• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4. Penutup

4.2. Saran

Sebelum membangun septic tank hendaknya mengetahui ada tidaknya sumber air di lingkungan tersebut serta menentukan jarak pembangunan dengan sumber air. Menjaga sanitasi disekitar lingkungan sumber air, serta memperhatikan estetika lingkungan. Pembangunan industri hendaknya memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan akibat dari usaha yang telah didirikan, serta membangun instalasi pembuangan air limbah agar limbah yang dihasilkan bisa dikelola dan tidak di buang ke sumber air.

Daftar Pustaka

Azwar, S. (2005). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

DepKes. (1995). Metode Pengambilan Contoh Air dan Pemeriksaan Bakteriologi Air. Departemen Kesehatan .

DepKes. (2004). Sistem Kesehatan Nasional 2004.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Hendrayana, H. (2014). Pengelolaan Sumber Daya Air Tanah di Indonesia. Hal 11-14.

Kementrian PUPR. (2015). Tata Cara Penyusunan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat .

Kodoatie, R. J. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

PerMenKes. (1990). Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Peraturan Menteri Kesehatan No. 416 .

PP. (2008). Air Tanah. Pasal 48.

PP. (2008). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.42 Tentang Pengelolaan Sumber Dya Air.

Siahaan, N. (2004). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Surabaya: Erlangga.

Saktiyawan. 2016. Pengaruh Kondisi Lingkungan Permukiman Terhadap Kualitas Air Tanah Di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta. Naskah Pubilkasi.

http://eprints.ums.ac.id/45478/43/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf. Diakses pada [20 Oktober 2016]

Samidjo, Jacobus. 2014. Pengelolaan Sumber Daya Air. Naskah Publikasi.

http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=251790&val=6766&title=Pengelolaan%20Sumber%20Daya %20Air. Diakses pada [20 Oktober 2016]

Lampiran 1

Bahaya, 80 persen sumur warga di Solo tercemar bakteri E-coli

Reporter : Arie Sunaryo | Rabu, 28

Januari 2015 09:01

ilustrasi sumur tua. ©panoramio.com

Merdeka.com - 80 Persen air sumur milik warga Solo tercemar bakteri Escherichia coli (E-coli). Kondisi tersebut dipicu sistem pembuatan septic tank warga yang tidak sesuai standar. Jarak antara septic tank dengan air sumur terlalu dekat. Hal tersebut diperparah dengan dibuangnya kotoran langsung ke tanah tanpa pengolahan terlebih dulu. "Akibatnya banyak bakteri yang meresap mencemari sumur dan sumber air tanah dangkal yang dikonsumsi warga," ujar Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Solo, Ahyani, Rabu (28/1).

Lebih lanjut Ahyani mengungkapkan, selain sumur, hampir semua sungai di Solo juga tercemar bakteri yang sama. Pihaknya mengaku sudah melakukan penelitian dan hasilnya sebagian besar sungai di Solo juga tercemar bakteri yang membahayakan bagi sistem pencernaan manusia itu. "Sungai yang juga tercemar di antaranya Sungai Gajah Putih, Kali Anyar, Pepe, Brojo, Jenes, dan Bhayangkara," jelasnya. Pihaknya juga telah memetakan kelurahan yang juga berisiko tinggi mengalami pencemaran air. Menurutnya ada 7 kelurahan yang masuk zona merah paling tinggi risiko pencemaran air limbah dan 16 kelurahan lainnya masuk kategori tinggi. "Kelurahan yang masuk zona merah atau sangat tinggi tingkat pencemaran adalah Kelurahan Pajang, Kadipiro, Jebres, Semanggi, Sangkrah, dan Gandekan," katanya.

Menurut Ahyani, di ketujuh kelurahan tersebut jumlah penduduknya sangat padat dan kumuh. Kondisi tersebut menjadi pemicu buruknya sanitasi. "Untuk mengatasi pencemaran air sumur warga ini, kami sudah memberikan arahan untuk membuat sumur tanah berjarak minimal 10 meter dari septic tank. Sementara itu guna mengatasi masalah sanitasi, Pemkot bekerja sama dengan Indonesia Infrastructure Initiative (IndII). Mereka, kata Ahyani, akan menghibahkan dana untuk pembangunan sambungan sanitasi ke rumah, pembuatan sarana pengolahan limbah terpusat dengan skala permukiman dan sambungan ke rumah (sAIIG), serta pembangunan sarana pengolahan limbah terpusat skala kota.

Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/bahaya-80-persen-sumur-warga-di-solo-tercemar-bakteri-e-coli.html

Lampiran 2

Senin 18 Jan 2016, 17:37 WIB

Ribuan Sumur di Mojokerto Diduga Tercemar Limbah B3,

Penyakit Bermunculan

Imam Wahyudiyanta - detikNews

Foto: Enggran Eko Budianto/detikcom

Mojokerto - Ribuan keluarga di lima dusun di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto sejak setahun terakhir tak lagi bisa menikmati segarnya air bersih. Rasa, warna, dan bau air sumur warga berubah menjadi tak layak konsumsi. Beberapa penyakit aneh pun mulai bermunculan menyerang warga. Diduga air sumur ribuan keluarga di Desa Lakardowo tersebut tercemar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dari sebuah pabrik pengolahan limbah yang berdiri di desa tersebut.

Salah satu kampung yang air sumurnya tak layak konsumsi adalah Dusun Kedung Palang. Warga setempat, Muhammad Yasin (44) menjelaskan, sejak setahun lalu air sumur di rumahnya berubah warna menjadi kekuning-kiningan, berbau busuk, dan terasa getir. Perubahan itu juga terjadi di sumur warga lainnya

di kampung yang dihuni 300 keluarga itu. "Air sumur kami warnanya berubah dari jernih menjadi kekuning-kuningan, ada yang kecoklat-coklatan, terdapat endapan warna hitam. Baunya menyengat. Kalau diminum rasanya sudah tidak tawar lagi, ada rasa getir," kata Yasin kepada wartawan sembari menunjukkan air sumur miliknya, Senin (18/1/2016).

Menurut Yasin, perubahan air sumur warga itu terjadi sejak setahun lalu. Yakni sejak berdirinya pabrik pengolahan limbah B3 di Desa Lakardowo, PT Putra Restu Ibu Abadi (PRIA). Pabrik yang berjarak sekitar 250 meter dari Dusun Kedung Palang itu mengolah berbagai jenis limbah B3. Mulai dari limbah pabrik kertas, limbah kimia cair, limbah batu bara, hingga limbah medis. "Rusaknya air sumur warga akibat pencemaran PT PRIA. Limbah B3 dari pabrik-pabrik lain dikubur dalam lubang sedalam 10-15 meter. Itu yang meresap ke air sumur dan sawah warga. Karena sebelum ada pabrik ini, air sumur warga normal. Warnanya jernih dan tidak berbau," ungkapnya.

Selain Kedung Palang, lanjut Yasin, air sumur di empat dusun lainnya di Desa Lakardowo juga mengalami hal serupa. Yakni Dusun Sambigembol, Kedung Bulu, Sumber Wuluh, dan Lakardowo. Maklum saja, keempat kampung yang dihuni ribuan keluarga itu berjarak sekitar 300 meter dari pabrik pengolahan limbah B3 tersebut. Tak hanya membuat air sumur warga tak layak untuk dikonsumsi, pencemaran yang diduga berasal dari PT PRIA itu juga membuat beberapa penyakit aneh menyerang warga. Mulai dari gatal-gatal dan bengkak pada kaki, mendadak lumpuh, hingga sakit-sakit pada persendian tubuh. "Masuk musim hujan begini banyak warga sini yang kakinya bengkak dan gatal-gatal usai menggarap sawah. Karena limbah pabrik yang tumpah ke sawah warga. Dulu tidak ada seperti itu," imbuh Yasin.

Seperti yang dirasakan Muhammad Wahyu Zakariya (9). Bocah kelas 3 sekolah dasar ini mendadak tak bisa berjalan. Untuk aktivitas sehari-hari, Wahyu harus memakai alat bantu jalan, "Sakitnya sejak 4 bulan lalu. Persendian tangan dan

kaki sakit semua," ujar anak pertama Yasin ini tertunduk menahan air mata sebab tak bisa berjalan normal seperti anak seusianya.

Dampak tercemarnya air sumur oleh limbah B3 itu juga dirasakan Sulastri (36). Ibu rumah tangga warga Dusun Kedung Palang ini terpaksa membeli air isi ulang untuk masak dan minum keluarganya. "Untuk masak dan minum beli air galon (air isi ulang). Kalau memakai air sumur hanya untuk mandi dan mencuci baju. Takutnya nanti kena penyakit, soalnya air sumur sudah berubah begitu," tuturnya.

Warga berharap kepada pemerintah agar segera turun tangan untuk menutup pabrik pengolah limbah B3. "Harapan kami agar pabrik limbah segera ditutup. Limbah yang ditanam di dalam tanah segera digali kembali dan dibuang ke tempat lain," tandasnya. (fat/iwd)

Sumber: http://news.detik.com/berita-jawa-timur/3121251/ribuan-sumur-di-mojokerto-diduga-tercemar-limbah-b3-penyakit-bermunculan

Dalam dokumen PENCEMARAN SUMBER AIR BERSIH PADA SUMUR (Halaman 27-36)

Dokumen terkait