• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pancasila sebagai pedoman etika berpolit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pancasila sebagai pedoman etika berpolit"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PAPER

NILAI-NILAI PANCASILA SEBAGAI PEDOMAN

ETIKA BERPOLITIK

Paper ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam perkuliahan Pendidikan Pancasila

NAMA KELOMPOK :

1. Ida Royani 1411105018 2. Ni Putu Eka Yunita Ulandari 1411105019 3. I Gusti Putu Bhuana Aristya Putra 1411105020 4. Lina Nindyawati 1411105021 5. Ni Putu Riska Deyana Aprilia 1411105022 6. Rut Elisabet Sianturi 1411105023

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS UDAYANA BALI

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya sehingga kami dapat menyusun paper ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam paper ini kami membahas mengenai nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman etika berpolitik.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada paper ini. Oleh karena itu kami menginginkan pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan paper selanjutnya.

Akhir kata semoga paper ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pemerintah, pembaca, dan masyarakat.

Jimbaran, 16 September 2014

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar... 2

Daftar Isi ... 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 6

1.2 Rumusan Masalah... 6

1.3 Tujuan Penulisan ... 6

1.4 Manfaat Penulisan ... 6

1.5 Batasan Masalah ... 6

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Landasan Teori... 7

2.2.1 Nilai dan Etika... 7

2.2.2 Hakikat Pancasila... 8

2.2.3 Etika Politik... 9

2.2.4 Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Sebagai Pedoman Politik 11

2.2.5 Penyimpangan Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik... 13

BAB III KESIMPULAN 3.1 Kesimpulan ... 15

3.2 Saran ... 15

Daftar Pustaka

... 17

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia dalam berbagai hal. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mencerminkan kehidupan berbudaya dan berakhlak masyarakat Indonesia. Sila-sila Pancasila memiliki makna tersendiri dalam setiap kehidupan masyarakat dan menjadi pedoman kehidupan.

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.

Sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya, tidak membeda-bedakan orang dan selalu bersikap adil dalam kehidupan bermasyarakat.

Sila persatuan Indonesia mengandung makna usaha untuk bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa Indonesia dari sabang sampai merauke.

(5)

Sebagai dasar filsafah negara pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan perundang-undangan, malainkan juga merupakan sumber moralitas terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum serta sebagai kebijakan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.

Dewasa ini pelanggaran nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berpolitik semakin marak terjadi. Terkikisnya mental pemimpin yang tangguh dan berpegang teguh terhadap Pancasila menjadi masalah yang tidak ada ujungnya dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, Etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan Asas legalitas (Legitimasi hukum), secara demokrasi (legitimasi demokrasi) dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral (legitimasi moral). Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara baik menyangkut kekuasaan, kebijaksanaan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenagan harus berdasarkan legitimimasi moral religius serta moral kemanusiaan.

Etika berkaitan dengan masalah nilai karena etika pada pokoknya membicarakan masalah- masalah yang berkaitan dengan prediket nilai “susila” dan “tidak susila”,”baik” dan “buruk”. Pengertian politik lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang menyangkut suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara. Jadi etika politik ialah etika yang berkait erat dengan bidang pembahasan moral yang tidak dapat dipisahkan dengan pelaku etika yaitu manusia.

Jika kita berbicara tentang Pancasila sebagai etika politik maka pancasila mempunyai lima prinsip,lima prinsip tersebut disusun berdasarkan pengelompokan pancasila.Lima prinsip tersebut,antara lain; Pluralisme,Hak Asasi Manusia,Solidaritas Bangsa, Demokrasi, Keadilan Sosial

Selain pancasila mempunyai lima prinsip diatas pancasila juga mempunyai tantangan etika politik paling serius di Indonesia,seperti:

1. Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.

(6)

Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.

3. Korupsi.

1.2 RUMUSAN MASALAH

- Apakah pengertian dari nilai dan etika ?

- Bagaimanakah hakikat Pancasila sebagai pedoman bangsa ? - Apakah pengertian dari etika politik ?

- Apakah nilai-nilai Pancasila yang terkandung sebagai pedoman etika berpolitik ?

- Apa saja penyimpangan-penyimpangan berpolitik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila ?

1.3 TUJUAN

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

- Untuk mengetahui hakikat Pancasila sebagai pedoman bangsa khususnya dalam berpolitik.

- Untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai pedoman dalam etika berpolitik.

- Untuk mengetahui penyimpangan-penyimpangan berpolitik yang terjadi dan tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

1.4 MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat bagi penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

- Dengan penulisan paper ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan mengenai nilai-nilai pancasila yang terkandung dalam etika berpolitik. - Dengan makalah ini untuk menambah wawasan kami pada makalah

berikutnya.

- Sebagai bahan bacaan bagi masyarakat umum. 1.5 BATASAN PERMASALAHAN

(7)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 LANDASAN TEORI

Dari beberapa sumber yang didapat, diperoleh teori-teori sebagai berikut : 1. Menurut Louis O. Kattsoff (1987): nilai dibedakan menjadi dua macam,

yaitu: 1) Nilai Instrinsik merupakan nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai. 2) Nilai Instrumental merupakan dari suatu nilai karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan. 2. Menurut Notonagoro: nilai dibagi menjadi tiga macam yaitu: nilai

materil, nilai vital, dan nilai kerohanian.

3. Menurut K. Bertens, Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

4. Menurut W. J. S. Poerwadarminto, Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

5. Menurut Prof. DR. Franz Magnis suseno, etika adalah ilmu yang mencariorientasi atau ilmu yang memberikan arah pijakan pada tindakan manusia.

6. Menurut H. A. Mustafa, Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperthatikam amal perbuatan manusia sejauh mana yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

2.2 PEMBAHASAN 2.2.1 Nilai dan Etika

a. Nilai

Nilai atau “Value”, yang berasal dari bahasa Latin “Valare” merupakan bidang kajian dalam filsafat. Istilah nilai dalam filsafat dipakai untuk menunjukkan kata benda abstrak yang artinya keberhargaan atau kebaikan. Pengertian nilai adalah kemampuan yang ada dan dipercayai pada suatu benda untuk memuaskan manusia.

(8)

1. Menurut Louis O. Kattsoff (1987): nilai dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1) Nilai Instrinsik merupakan nilai dari sesuatu yang sejak semula sudah bernilai. 2) Nilai Instrumental merupakan dari suatu nilai karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai suatu tujuan.

2. Menurut Notonagoro: nilai dibagi menjadi tiga macam yaitu: nilai materil, nilai vital, dan nilai kerohanian.

b. Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ Ethos” artinya adat, kebiasaan,watak, sikap. Etika adalah suatu ilmu yang membahas mengenai perilaku atau perbuatan baik maupun perbuatan buruk manusia. Dimana etika tersebut berpengaruh terhadap nilai dan norma-norma dalam bertingkah laku di dalam masyarakat, agar bisa menjadi anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.

Beberapa pengertian etika menurut para ahli, sebagai berikut:

1. Menurut K. Bertens, Etika adalah nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2. Menurut W. J. S. Poerwadarminto, Etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).

3. Menurut Prof. DR. Franz Magnis suseno, etika adalah ilmu yang mencariorientasi atau ilmu yang memberikan arah pijakan pada tindakan manusia.

4. Menurut H. A. Mustafa, Etika adalah ilmu yang menyelidiki, mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperthatikam amal perbuatan manusia sejauh mana yang dapat diketahui oleh akal pikiran.

2.2.2 Hakikat Pancasila

(9)

pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif (menyeluruh) dan sistem pemikira ini merupakan suatu nilai, Oleh karena itu suatu pemikiran filsafat tidak secara langsung menyajikan norma-norma yang merupakan pedoman dalam suatu tindakan atau aspek prasis melainkan suatu nilai yan bersifat mendasar.

Nilai-nilai pancasila kemudian dijabarkan dalam suatu norma yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Norma tersebut meliputi norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk.

Kemudian yang ke dua adalah norma hukum yaitu suatu sistem perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam pengertian inilah maka pancasila berkedudukan sebagai sumber dari segala hukum di Indonesia, pancasila juga merupakan suatu cita-cita moral yang luhur yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sebelum membentuk negara dan berasal dari bangsa indonesia sendiri sebagai asal mula (kausmateriListis)

Pancasila bukanlah merupakan pedoman yang berlangsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai etika yang merupakan sumber hukum baik meliputi norma moral maupun norma hukum, yang pada giliranya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika, moral maupun norma-norma hukum dalam kehidupan kenegaraan maupun kebangsaan.

2.2.3 Etika Politik

(10)

negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu etika politik berkait erat dengan bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian ‘moral’ senantiasa menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat bangsa maupun negara, etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya. Berdasarkan suatu kenyataan bahwa masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam arti moral. Misalnya suatu negara yang dikuasai oleh penguasa atau rezim yang otoriter, yang memaksakan kehendak kepada manusia tanpa memperhitungkan dan mendasarkan kepada hak-hak dasar kemanusiaan. Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik secara masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai denagn aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia sebagai manusia.

Pengertian ‘politik’ berasal dari kosakata ‘politics’, yang memiliki makna bermacam - macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau ‘negara’, yang menyangkut proses penentuan tujuan - tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan itu.

(11)

lembaga - lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.

Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan ia hanya dapt hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segal kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.

Dasar filosofis sebagaimana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsan dan kenegaraan indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.

Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundamental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.

2.2.4 Nilai-Nilai Pancasila Yang Terkandung Sebagai Pedoman Politik

Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Republik Indonesia merupakan nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Untuk lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.

(12)

rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan terutama berarti hakikat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat.

3. Persatuan Indonesia. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaaan dalam Per-musyawaratan/Perwakilan Kerakyatan. Rakyat merupakan sekelompok manusia yang berdiam dalam satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap orang yang menjadi rakyat Indonesia.

Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:

a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).

b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis) c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan

dengannya (legitimasi moral).

(13)

terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku

Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.

Pada kehidupan berpolitik sangat diperlukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Seorang pemimpin harus mampu menjadi pemimpin yang berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila agar dapat mengarahkan rakyat ke arah yang lebih baik. Sikap takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung persatuan bangsa, adil, bijaksana dan mampu mengayomi rakyat merupakan kunci menjadi seorang pemimpin yang baik agar mampu menjadi pemimpin yang dapat menunjukkan etika berpolitik dengan baik. 2.2.5 Penyimpangan Nilai-Nilai Pancasila Dalam Etika Berpolitik

Penyimpangan yang terjadi terhadap nilai-nilai Pancasila semakin marak terjadi khususnya dalam etika berpolitik. Salah satunya adalah lemahnya kepemimpinan yang demokratis. Pemimpin seharus bersifat demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat, dan para pemimpin hanya sebagai wakil bagi rakyat untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya kemakmuran bersama. Namun sekarang semakin banyak terdapat pemimpin yang bersikap otoriter dan tidak sesuai dengan nilai Pancasila.

(14)

halnya dengan anggota DPR dan MPR yang rapat di senayan dalam pembentukan undang-undang ataupun rapat tahunan selalu banyak yang tidur. Dan biasanya keputusan yang diambil dewan perwakilan hanya menguntungkan bagi beberapa pihak saja dan tidak berpihak pada rakyat untuk memajukan peradaban bangsa.

(15)

BAB III KESIMPULAN 3.1 KESIMPULAN

Nilai adalah kemampuan yang ada dan dipercayai pada suatu benda untuk memuaskan manusia sedangkan etika adalah suatu ilmu yang membahas mengenai perilaku atau perbuatan baik maupun perbuatan buruk manusia. Nilai-nilai Pancasila merupakan pedoman dalam etika berpolitik agar dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:

a) Asas legalitas ( legitimasi hukum).

b) Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis) c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan

dengannya (legitimasi moral).

Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kebijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebagai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Setiap sila dalam Pancasila memiliki makna tersendiri dalam penerapan etika berpolitik yang harus dipegang teguh oleh masyarakat indonesia agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan yang merugikan masyarakat.

3.2 SARAN

(16)

- Agar pemerintah dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan baik dalam etika berpolitik untuk menciptakan kepemimpinan yang bersih dan dapat mengayomi masyarakat.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia. “Pancasila”. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila (diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)

Karunia, Ikke. 2012. “Pancasila Sebagai Landasan Bernegara Dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia”. http://ikkekarunia3.blogspot.com/2012/11/pancasila-sebagai-landasan-bernegara.html (diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita) Wikipedia. “Etika Politik”. http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_politik

(diakses tanggal 16 September 2014 pukul 17.00 Wita)

Mulya, Dewi. 2012. “Pancasila Sebagai Etika Politik”. http://dewi-mulya.blogspot.com/2012/06/pancasila-sebagai-etika-politik.html

(18)

LAMPIRAN :

Pemahaman Etika dan Moral Bangsa

28 March 2011

Oleh : Dr. H. Marzuki Alie

Para ahli sering mendefinisikan sebagai “the discipline which can act as the performance index or reference for our control system”. Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertian secara khusus dikaitkan dengan interaksi sosial kita, etika dirupakan dalam bentuk aturan tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada; dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk mengontrol segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang. Dengan demikian, etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control“, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial itu sendiri. Contoh, Kode Etik DPR-RI yang sedang dalam proses menunggu persetujuan Rapat paripurna DPR.

Moral lebih mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia, menuntun manusia bagaimana seharusnya ia hidup atau apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Dalam kehidupan sosial, semua masyarakat mempunyai aturan moral yang membolehkan atau melarang perbuatan tertentu. Tata laku itu harus diikuti oleh anggota masyarakat dan akan menimbulkan “hukuman” bagi pelanggarnya. Ukuran moral harusnya didasarkan pada nilai budaya yang timbul dan berkembang di masyarakat dan/atau agama yang dianut.

(19)

Etika dan moral berbangsa ini, setidaknya terdiri dari tiga, yaitu: pertama, etika dan moral Individual yang lebih menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Salah satu prinsip yang secara khusus relevan dalam etika individual ini adalah prinsip integrasi pribadi, yang berbicara mengenai perilaku individual tertentu dalam rangka menjaga dan mempertahankan nama baiknya sebagai pribadi yang bermoral. Kedua, etika sosial yang mengacu pada kewajiban dan hak, sikap dan pola perilaku manusia sebagai makhluk sosial dalam interaksinya dengan sesamanya. Tentu saja sebagaimana hakikat manusia yang bersifat ganda, yaitu sebagai makhluk individual dan sosial. Etika individual dan etika sosial berkaitan erat satu sama lain, bahkan dalam arti tertentu sulit untuk dilepaskan dan dipisahkan satu sama lain. Ketiga, etika Lingkungan Hidup yang berkaitan dengan hubungan antara manusia baik sebagai makhluk individu maupun sebagai kelompok dengan lingkungan alam yang lebih luas dalam totalitasnya, dan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya yang berdampak langsung atau tidak langsung pada lingkungan hidup secara keseluruhan.

Sejak tahun 2001, MPR-RI mengeluarkan Ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. Lahirnya TAP ini, dipengarui oleh lemahnya pemahaman terhadap etika berbangsa, bernegara, dan beragama. Latar belakang munculnya kekahwatiran para wakil rakyat di MPR tersebut terungkap sejak terjadinya krisis multidimensi yang memunculkan ancaman yang serius terhadap persatuan bangsa, dan terjadinya kemunduran pelaksanaan etika kehidupan berbangsa. Hal itu tampak dari konflik sosial yang berkepanjangan, berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, melemahnya kejujuran dan sikap amanah dalam kehidupan berbangsa, pengabaian terhadap ketentuan hukum dan peraturan, yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal baik dari dalam maupun luar negeri.

Untuk menyegarkan ingatan kita semua, ijinkan saya menguraikan secara ringkas etika yang dimaksudkan dalam ketetapan MPR ini, yaitu:

(20)

dengan itu, perlu ditumbuhkan budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Dan budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal maupun informal.

Kedua, adalah Etika Politik dan Pemerintahan yang dimaksudkan utuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokrasi yang bercirikan keterbukaan, tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat lain yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintahan mengamanatkan agar penyelenggara negara memiliki rasa kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik, dalam rangka memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertatakrama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.

Ketiga adalah Etika Ekonomi dan Bisnis, yang dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi dan bisnis, baik oleh perseorangan, pemangku kepentingan, maupun pengambil keputusan dalam bidang ekonomi, dapat melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kapada rakyat kecil melalui kebijakan secara berksinambungan. Etika dapat mencegah terjadinya parktek-praktek monopoly, oligopoly, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.

(21)

dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum.

Kelima adalah Etika Keilmuan yang dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Dan keenam adalah Etika Lingkungan, yang menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruangan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Berkaitan dengan etika dan moral bangsa, terdapat beberapa hal pokok yang yang ingin ditegaskan, yaitu: pemahaman terhadap etika dan moral bangsa dewasa ini menjadi penting, mengingat adanya krisis sosial, budaya, dan moral, yang terjadi terutama dapat disaksikan dalam berbagai bentuk disorientasi ditengah masyarakat kita. Seperti, disintegrasi sosial-politik yang bersumber pada euforia kebebasan; lenyapnya kesabaran sosial dalam menghadapi realitas kehidupan yang semakin sulit sehingga mudah melakukan berbagai tindakan kekerasan dan anarkhi; merosotnya penghargaan dan kepatuhan terhadap hukum, etika, moral, dan kesantunan sosial.

Etika dan moral merupakan panduan universal yang merawat cita-cita kehidupan bernegara untuk mencapai tujuan asasinya, yaitu kehidupan yang berjalan di atas nilai-nilai budaya bangsa. Setiap sikap dan perilaku di ruang publik, harus mencerminkan nilai-nilai itu, agar cita-cita dan keutuhan masyarakat tetap terjaga. Konsepsi dasar etika dan moral sebuah negara, perlu terus mengacu pada konsensus nilai-nilai yang ada, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, terutama nilai-nilai mayoritas yang menjadi sebuah keniscayaan dalam mewarnai tata perilaku warga bangsa. Hal ini akan terjadi, jika politik kekuasaan berjalan di atas landasan demokrasi dan menempatkan rakyat sebagai yang berdaulat.

(22)

etika dalam perilaku masyarakat, termasuk dalam politik bernegara adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan, karena menafikkan salah satunya berarti menarik kegiatan politik dari dimensi sosial dan hanya menjadi urusan pribadi.

(23)

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK

Senin, 15 September 2008

Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.

Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahass tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.

(24)

Filsafat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya "keberhargaan' (Worth) atau 'kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan -kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian, (Frankena,229)

Didalam Dictionary of Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu itu mengandung nilai artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada susuatu itu.

Suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain, kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu merupakan keputusan nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau tidak baik, indah atau tidak indah. Keputusan nilai yang dilakukan o1eh subjek penilai tentu berhubungan dengan unsur-unsur jasmani, akal, rasa, karsayang dan kepercayaan. Sesuatu itu dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar, indah dan baik

Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan. Maka nilai bermakna das Sollen, bukan das-Sein yang artinya bahwa das Sollen harus menjelma menjadi das sein yang ideal harus menjadi real yang bermakna normatif harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak usaha untuk menggolong-golongkan nilai tersebut dan penggolongan tersebut amat beranekaragam, tergantung pada sudut pandang dalam rangka penggolongan tersebut.

Notonagoro membagi nilai menjadi tiga maacam, yaitu:

1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia, atau kebutuhan material ragawi manusia.

(25)

3) Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohanimanusia nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam yaitu :

a) Nilai kebenaran b) Nilai keindahan c) Nilai kebaikan d) Nilai religius

Notonagoro berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai kerokhanian,_tetapi nilai-nilai kerokhanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai vital. Dengan demikian nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematikaMaha Esa sebagai dasar sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai tujuan hirarkhis yang dimulai dari sila Ketuhanan yang (Darmodiharjo,1978).

Nilai religius merupakan suatu ni!ai yang tertinggi dan mutlak, artinya nilai religius tersebut heirarkhinya di atas segala nilai yang ada dan tidak.dapat.di jastifikasi berdasarkan akal manusia karena pada tingkatan tertentu nilai tersebut bersifat di atas dan di luar kemampuan jangkauan akal pikir manusia.

Dalam kaitannya dengan devisiasi maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis:

a) Ni1ai Dasar

(26)

diistilahkan sebagai hak dasar. Hakikat nilai dasar itu berlandaskan pada hakikat sesuatu benda, kuantitas, kualitas, aksi, relasi, ruang maupun waktu, sehingga nilai dasar dapat disebut sebagai sumber norma pada gilirannya direalisasikan.dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis. Walaupun dalam aspek praksis dapat beda namun secara sistematis tidak dapat berbeda-beda namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasai praksis tersebut.

b) Nilai Instrumental

Untuk dapat direalisasikan dalam suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai instrumental merupakan suatu pedoman yang dapat diukur dan dapat diarahkan. Bilamana nilai instrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka suatu norma moral. Jika nilai instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi ataupun negara maka nilai-nilai instrumental merupakan suatu arahan kebijaksanaan atau strategis yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.

c) Nilai praksis

Nilai praksis pada hakikatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam suatu kehidupan yang nyata, sehingga nilai praksis ini merupakan perwujudan dari nilai instrumental namun tidak bisa menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa nilai adalah kualitas dari suatu yang bermaanfaat bagi kehidupan manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai dijadikan landasan, alasan, atau motivasi., dalam bersikapdan bertingkah laku baik disadari maupun tidak.

(27)

kongkrit yaitu tidak dapat ditangkap dengan indra manusia, dan nilai dapat bersifat subjektif maupun objektif. Bersifat subjektif manakala nilai tersebut diberikan oleh subjek dan bersifat objektif maka nilai tersebut telah melekat pada sesuatu terlepas dari penilaian manusia.

Agar nilai tersebut menjadi lebih berguna dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka perlu lebih dikongkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku secara kongkrit. Terdapat berbagai macam norma dan berbagai macam norma hukumlah yang paling kuat keberlakuannya, karena dapat dipaksakan aleh suatu kekusaan eksternal misalnya penguasa atau penegak hukum. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.

Moral merupakan suatu ajaran-ajaran ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Adapun di pihak lain etika adalah suatu cabang filsafat yaitu suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral tersebut (Krammer, 1988 dalam Darmodihardjo, 1996). Menurut De Vos (1987), bahwa etika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan yaitu pengertian moral, sehingga etika pada hakikatnya adalah sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip moralitas.

Ajaran moral sebagai buku petunjuk tentang bagaimana kita memperlakukan sebuah mobil dengan baik sedangkan etika memberikan pengertian pada kita tentang struktur dan teknologi mobil itu sendiri.

Etika Politik

(28)

manusia, masyarakat, bangsa dan negara lingkungan alam serta terhadap Tuhannya (Suseno, 1987)

Pengelompokan etika sebagaimana dibahas di muka dibedakan atas etika umum dan etika khusus. Etika umum membahas prinsip-prinsip dasar bagi segenap tindakan manusia, sedangkan ertika khusus membahas prinsip-prinsip dalam hubungannya dengan kewajiban ma,nusia dalam pelbagai lingkup kehidupannya. Etika khusus dibedakan menjadi pertama etika individu yang membahas tentang kewajiban manusia sebagai individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara hati terhadap Tuhannya, dan kedua - etika sosial membahas kewajiban serta norma-norma moral yang , seharusnya dipatuhi dalam hubungan dengan sesama manusia. masyarakat, bangsa dan negara. Etika sosial memuat banyak etika yang khusus mengenai wilayah-wilayah kehidupan manusia tertentu, misalnya etika keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika pendidikan, etika seksual dan termasuk juga etika politik yang menyangkut dimensi politis manusia.

Dalam suatu masyarakat negara yang demikian ini maka seseorang yang baik secara yang baik secara moral kemanusiaan akan dipandang tidak baik menurut negara serta masyarakat otoriter, karena tidak dapat hidup sesuai dengan aturan yang buruk dalam suatu masyarakat negara. Oleh karena itu aktualisasi etika politik harus senantiasa mendasarkan kepada ukuran harkat dan martabat manusia

sebagai manusia.

(29)

APRIL 22, 2013

PANCASILA SEBAGAI PEREKAT

PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

Oleh; Alif Lukmanul Hakim, S. Fil., M. Phil

Pancasila pada orde baru dijadikan sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4 tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu, menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.

Hanya saja tatkala memasuki era reformasi, oleh karena pencetus P4 tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.

(30)

dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang mencakup lebih dari 17.500 pulau, baik yang berpenghuni dan memiliki nama, maupun yang tidak berpenghuni dan belum memiliki nama. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang 81.000 KM, setelah Kanada. Dari keseluruhan pulau yang dimilikinya, Indonesia memiliki 92 pulau terluar (TERDEPAN) yang tersebar di 19 provinsi. Sebanyak 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara lain dan 12 pulau di antaranya rawan diklaim oleh negara lain.

Indonesia, dalam pandangan Nurcholish Madjid (1939-2005), merupakan bangsa yang sukses. Bagaimana tidak? Indonesia adalah bangsa yang mampu mempertautkan solidaritas kultural, merangkum tak kurang dari 250 kelompok etnis dan bahasa, di sekitar 17.500 pulau. Dari sekian banyak etnis dan bahasa, Indonesia mampu menghadirkan suatu linguafranca yang mampu mengatasi isolasi pergaulan antarsuku.

Sebelum negeri ini merdeka, para pendiri bangsa merumuskan cara untuk mengikat suku bangsa dalam sebuah negara kebangsaan. Tepatnya sebelum pidato 1 Juni 1945, mereka berkumpul dan menyepakati persatuan sebagai landasan negara Indonesia merdeka. Bahkan, Muhammad Yamin secara tersirat menyinggung “negara kebangsaan” yang mengandaikan kedaulatan yang berfungsi memberi perlindungan dan pengawasan pada putra negeri serta kesempatan luas berhubungan dengan negara lain.

Dalam nada lain, Sosrodiningrat menegaskan bahwa persatuan berarti bebas dari rasa perselisihan antar golongan, pertikaian antar individu dan suku. Saat yang sama, perhatian, penghargaan, dan penghormatan terhadap corak dan bentuk kebiasaaan kelompok lain menjadi penting untuk menopang persatuan ini.

(31)

“identitas nasional”, “kepribadian nasional”, dan “berkepribadian dalam kebudayaan”.

Akar nasionalisme Indonesia sejak awal justru didasarkan pada tekad yang menekankan cita-cita bersama di samping pengakuan sekaligus penghargaan pada perbedaan sebagai pengikat kebangsaan. Di Indonesia, kesadadaran semacam itu sangat jelas terlihat. Bhinneka Tunggal Ika (“berbeda-beda namun satu jua”) adalah prinsip yang mencoba menekankan cita-cita yang sama dan kemajemukan sebagai perekat kebangsaan. Dalam prinsipnya, etika ini meneguhkan pentingnya komitmen negara untuk memberi ruang bagi kemajemukan pada satu pihak dan pada pihak lain pada tercapainya cita-cita akan kemakmuran dan keadilan sebagai wujud dari tujuan nasionalisme Indonesia.

Prinsip Indonesia sebagai negara “bhineka tunggal ika” mencerminkan bahwa meskipun Indonesia adalah multikultural, tetapi tetap terintegrasi dalam keikaan dan kesatuan. Namun, realitas sosial-politik saat ini, terutama setelah reformasi, menunjukkan situasi yang mengkhawatirkan: konflik dan kekerasan berlangsung hanya karena persoalan-persoalan yang sebetulnya tidak fundamental tapi kemudian disulut dan menjadi isu besar yang melibatkan etnis dan agama.[6]

Kini, setelah enam puluh enam tahun setelah Pancasila dikemukakan secara publik saat ini merupakan momentum reflektif bagi bangsa Indonesia untuk meradikalkan Pancasila agar bisa beroperasi dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila haruslah dijadikan dasar kehidupan bersama karena di dalamnya mengajarkan nilai-nilai kehidupan bersama, multikulturalisme, persatuan, demokrasi, keadilan sosial dan penghormatan terhadap kelompok-kelompok minoritas. Pancasila haruslah menjadi perekat bangsa, menjadi landasan persatuan dan kesatuan Indonesia.

Persoalan Wilayah Perbatasan

(32)

Setelah Sipadan-Ligitan yang lepas, kawasan Kepulauan Miangas di Sulawesi juga terancam lepas karena klaim laut oleh Filipina. Hal ini juga menjadi persoalan bagi Kepulauan Riau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Belajar dari pengalaman Sipadan-Ligitan, aksi nyata untuk pembangunan wilayah perbatasan lebih dibutuhkan dan lebih jelas pembuktiannya daripada sekadar pengesahan Peraturan Pemerintah.

Selain karena absennya perhatian pemerintah dalam persoalan perbatasan ini, masalah kesenjangan struktural dan ketidakmerataan juga menjadi faktor dominan bagi lepasnya wilayah-wilayah tersebut dari bumi Indonesia. Kasus lepasnya Timor-Timor dari pangkuan Bumi Pertiwi patut menjadi pelajaran penting agar kasus serupa tidak terjadi di wilayah lain. Lalu lintas perdagangan barang/orang, misalnya di Entikong, Kalimantan Barat, juga patut menjadi perhatian pemerintah Indonesia agar menghilangkan ketergantungan pada pihak Malaysia. Berbagai problem seperti kemiskinan, kesenjangan pembangunan dengan negara tetangga, keterbatasan akses permodalan dan pasar bagi masyarakat, kebijakan fiskal dan moneter yang kurang kondusif, keterisolasian dan mobilitas penduduk akibat keterbatasan akses transportasi, lemahnya penegakan hukum, dan problem degradasi sumberdaya alam, merupakan sederet persoalan yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk segera dicarikan solusinya. Sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terjaga keutuhannya.

Keadilan Sosial

Tak ada persatuan tanpa keadilan. Dengan kata lain, persatuan haruslah dibangun atas dasar keadilan dan kesejahteraan sosial. Mustahil, negara bisa membangun persatuan jika tidak ditopang keadilan dan kesejahteraan masyarakatnya. Karena itu, sila ketiga dan sila kelima dalam Pancasila memiliki keterkaitan erat. Hal ini terumus dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 bahwa ketika negara sudah terbentuk maka kekayaan negara dieksplorasi demi kemaslahatan warga negara Indonesia. Sehingga tidak adil jika hanya satu daerah yang menikmati hasil pembangunan.

(33)

ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan gambaran tentang nilai-nilai ideal yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.

Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat. Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur. Memang setiap agama yang ada pasti memiliki ajaran tentang gambaran kehidupan ideal, yang masing-masing berbeda-beda. Perbedaan itu tidak akan mungkin dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan itu sudah melewati dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi, masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.

(34)

saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.

Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah dan filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu, ialah Pancasila.

Realitasnya, kesenjangan sosial masih terjadi di era reformasi ini, sebagaimana yang terjadi di wilayah perbatasan. Bangunan demokrasi yang ditegakkan pascareformasi memang ditantang untuk menjawab harapan masyarakat yang begitu besar. Para pengambil kebijakan dituntut untuk membuktikan bahwa pilihan demokrasi yang memakan biaya cukup mahal bukanlah pilihan yang keliru. Jawaban yang diberikan tidak cukup dengan pemberian ruang kebebasan yang lebih besar, tetapi juga kehidupan ekonomi yang lebih baik.

(35)

Perbaikan ekonomi bangsa dan pewujudan kesejahteraan rakyat memang bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah semata, tetapi juga memerlukan bantuan dan partisipasi warga masyarakat, pelaku ekonomi dan bisnis, negarawan, politikus, akademisi, dan elemen organisasi pemerintah. Selanjutnya, kebijakan politik harus memberi kerangka insentif berbasis meritokrasi, bagi inteligensia yang mencurahkan talenta-talenta terbaiknya dalam berbagai bidang profesi. Oleh karena itu, marilah kita bersama merevitalisasi nilai dan pelaksanaan Pancasila secara kongkret.KitatelahdiingatkanolehBungKarnowahaiPemuda! Indonesia akankembalimenjadibangsaterhormat, ataubahkanmenjadikuli yang terhina di rumahsendiri (Dan Sejarahakanmenulis di sana, di antara benua Asia dan Benua Australia, di antara lautanTeduh dan Lautan Indonesia, adalahhidupsuatubangsa yang mula-mula mentjobauntukhidupkembalisebagaisebuahbangsa, akhirnjakembalimendjadisatukuli di antara bangsa-bangsa, kembalimendjadi eennatie van koelis, en eenkoelieonder de naties – Sukarno, ”TahunViverePericoloso” (Tahun-tahunnyrempetbahaya), 17 Agustus 1964).Dirgahayu kemerdekaan RI yang ke-63

Referensi

Dokumen terkait

Yatağının üstüne oturmuş, Crooks bir iki dakika kapıya bakakaldı, sonra yağ şişesini almak için elini uzattı.. Arkadan gömleğini kaldırdı, pembe avucuna

Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan ekstraksi natrium alginat dari alga coklat dan untuk menentukan masa simpan buah mangga dan buah jeruk dengan penggunaan

Hasil penelitian tersebut diantaranya pemberian 500 ml air cucian beras setiap 3 hari sekali memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan bibit karet

Dari hasil penelitian evaluasi pembelajaran Kurikulum 2013 dalam meningkatkan prestasi belajar siswa di MIN Ngepoh Tanggunggunung menggunakan berbagai variasi, mulai dari

The derivational process happens because there is word category changing after the verb root is added with circumfix ke-an.. The root of word is a verb „ ingin’ which

Pemetikan a/alah ekeraan memungut se!agian /ari tunastunas teh !eserta /aunnya yang masih mu/a yang kemu/ian /i*lah mena/i r*/uk teh kering% Pemetikan harus

Evaluasi teknis dilakukan terhadap peserta yang memenuhi syarat evaluasi administrasi. Unsur-unsur yang dievaluasi sesuai dengan yang ditetapkan dalam dokumen pemilihan :

Berdasarkan hasil penelitian dapat disim- pulkan bahwa meski belum menunjukkan penca- paian kemampuan reflective judgment yang mak- simal, pembelajaran materi ekosistem berbasis