• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

B. Saran

Berkaitan dengan kesimpulan dan implikasi tersebut di atas, maka peneliti mengajukan saran sebagai berikut:

1. Bagi Siswa

a. Siswa diharapkan dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif.

b. Siswa diharapkan selalu berupaya menambah semangat dan rajin belajar.

2. Bagi Guru

a. Persiapan guru dalam penerapan metode Peer Lesson harus benar-benar matang agar pembelajaran dapat berjalan sesuai rencana.

b. Guru sebaiknya selalu memantau dan memberi bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar.

3. Bagi Kepala Sekolah

Kepala Sekolah hendaknya selalu memberi motivasi kepada Guru agar selalu berupaya meningkatkan hasil belajar siswa dengan menciptakan pembelajaran aktif dan kreatif diantaranya dengan menerapkan metode Peer Lesson dalam kegiatan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Zainal. 2016. Kumpulan Metode Pembelajaran Kreatif & Aktif. Bandung: Satunusa.

Arikunto, dkk. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Baharuddin. 2008. Cet III. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.

Djafar, Muhammadiyah. 1993. Pengantar Ilmu Fiqih. Jakarta: Kalam Mulia.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ghozali, Abdul Rahman. 2008. Fiqih Munakahat Perkawinan Hukum Islam. Jakarta: Kencana.

Hafsah. 2013. Fiqih. Bandung: Citapustaka Media Perintis.

Hamalik, Oemar. 2014. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setya.

Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Khallaf, Abdul Wahhab. 1994. Ilmu Ushul Fiqih. Semarang: Dina Utama.

Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyasa, E. 2011. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Bandung: Alfabeta.

Rasjid, Sulaiman. 2013. Fiqih Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo.

Sadulloh, Uyoh.dkk. 2014. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta.

Sarwat, Ahmad. 2009. Seri Fiqih Islam Kitab Nikah. Kampus Syariah.

Silberman, Melvin L. 2007. Active Learning 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Suhardjono, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Suparta, HM. 2004. Fiqih. Semarang: PT Toha Putra.

Uno, Hamzah B. dkk. 2011. Menjadi Peneliti PTK yang Profesional. Jakarta: Bumi Aksara.

Lampiran 1.1

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS I

Nama Sekolah : MAN 1 BOYOLALI Mata Pelajaran : Fiqih

Tema : Pernikahan

Materi Pokok : Pernikahan dalam hukum Islam Kelas/Semester : XI

Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit Jumlah Pertemuan : 3 X Pertemuan

A. Kompetensi Inti

KI-1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam.

KI-2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI-3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI-4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar

2.2. membiasakan sikap tanggungjawab dalam menerapkan hokum Islam 3.1. menjelaskan ketentuan perkawinan

3.2. memahami ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan

4.1. mengkritisi praktik perkawinan yang sah di masyarakat berdasarkan ketentuan hukum Islam

4.2. menunjukkan praktik perkawinan yang salah di masyarakat berdasarkan ketentuan hukum Islam dengan UU Perkawinan 1975

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

1. menjelaskan pengertian rukun nikah dan hukum nikah.

2. menjelaskan pengertian rukun nikah dan wanita yang haram dinikahi 3. menunjukkan dasar hukum nikah

4. menunjukkan sebab-sebab talak, rujuk, dan iddah D. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan pembelajaran melalui model Peer Lesson, ceramah, Tanya jawab dan demokrrasi siswa dapat:

1. menjelaskan pengertian rukun nikah dan hukum nikah.

2. menjelaskan pengertian rukun nikah dan wanita yang haram dinikahi 3. menunjukkan dasar hukum nikah

4. menunjukkan sebab-sebab talak, rujuk, dan iddah E. Materi Pembelajaran

1. Pengertian dan hukum nikah 2. Persiapan pelaksanaan pernikahan F. Metode Pembelajaran

Peer Lesson Diskusi kelompok

Presentasi Tanya jawab

G. Kegiatan Pembelajarn

Langkah-kangkah Kegiatan Pembelajaran 1. Kegiatan Pendahuluan

a. Guru memasuki ruang kelas dan member salam kepada siswa kemudian memulai pembelajaran dengan membaca basmalah dan membaca doa.

b. Guru member motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat dari materi yang akan dipelajari.

2. Kegiatan Inti

a. Guru menjelaskan topik, tujuan pembelajaran dan langkah/ kegiatan yang akan dilalui peserta didik.

b. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas 4-6 siswa secara merata.

c. Di dalam kelompoknya, siswa belajar dari dan dengan sesama teman lain dengan cara yang saling menguntungkan serta berbagi pengetahuan, ide, dan pengalaman masing-masing.

d. Setiap anggota kelompok dituntut memberikan tanggapan dan pendapat mereka sendiri yang nantinya akan disatukan dalam satu kesimpulan.

e. Setiap kelompok merumuskan hasil diskusinya dalam dalam satu kesimpulan atas dasar kesepakatan bersama.

f. Beberapa menit kemudian (sekitar 20 menit), salah satu anggota masing-masing kelompok secara bergiliran mengajarkan hasil temuannya dihadapan kelompok lain.

g. Setiap kelompok diminta memberikan tanggapan (kritik, saran, pendapat, pertanyaan, dan komentar).

Lampiran Materi Fiqih pembelajaran Siklus I

Materi Pembelajaran: Persiapan Pelaksanaan Pernikahan 9. Persiapan Pelaksanaan Pernikahan

h. Meminang atau Khitbah

Meminang atau khitbah adalah permintaan atau ajakan laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya untuk menikah.

Dalam agama islam meminang seseorang yang akan dinikahi hukumnya mubah (boleh) dengan ketentuan-ketentuan berikut:

i. Cara mengajukan pinangan

3) Pinangan kepada gadis atau janda yang sudah habis masa iddahnya boleh dinyatakan secara terang-terangan.

4) Pinangan kepada janda yang masih ada dalam masa idah talak ba‟in atau ditinggal wafat suami tidak boleh dinyatakan secara terang-terangan. Pinangan kepada mereka hanya boleh dilakukan secara sindiran saja. j. Perempuan yang boleh dipinang

Perempuan-perempuan yang boleh dipinang itu ada beberapa macam, yaitu: 4) Perempuan yang bukan istri orang lain.

5) Perempuan yang tidak dalam masa iddah. 6) Tidak dalam pinangan orang lain.

k. Melihat calon istri atau suami

Beberapa pendapat tentang batas kebolehsn melihst seorang perempuan yang akan dipinang yaitu:

4) Pendapat jumhur ulam yaitu boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan, karena dengan demikian akan dapat diketahui kehalusan tubuh dan kecantikannya.

5) Abu Dawud berpendapat boleh melihat calon suami atau istri pada seluruh tubuh

6) Imam Abu Hanifah membolehkan melihat dua telapak kaki, muka, dan telapak tangan.

l. Mahram atau perempuan yang haram dinikahi

Mahram laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab-sebab yang menjadikan seseorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seorang laki-laki dapat dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:

3) Sebab haram dinikahi untuk selamanya

e) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena nasab adalah ibu, nenek, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, anak perempuan saudara laki-laki, dan anak perempuan dari saudara perempuan.

f) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena pertalian nikah adalah istri ayah, istri kakek, ibu istri (ibu mertua), nenek ibu istri, dan anak perempuan istri (anak perempuan tiri).

g) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena sepersusuan adalah sebagaimana wanita yang diharamkan karena nasab, yaitu ibu-ibu yang diharamkan karena nasab, anak-anak peremppuan, saudara-saudara perempuan, bibi dari jalur ayah, bibi dari jalur ibu, anak perempuannya saudara laki-laki dan anak pernah perempuan saudara perempuan. Walaupun tidak ada hubungan nasab, tetapi pernah mentusui maka ibu dan anaknya tidak boleh dinikah.

h) Wanita yang telah di li‟an

Suami haram menikahi wanita yang di lian nya untuk selama-lamanya karena Rasulullah Saw. Bersabda:

َُ ِِ

)ًْ ْ ٌَ ه ًُ( . َََِ ِنمََِْتجَْ لّ َمُث مٌَُيَنَََ َقَرَفُْ ْنَ ِنََنِع َلَت

Artinya:

“ suami istri yang telah melaknat, jika keduanya telah cerai maka tidak boleh menikahi lagi selama-lamanya”

4) Sebab haram dinikahi sementara f) Sebab pertalian nikah

Perempuan yang masih ada dalam ikatan perkawinan, haram dinikah dengan laki-laki lain, termasuk perempuan yang masih dalam masa iddah baik iddah talak maupun iddah wafat, Allah SWT berfirman:

ًََُِْْع ٌَُ َُِِْْ لّ ًَ....

َتَِ ِِمَِِّنْ

ُوَََََأ ُبمَتِِْْ ََََُْْْ

:ًرْْْ (

٥٣٢

)

Artinya:

“...Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis idahnya...” (Q.S. al-Baqarah: 235)

g) Sebab talak bain kubra (perceraian sudah tiga kali)

Talak bain kubra adalah talak tiga. Seorang laki-laki yang mencerai istri dengan talak tiga, haram baginya untuk menikah dengan mantan istrinya selama si istri belum kawin dengan laki-laki lain.

Jelasnya ia boleh menikah lagi dengan mantan istrinya dengan syarat mantan istri telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru), dicampuri oleh suami baru, telah dicerai suami baru, dan habis masa iddahnya.

h) Sebab memadu dua orang perempuan bersaudara

Seorang laki-laki yang mempunyai pertalian nikah dengan seorang perempuan (termasuk dalam masa iddah talak raj‟i) haram baginya menikah dengan:

(7) Saudara perempuan istrinya, baik kandung seayah maupun seibu (8) Saudara perempuan ibu istrinya (bibi istrinya), baik kandung

seayah maupun kandung seibu dengan ibu istrinya

(9) Saudara perempuan bapak istrinya (bibi istrinya), baik kandung seayah maupun kandung seibu dengan ibu istrinya

(10) Anak perempuan saudara perempuan istrinya, (kemenakan istrinya) baik kandung seayah maupun seibu

(11) Anak perempuan saudara laki-laki istrinya, baik kandung seayah maupun seibu

(12) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan istrinya i)Sebab beristri lebih dari empat orang

Seorang laki-laki yang beristri lebih dari empat orang, haram menikah lagi dengan perempuan yang kelima. Karena laki-laki hanya boleh menikah maksimal dengan empat perempuan.

j)Sebab perbedaan agama

Haram nikah karena perbedaan agama ada dua macam, yaitu perempuan musyrik haram dinikahi laki-laki muslim dan perempuan muslimah haram dinikahi laki-laki musyrik. Maksudnya adalah orang Islam tidak boleh menikah dengan orang yang berbeda agama.

m. Prinsip kafaah dalam pernikahan

Kafaah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan, kesetaraan atau seimbang. Dalam kontek pernikahan berarti adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon istri dalam segi (keturunan), status social (jabatan/pangkat) agama (akhlak) dan harta kekayaan.

Ada bebrapa ppendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam kafaah. Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah diukur dengan nasab (keturunan), kemerdekaan, ketaatan beragama, pangkat pekerjaan/profesi, dan kekayaan. Ada pendapat lain mengatakan bahwa kafaah diukur dengan kataatan menjalankan agama.

Kemudian, bagaimana kafaah atau kufu ditinjau dari segi agama? Allah Swt. Menjelaskan dalam firmanNya berikut ini.

ٌُِِّْنَُ لّ ًَ

ْمُِْتََْجْعَأ ٌَْْ ًَ ٍةََ ِرَُْْ ْنَِ ٌرََْخ ٌةَنََُِْْ ٌةَََ ًَ َنَُِْْْ َتَِ ِِمََ ِرَُْْْْ

:ةرقبلا( .... ٢ ) Artinya :

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu....” (Q.S. al-Baqarah:2)

Adapun kufu dilihat dari segi iffah artinya terpeliharanya dari segala yang haram dalam pergaulan. Dengan demikian tidak dianggap se kufu bagi orang yang dari keturunan baik-baik menikah dengan orang keturunan pezina, walaupun masih seagama. Allah Swt. Berfirman:

ُُِِْنَْ لّ ِْ َِْ

ةََ ِرَُْْ ًَْأ ةََِْ ََ لّإ

لّ ُةََِْ َِْ ًَ

ٌك ِرَُْْ ًَْأ ٍن ََ لِّإ مَيُِِّْنَْ

َنَِنَِ َُْْْْ َََع ََََِْ َمِّرُِ ًَ

:ٌُنْ (

٣

)

"Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin" (Q.S. an-Nur: 3).

LEMBAR PENILAIAN TERTULIS PEMBELAJARAN SIKLUS I Nama Sekolah : MAN 1 Boyolali

Mata Pelajara : Fiqih Kelas/Semester : XI/2

Kerjakan soal di bawah ini dengan benar!

3. Jelaskan pengertian tentang khitbah?

4. Sebutkan cara dalam mengajukan pinangan!

5. Jelaskan pendapat Jumhur Ulama tentang batas kebolehan melihat seorang perempuan yang akan dipinang!

6. Sebutkan sebab-sebab perempuan haram dinikahi untuk selamanya! 7. Sebutkan sebab-sebab perempuan haram dinikahi untuk sementara!

Lampiran 1.2

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SIKLUS II

Nama Sekolah : MAN 1 BOYOLALI Mata Pelajaran : Fiqih

Tema : Pernikahan

Materi Pokok : Pernikahan dalam hukum Islam Kelas/Semester : XI

Alokasi Waktu : 2 X 45 Menit Jumlah Pertemuan : 3 X Pertemuan

A. Kompetensi Inti

KI-1 Menghayati dan mengamalkan ajaran agama Islam.

KI-2 Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan proaktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

KI-3 Memahami, menerapkan dan menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan procedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

KI-4 Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan. B. Kompetensi Dasar

2.2. membiasakan sikap tanggungjawab dalam menerapkan hokum Islam 3.1. menjelaskan ketentuan perkawinan

3.2. memahami ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan

4.1. mengkritisi praktik perkawinan yang sah di masyarakat berdasarkan ketentuan hukum Islam

4.2. menunjukkan praktik perkawinan yang salah di masyarakat berdasarkan ketentuan hukum Islam dengan UU Perkawinan 1975

C. Indikator Pencapaian Kompetensi

a. menjelaskan pengertian rukun nikah dan hukum nikah.

b. menjelaskan pengertian rukun nikah dan wanita yang haram dinikahi c. menunjukkan dasar hukum nikah

d. menunjukkan sebab-sebab talak, rujuk, dan iddah D. Tujuan Pembelajaran

Setelah melakukan kegiatan pembelajaran melalui model Peer Lesson, ceramah, Tanya jawab dan demokrrasi siswa dapat:

a. menjelaskan pengertian rukun nikah dan hukum nikah.

b. menjelaskan pengertian rukun nikah dan wanita yang haram dinikahi c. menunjukkan dasar hukum nikah

d. menunjukkan sebab-sebab talak, rujuk, dan iddah E. Materi Pembelajaran

Rukun dan Syarat sah Pernikahan F. Metode Pembelajaran

Peer Lesson Diskusi kelompok Presentasi

Tanya jawab

G. Kegiatan Pembelajarn

Langkah-kangkah Kegiatan Pembelajaran a. Kegiatan Pendahuluan

a. Guru memasuki ruang kelas dan member salam kepada siswa kemudian memulai pembelajaran dengan membaca basmalah dan membaca doa.

b. Guru member motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat dari materi yang akan dipelajari.

b. Kegiatan Inti

a. Guru menjelaskan topik, tujuan pembelajaran dan langkah/ kegiatan yang akan dilalui peserta didik.

b. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok yang terdiri atas 4-6 siswa secara merata.

c. Di dalam kelompoknya, siswa belajar dari dan dengan sesama teman lain dengan cara yang saling menguntungkan serta berbagi pengetahuan, ide, dan pengalaman masing-masing.

d. Setiap anggota kelompok dituntut memberikan tanggapan dan pendapat mereka sendiri yang nantinya akan disatukan dalam satu kesimpulan.

e. Setiap kelompok merumuskan hasil diskusinya dalam dalam satu kesimpulan atas dasar kesepakatan bersama.

f. Beberapa menit kemudian (sekitar 20 menit), salah satu anggota masing-masing kelompok secara bergiliran mengajarkan hasil temuannya dihadapan kelompok lain.

g. Setiap kelompok diminta memberikan tanggapan (kritik, saran, pendapat, pertanyaan, dan komentar).

Lampiran Materi Fiqih pembelajaran Siklus II

Materi Siklus II: Wali dan Saksi Nikah 1. Rukun dan Syarat sahnya pernikahan

Menurut Ghozali (2009: 55) rukun nikah ada lima, yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab qabul. Sedangkan syarat sahnya pernikahan adalah sebagai berikut:

4) Mempelai perempuan halal dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya

5) Dihadiri dua orang saksi

6) Ada wali mempelai perempuan yang melakukan akad. 10.Wali Nikah

Wali dalam pernikahan adalah wali perempuan yang melakukan akad nikah dengan pengantin laki-laki sesuai dengan pilihan perempuan itu. Rasulullah Saw bersabda:

َِِْ َلّ

َش ًَ ِّ ِْ ٌََِ َلِّ َِم

) ْيَْْ ه ًُ( ٍلَِْع ْيَِِىم

Artinya:

“tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil” (H.R. Baihaqi).

Adapun syarat menjadi wali, yaitu laki-laki, beragama islam, baligh, berakal, merdeka (bukan budak), adil, dan tidak sedang melaksanakan ihram haji atau umrah (Hafsah, 2013:126)

e) Adapun macam tingkatan wali menurut Sarwat (2009: 51) adalah sebagai berikut:

12)Ayah kandung

13)Kakek dari pihak bapak 14)Saudara laki-laki kandung 15)Saudara laki-laki sebapak

16)Anak laki-laki saudara laki-laki kandung 17)Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak 18)Paman (saudara bapak) sekandung 19)Paman (saudara bapak) sebapak 20)Anak laki-laki dan paman kandung 21)Anak lakki-laki dari paman laki-laki 22)Hakim

f) Wali mujbir

Wali mujbir adalah wali yang berhak menikahkan anak perempuannya yang sudah baligh, berakal dari gadis untuk dinikahkan, dengan tiada meminta ijin terlebih dahulu kepada anak perempuan tersebut. Hanya bapak dan kakek yang dapat menjadi wali mujbir.

g) Wali hakim

Wali hakim ialah pejabat negara yang beragama Islam dan dalam hal ini biasanya kekuasaannya di Indonesia dilakukan oleh Kepala Pengadilan Agama, ia dapat mengangkat orang lain menjadi hakim (biasanya yang

diangkat Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan) untuk mengakadkan nikah perempuan yang berwali hakim.

Sebab-sebab perempuan berwali hakim yaitu: 10)Tidak ada wali nasab

11)Tidak cukup syarat wali bagi yang lebih dekat dengan wali yang lebih jauh tidak ada

12)Wali yang lebih dekat gaib

13)Wali yang lebih dekat sedang melakukan ihram/ibadah haji 14)Wali yang lebih dekat masuk penjara dan tidak dapat dijumpai 15)Wali yang lebih dekat adal menikahkan, yaitu tidak mau menikahkan 16)Wali yang lebih dekat tawari, yaitu bersembunyi karena tidak mau

menikahkan

17)Wali yang lebih dekat ta‟‟azzuz, yaitu bertahan tidak mau menikahkan 18)Wali yang lebih dekat mafqud, yaitu hilang, tidak diketahui tempatnya

serta tidak diketahui pula hidup dan mautnya. h) Wali adhal

Wali adhal ialah wali yang tidak mau menikahkan anaknya, karena alasan-alasan tertentu yang menurut walinya itu tidak disetujui adanya pernikahan.

11.Saksi Nikah

Saksi dalam pernikahan sangat berperan terhadap sah atau tidaknya pernikahan karena merupakan salah satu rukun pernikahan. Apabila saksi tidak

ada maka pernikahan itu tidak sah. Adapun kedudukan/fungsi saksi dalam pernikahan adalah sebagai berikut:

c) Untuk lebih menjaga apabila ada tuduhan atau kecurigaan orang lain terhadap pergaulan mereka

d) Untuk menguatkkan janji mereka berdua, begitu pula terhadap keturunannya.

Allah Swt. Berfirman:

...

ًَ

ْمَْ ْنِإَِ ْمُِِْمََ ُِ ْنَِ ِنََِِْْيَش ًُِِيَْْتْس

ْنَََِ ِنمََُأ َرَْ ًَ ٌلَُ َرَِ ِنَََََُُْ مٌََُِْْ

َن ٌَْض ْرَُ

:ًرْْْ ( ...

٥٨٥

)

Artinya:

“... Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai...” (Q.S. al-Baqarah: 282).

Adapun syarat-syarat saksi dalam pernikahan yaitu: j) Dua orang laki-laki

k) Beragama Islam l) Baligh

m) Berakal

n) Merdeka dan adil

o) Bisa melihat dan mendengar

q) Tidak sedang melaksanakan ihran haji/umrah r) Hadir dalam acara ijab qabul

12.Ijab Qabul

Ijab yaitu ucapan wali (dari pihak perempuan) atau wakilnya sebagai penyerahan kepada pihak pengantin laki. Qabul yaitu ucapan pengantin laki-laki atau wakilnya sebagai tanda penerimaan. Adapun syarat-syarat ijab qabul adalah:

f) Menggunakan kata yang bermakna menikah atau mengawinkan, baik bahasa Arab maupun padanan kata itu dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah sang pengantin

g) Lafal ijab qabul diucapkan pelaku akad nikah

h) Antar ijab dan qabul harus bersambung dan tidak boleh diselingi perkataan atau perbuatan lain

i) Pelaksanaan ijab dann qabul harus berada pada satu tempat serta tidak dikaitkan dengan suatu persyaratan apapun

j) Tidak dibatasi dengan waktu tertentu 13.Mahar

Mahar atau mas kawin adalah pemberian wajib bagi suami kepada istri sebab pernikahan. Bisa berupa uang, benda, perhiasan, atau jasa seperti mengajar Al Qur‟an (Rasjid, 2013: 293)

)ًْْ وَ ً َِِ ه ًُ( ٍَِِِِْ ْنَِ ِمَُمَخَْ ٌَْْ ًَ ْج ًَََُِ

Artinya:

“Nikahlah engkau walau maharnya berupa cincin dari besi” (H.R. Ahmad dan Abu Dawud).

Jenis macam mahar ada dua, yaitu:

c) Mahar musamma, yaitu mahar yang disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad nikah berlangsung

d) Mahar mitsil, yaitu mahar yang jenis atau kadarnya diukur sepadan dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat dengan melihat status sosial, umur, kecantikan, gadis atau janda.

Pembayaran mahar dapat dilaksanakan secara kontan atau dihutang (Hafsah, 2013:133). Apabila kontan maka dapat dibayarkan sebelum dan sesudah nikah. Apabila pembayaran dihutang maka:

c) Wajib dibayar seluruhnya, apabila sudah dicampuri atau salah satu dari keduanya meninggal.

d) Wajib dibayar separuh, apabila mahar telah disebut pada waktu akad dan suami telah mencerai istri sebelum dicampuri. Apabila mahar tidak disebut dalam akad nikah (mitsil) maka suami hanya wajib memberikan mut‟ah.

LEMBAR PENILAIAN TERTULIS PEMBELAJARAN SIKLUS II Nama Sekolah : MAN 1 Boyolali

Mata Pelajara : Fiqih Kelas/Semester : XI/2

Kerjakan soal di bawah ini dengan benar!

1. Sebutkan rukun dan syarat sahnya suatu pernikahan! 2. Apa yang dimaksud dengan wali mujbir?

3. Sebutkan syarat saksi dalam pernikahan!

4. Ada dua kedudukan/fungsi saksi dalam pernikahan. Sebutkan dan tuliskan ayat yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut!

Lampiran 4.1 Hasil Ulangan Siklus I

KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KAB. BOYOLALI

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1

Jalan Kates Telp./Fax. (0276) 321097 Boyolali 57311 Email: manboyolali@kemenag.go.id

HASIL ULANGAN SIKLUS I TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Mapel : Fiqih Kelas : XI

Semester : 2 Banyak Peserta Tes : 39

NO NAMA SISWA NILAI KET

1 Afifah Nur Khalifah R. 85 TUNTAS

2 Alfatikha Fariyatul Zahra 80 TUNTAS

3 Alivia Sukma Anggrianti 85 TUNTAS

4 Anisa Eka Ramawati 85 TUNTAS

5 Anisa Nuraini 60 TIDAK TUNTAS

6 Ayu Nur Fadhilah 85 TUNTAS

7 Bayu Afda A. 80 TUNTAS

8 Darul Setyawan 80 TUNTAS

9 Diniek Nurvita Santi 75 TUNTAS

10 Farhan Bayu Widiyanto 70 TIDAK TUNTAS

11 Firawati 70 TIDAK TUNTAS

12 Fitri Astuti 85 TUNTAS

13 Gatot Dedi Riyadi 70 TIDAK TUNTAS

14 Haryanti 85 TUNTAS

Dokumen terkait