• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penelitian lanjutan sebaiknya dilakukan dalam skala yang lebih besar untuk dapat melihat efektivitas teknik pengomposan jerami yang tepat dengan massa pengomposan yang besar.

2. Pengukuran parameter seperti perubahan temperatur dan kelembaban penting untuk dilakukan setiap hari untuk mengikuti proses pengomposan.

3. Analisis kandungan unsur hara perlu dilakukan untuk seluruh parameter yang ada pada SNI 19-7030-2004.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada para petani, analis laboratorium dan pihak-pihak lainnya yang telah membantu dan terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. Penulis juga menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada LPPM-IPB yang telah mendukung sepenuhnya pembiayaan penelitian melalui skema I-MHERE B.2c IPB.

DAFTAR PUSTAKA

ADB-GEF-UNDP. 1998. Asian Least-Cost Greenhouse Gas Abatement Strategy (ALGAS) Indonesia. ADB-GEF-UNDP, Manila.

[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2010. Fermented Rice Straw As Ruminant’s Feed. Solok, Indonesia. http://sumbar.litbang.deptan.go.id/ [12 Oktober 2010].

Barrington, S., Choiniere, D., Trigui, M., and Knight, W. 2002. Effect of Carbon Source on Compost Nitrogen and Carbon Losses. Bioresource Technology

83:189-194.

Canet, R., Pomares, F., Cabot, B., Chaves, C., Ferrer, E., Ribo, M., and Albiach, M.R. 2008. Composting Olive Mill Pomace and Other Residues from Rural Southeastern Spain. Waste Management 28:2585-2592.

Cayuela, M.L., Mondini, C., Insam, H., Sinicco, T., and Franke-Whittle, I. 2009. Plant and Animal Wastes Composting: Effects of The N Source on Process Performance. Bioresource Technology 100:3097-3106.

[DEPTAN] Departemen Pertanian. 2007. Agenda Nasional dan Rencana Aksi 2008-2009 Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca Sektor Pertanian. Departemen Pertanian.

Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak & Sampah. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Vi + 86 hlm.

Dobermann, A and Fairhurst, T.H. 2002. Rice Straw Mangement. Better Corps International. Vol 16, Special Suplemen, May 2002.

Iqbal, A. 2008. Potensi Kompos dan Pupuk Kandang untuk Produksi Padi Organik di Tanah Incepticol. Jurnal Akta Agrosia 11: 13-18.

Kruva, S.V. 1997. Air Pollution, People, and Plants. APS Press, Minnesota, USA. Li, X,. Zhang, R., and Pang, Y. 2008. Characteristics of Dairy Manure

Composting With Rice Straw. Bioresource Technology 99: 359-367. [LITBANG] Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2002. Prospek

Pertanian Organik Di Indonesia. Departemen Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.idberitaone17 [18 Mei 2010]

Mario, M.D., Zubair, A., Ahmad, A., Febrianti, T. Indah, F.S., dan Pakaya, R. 2008. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Gorontalo. Departemen Pertanian.

Metcalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering, Treatment and Reuse. McGraw-Hill, New York.

Murarka, I.P. 2000. Solid Waste Disposal and Reuse in the United States. CRC Press, Boca Raton, Florida.

Perez, L.R., Martinez, C., Marcilla, P., and Boluda, R. 2009. Composting Rice Straw with Sewage Sludge and Compost Effects On The Soil-plant System. Chemospere 75: 781-787.

Pichtel, J. 2005. Waste Management Practices: Municipial, Hazardous and Industrial. CRC press, Boca Raton, Florida.

Pierzynski, G.M., Sims, J.T., and Vance, G.F. 2005. Soils and Environmental Quality. CRC press, Boca Raton, Florida.

[PP] Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. CV. Ekojaya, Jakarta.

Rauf, A.W., Syamsudin, T., dan Sihombing, S.R. 2000. Peranan Pupuk NPK pada Tanaman Padi. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Irian Jaya.

Rashad, F.M., Saleh, W.D., and Moselhy, M.A. 2010. Bioconversion of Rice Straw and Certain Agro-Industrial Wastes to Amendments for Organic Farming System: 1. Composting, Quality, Stability, and Maturity Indices.

Bioresource Technology 101: 5952-5960

Reijntjes, C. Bertus, H. dan Waters-bayers. 1992. Pertanian Masa Depan : Pengantar Untuk Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah. Sukoco Y, penerjemah; Fliert EVD dan Hidayat B, editor. Yogyakarta: Kanisius. Terjemahan dari: Farming For The Future, An Introduction to Low-External-Input and Sustainable Agriculture.

Salvato, J.A., 1992. Environmental Engineering and Sanitation. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Setyorini, D. 2005. Pupuk Organik Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 No. 6, 2005. Balai Penelitian Tanah, Bogor.

Sigit, Anggoro, A., dan Suharjo. 2007. Analisis proses degradasi lahan dan dampaknya terhadap produktivitas lahan pertanian di kabupaten Klaten. Forum Geografi, 21 (2). pp. 155-173. ISSN 0852-2682. http://eprints.ums.ac.id/726/ [12 Oktober 2010].

Simanungkalit, R.D.M., Suriadikarta, D.A., Saraswati, R., Setyorini, D., dan Hartatik, W. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Snape, J.B., Dunn, I.J., Ingham, J., and Prenosil, J.E. 1995. Dynamics of Environmental Bioprocesses. VCH, Weinheim.

Souri, S. 2001. Penggunaan Pupuk Kandang Meningkatkan Produksi Padi. Instalasi Pengkajian dan Penelitian Teknologi Pertanian, Mataram.

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2004. Standar Nasional Indonesia No. 19-7030-2004 tentang Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik Domestik. Badan Standarisasi Nasional.

Stofella, P.J. and Kahn, B.A. 2001. Compost Utilization in Horticultural Cropping Systems. CRC press, Boca Raton, Florida.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius, Yogyakarta.

US Composting Council. 2008. USCC Factsheet: Using Compost Can Reduce Water Pollution. New York.

USEPA, 1998. Emission Factor Documentation for AP-42. Section 9.2.1. Fertilizer Application. Draft Report. USEPA, North Carolina.

Yuwono, A.S. 2003. Odour Pollution in the Environmental: Detection of Biogenic Odour Emissions Using a QCM Sensor Array – Based Instrument [dissertation]. Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universität Bonn.

Yuwono, A.S., Ichwan, N., dan Saptomo, S.K. 2011. Pengomposan Jerami Padi Organik dan Analisis Mutunya. Seminar Nasional IATPI –ITS 2011,

Lampiran 1. Standar Nasional Indonesia tentang Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik (SNI 19-7030-2004)

No Parameter Satuan Minimum Maksimum No Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar air % 0C 50 17 Cobal (Co) mg/kg * 34

2 Temperatur Suhu air tanah 18 Chromium (Cr) mg/kg * 210

3 Warna Kehitaman 19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100

4 Bau Berbau tanah 20 Merkuri (Hg) mg/kg 0,8

5 Ukuran partikel Mm 0,55 25 21 Nikel (Ni) mg/kg * 62

6 Kemampuan ikat air % 58 22 Timbal (Pb) mg/kg * 150

7 pH 6,80 7,89 23 Selenium (Se) mg/kg * 2

8 Bahan asing % * 1,5 24 Seng (Zn) mg/kg * 500

UNSUR MAKRO UNSUR LAIN

9 Bahan oganik % 27 58 25 Calsium % * 25,50

10 Nitrogen % 0,40 26 Magnesium (Mg) % * 0,60

11 Karbon % 9,80 32 27 Besi (Fe) % * 2,00

12 Phosfor (P2O5) % 0,10 28 Aluminium (Al) % 2,20

13 C/N – ratio 10 20 29 Mangan (Mn) % 0,10

14 Kalsium (K2O) % 0,20 BAKTERI

UNSUR MIKRO 30 Fecal Coli MPN/gr 1000

15 Arsen mg/kg * 13 31 Salmonella sp. MPN/4gr 3

16 Cadmium (Cd) mg/kg * 3

Lampiran 2. Hasil analisis kualitas air irigasi dan lumpur KUALITAS AIR IRIGASI (mg/L)

TSS Inlet Center Outlet

Sampel I 61,75 86,40 64,00 Sampel II 58,00 53,67 24,17 Sampel III 35,07 30,33 26,90

N Total Inlet Center Outlet Sampel I 12,80 9,60 11,60 Sampel II 8,90 9,60 9,85 Sampel III 0,982 0,876 0,866

P Total Inlet Center Outlet Sampel I 0,25 0,30 0,37 Sampel II 0,51 0,44 0,43 Sampel III 0,700 0,293 0,193

Kalium Inlet Center Outlet Sampel I 0,72 0,35 0,65 Sampel II 0,45 0,47 0,49 Sampel III 0,025 0,022 0,019

KUALITAS LUMPUR (mg/kg)

N Total Inlet Center Outlet Sampel I 196,90 217,60 174,40 Sampel II 115,20 118,40 128,70 Sampel III 68,86 73,66 74,60

P Total Inlet Center Outlet Sampel I 92,60 117,20 90,40 Sampel II 92,08 94,20 96,40 Sampel III 12,85 12,90 12,97

Kalium Inlet Center Outlet Sampel I 132,80 165,20 96,30 Sampel II 96,30 98,40 108,60 Sampel III 36,70 42,95 42,98

Lampiran 3. Neraca massa limbah-kompos (per ha)

Spesifikasi Kuantitas Satuan

Produksi gabah 4,8 ton

Produksi jerami 14,1 ton

Kadar air rata-rata jerami 30,7 %

Input kotoran hewan untuk bahan kompos 14,1 ton

Efisiensi proses pengomposan 40 %

Kompos yang dihasilkan 11,3 ton

Dosis pemberian kompos (Rekomendasi Kementan) 7,0 ton Sisa produksi kompos (bagi peruntukan lain) 4,3 ton

Production Management”. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and SATYANTO KRIDO SAPTOMO

Rice straw which is nowadays normally concerned as agricultural waste was used in this research as raw material to produce compost. The objectives of this research were to compost organic rice straw, to analyze the nutrient content of compost, and to justify compost quality compared with the national standard of compost quality (SNI 19-7030-2004), to analyze water and sludge quality, and to develop waste-compost mass balance. Results of this research showed that the time required to compost rice straw under aerobic condition to become compost takes approximately 8 weeks for turned piles and aerated system, app. 5 weeks for cylinder system, whereas under anaerobic condition takes app. 6 weeks. Under anaerobic condition eight weeks of composting period in plastic drum was not sufficient as indicated by unfinished biodegradation process. The compost produced from rice straw contains macro and micro nutrients required by plants. Implemented of organic fertilizer did not cause pollution in the bodies of water and the nutrition organically bound so it often was used as a soil conditioning. The waste-compost mass balance in the organic rice cultivation system was developed where the amount of rice straw was in the order of 14.1 ton/ha and the amount of the resulted compost was about 11.3 ton. In general, compost nutrients content complies with the national quality standards. It can be concluded that the rice straw composting process required approximately 5-8 weeks, and the produced compost contains nutrients required by rice field according to national standard.

Keywords : composting, compost quality, organic rice, rice straw, zero waste production management

Production Management”. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO

Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian dan dalam proses produksi pupuk tersebut juga dikeluarkan emisi gas langsung ke udara.

Budidaya padi selain menghasilkan beras, juga menghasilkan limbah berupa jerami, sekam, dan gas metana serta non metana. Jerami merupakan limbah potensial yang dihasilkan dari kegiatan budidaya padi dengan potensi 12-15 ton/ha jerami segar. Pada umumnya Jerami dibakar oleh petani untuk mereduksi volume limbah dan kegiatan ini menghasilkan emisi CO2 yang akan meningkatkan pemanasan global sebagai gas rumah kaca dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari pembakaran.

Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik pengomposan jerami yang tepat yang dapat dilakukan oleh petani, menganalisis mutu kompos yang dihasilkan dari jerami dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004), menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah, serta menyusun neraca massa limbah-kompos dalam sistem budidaya padi organik.

Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob. Temperatur merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan. Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara yang terdapat dalam kompos.

Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dan sekaligus sebagai salah satu upaya dalam “zero waste production management” sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai pemanfaatan limbah padi sawah. Penelitian dilaksanakan di rumah kompos Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kampung Gardu Dalam, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Sawah percobaan budidaya padi organik berada bersebelahan dengan rumah kompos. Pengujian sampel kompos dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian di Bogor. Pengujian kualitas air irigasi dan lumpur dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor.

Pada proses pengomposan, kematangan kompos jerami sebagai produk akhir ditandai dengan perubahan bentuk yang menyerupai dan berbau tanah, warna yang berubah menjadi kehitaman dan suhu yang sesuai dengan suhu lingkungan. Pengukuran temperatur pada kompos dilakukan untuk melihat

anaerobik berada pada fase mesofilik, yaitu kisaran temperatur 28-45oC. Hanya campuran jerami dengan kotoran ayam sistem tumpukan yang mencapai fase termofilik. Proses pengomposan metoda aerobik juga dipengaruhi oleh pemberian air untuk mempertahankan kelembaban kompos dan juga pembalikan agar campuran kompos lebih merata dalam mendapatkan oksigen. Kompos mengalami dinamika perubahan temperatur dan bergerak stabil mulai hari ke-48 setelah pengomposan pertama pada sitem tumpukan dan aerasi, setelah hari-24 pada sistem silinder, dan setelah hari ke-35 pada pengomposan metoda anaerobik di atas tanah serta dibungkus terpal. Grafik temperatur kompos yang telah stabil menunjukkan bahwa kompos telah matang.

Analisis unsur hara kompos menunjukkan bahwa kompos mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dengan nisbah C/N antara 10-20. Pada umumnya kualitas kompos yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan SNI 19-7030-2004. Walaupun unsur C-organik pada kompos berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran kambing lebih rendah dari baku mutunya, namun nisbah C/N yang dihasilkan sesuai dengan SNI 19-7030-2004. Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas kompos baik.

Hasil analisis kualitas air dan lumpur menjelaskan bahwa kandungan hara yang diberikan diserap oleh tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air yang membawa unsur hara (leaching), serta larut pada air irigasi. Kualitas air irigasi pada sawah percobaan tidak menunjukkan gejala terjadinya pencemaran pada badan-badan air. Hal ini disebabkan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu kualitas air. Nutrisi pupuk terikat secara organik sehingga jauh lebih rentan terhadap pencucian hara dari pada pupuk terlarut dan karena itu sering digunakan sebagai pengkondisian tanah.

Dari neraca massa limbah-kompos diperoleh bahwa dengan mengomposkan jerami 14,1 ton ditambah dengan dekomposer, baik kotoran ayam atau kotoran kambing dengan porsi 1:1 dan berkadar air yang sama dihasilkan kompos 11,3 ton dan 16,9 ton atau 60% dari massa kompos keluar dalam bentuk uap air, air lindi, gas berbau, metana (CH4) dan CO2. Dari kompos yang dihasilkan, 7 ton kompos dapat diaplikasikan kembali ke areal persawahan, sedangkan sisa kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya.

“ZERO WASTE PRODUCTION MANAGEMENT”

NAZIF ICHWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian (Simanungkalit et al., 2006) dan berkontribusi mengeluarkan emisi gas rumah kaca (GRK) dari lahan sawah 70,9% (ADB-GEF-UNDP, 1998) dari 8,05% kontribusi pertanian secara nasional (KLH, 1999 dalam Deptan, 2007). Kondisi ini bertentangan dengan konsep kegiatan pertanian organik dan berkelanjutan yang sedang digalakkan oleh pemerintah.

Lahan sawah yang menggunakan pupuk kimia sintetik mengalami degradasi sehingga kualitas tanah semakin menurun dan menyebabkan hasil pertanian juga menurun (Sigit et al., 2007). Petani sebagai pengolah lahan melakukan usaha perbaikan kualitas tanah sawah dengan menambah dosis penggunaan pupuk kimia sintetik dengan harapan dapat menyuburkan tanah. Namun hal ini menyebabkan kualitas tanah semakin menurun dan menimbulkan polusi dari kegiatan pertanian tersebut.

Penggunaan pupuk kimia sintetik juga menimbulkan polusi dari persawahan. Secara tidak langsung, produksi pupuk kimia sintetik menyumbang emisi langsung ke udara karena dalam proses produksinya memerlukan energi. Produksi pupuk urea buatan dengan aplikasi 100 kg/ha mengeluarkan emisi gas NO sebesar 23.600 g/ha langsung ke udara per normal aplikasi (USEPA, 1998). Hal ini cukup menjadi perhatian karena gas NOx merupakan salah satu parameter kualitas udara ambien. Dosis pupuk yang diberikan tidak semuanya dapat diserap oleh padi. Hal ini menyebabkan pupuk larut dalam air dan terbawa keluar persawahan. Apabila dosis pupuk N terlarut dalam air irigasi terlalu tinggi, maka akan menyebabkan pencemaran pada badan-badan air.

Budidaya padi menghasilkan beras dan juga menghasilkan limbah berupa jerami dan sekam, serta menghasilkan gas metana dan non metana. Potensi jerami

dari budidaya padi adalah sebesar 12-15 ton jerami segar per hektar sawah (BPTP, 2010). Jerami banyak dibakar oleh petani untuk mereduksi volume atau menghasilkan residu hasil pembakaran untuk pupuk yang akan mengemisikan CO2 yang berhubungan dengan pemanasan global sebagai gas rumah kaca (Rashad et al., 2010) dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari pembakaran. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Kandungan Kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara dengan 50 kg pupuk KCL (Balai Penelitian Pengkajian Pertanian, 2010). Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah.

Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara mengolah jerami menjadi kompos. Pengomposan menjadi strategi yang berharga untuk mendaur ulang berbagai limbah organik. Pemanfaatan kompos memungkinkan pemulihan tanah yang terdegradasi dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan (Cayuela et al., 2009). Pengomposan jerami telah dilakukan dengan mencampur pupuk kandang (Li et al., 2008); limbah lumpur susu (Perez et al., 2009); ampas penggilingan zaitun dan kotoran kelinci (Canet et al., 2008); okara dengan rock fosfat dan kotoran kerbau (Rashad et al., 2010).

Dengan demikian, jerami bisa didaur ulang menjadi sesuatu yang bermanfaat dan menerapkan prinsip pemanfaatan kembali limbah yang ada untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman serta mengurangi polusi udara yang disebabkan pembakaran jerami tersebut. Pengolahan jerami menjadi kompos menggunakan teknik pengomposan sederhana yang dapat diterapkan petani di lapangan. Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob (Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001). Temperatur merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan (Stoffella and Kahn, 2001). Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara yang terdapat dalam kompos.

Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan

jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dari kegiatan padi sawah sekaligus sebagai upaya penerapan pendekatan “zero waste production management” sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai pemanfaatan limbah padi sawah.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Budidaya padi menggunakan pupuk kimia sintetik menyebabkan terjadinya degradasi lahan dan timbulnya emisi gas rumah kaca ke atmosfer.

2. Degradasi lahan sawah menyebabkan produktivitas padi menurun.

3. Jerami merupakan limbah potensial yang berasal dari budidaya padi sawah. 4. Pembakaran jerami menimbulkan abu (ash) dan mengeluarkan emisi ke

atmosfer.

5. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat tinggi yang apabila dikembalikan ke lahan secara terus menerus akan menyuburkan tanah.

6. Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara pengomposan. 7. Kompos sebagai penyedia unsur hara tanaman padi.

8. Pemanfaatan kompos bisa mensubstitusi penggunaan pupuk kimia sintetik. 1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menerapkan teknik pengomposan yang tepat yang dapat dilakukan oleh petani.

2. Menganalisis mutu kompos yang dihasilkan dari jerami dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004).

3. Menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah.

1.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dari penelitian ini secara skematis disampaikan pada Gambar 1. Budidaya padi menghasilkan limbah jerami yang sangat banyak. Jerami mengandung kalium yang sangat tinggi dan sangat baik apabila dikembalikan ke lahan secara terus menerus. Pemanfaatan jerami sebagai pupuk untuk memenuhi unsur hara tanaman dapat dilakukan dengan cara pengomposan jerami tersebut. Kompos yang dihasilkan akan menjadi input bagi lahan budidaya padi sawah organik kembali.

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian Jerami Pengomposan Kompos Lahan pertanian (sawah) Budidaya padi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Limbah

Limbah terdiri dari tiga bentuk yaitu cair, padat, dan gas. Ketiga bentuk ini mempunyai hubungan putaran tertutup dalam konversinya. Limbah cair dan gas yang dihasilkan dapat berubah menjadi limbah padat, ketika pembakaran limbah padat dapat mengakibatkan produksi limbah cair dan gas (Murarka, 2000).

Limbah cair adalah kombinasi cairan atau limbah terlarut yang timbul dari penggunaan air tanah, air permukaan dan air sungai baik penggunaan domestik maupun industri (Snape et al., 1995). Metcalf and Eddy (2004) juga menambahkan air limbah dapat didefinisikan sebagai kombinasi cairan atau air limbah yang dikeluarkan dari tempat tinggal, lembaga, atau kawasan komersil dan industri, bersama dengan air tanah, air permukaan dan sungai.

Limbah dalam bentuk gas adalah sebagai polutan di atmosfer yang menyebabkan polusi udara. Polusi udara adalah senyawa kimia yang ditambahkan ke atmosfer melalui kegiatan manusia yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi diatas ambang batas (Krupa, 1997).

Limbah padat adalah sampah, lumpur dan bahan-bahan padat buangan yang dihasilkan dari operasi industri komersial dan dari kegiatan masyarakat, tidak termasuk material padat atau terlarut pada saluran domestik atau polutan pada sumber-sumber air, seperti endapan, padatan terlarut atau mengendap pada keluaran air limbah industri, bahan terlarut pada aliran irigasi atau polutan air lainnya (Pitchel, 2005).

2.2 Pengelolaan Limbah Padat

Pengelolaan limbah padat adalah sistematik dari kegiatan yang menyediakan tempat pengumpul, pemisahan dari sumber, penyimpanan, transportasi, pemindahan, proses, dan penangan pembuangan limbah padat. Hal ini perlu dilakukan dan ditangani oleh semua pihak, baik perorangan maupun kelompok karena berhubungan dengan estetika, penggunaan lahan, kesehatan, polusi air, polusi udara, dan pertimbangan ekonomi (Salvato, 1992).

Menurut sumbernya, Pichtel (2005) mengklasifikasikan sebagian besar limbah padat sebagai berikut: perkotaan, berbahaya, industri, medis, universal,

konstruksi dan pembongkaran, radioaktif, pertambangan, dan pertanian. Hal senada juga diungkapkan Murarka (2000) yang menyebutkan bahwa rumah tangga, perdagangan, industri, pertanian, pertambangan, dan aktivitas energi yang berhubungan dengan semua sumber limbah padat merupakan sumber limbah, dan

Dokumen terkait