• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, peneliti memiliki beberapa saran yang dapat membantu dalam memperkaya ilmu pengetahuan yang berbasis budaya ini.

5.2.1 Saran Akademis

Penelitian yang dibuat dan disusun oleh peneliti ini masih dapat dikembangkan secara luas dan diteliti secara lebih mendalam, dengan melihat aspek-aspek komunikasi yang mungkin masih terlewat dan belum mampu dibahas secara mendalam oleh peneliti. 5.2.2 Saran Praktis

Hendaknya rangkaian prosesi adat ‘Baralek’ Nagari Padang pada masyarakat Minangkabau dapat dilestarikan dan dijaga sebagai salah satu kearifan lokal. Kesadaran masyarakat

161

Minangkabau yang tinggi akan budaya yang dimiliki juga harus tetap dipertahankan agar tak luntur seiring perkembangan zaman.. Hendaknya masyarakat Minangkabau tidak lagi memberi sangsi sosial terhadap anggota masyarakat yang tidak mampu melaksanakan prosesi adat secara utuh.

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M.S. 1987. Tonggak Tuo Budaya Minang. Jakarta: Karya Indah.

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Aness. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Asmin, 1986. Status Perkawinan Antar Agama Ditinjau Dari Undang-Undang Perkawinan No.1/1974. Jakarta: Dian Rakyat.

Bungin, M. Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Hidayat, Syarifudin. 2002. Metode Penelitian. Bandung: Mandar Maju

Kuswarno, Engkus. 2008. Metode Penelitian Komunikasi: Etnografi Komunikasi Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjajaran.

Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Group.

Linton, R. 1945. The Cultural Background of Personality. New York: The Appleton-Century Company.Inc.

Littlejohn, Stephen dan Karen A. Foss. 2014. Teori Komunikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Depdikbud.

Reno Raudha Thaib, Puti. 2014. Palaminan Minangkabau. Padang: Bundo Kanduang Sumatera Barat.

Richards, dkk. 1985. Longman Dictionary of Applied Linguistics. UK: Longman Group Ltd.

Samovar, Larry A. dkk. 2010. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba Humanika.

Sukmasari, Fiony dan Amir M.S. Traditional Wedding of Minangkabau. 2009. Jakarta: Citra Harta Prima.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta. Bandung.

Soeprapto, Riyadi 2002. Interaksionisme Simbolik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. West Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis Dan

Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.

SKRIPSI

Christy, Eveline. 2014. Pemaknaan Rangkaian Upacara Menyambut Tahun Baru Saka Pada Masyarakat Bali. Tangerang: Universitas Multimedia Nusantara. Melisa. 2013. Proses Pemaknaan Adat Masyarakat Palembang di Kelurahan 15 Ulu.

Palembang: Universitas Sriwijaya. JURNAL

Zakiah, kiki. 2008. Penelitian Etnografi Komunikasi: Tipe dan Metode. Jurnal, Bandung: Mediator.

WEBSITE

http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-ahli.html. (diakses pada 18 Desember 2015)

http://jurnal.lppm-umsb.com/wp-content/uploads/2015/03/19_Surya-Prahara-LAMP..-121.pdf (diakses pada 3 Januari 2016)

http://eric-harramain.blogspot.co.id/ (diakses pada 3 Januari 2016)

https://www.academia.edu/7128765/BAB_I_PENDAHULUAN (diakses pada 11 Januari 2016)

http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html#_ (diakses pada 24 Februari 2016)

http://www.kemenag.go.id/file/dokumen/UUPerkawinan.pdf (diakses pada 4 Maret 2016)

LAMPIRAN FOTO

Hantaran yang dibawa saat Manjapuik Marapulai

Makan Bajamba (Makan bersama)

Baralek yang dihadiri oleh peneliti

Nama : Indra Faisal Usia : 27 tahun Status : Informan

Profesi : Dosen UPI YPTK Padang, Direktur Galeri Investasi Bursa Efek UPI YPTK Padang

Saya: Bisa tolong sebutkan nama dan pekerjaan bapak serta istri?

Indra: Nama saya Indra Faisal ya, kerjaan staf dosen di UPI YPTK Padang, juga selaku direktur Galeri Investasi Bursa Efek UPI YPTK Padang. Nah, istri saya Amalia Halifah, bekerja sebagai staf di galeri Indosat Padang.

Saya: Jadi kemarin bapak dan istri bapak Baralek di bulan apa dan tanggal berapa, Pak?

Indra: Ya, kita nikah tanggal 21 Desember 2015. Itu nikah di tempat wanita.

Saya: Itu di daerah mana, Pak?

Indra: Itu di daerah Batusangkar. Nah tanggal 21 nikah,besoknya langsung resepsi. Istilahnya di Padang itu Baralek. Baraleknya tanggal 22 Desember. Di rumah mempelai wanita. Nah, selang dua minggu kemudian tanggal 9 Januari, kembali lagi resepsi pesta lagi, di tempat saya daerah Padang. Ya, tanggal 9 Januari.

Saya: Jadi Baralek itu menggunakan adat Minang, Pak. Sepengetahuan saya ada langkah-langkah sebelum prosesi dimulai, seperti Manyiriah. Bapak menjalankan prosesi apa saja sebelum Baralek?

Indra: Ya. Artinya sebelum kita Baralek, tentu sebelum kita memastikan kapan nikahnya, kapan tanggalnya, itu artinya dari kedua belah pihak kan sudah oke nih, tentu kita ada rencana. Tapi kalau di daerah saya Padang dan istri saya Batusangkar,kita sebelum mulai ditentukan hari tentu kita lapor dulu atau itu kita diskusikan kepada ninik mamak. Karena kaum saya, suku saya kan Simabua. Itu istilahnya suku di Padang. Jadi sebelum menikah keluarga saya harus melapor dulu kepada pimpinan kaum atau suku. Nah disini kita punya pimpinan namanya Datuk. Kalau untuk saya namanya Datuk Rajo di Rajo. Itu dia pimpinan suku Simabua di Padang. Lapor dulu. Setelah lapor nanti perangkat suku atau pimpinan akan rapat. Kira-kira kapan kita akan melamar, menentukan tanggal pernikahan. Dua opsi ya. Opsi ini unik di tempat saya. Kenapa unik? Karena kalau di tempat saya, adat Padang, laki-laki yang mendatangi perempuan. Yang calon saya, mempelai wanita itu adatnya perempuan yang mendatangi pihak laki-laki. Harusnya begitu. Jadi kan ada benturan nih. Tapi setelah kita diskusi, antara saya pribadi dan keluarga besar, karena nikah ini bukan hanya masalah pribadi, tapi juga ninik mamak atau pimpinan suku saya dan pimpinan suku dia. Ninik mamak ya sebutannya. Jadi ya mereka itu yang menentukan dealnya. Kalau kita mah ngikut. Apa kata ninik

mamak atau datuk harus ngikut. Jadi ketika itu kita simpulkan bahwa kita dari pihak laki-laki yang datang. Kita gunakan adat Padang.

Saya: Oh jadi keluarga perempuan ngalah?

Indra: Iya. Perempuan ngalah, laki-laki yang mendatangi perempuan. Nah datang saya lupa tanggal berapa ya, 17 kalau tidak salah. Eh maaf, satu bulan sebelum. Satu bulan sebelum hari H, itu saya tidak datang, karena saya tidak boleh datang. Saya sebagai mempelai pria tidak boleh datang. Yang datang itu kepala suku atau ninik mamak.

Saya: Oh bukan keluarga besar gitu?

Indra: Oh bukan. Karena keluarga besar tidak harus datang. Yang datang harus ninik mamak atau perangkat suku. Keluarga itu tidak boleh. Jadi saya punya datuk, Datuk Rajo di Rajo istilahnya, datang menemui dan dinanti atau disambut oleh datuk di sana juga, atau pimpinan suku di sana juga. Nah datang ke rumah mempelai wanita itu satu bulan sebelumnya sebelum hari H.

Saya: Nah itu datang membawa apa saja Pak?

Indra: Nah kalau kita sih bawanya enggak ada. Paling bawa Carano. Itu hanya sebagai prosesi pas hari H saja. Karena kita ketika sudah di ruangan ada petatah petitih atau pantun panjang. Sebagai bentuk kita dihargai, Carano kita dibuka. Kalau isinya makanan dimakan, kalau isinya sirih dimakan sirihnya, kalau

isinya rokok dihisap rokoknya. Kalau isinya permen dimakan permennya. Nah kebetulan kemarin ketika rombongan saya datang, itu saling tukar Carano. Jadi yang dari kita itu isinya rokok.

Saya: Jadi itu sebagai bentuk penghargaan?

Indra: Iya. Bahwasannya kita datang bawa ini lah. Terus datang, lalu Carani diketengahkan. Kemudian sebelum acara dimulai, tentu dari yang menjamu dulu membuka acaranya. Lalu kita yang tamu nanti akan saling tukar menukar Carano. Punya kita isinya rokok. Jadi kalau si tuan rumah tidak hisap rokoknya, itu tandanya dia tidak menghormati kita. Kalau dihisap berarti oke. Walaupun dihisap sedikit aja, itu namanya dia sudah menghormati. Kalau zaman dulu kan makan sirih. Sekarang kita rokok. Tapi semua itu tergantung kepada kondisi adat masing-masing. Jadi itulah, sebulan sebelum hari H, datuk saya datang untuk memperkenalkan bahwasannya betul, keponakan kami si Indra dan keponakan dia si Hanifah akan menikah. Diterima tidak keponakan kami disini? Kalau iya, kapan tanggalnya, bagaimana menggunakan adatnya, terus kapan prosesinya. Pokoknya panjang lah dibahas itu. Itu membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam.

Saya: Jadi intinya itu, pestanya kapan,pakai baju adat seperti apa dan segala macamnya itu ditentukan oleh ninik mamak?

Indra: Nah, kalau untuk hari tentu keluarga sebelum ninik mamak kesana telah berunding bersama terlebih dahulu. Kita dari keluarga maunya hari apa. Lalu si ninik mamak baru menyampaikan bahwa keluarga maunya hari apa. Dicocokkan dengan harinya mempelai.

Saya: Jadi yang menentukan tanggal finalnya itu ninik mamak?

Indra: Betul. Menentukannya pas hari itu.

Saya: Jadi sesudah mengantar Carano, selanjutnya?

Indra: Sudah menunggu hari H lagi.

Saya: Lalu ini ada prosesi Manjapuik dan lain-lain bagaimana?

Indra: Oh iya. Contohnya ini hari H saya kan tanggal 21 Desember ya. Nah artinya dari pihak perempuan karena baraleknya atau resepsinya tanggal 22 dia sudah siap-siap. Pada tanggal 21, saya nikahnya jam setegah dua siang. Artinya saya diantar sama ninik mamak, datuk, keluarga dari Padang jam 10. Kita ketemunya sama pihak mempelai perempuan itu ke mesjid yang telah ditentukan, yang dekat rumah mempelai wanita.

Saya: Itu dianternya jalan apa bagaimana Pak?

Indra: Nah itu nganternya itu kita mencari tempat biasa, kurang lebih 100 meter dari mesjid. 100 meter berhenti, lalu jalan lagi.

Saya: Oh jadi sebelumnya naik mobil biasa gitu? Dianternya pakai payung atau bawa apa gitu?

Indra: Oh nggak ada. Paling bawa mahar. Kemarin saya kebetulan maharnya satu cincin emas dan seperangkat alat sholat.

Saya: Yang menentukan mahar itu waktu berunding kemarin? Apa bagaimana?

Indra: Sebenarnya itu kalau dari segi agama kan perempuan yang minta. Tapi karena kita kekeluargaan, itu yang wanita menyerahkan semuanya kepada pihak laki-laki. Jadi yang nganter itu semua. Saya paling depan, keluarga, dan ninik mamak. Jadi di Minangkabau, jika menikah itu yang berperan besar itu ninik mamak, bukan keluarga besar.

Saya: Oh itu intinya ya.

Indra: Intinya itu. Keluarga memang pasti berperan, tapi yang tampil di permukaan itu ninik mamak atau datuk. Karena istilahnya kalau di Padang kan Anak digendong,Kemenakan dibimbing.

Saya: Oke.Jadi tadi bapak dianter, mempelai perempuannya udah nunggu di mesjid gitu?

Indra: Iya. Mempelai perempuan udah nunggu, langsung siap-siap untuk prosesi pernikahan atau Ijab Qabul. Ya Ijab Qabul biasa, ada dipimpin oleh KUAnya, ada saksi, ada wali, begitu.

Saya: Sehabis Ijab Qabul?

Indra: Tentu keluarga foto-foto, mengabadikan. Setelah nikah, saya dan keluarga saya oleh ninik mamak kembali dibawa ke rumah perempuan untuk makan. Atau istilahnya disambut dan dijamu oleh pihak perempuan. Kemudian dipastikan apakah saya sebagai mempelai pria ini langsung tinggal disana atau pulang lagi ke Padang. Dan diputuskan, saya kembali lagi ke Padang dan datang lagi besoknya, ketika acara Baralek. Oh iya satu lagi. Ketika saya menikah saya itu dijemput. Dijemput oleh kurang lebih perwakilan lima atau enam orang dari pihak wanita.

Saya: Jadi bapak kembali ke Padang..

Indra: Iya. Besoknya saya diantar lagi sama ninik mamak ke tempat resepsi atau Baralek di rumah pihak perempuan.

Saya: Oh jadi nikah hari ini besoknya langsung pesta gitu?

Indra: Iya. Saya kembali ke Padang karena malamnya saya belum boleh serumah.

Saya: Kalau belum pesta jadi belum boleh serumah gitu?

Indra: Ya kembali lagi ke kesepakatan oleh ninik mamak. Harusnya kan udah boleh karena udah sah. Tapi memang karena kesepakatan ninik mamak dan adat itu begitu. Sebenarnya kan itu repot, tapi ya emang itu adat. Di perjalanan saya satu jam, begitu sampai saya siap-siap berganti baju adat atau baju pesta.

Saya: Jadi pesta mulai jam berapa Pak? Seharian?

Indra: Kalau pesta itu mulainya jam 10 pagi biasanya. Saya kan sampai jam 8. Lalu bersiap-siap. Apalagi perempuan kan, berias dulu.

Saya: Bainainya kapan Pak?

Indra: Bainainya malam, sehari sebelum Baralek. Ini hanya sebatas tradisi, menandakan bahwa si wanita akan dipinang oleh orang.

Saya: Lalu itu bapak pestanya benar-benar seharian itu ya?

Indra: Betul. Jadi mulai kan jam 10, pelaminannya kan diluar, saya bersanding dari jam 10 sampai jam 9 malam. Jadi jam 10 sampai jam setengah satu saya break sholat, lalu saya makan. Setengah jam break langsung kembali ke pelaminan sampai jam setengah empat sholat lagi. Jam empat standby lagi di pelaminan sampai jam setengah tujuh. Lalu magrib, setelah maghrib baru saya mandi.

Saya: Oh mandi dulu?

Indra: Iya. Yang perempuan juga. Setelah itu kembali lagi makeup. Biar segar, tapi tergantung. Ada sebagian yang tidak mandi supaya tidak repot atau hanya berganti baju saja. Karena baju pagi sampai sore berbeda dengan baju malam.

Indra: Bukan harus sih, tapi biasanya orang begitu. Kalau pagi sudah pakai baju begitu, masa malam pakai baju itu lagi. Malam itu dari jam 7 sampai jam 9 lah. Karena kita malam ada acara main kim.

Saya: Oh kalau orang Baralek biasanya ada main kim gitu?

Indra: Itu tergantung. Ini hiburan untuk masyarakat aja. Setelah itu yasudah kembali lagi ke kamar.nah saya sudah boleh bermalam di rumah perempuan.

Saya: Baralek apakah memang harus satu hari?

Indra: Tergantung, biasanya satu hari. Tapi kadang ada yang mau dua hari. Hari ini untuk orang kampung atau khusus untuk tamu-tamu dia. Tergantung si tuan rumah dan kesepakatan ninik mamak.

Saya: Jadi bapak pesta seharian, makanan harus selalu ada tersedia gitu? Bapak melayani tamu yang datang?

Indra: Jadi di Minangkabau itu, kalau di Padang Baralek harusnya tidak perlu sewa orang untuk bekerja. Karena kita orang-orang kampung yang di daerah kita akan bantu, apalagi sesuku kita.

Saya: Tetangga gitu?

Indra: Ya, memang harus begitu. Jika dikampung iya, jika adat masih berlaku iya. Dia bantu masak, ada pembagiannya.

Saya: Jadi orang Minang dan tetangga sekeliling itu harus akrab? Harus saling kenal?

Indra: Betul. Harus, kalau kita pergi ke daerah-daerah memang begitu. Artinya kita Baralek memang harus dibantu, kalau tidak orang akan berpikir bahwa kita ini dikucilkan orang. Kapan orang Minang dikatakan bahwa dia dikucilkan? Bahwa acara dia baik suka maupun duka, kalau tidak ada orang berarti masyarakat akan berkesimpulan kalau orang ini kurang bertetangga, kurang bermasyarakat.

Saya: Berarti orang Minang harus pandai bersosialisasi ya.

Indra: Betul. Minang memang harus bersosialisasi. Kaumnya memang harus kompak.

Saya: Oh begitu. Jadi setelah selesai Baralek, besoknya apa sudah tidak ada acara adat lagi? Soalnya saya ada mendengar soal mahar yang dikembalikan.

Indra: Ohya. Jadi sebelum atau pada saat saya dijemput mau menikah ini, jadi ada yang namanya tanda, tanda dari pihak perempuan. Ninik mamaknya perempuan memberikan sebentuk cincin emas kepada saya. Ini bukan diberikan, namun sebatas bukti atau jaminan kalau “ini, kami serius dengan anak bapak,” . Ini disimpan oleh pihak datuk saya. Nanti dikembalikan pada saat hari pernikahan atau resepsi.

Indra: Begini. ketika ninik mamak saya naik ke rumah mempelai wanita,mereka pasti aka nada berpantun atau berpetatah-petitih. Bahasanya tidak boleh langsung begitu saja, tapi ada dulu pembukanya, pantunnya. Waktu saya Baralek juga ada usulan dari datuk saya bahwa saya harus punya gelar. Karena di Minang kan „ketek banamo, gadang bagala‟. Kecil punya nama, besar punya gelar.

Saya: Jadi bapak dikasih gelar gitu? Yang memberikan gelar itu siapa?

Indra: Dari kaum saya.

Saya: Lalu bapak mendapat gelar apa ?

Indra: Kalau saya Sutan Rajo Mudo.

Saya: Artinya apa pak?

Indra: Ya artinya Sutan Raja Muda. Dia muda sudah jadi raja.

Saya: Jadi gelar itu bisa macam-macam gitu?

Indra: Betul, itu tergantung dari kesepakatan si ninik mamak melihat kondisi si mempelai atau kemenakan mereka. Contohnya ini ya, misalnya si anaknya pemarah, gelarnya muingkin jadi Sutan Angek Garang.

Saya: Jadi gelar itu berfungsi sebagai apa pak?

Indra: Oh itu sebagai pelaksanaan adat. Karena seperti yang sudah saya sebutkan tadi, „ketek banamo, gadang bagala‟. Jadi ketika udah nikah, panggilannya bukan

nama lagi, tetapi gelar. Saya kalau di kampung panggilannya bukan Indra, tapi Rajo Mudo.

Saya: Jadi bapak menjalankan semua rangkaian adat,itu apakah karena tuntutan keluarga, formalitas, atau keinginan sendiri?

Indra: Karena sudah menjadi tradisi. Kita memang begitu,sebelum Baralek harus begitu.

Saya: Kalau misalnya bapak nggak mau, itu bagaimana? Apakah bisa?

Indra: Kalau misalnya kita tidak menjalani, itu tandanya kita tidak punya adat. Berarti kita dianggap orang yang tidak punya adat dan tidak punya ninik mamak. Karena ninik mamak itu merupakan kebanggaan di Sumatera Barat. Sudah pernah nonton film tenggelamnya kapal Van Der Wijk? Disana kan ceritanya kenapa saat Pevita mau dinikahi oleh Junot Ali itu tidak diterima oleh keluarga Pevita. Karena si Junot itu orang Makasar, maaf ya, bukan orang Padang. Dan dia dianggap tidak punya mamak. Aib bagi orang Padang.

Saya: Oh jadi apakah orang Padang itu harus menikah dengan orang Padang juga?

Indra: Oh tentu tidak. Tapi minimal dia ada mamak, ada keluarga.

Saya: Hmm baik. Jadi orang Minang memang harus Baralek, ya.

Indra: Baralek ini tergantung keputusan. Nikahnya yang penting, Ijab Qabulnya. Kalau Baralek ini kan bicara soal kemampuan. Kalau mampu

Alhamdulillah,kalau tidak mampu tidak usah dipaksakan. Apakah hanya mendoa saja. Baralek itu kan hanya resepsi. Yang penting itu ninik mamak ketemu.

Saya: Oh gitu ya. Ada juga orang yang Baralek besar-besaran, berhari-hari. Apakah itu ada faktor status sosial atau gengsi ?

Indra: Betul, gengsi juga bisa. Bisa diartikan begitu, memang belum ada riset ya, tapi bisa diartikan begitu. Pun misalnya dia, maaf, berasal dari kastanya tinggi, dia ingin memperlihatkan bahwa dia punya pesta yang bagus. Pesta tujuh hari tujuh malam, gitu.

Saya: Oh ada yang begitu?

Indra: Ada, tapi jarang. Kan lebih ke oknumnya. Kalau dia ingin begitu ya silahkan, kalau tidak ya tak apa-apa. Sebenarnya menurut saya ini tidak terlalu ribet ya.

Saya: Tapi waktu say abaca di buku ada banyak langkah-langkahnya gitu pak.

Indra: Ya, itu tergantung kaumnya ya, apakah dia menjalankan adat secara keseluruhan. Jika misalnya pun ada yang tidak menjalankan penuh, itu dikarenakan keterbatasan waktu. Kan ada pasangan yang bekerja dan tidak bisa cuti panjang.

Saya: Tapi bapak pribadi sebelum menikah sudah menjalankan adat secara penuh ya, pak?

Indra: Iya sudah semua. Artinya dari segi berunding, segala macam. Lalu kalau di pemuda ada Baiyo-Iyo. Artinya kumpul pemuda-pemuda bahwa saya akan Baralek. Karena ada begini. Biasanya ada sumbangsih dari si A bahwa dia memberi ini dan itu. Karena sebenarnya kalau Baralek di Minangkabau enak sebenarnya. Karena ketika Baiyo-iyo itu dibicarakan mengenai sumbangan yang akan diberikan. Misalnya ada yang nyumbang cabe segini, wortel segini, dan macam-macam.

Saya: Berarti orang Minang menikah selalu di rumah ya.

Indra: Lebih bagus di rumah. Paradigmanya kalau orang Minang menikah lebih enak di rumah. Kenapa? Karena kita melibatkan banyak orang. Disitulah terlihat kalau kita bersilaturahmi dengan tetangga dan keluarga. Masih menggunakan masakan dari kaum laki-laki. Semacam daging yang disembelih. Seperti kambing atau sapi. Pihak perempuan memasak sayur-sayuran. Kalau masak daging kambing pihak laki-laki semua.

Saya: Baik. Jadi menurut bapak kelebihan dan kekurangan adat Minang yang seperti ini itu apa?

Indra: Ya artinya tergantung orangnya. Kadang kalau orang dengan kondisi adat seperti ini dia merasa terpaksa tentu mengatakan bahwa dia tidak suka. Nah kalau kita, masih berada di lingkungan yang masih menjunjung tinggi adat, kita

Dalam dokumen Pemaknaan prosesi 'Baralek' Nagari Padang (Halaman 175-200)

Dokumen terkait