• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV UPAYA PENANGGULANGAN PELANGGARAN

C. Analisis Putusan Sela Pengadilan Negeri Wonosari

a. KASUS 1. Posisi Kasus

- Pada hari Rabu tanggal 14 November 2001 terdakwa I dan terdakwa II bertemu dengan Sukarminingsih di rumah Giono (yang sampai saat ini belum tertangkap), yang mana Sukarminingsih meminta terdakwa I dan terdakwa II untuk mencarikan uang palsu karena mertuanya yang bernama Adi Suyanto alias Gino memtuhkan uang palsu. Atas permintaan tersebut terdakwa I dan II berusaha mencarikan. Selanjutnya pada hari Kamis tanggal 15 November 2001 terdakwa I dan terdakwa II bertemu lagi dengan Sukarminingsih di rumah Giono, yang selanjutnya Sukarminingsih mengajak para terdakwa ke rumahnya untuk dipertemukan dengan Adi Suyanto alias Gino, yang mana dalam pertemuan tersebut Adi Suyanto alias Gino memberikan uang sebesar Rp. 1.000.000,- kepada terdakwa I untuk ditukarka dengan uang palsu dan uang sebesar Rp. 100.000,- untuk biaya transportasi para terdakwa yang diberikan oleh Sukarminingsih. - Pada hari Jumat tanggal 16 November 2001 terdakwa I dan terdakwa II pergi ke Purwokerto untuk menemui seseorang yang bernama Agung Darmanto yang sebelumnya sudah di hubungi oleh para terdakwa dan berjanji untuk bertemu di Terminal Purwokerto. Setelah bertemu, para terdakwa diberi uang 1 amplop berisi uang palsu pecahan Rp. 50.000,- senilai Rp. 10.000.000,- oleh Agung Darmanto, yang mana oleh para terdakwa uang palsu yang diterimanya tidak dihitung dan selanjutnya dengan di saksikan terdakwa II, terdakwa I menyerahkan uang sebesar Rp. 1.000.000,- kepada Agung Darmanto, yang mana setelah mendapat uang palsu tersebut para terdakwa kembali lagi ke Yogyakarta. Universitas Sumatera Utara

- Pada hari Sabtu tanggal 17 November 2001 setelah tiba di Yogyakarta sekitar jam 17.00 WIB, para terdakwa ditelepon oleh Sukarminingsih yang mengatakan kalau sudah mendapat uang palsu agar segera menyerahkan kepada Sukarminingsih. Kemudian sekitar jam 21.00 WIB terdakwa I dan terdakwa II menyerahkan uang palsu kepada Sukarminingsih pecahan Rp. 50.000,- senilai Rp. 7.500.000,- yang kemudian diserahkan kepada Adi Suyanto alias Gino dan ternyata uang palsu tersebut tidak berjumlah 150 lembar namun berjumlah 146 lembar, sedangkan sisanya uang palsu pecahan Rp. 50.000,- senilai Rp. 2.500.000,- dan ternyata berjumlah 43 lembar tetap dibawa dan disimpan oleh terdakwa II, yang kemudian setelah menyerahkan uang palsu tersebut para terdakwa pulang.

- Pada hari Senin tanggal 19 November 2001, datang ke rumah Sukarminingsih petugas Polres Gunungkidul yang sebelumnya mendapat informasi untuk melakukan penagkapan terhadap Sukarminingsih dengan para terdakwa, oleh petugas Polisi, Sukarminingsih diminta untuk menghubungi terdakwa I dan terdakwa II agar datang ke rumah Sukarminingsih, yang tidak lama kemudian para terdakwa pulang.

- Pada hari senin tanggal 19 November 2001, datang ke rumah Sukarminingsih petugas Polres Gunungkidul yang sebelumnya mendapat informasi untuk melakukan penangkapan terhadap Sukarminingsih dengan para terdakwa oleh petugas Polisi, sukarminingsih diminta untuk menghubungi terdakwa I dan terdakwa II agar datang ke rumah Sukarminingsih, yang tidak lama kemudian para terdakwa datang dan saat itu juga dilakukan penagkapan terhadap terdakwa I dan terdakwa II dan ketika dilakukan pemeriksaan pada diri terdakwa II diketemukan uang palsu pecahan Rp. 50.000,- sebanyak 43 lembar yang disimpan dalam tas pinggang kulit warna hitam yang dibawa terdakwa II. Universitas Sumatera Utara

2. Dakwaan

Terhadap perbuatan Terdakwa sebagaimana posisi kasus di atas maka Jaksa Penuntut Umum pada Pengadilan Negeri Wonosari mengajukan terdakwa ke persidangan dengan dakwaan sebagai berikut :57

57

Surat Dakwaan Nomor Register Perkara. PDM-06/Wsari/02/2002

Terdakwa I YUSRAN dan terdakwa II JUNAEDI, secara bersama-sama atau sendiri-sendiri pada hari Sabtu tanggal 17 November 2001 sekira jam 21.00 WIB atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan November 2001 bertempat si rumah Sukarminingsih di dusun Ngangruk, Kebon dalem, Prambanan Klaten atau setidak-tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Klaten, namun mengingat saksi-saksi banyak yang bertempat tinggal di daerah hukum Wonosari, serta para terdakwa di tahan daerah hukum Pengadilan Negeri Wonosari, maka berdasarkan pasal 84 ayat (2) KUHAP, Pengadilan Negeri Wonosari berwenang memeriksa dan mengadili, dengan sengaja menjalankan serupa mata uang atau uang kertas Negara atau uang kertas Bank yang ditiru atau dipalsukan sendiri atau yang pada waktu diterima atau diketahuinya palsu atau dipalsukan atau menyimpan mata uang dan uang kertas Negara atau uang kertas Bank yang demikian dengan maksud akan mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya serupa dengan yang asli dan yang tiada yang dipalsukan sebanyak 189 (seratus delapan puluh) lembar uang palsu pecahan Rp. 50.000,- perbuatan tersebut merupakan pelanggaran pasal 245 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

3. Pengajuan Eksepsi

I. Dasar hukum pengajuan Eksepsi

1. Bahwa pada dasarnya memang Pasal 156 ayat (1) KUHAP memberikan kewenangan kapada terdakwa atau panasihat hukum untu mengajukan keberatan/Eksepsi, yang meliputi :

A. Eksepsi pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya B. Eksepsi dakwaan tidak dapat diterima

C. Eksepsi surat dakwaan harus dibatalkan

2. Bahwa selain keberatan yang dimaksud dalam pasal 156 ayat (1) KUHAP tersebut. Ternyata dalam praktik atau dalam peraturan perundang-undangan lainnya ada juga keberatan-keberatan lainnya yang dapat diajukan oleh terdakwa atau Penasihat Hukumnya. Adapun keberatan-keberatan (Eksepsi) tersebut adalah sbb:

A. Eksepsi kewenangan menuntut gugur

Eksepsi ini memohon kepada Majelis Hakim supaya memutuskan bahwa kewenangan Penuntut Umum untuk menuntut hapus atau gugur. Yang masuk dalam kategori Eksepsi ini adalah :

- Exceptio Judicate atau nebis in idem (pasal 76 KUHP) - Exceptio in tempores (pasal 78 KUHP)

- Terdakwa meninggal dunia (pasal 77 KUHP)

B. Eksepsi Tuntutan Penuntut Umum Tidak Dapat Diterima

Putusan atau Eksepsi ini diatur dalam pasal 263 ayat (2) huruf a dan pasal 266 ayat (2) huruf b KUHAP. Didalam ketentuan pasal-pasal tersebut menyatakan dibolehkannya putusan hakim dengan amar putusan, tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. Eksepsi jenis ini merupakan keberatan terhadap tindakan penuntutan yang dilakukan oleh Jaksa/Penuntut Umum.

Menurut M.Yahya Harahap, SH., dalam bukunya yang berjudul, “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, pemeriksaan sidang Universitas Sumatera Utara

Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali”, Penerbit Sinar Grafika, tahun 2000, pada halaman 121, menjelaskan :

Eksepsi tuntutan Penuntut Umum tidak dapat diterima adalah Eksepsi yang dilakukan oleh Terdakwa atau Penasihat hukumnya apabila tata cara pemeriksaan yang dilakukan terhadap terdakwa tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau yang diminta ketentuan Undang-undang. Dalam mengajukan Eksepsi ini, permohonan yang terhadap hakim adalah agar hakim menjatuhkan putusan dengan amar menyatakan bahwa tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

Yang masuk dalam kategori Eksepsi ini adalah :

- Eksepsi pelanggaran Miranda Rule, bahwa penyidikan tidak memenuhi ketentuan pasal 56 ayat (1) KUHAP.

- Eksepsi pemeriksaan tidak memenuhi syarat klacht delict

- Eksepsi penyidikan tidak memenuhi ketentuan yang diwajibkan dalam KUHAP dan atau peraturan perundangan lainnya yang berkaitan.

Sedangkan menurut Lililik Mulyadi, SH., MH., menjelaskan :58

- Apa yang didakwakan Penuntut Umum dalam Surat Dakwaannya telah Kadaluwarsa.

Yang dimaksud Eksepsi tuntutan Penuntut umum tidak dapat diterima, adalah:

- Bahwa adanya asas nebis in idem, yaitu seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya terhadap perbuatan yang sama.

- Bahwa tidak ada unsur penagdual padahal terdakwa didakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana yang masuk dalam kategori delik aduan (klacht delict)

58

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana, Suatu Tunjauan Khusus terhadap Surat

- Adanya unsur yang didakwakan penuntut umum kepada terdakwa tidak sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan,disangkakan.

- Bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa bukan merupakan tindak pidana akan tetapi merupakan ruang lingkup dalam bidang hukm perdata. Dasar hukum yang membolehkan dilakukannya Eksepsi jenis ini, juga didapat dari yurisprudensi-yurisprudensi sebagai berikut:

- Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 510 K/Pid?1988, tanggal 28 April 1988, yang menyatakan : tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima. - Putusan Mahkamah Agung RI No. 1565 K/Pid/1991, tanggal 16

September 1993, yang menyatakan: apabila syarat-syarat permintaan dan/atau hak tersangka/terdakwa tidak terpenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sjak awal penyidikan, tuntutan penuntut umum dinyatakan tidak dapat diterima.

- Putusan Pengadilan Negeri Tegal No. 34/Pid.B/1995/PN.Tgl, tanggal 26 Juni 1995, yang menyatakan : penyidikan yang dilakukan oleh Mabes Polri tidak sah karena Pasal 56 ayat (1) KUHAP tidak diterapkan sebagaiman mestinya, sehingga penuntutan penuntut umum tidak dapat diterima.

II. Jenis Eksepsi yang diajukan

Bahwa dalam kasus ini (incasu) Eksepsi atau keberatan yang kami ajukan ini, adalah EKSEPSI/KEBERATAN terhadap adanya Pelanggaran Pasal 56 ayat (1) KUHAP oleh Penyidik POLRI, yang lebih dikenal dengan Pelanggaran Miranda Rule di dalam proses peradilan, dengan alasan :

1). Para tersangka diancam dengan pidana maksimal 15 tahun penjara ; 2). Dalam Pasal 56 ayat (1) Kuhap Penyidik “wajib” menunjuk Penasihat hukum bagi para Terdakwa; Universitas Sumatera Utara

3). Fakta hukum menunjukan bahwa Penyidik telah melalaikan kewajibannya dalam menunjuk Penasihat Hukum bagi para tersangka; Bahwa dalam “Due Process Of Law” sekalipun pihak Kepolisian di dalam melaksanakan fungsi “penyelidikan: dan “penyidikan”, oleh Undang-undang telah diberi hak istimewa atau hak privilise kepada Polri untuk : memanggil, memeriksa, menangkap, menahan, menggeledah, menyita terhadap dan dari diri tersangka, akan tetapi di dalam melaksanakan hak-haknya Polri tersebut harus taat dan tunduk kepada prinsip The Right of Due Process, yaitu para tersangka berhak diselidiki atau disidik di atas landasan “sesuai dengan hukum acara”.

Bertitik tolak dari azas ini, Polri di dalam melaksanakan fungsi dan kewenangan “penyidikan”, harus berpatokan dan berpegang pada “ketentuan khusus” yang diatur dalam “Hukum Acara Pidana” (Criminal Procedure) yaitu dalam hal ini adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1981 (KUHAP).

Konsep “due process” merupakan bagian yang integral dari upaya menjunjung tinggi “supremasi hukum” dalam menagani tindak pidana yang pelaksanaannya harus berpedoman dan meghormati doktrin “inkorporasi” yang memuat berbagai hak yang antara lain telah dirumuskan dalam Bab VI KUHAP, salah satunya adalah hak untuk mendapat bantuan hukum seperti yang terdapat didalam Pasal 54 KUHAP;

Namun khusus untuk sangkaan/dakwaan yang diancam dengan hukuman maksimal 16 tahun penjara sebagaimana yang sekarang didakwakan kepada para terdakwa yang ada di hadapan kita ini, para tersangka bukan hanya diberitahu oleh Penyidik akan haknya untuk mendapatkan bantuan hukum seperti dimaksud di dalam Pasal 54 KUHAP, melainkan lebih dari pada itu, yaitu para tersangka harus menerima haknya untuk mendapat bantuan hukum sejak dari proses penyidikan seperti yang telah ditentukan dalam pasal 56 ayat (1) KUHAP yang Universitas Sumatera Utara

mengatakan bahwa : “Pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi mereka”.

Kewajiban untuk menunjuk Penasihat Hukum seperti dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP tersebut adalah bersifat imperatif. Dan apa yang diatur dalam Pasal 56 KUHAP ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari asas “presumption of innocence” dan hak-hak asasi serta berkaitan dengan pengembangan “Miranda Rule” yang juga telah diadaptasi dalam KUHAP, seperti:

1. Melarang penyidik melakukan praktek pemaksaan yang kejam untuk memperoleh “pengakuan”(brutality to coerce confession)

2. Melarang Penyidik melakukan intimidasi kejiwaan (psychological intimidation);

Berbarengan dengan larangan dimaksud, kepada tersangka diberika hak untuk diperingatkan “hak konstitusionalnya” yang disebut dengan “Miranda Warning” antara lain :

1. Hak untuk tidak menjawab (a right to remain in silent);

2. Hak didampingi Penasihat Hukum (a right to presence of an attorney); Namun khusus untuk pasal 56 ayat (1) KUHAP, Penyidik tidak hanya wajib memberitahukan atas hak tersangka untuk meendapatkan bantuan hukum, namun penyidik wajib menunjuk Penasihat Hukum bagi Terdakwa. Namun kemudian jika terjadi setelah ada penunjukan Penasihat Hukum oleh Penyidik, tersangka menolak untuk didampingi Penasihat hukum, hal penolakan tersangka itu hendaknya terjadi setelah Penyidik melaksanakan kewajibannya menunjuk Penasihat Hukum. Dan jika memang ada penolakan tersangka untuk didampingi penasihat hukum, demi terciptanya kejujuran di dalam proses penegakan hukum,

penolakn oleh tersangka itu hendaknya dilakukan dan/atau diketahui langsung dihadapan Penasihat hukum yang telah ditunjuk penyidik.

Bahwa adapun yang menjadi kebiasaan penyidik selama ini yang membuat dan mendapatkan”surat pernyataan Tersangka yang tidak bersedia didampigi Penasihat Hukum”, sesungguhnya keberadaan “surat pernyataan”tersebut TIDAK DAPAT MELUMPUHKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG seperti yang dimaksud didalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP.

Bahwa dari segala pendekatan formalistic legal thinking ketentuan Pasal 56 ayat (1) KUHAP, sebagaiman diterangkan dalam bukunya M. Yahya Harahap, SH., dalam bukunya yang berjudul, “Pembahasan Permasalahan dan penerapan KUHAP, hal. 327, Penerbit Sinar Grafika, tahun 2000”, menjelaskan pasal 56 ayat (1) KUHAP mengandung berbagai aspek permasalahan hukum yaitu :

1. Mengandung aspek nilai HAM, sesuai dengan deklarasi “universal” HAM yang menegaskan bahwa hadirnya Penasihat Hukum mendampingi Tersangka atau Terdakwa merupakan nilai yang inherent pada diri manusia. Dengan demikian mengabaikan hak ini bertentangan dengan nilai HAM.

2. Pemenuhan hak ini dalam proses peradilan pada semua tingkat pemeriksaan, menjadi kewajiban bagi Pejabat yang bersangkutan, sehingga mengabaikan ketentuan pasal 56 ayat (1) KUHAP ini mengakibatkan hasil pemeriksaan tidak sah dan batal demi hukum;

3. Bahwa pasal 56 ayat (1) KUHAP sebagai ketentuan yang bernilai HAM telah diangkat menjadi salah satu patokan MIRANDA RULE atau MIRANDA PRINCIPLE, yang mengaskan apabila pemeriksaan penyidikan, peuntutan, atau persidangan, tersangka atau terdakwa tidak didampingi Penasihat Hukum, maka sesuai dengan Miranda Rule, Universitas Sumatera Utara

pemeriksaan adalah tidak sah (illegal) atau batal demi hukum (null and void).

Atas uraian keberatan kami tersebut diatas dan atas dasar Pasal 56 ayat (1) dan (2) KUHAP maka dengan ini kami Penasihat Hukum para Terdakwa memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksaan perkara ini agar berkenan menetapkan dan memutuskan sbb :

1. Menerima dalil-dalil serta alasan-alasan yang kami uraikan dalam eksepsi atau keberatan kami atas surat dakwaan Jaksa/Penuntut Umum.

2. Menyatakan hasil Berita Acara Penyidikan (BAP) oleh Penyidik dari Polres Gunungkidul terhadap Terdakwa I dan Terdakwa II melanggar pasal 56 ayat (1) KUHAP dan BAP tersebut batal demi hukum dan/atau Dibatalkan.

3. Menyatakan surat dakwaan Jaksa/Penuntut Umum terhadap terdakwa I dan Terdakwa II dalam perkara pidana nomor : 22/Pid.B/2002/PN.Wnsr batal demi hukum dan/atau dibatalkan.

4. Demi hukum memerintahkan kepada Jaksa/Penuntut Umum untuk segera mengeluarkan Terdakwa I dan Terdakwa II dari tahanan.

Demikianlah tangkisan/eksepsi/keberatan ini kami ajukan kehadapan Yang Mulia Majelis Hakim pemeriksa perkara ini, kemudian atas perhatian serta terkabulnya eksepsi/tangkisan/keberatan kami diucapkan banyak terima kasih. 4. Studi Kasus Putusan Sela Pengadilan Negeri Wonosari

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Wonosari pada persidangan menjatuhkan putusan sela atas eksepsi atas Terdakwa Yusran dan Junaedi sebagai berikut :59

1. Menerima Eksepsi penasihat hukum para terdakwa

59

2. Menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima

3. Menetapkan menghentikan pemeriksaan perkara pidana atas nama terdakwa I YUSRAN dan terdakwa II JUNAEDI tersebut

4. Memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk segera mengeluarkan para terdakwa tersebut dari tahanan.

Bahwa atas Putusan Sela yang dijatuhkan terhadap para Terdakwa jaksa penuntut umum pada kejaksaan negeri wonosari pada tanggal 19 April 2002 mengajukan perlawanan terhadap putusan Pengadilan Negeri Wonosari tersebut.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta pada persidangan menjatuhkan putusan atas perlawanan yang diajukan Jaksa penuntut umum terhadap putusan sela sebagai berikut :60

1. Menolak perlawanan jaksa penuntut umum

2. Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Wonosari tanggal 15 April 2002 No. 22/Pid.B/2002/PN.Wns.,sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

a. Menerima eksepsi dari penasihat hukum para terdakwa.

b. Menyatakan, penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, sebagaimana tertuang dalam berita acara penyidikan, batal demi hukum.

c. Menyatakan, penuntutan jaksa penuntut umum terhadap para terdakwa yang berdasarkan berita acara penyidikan yang batal demi hukum tidak dapat diterima.

d. Memerintahkan agar para terdakwa dibebaskan dari tahanan. e. Membebankan semua biaya perkara ini kepada Negara.

60

b. ANALISIS KASUS

Setelah penulis mempelajari dan membaca pertimbangan hukum putusan Pengadilan tinggi Yogyakarta, maka dapat diketahui bahwasanya telah terjadi suatu pelanggaran prinsip Miranda Rule oleh penyidik.

Dalam kasus ini Hakim Pengadilan tinggi Yogyakarta mempelajari dan meneliti dengan seksama berkas perkara yang diajukan perlawanan yang terdiri dari berita acara penyidikan, berita acara pemeriksaan dipersidangan Pengadilan Negeri Wonosari, dan surat-surat lain yang berhubungan dengan perkara ini, serta salinan resmi putusan sela pengadilan Negeri Wonosari tanggal 15 April 2002 No. 22/Pid.B/2002/PN.Wns.,berkesimpulan sebagai berikut :

Bahwa walaupun putusan ini merupakan putusan atas keberatan dari penasihat hukum terdakwa, sehingga merupakan putusan sela, akan tetapi karena isi putusan tersebut adalah menerima keberatan dari penasihat hukum terdakwa, maka putusan tersebut menjadi putusan akhir, bukan putusan sela.

Bahwa pertimbangan hukum dalam putusan majelis hakim tingkat pertama, sepanjang mengenai telah terbuktinya secara sah dan meyakinkan keberatan penasihat hukum terdakwa, dan menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum tidak dapat diterima, maka sudah tepat dan benar. Sehingga majelis hakim pengadilan tinggi dapat menyetujuinya, selanjutnya diambil alih sebagai salah satu pertimbangan hukum sendiri dalam memeriksa dan memutus perlawanan ini.

Menimbang, bahwa perkara ini telah disidik oleh Penyidik polisi Republik Indonesia berdasarkan surat perintah Penyidikan No. Pol:Sp. Sidik/72/XI/XI/2001/Serse tanggal 20 November 2001 dan dilaporkan kepada kepala kejaksaan Negeri Wonosari tanggal 20 Novenber 2001 (SPDP) No. B/72/XI/2001/Serse, dengan diterangkan bahwa penyidikannya telah dimulai pada tanggal 16 November 2001, dengan rujukan selain surat perintah penyidikan Universitas Sumatera Utara

tersebut juga laporan Polisi No. Pol. LP/K/26/XI/2001/Sek Semanu tanggal 19 November 2001.

Menimbang, bahwa pemeriksaan terhadap Yusran oleh penyidik pembantu pada tanggal 19 November 2001, sedangkan pemeriksaan terhadap terdakwa Junaedi oleh penidik pembantu pada tanggal 20 November 2001, di mana dalam pemeriksaan kedua terdakwa tersebut, oleh penyidik pembantu tidak pernah dijelaskan kepada para Terdakwa bahwa penyidik telah menunjuk seorang penasihat hukum, dan sekaligus memperkenalkan kepada para terdakwa siapa yang akan mendampingi mereka selama pemeriksaan perkaranya di tingkat penyidikan. Bahkan surat penunjukan sebagai penasihat hukum, para terdakwa tanggal 19 November 2001 No. Pol. B/78/XI/2001/Serse dan B/79/XI/2001/Serse tidak pernah dilampirkan dan berkas penyidikan oleh penyidik.

Menimbang, bahwa mengenai surat pernyataan yang dibuat oleh para terdakwa tanggal 21 November 2001, yang foto copynya dilampirkan dalam berkas, hal itu idak sesuai dengan isi Pasal 56 KUHAP. Sebab tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa, diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun, sehingga para terdakwa memerlukan atau tidak untuk didampingi penasihat hukum. Apabila para terdakwa tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, maka penyidik wajib menunjuk penasihat hukum selama proses penyidikan. Dengan demikian, surat pernyataan tersebut tidak menghapuskan kewajiban penyidik tersebut, di samping pembuatannya seharusnya sebelum para terdakwa mulai diperiksa.

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut diatas, maka yang menjadi pertanyaan adalah, kapan sebenarnya penyidik mulai melakukan penyidikan dalam perkara ini.

Menimbang, bahwa jika mengacu pada surat perintah penyidikan No. Pol. Sp,Sidik/72/XI/2001/Serse tanggal 20 November 2001, maka surat penunjukan penasihat hukum tanggal 19 November 2001 No. Pol. B/78/XI/2001/Serse dan B/79/XI/2001/Serse telah dilakukan oleh penyidik sebelum dimulainya penyidikan, begitu pula pemeriksaan YUSRAN.

Akan tetapi, jika mengacu kepada surat pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan negeri Wonosari yang menyatakan penyidikan sudah dimulai tanggal 16 November 2001, maka penyidikan tersebut telah dimulai sebelum adanya laporan polisi.

Maka dengan demikian, terjadi ketidakpastian mengenai dasar hukum penyidik melakukan tindakan-tindakan dalam rangka penyidikan perkara ini.

Menimbang, bahwa dari pertimbangan sebagaimana telah dikemukakan dalam putusan majelis hakim tingkat pertama yang telah diambil alih oleh majelis hakim tingkat banding, ditambah dengan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana diuraikan diatas, dapatlah ditari kesimpulan, penyidikan yang dilakukan penyidik, sebagimana tertuang dalam berita acara penyidikan, tidak memenuhi syarat sebagaiman diharuskan dalam KUHAP, terutama Pasal 56. Karenanya, berita acara penyidikan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.

Menimbang, bahwa dengan demikian, maka perlawanan jaksa penuntut umum atas putusan sela Pengadilan Negeri Wonosari tanggal 15 April 2002 No.22/Pid.B/2002/PN/Wns haruslah dinyatakan ditolak.

Menimbang, oleh karena para terdakwa berada dalam tahanan, maka perlu diperintahkan para terdakwa segera dibebaskan dari tahanan.

Menimbang, bahwa mengenai biaya perkara ini sepenuhnya dibebankan kepada Negara.

Menimbang, bahwa dari semua pertimbangan, sebagaimana diuraikan diatas, maka putusan Pengadilan Negeri Wonosari tanggal 15 April 2002 No. 22/Pid.B/2002/PN. Wns perlu diperbaiki.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum diatas dapat dinyatakan bahwa dakwaan oleh Jaksa penuntut umum tidak dapat dilanjutkan lagi.

Maka, jika diperhatikan secara seksama kasus yang diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri Wonosari ini, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa majelis hakim dalam putusannya telah menerapkan hukum sebagaimana mestinya sesuai dengan fakta-fakta yang telah diperoleh.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan para penyidik berkewajiban untuk memberitahu tersangka tentang haknya untuk mencari dan memperoleh bantuan hukum dari seseorang atau beberapa orang penasihat hukum (Miranda warning). Dalam hal tersangka dianggap mampu, juga tindak pidananya tidak

Dokumen terkait