hal pokok yang yang ingin ditegaskan, yaitu: pemahaman terhadap etika dan moral bangsa dewasa ini menjadi penting, mengingat adanya krisis sosial, budaya, dan moral, yang terjadi terutama dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi ditengah masyarakat kita. Seperti, disintegrasi sosial-politik yang bersumber pada euforia kebebasan; lenyapnya kesabaran sosial dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarkhi; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial.

Etika dan moral merupakan panduan universal yang merawat cita-cita kehidupan bernegara untuk mencapai tujuan asasinya, yaitu kehidupan yang berjalan di atas nilai-nilai budaya bangsa. Setiap sikap dan perilaku di ruang publik, harus mencerminkan nilai-nilai itu, agar cita-cita dan keutuhan masyarakat tetap terjaga. Konsepsi dasar etika dan moral sebuah negara, perlu terus mengacu pada konsensus nilai-nilai yang ada, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, terutama nilai-nilai mayoritas yang menjadi sebuah keniscayaan dalam mewarnai tata perilaku warga bangsa. Hal ini akan terjadi, jika politik kekuasaan berjalan di atas landasan demokrasi dan menempatkan rakyat sebagai yang berdaulat.

Etika dan moral lahir dari nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, yang tujuannya adalah menjalin kebersamaan, merawat kesatuan, dan mencapai kehidupan yang tenteram, harmonis, dan sejahtera. Nilai merupakan landasan perilaku dalam seluruh sendi kehidupan, bukan sebagai legitimasi atau hiasan belaka. Moral dan

etika dalam perilaku masyarakat, termasuk dalam politik bernegara adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena menafikkan salah satunya berarti menarik kegiatan politik dari dimensi sosial dan hanya menjadi urusan pribadi.

Mengacu kepada empat pilar dalam kehidupan berbangsa, sebagaimana yang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan oleh MPR, pada hakekatnya, semuanya berkaitan dengan tata etika dan moral bangsa yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Namun demikian, berbagai tokoh agama berpendapat, dan secara pribadi saya sangat mengapresiasi pandangan positif tokoh agama tersebut, bahwa sesungguhnya diatas empat pilar, ada acuan yang dipandang sangat mendasar, yaitu agama, yang menjadi payung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Senin, 15 September 2008

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.

Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.

Filsafat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya "keberhargaan' (Worth) atau 'kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan -kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena,229)

Didalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.

Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan o1eh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan baik

Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Maka nilai bermakna das Sollen, bukan das-Sein yang artinya bahwa das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :

a) Nilai kebenaran b) Nilai keindahan c) Nilai kebaikan d) Nilai religius

Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai kerokhanian,_tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematikaMaha Esa sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan hirarkhis yang dimulai dari sila Ketuhanan yang (Darmodiharjo,1978).

Nilai religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak.dapat.di jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.

Dalam kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:

a) Ni1ai Dasar

Nilai ini memiliki sifat abstrak artinya tidak dapat diamati melalui indra manusia, namun dalam realisasinya ini berkaitan dengan tingkah laku atau segala aspek kehidupan manusia yang bersifat nyata namun nilai memiliki nilai dasar, yaitu merupakan hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar ini bersifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan obyektif segala sesuatu misalnya hakikat Tuhan, manusia atau segala sesuatu lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan, maka nilai terse-but bersifat mutlak karena hakikat Tuhan adalah kausa prima, sehingga segala sesuatu diciptakan berasal dari Tuhan. Jika nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia, maka nilai-nilai tersebut bersumber pada hakikat kodrat manusia sehingga nilai-nilai dasar kemanusiaan itu dijabarkan dalam norma hukum maka

diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai dasar itu berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu, sehingga nilai dasar dapat disebut sebagai sumber norma pada gilirannya direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam aspek praksis dapat beda namun secara sistematis tidak dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis tersebut.

b) Nilai Instrumental

Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka suatu norma moral. Jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai instrumental merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

c) Nilai praksis

Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata, sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental namun tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermaanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi., dalam bersikapdan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.

Nilai berbeda dengan fakta di mana fakta dapat diobservasi melalui verifikasi empiris, sedangkan nilai bersifat abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan dihayati oleh manusia. Nilai berkaitan dengan harapan, cita-cita , keinginan, dan segala sesuatu pertimbangan internal manusia. Nilai ini bersifat

kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian manusia.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh suatu kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.

Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik sedangkan etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri.

Etika Politik

Filsafat teoretis membahas tentang makna hakiki segala sesuatu antara lain: manusia, alam. benda fisik, pengetahuan bahkan tentang hakikat yang transenden. Dalam hubungan ini filsafat teoritis pada akhirnya sebagai sumber.Pengembangan ha1-hal yang bersifat praksis termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Filsafat praksis sebagai bidang kedua yang membahas dan mempertanyakan aspek praksis dalam kehidupan manusia yaitu etika yang mempertanyakan dan membahas tanggung jawab dan kewajiban manusia dalam hubungannya dengan sesama

manusia, masyarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap Tuhannya (Suseno, 1987)

Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka dibedakan atas etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manusia, sedangkan ertika khusus membahas prinsip-prinsip dalam hubungannya dengan kewajiban ma,nusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Etika khusus dibedakan menjadi pertama etika individu yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara hati terhadap Tuhannya, dan kedua - etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang , seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia. masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika

Dalam dokumen Pancasila sebagai pedoman etika berpolit (Halaman 15-35)

Dokumen terkait