• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. SARAN

2. Saran Praktis

a. Saran untuk institusi

Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ada mengungkapkan mengenai semakin tinggi jenjang pendidikan, maka kecenderungan untuk prokrastinasi dapat meningkat, maka dari itu diharapkan dari institusi dapat

mengontrol dari jauh perkembangan ataupun sistem belajar dari siswa ataupun mahasiswa.

b. Saran untuk pihak keluarga

Subjek penelitian ini merupakan remaja, dimana remaja harusnya masih dalam tahap pengawasan orangtua, berkembangnya kegiatan klub penggemar K-pop juga merupakan imbas dari semakin berkembangnya teknologi. Remaja memperoleh informasi lewat internet ataupun media sosial lain. Dalam hal ini orangtua juga bisa ikut andil dalam mengendalikan ataupun memantau kegiatan dari remaja sehingga tidak mengganggu sistem belajarnya.

c. Saran untuk siswa dan mahasiswa

Penelitian ini berfokus pada remaja yang tidak lain adalah peserta belajarbaik dari jenjang SMP sampai dengan Perguruan Tinggi. Hasil penelitian cukup mengkhawatirkan pada tingkat yang semakin tinggi dalam kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi akademik. Bagaimana pola belajar remaja tentunya remaja itu sendirilah yang memiliki andil besar dalam menentukannya. Hendaknya dalam segala aktivitas baik belajar maupun bersenang-senang dapat diseimbangkan sebaik mungkin, agar terhindar dari penundaan belajar yang bisa berakibat pada turunnya prestasi.

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini bertujuan untuk menguraikan landasan teori yang menjadi dasar masalah dalam objek penelitian, diantaranya memuat mengenai prokrastinasi akademik, remaja, serta teori mengenai K-pop. Dalam bab ini juga akan dikemukakan hipotesa sebagai dugaan sementara dari masalah penelitian.

A. PROKRASTINASI AKADEMIK

1. Definisi Prokrastinasi

Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin yaitu procrastinare, yang berarti menunda sampai hari lain. Prokrastinasi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu pro yang memiliki arti umum sebagai gerakan maju, dan cratinus yang memiliki arti milik esok hari (Ferrari, 1995). Prokrastinasi diartikan sebagai menunda sampai di keesokan hari (Knaus, 2002).

Prokrastinasi menurut Weiten (2006) adalah suatu masalah yang berkaitan dengan waktu, yaitu kecenderungan untuk menunda pengerjaan tugas sampai di penghujung waktu. Prokrastinasi merupakan bentuk penundaan tugas hingga di detik terakhir dan menyalahkan pengaturan waktu yang buruk sebagai pengalihan dugaan ketidakkompetanan individu tersebut (Covington dan Dray dalam Santrock, 2009).

Burka (dalam Ferrari, 1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi merupakan perilaku penundaan tugas. Begitupun, tidak selalu aktivitas pengerjaan tugas yang terlambat merupakan sebuah prokrastinasi. Fiore (2009) mendefinisikan prokrastinasi adalah sebuah mekanisme coping yang berhubungan

dengan kecemasan dalam memulai dan menyelesaikan tugas ataupun keputusan. Alderman (2004) menyebutkan bahwa prokrastinasi itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari perilaku self-handicapping, yaitu sebuah strategi untuk menghindari atau menolak kegagalan.

Berdasarkan pemaparan definisi dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah suatu perilaku penundaan terhadap pengerjaan tugas tertentu sebagai pengalih dari dugaan ketidakkompetenan pelaku prokrastinasi.

2. Definisi Prokrastinasi Akademik

Scraw, Wadkins, & Olafson (dalam Santrock, 2009) mengatakan bahwa prokrastinasi akademik berkaitan dengan gagalnya siswa untuk meraih potensinya. Alasan siswa dan mahasiswa melakukan prokrastinasi adalah pengaturan waktu yang buruk, sulit berkonsentrasi, kecemasan, keyakinan negatif, masalah personal, kebosanan, harapan yang terlalu tinggi, dan ketakutan akan kegagalan (University of Buffalo Counseling Service dalam Santrock, 2009).

Burka dan Yuen (2008) menegaskan bahwa prokastinator memiliki aspek irrasional di dalam dirinya. Prokrastinator memiliki pandangan bahwa suatu tugas harus diselesaikan dengan sempurna, sehingga dia merasa lebih aman untuk tidak melakukannya dengan segera, karena hasilnya akan tidak maksimal, maksudnya adalah penundaan dikategorikan sebagai prokrastinasi apabila penundaan yang dilakukan siswa dan mahasiswa merupakan kebiasaan atau pola yang menetap yang dilakukan berulang-ulang oleh siswa dalam pengerjaan tugas karena

Baumeister (dalam Weiten, 2006) mengungkapkan bahwa prokrastinasi adalah salah satu tipe perilaku self-defeating, yaitu perilaku yang dapat merugikan dan merusak diri sendiri. Lay (dalam Weiten, 2006) juga mengungkapkan bahwa prokrastinator cenderung mengalami kecemasan yang tinggi dan masalah kesehatan yang meningkat. Ferrari et al. (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik merupakan hasil dari fear of failure (takut gagal). Schouwenburg (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik berkaitan dengan mudahnya siswa serta mahasiswa terganggu terhadap perilaku di luar kegiatan belajar seperti aktivitas sosial.

Prokrastinasi akademik menurut Schouwenburg (1995) adalah suatu perilaku menunda pengerjaan tugas ataupun kegiatan belajar untuk ujian, dan digantikan dengan kegiatan lain yang tidak perlu. Pengerjaan tugas dilakukan setelah mendekati batas tenggang waktu, sehingga pengerjaannya menimbulkan tekanan, ketakutan, serta kecemasan. Wolters (dalam Hudley, 2008) menambahkan bahwa prokrastinasi merupakan suatu bentuk penolakan akademik (academic avoidance) yang digunakan siswa dan mahasiswa ketika berada di dalam setting akademik, seperti dalam pengerjaan tugas dan kerja kelompok.

Prokrastinasi akademik dari beberapa pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik adalah perilaku penundaan baik pada tugas, belajar, dan kegiatan akademik yang digantikan dengan kegiatan lain di luar akademik, serta penundaan yang dilakukan secara berulang-ulang. Tugas dikerjakan setelah mendekati masa tenggang, sehingga dalam pengerjaannya timbul rasa takut, cemas, dan tertekan.

3. Faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik

Schouwenberg (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor perilaku berikut:

a. Kurangnya kecepatan dan ketepatan, baik dalam intensi dan perilaku. Tidak adanya ketepatan dalam pengerjaan tugas begitupun dengan intensinya dalam pengerjaan tugas.

b. Kesenjangan antara intensi dengan perilaku sebenarnya. Intensi yang dimiliki untuk pengerjaan tugas, tidak dibarengi dengan perwujudan perilaku yang direncanakan.

c. Kehadiran aktivitas-aktivitas yang saling bersaing atau berlawanan, contohnya aktivitas belajar untuk ujian yang bersamaan dengan adanya aktivitas sosial dan organisasi pada waktu yang bertepatan.

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya prokrastinasi menurut Rosario (2009) antara lain:

a. Faktor sekolah atau kampus, yaitu mengenai tingkatan jenjang pendidikan dari siswa dan mahasiswa. Hal ini meliputi tingkat kesulitan tugas akademik yang diterima siswa dan mahasiswa.

b. Faktor keluarga, meliputi i) tingkat pendidikan orangtua serta ii) jumlah dari saudara kandung. Orangtua berperan dalam memberikan dukungan kepada anak dalam melakukan pengerjaan tugas akademiknya. Begitupun kehadiran dari saudara kandung yang menentukan seberapa besar distraksi yang diterima siswa dan mahasiswa di lingkungan rumahnya.

4. Dimensi prokrastinasi akademik

Schouwenburg (1995) mengemukakan tiga dimensi prokrastinasi akademik. Dimensi-dimensi ini merupakan patokan alat pengukur perubahan dan fluktuasi dari perilaku prokrastinasi di bidang akademik. Adapun dimensi dari prokrastinasi akademik tersebut adalah sebagai:

a. Prokrastinasi.

Perilaku menunda aktivitas belajar untuk ujian hingga dipenghujung waktu, dan menimpakan kesalahan pada manajemen waktu untuk menutupi ketidakkompetenan diri. Pada umumnya pelaku prokrastinasi membiarkan dirinya terganggu dengan aktivitas lain selain belajar, serta memiliki masalah pada konsentrasinya.

b. Takut gagal (fear of failure).

Rasa takut umumnya menghasilkan penghindaran. Perilaku menghidar, dalam ranah pendidikan, hampir tidak dapat dibedakan dengan prokrastinasi akademik. Perasaan takut gagal tersebut salah satunya ditandai dengan rasa tekanan ketika belajar, dan merasa ragu terhadap kemampuan diri.

c. Kurangnya motivasi (lack of motivation).

Kurangnya motivasi pada prokrastinasi akademik dalam hal ini merupakan rasa ketidaktertarikan terhadap belajar ataupun mata pelajaran tertentu.

Hermans (dalam Ferrari, 1995) mengungkapkan dimensi yang diukur pada prokrastinasi akademik antara lain:

a. Rendahnya kedisiplinan (Low work discipline), karakteristik yang menggambarkan rendahnya kedisiplinan perilaku pelaku prokrastinasi

akademik dalam pengerjaan tugas, ketidakteraturan dalam mengerjakan tugas, serta pengabaian hal lain di luar tugas utama.

b. Takut gagal (Fear of failure), menggambarkan pelaku prokrastinasi yang memiliki karakteristik perilaku yang memiliki ketakutan akan kegagalan, selalu merasa bersalah, bahkan cenderung merasa panik. Individu yang melakukan prokrastinasi biasanya selalu merasa cemas dan terbayang dengan tugas yang diabaikannya.

c. Ketertarikan belajar (Study Interest), mengggambarkan ketertarikan akan mata pelajaran tertentu pada siswa dan mahasiswa, bagaimana tinggi rendahnya minat mereka pada mata pelajaran tertentu.

5. Bentuk-Bentuk Perilaku Prokrastinasi Akademik

Ferrari (1995) menjabarkan bahwa prokrastinasi akademik menunjukkan perilaku sebagai berikut:

a. Menunda pelaksanaan belajar ketika sudah diniatkan b. Menunda ketika tugas akan dikerjakan

c. Kesenjangan antara intensi belajar dengan perilaku yang sebenarnya d. Melakukan hal lain selain tentang pelajaran.

University of Buffalo Counseling Service (dalam Santrock, 2009) memaparkan bentuk dari prokrastinasi:

a. Menghindari tugas dengan harapan akan hilang dengan sendirinya

d. Mengganti tugas yang prioritasnya lebih rendah dari yang lain, misalnya membersihkan kamar drpd belajar untuk ujian

e. Percaya bahwa penundaan sesaat secara berulang tidak akan berpengaruh f. Semangat hanya di awal pengerjaan tugas

g. Menjadi bingung diantara dua pilihan yang pada akhirnya tidak ada yang selesai satupun.

Alderman (2004) menambahkan mengenai empat pola dari prokrastinasi pada siswa dan amahasiswa:

a. Belajar di menit terakhir

b. Menyibukkan diri dengan hal-hal kecil

c. Mengumpulkan bahan untuk proyek tanpa pernah memulai ataupun menunda dalam pengerjaan awalnya

d. Memilih banyak menanggung aktivitas tetapi tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan satu aktivitas pun.

B. REMAJA

Remaja menurut Newman & Newman (2006) merupakan masa transisi dari anak-anak menuju ke masa dewasa, tahap ini terbagi atas dua yaitu tahap remaja awal (12-18 tahun) dan tahap remaja akhir (18-24 tahun). Tantangan dan peristiwa serta kegembiraan pada masa remaja memiliki andil dalam membangun arti dan kemandirian diri dari hidup mereka kedepannya. Remaja merupakan masa pencarian dan penjelajahan identitas diri.

Pada tahap ini juga remaja memiliki perkembangan sosial yang semakin meluas. Thalib (2010), masa remaja umumnya masih berada di bangku SMP,

SMA, dan sebagian sebagai mahasiswa. Proses perkembangan remaja juga tidak lepas dari lingkungannya, baik itu keluarga ataupun teman sebaya. Pada usia ini pula remaja harus mampu menyesuaikan diri demi keberhasilan mencapai tugas perkembangan pada tahap dewasa.

Keniston (dalam Thalib, 2010) menyatakan bahwa transisi yang diikuti dengan adanya perubahan-perubahan selalu menimbulkan kesulitan ataupun masalah pada penyesuaian diri remaja. Pada tahap transisi, remaja dalam kondisi tidak stabil karena ada perasaan tidak aman karena harus mengganti atau mengubah pola tingkah laku anak-anak ke dewasa. Emosi yang tidak stabil dapat mendatangkan perasaan tidak bahagia pada remana (Nuryoto dalam Thalib, 2010). Perasaan tidak bahagia pada remaja bisa berakibat pada tingkah laku yang tidak teroganisir, prestasi belajar yang rendah karena kurangnya motivasi dan keyakinan diri, dan melarikan diri dari keadaan yang ada.

Djamarah (2002) mengungkapkan bahwa remaja kerap menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan yang mereka alami. Remaja juga percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya. Pergaulan remaja kebanyakan diwujudkan dalam bentuk kelompok baik kelompok kecil maupun kelompok besar yang diikuti dengan pertimbangan seperti moral, sosial ekonomi, ketertarikan atau minat, kesamaan bakat, dan kemampuan.

Thalib (2010) mengemukakan tentang kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan remaja antara lain:

2. kebutuhan akan rasa superior, ingin menonjol, ingin terkenal dalam arti positif maupun negatif

3. kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan sehingga mereka berlomba-lomba untuk memperoleh kejuaraan dalam berbagai hal.

4. kebutuhan akan keteraturan, ingin terlihat rapi, teratur, dan cantik 5. kebutuhan akan kebebasan dalam menentukan sikap

6. kebutuhan dalam menciptakan hubungan persahabatan

7. keinginan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain atau empati 8. mencari bantuan dan simpati untuk memecahkan masalah

9. ingin berkuasa tetapi bukan untuk dikuasai

10.menganggap rendah diri sendiri dan tidak sombong akan kemampuan yang dimiliki

11.adanya kesediaan untuk membantu orang lain

12.membutuhkan variasi dalam kehidupan dan tidak menyukai hal-hal bersifat rutin

13.adanya keuletan dalam melaksanakan tugas dan tidak mudah menyerah dengan hambatan yang ada

14.bergaul dan ketertarikan dengan lawan jenis, dan cenderung bersikap agresif, serta suka mengkritik orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

C. KOREAN WAVE

Korean wave atau gelombang Korea merupakan istilah yang dipopulerkan oleh media China satu dekade yang lalu. Korean wave merujuk pada pengertian

kepopuleran budaya pop Korea di China yang dimulai dengan masuknya drama serta musik, yang dikenal dengan Korean Pop (K-pop), asal negeri ginseng tersebut. Sejak saat itu Korea Selatan mulai dikenal sebagai produsen budaya populer antar Negara, yaitu dengan mengekspor sejumlah produk kultural pada seluruh wilayah Asia (Korean Culture and Information Service, 2011).

Fenomona gelombang Korea ini merupakan budaya populer yang juga menjadi salah satu kajian pada psikologi populer saat ini. Williams (dalam Storey, 2009) menyatakan bahwa budaya populer adalah sesuatu yang disukai banyak orang. Dalam hal ini Lull (dalam Giles, 2003) menambahkan bahwa budaya populer memiliki dampak yang besar pada sosialisasi antar remaja. Begitu jelasnya terlihat bagaimana antusias remaja Indonesia dengan kehadiran artis asal negri ginseng yang ada di tanah air.

1. Korean Pop (K-pop)

K-pop merupakan kepanjangan dari Korean pop. K-pop pertama kali muncul dan meluas di pertengahan 1990-an di bawah naungan gelombang korea (Korean wave). K-pop mendapat perhatian dari seluruh dunia bersamaan dengan keberhasilan grup K-pop, maka bisa didefinisikan K-pop sebagai musik pop Korea yang dinyanyikan dan diperformakan oleh artis Korea dan diterima secara positif oleh fans internasional. Di Indonesia, penyebaran pengaruhnya budaya populer Korea ini diawali sekitar tahun 2002 dengan tayangnya salah satu ikon budaya popular dikemas dalam bentuk drama berjudul “Endless Love” yang ditayangkan di Indosiar lalu diikuti oleh drama lainnya. Tercatat terdapat sekitar 50 judul

K-mengungkapkan bahwa K-pop merupakan produk yang diproses sedemikian rupa dengan menggabungkan pengaruh barat dan timur serta aspek budaya lokal dan juga global. Alasan utama strategi tersebut dilakukan adalah untuk memenuhi keinginan ataupun hasrat dari kelompok konsumen yang beragam, sehingga dapat memaksimalkan keuntungan yang diraih.

Djamarah (2002) menjabarkan mengenai kelompok pada remaja, nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok saling belajar dalam berorganisasi dan mematuhi aturan dalam kelompok sekalipun dalam hal tertentu tindakan suatu kelompok kurang memperhatikan norma umum yang berlaku dalam masyarakat, karena keutuhan kelompok berada di atas segalanya. Sesuai dengan kelompok remaja penggemar K-pop yang memiliki aturan dalam kelompoknya, contohnya seperti kesepekatan mengenai kehadiran dalam setiap aktivitas di dalam fan club-nya yang memiliki konsekuensi bila tidak memenuhi syarat yang telah disepakati.

Fan club untuk artis K-pop di Indonesia telah hadir sejak lama, tepatnya sekitar tahun 2007. Fan club K-pop berkembang pesat lewat media online di internet seperti lewat forum atau komunitas di jejaring sosial. Gambaran dari kelompok dan kegiatan dari fan club bisa dilihat dari salah satu kelompok penggemar Super Junior (Suju), yaitu Everlasting Friend (ELF). Perkumpulan penggemar (fan club) Suju diantaranya adalah Forsujuindo. Perkumpulan ini berawal dari forum biasa, kemudian berkembang membentuk forum tersendiri dengan anggota aktif dalam forum berjumlah kurang lebih 7000 anggota (Steviani, 2012).

Adapun definisi dari kata fan club menurut kamus Oxford adalah kelompok penggemar dari artis populer yang terorganisasi. Internet atau teknologi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan fan club K-pop di Indonesia (Jung, 2011). Para remaja yang tergabung pada fanclub K-pop tersebut sangat tergantung pada internet terutama situs Youtube, Facebook, dan Twitter. Adapun media sosial tersebut mereka gunakan sebagai wadah untuk memperbanyak teman yang memiliki ketertarikan pada bidang K-pop ataupun juga untuk saling bertukar informasi mengenai idola mereka. Keterlibatan remaja dalam kumpulan penggemar K-pop merupakan salah satu bentuk ekspresi perasaan mereka terhadap idolanya. Wilis (dalam Gilis, 2003) mengungkapkan ekpresi remaja terhadap kelompok musik tertentu merupakan cara remaja menentukan jati diri mereka. Begitu juga dengan remaja yang berada dalam tahap pencarian jati diri di dalam komunitas K-pop yang mereka bentuk.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kelompok penggemar (fan club), dalam hal ini Forsujuindo, tersebut antara lain:

a. Gathering rutin. b. Konser mini

c. Cosplay (berdandan semirip mungkin dengan idola) d. Belajar bahasa korea

e. Mengunduh video idola

f. Mengunggah video kreasi sendiri g. Membuat cover dance/ sing

2. Perkembangan K-pop Di Kota Medan

Di kota Medan wabah pop ditandai dengan lahirnya banyak fan club K-pop yang anggotanya didominasi remaja putri dan tidak sedikit juga anggotanya yang merupakan remaja laki-laki (Daulay, 2012). Acara atau event besar juga selalu diadakan setiap tahunnya dengan sponsor acara yang berbeda-beda. Di Indonesia secara umum di tahun 2010, tercatat ada sekitar 120 acara besar yang digelar oleh fan club K-pop yang ada di Indonesia, diantaranya acara fans gathering, festival, dan lomba lain (Jung, 2011). Selain itu juga kerap diadakan acara sederhana rutin oleh tiap fan club dari artis atau kelompok groupband K-pop yang diadakan setiap minggu ataupun setiap bulannya. Kegiatan mereka antara meliputi nonton bareng, bertukar koleksi video, dan juga cover dance serta cover sing yang anggotanya aktif melakukan perekrutan anggota baru.

Pada tahun 2012 digelar gathering akbar K-pop di kota Medan sebanyak 2 kali dengan sponsor yang berbeda, yang pertama diselenggarakan oleh pihak radio medan yang diadakan bulan juli dan bertempat di salah satu restoran besar di kota medan dengan peserta kurang lebih sebanyak 300 orang. Acara gathering akbar berikutnya diadakan oleh salah satu fans club K-pop, yaitu K-pop Center Medan (KCM), bertempat di auditorium USU pada bulan Desember dengan peserta acara mencapai lebih dari 500 orang, acara tersebut merupakan tahun kedua setelah tahun sebelumnya acara yang sama diadakan di hotel garuda (Daulay, 2012). Adapun acara gathering akbar ataupun gathering reguler yang diadakan oleh fans club K-pop yang ada di kota Medan biasanya menggelar acara lomba tari (cover dance), menyanyi, flash mob dan berdandan ala idola kesayangan mereka. Selain

acara perkumpulan fans, banyak acara di kota Medan yang menggelar tema K-pop, seperti beberapa acara peluncuran produk dari perusahaan ternama yang diadakan di Mall-Mall besar di kota Medan bahkan sampai salah satu tempat wisata di Sumatera Utara juga turut menggelar lomba tari K-pop (cover dance) sebagai upaya untuk menarik perhatian pengunjung dan peminat yang sebagian besar adalah remaja. Banyaknya rangkaian acara gathering K-pop dikarenakan banyaknya bermunculan fans club K-pop di kota Medan. Regar (2011) mengungkapkan perkembangan K-pop yang pesat di kota Medan dikarenakan adanya fasilitas internet yang menunjang kepopuleran musik Korea tersebut.

D. PERBEDAAN PROKRASTINASI AKADEMIK ANTARA REMAJA

ANGGOTA DAN BUKAN ANGGOTA FAN CLUB K-POP.

Prokrastinasi sendiri dilakukan oleh hampir setiap orang dari berbagai kalangan di setiap ada kesempatan untuk menunda (Ferrari, 1995). Penelitian mengenai prokrastinasi di kalangan mahasiswa menunjukkan hasil 70-90 persen mahasiswa melakukan prokrastinasi sebelum mengerjakan tugas akademik (Knaus dalam Weiten, 2006). Baumeister (dalam Weiten, 2006) menyatakan kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi terus menerus dapat berakibat meningkatnya stress dan menghambat performa dalam pengerjaan tugas akademik.

Penelitian Ahmaini (2010) yang mengungkapkan bahwa mahasiswa yang aktif di organisasi memiliki kecenderungan prokrastinasi akademik yang lebih besar dari pada yang bukan anggota organinsasi. Prokrastinasi akademik terjadi

aktivitas akademik atau belajar (Schouwenburg, 1995). Rendahnya ketertarikan terhadap mata pelajaran dan kegiatan belajar juga merupakan salah satu faktor yang membuat siswa dan mahasiswa cenderung melakukan prokrastinasi akademik.

Efek globalisasi dan kemajuan teknologi menjadikan remaja Indonesia sedang dilanda K-pop yang kemudian mengubah gaya hidup dan aktivitas para remaja, mendengarkan lagu dari bangun tidur, mengunduh lagu serta video, dan berkumpul dengan sesama penggemar dalam sebuah fan club merupakan beberapa kegiatan dari banyak kegiatan lain yang dilakukan secara rutin (Munib, 2012). Kegiatan yang dilakukan remaja anggota fan club kemungkinan dapat menghambat aktivitas, khususnya di bidang akademik. Penelitian yang dilakukan Jung di Singapura pada tahun 2011, meneliti mengenai aktivitas remaja penggemar K-pop di Indonesia, diketahui bahwa remaja banyak melakukan aktivitas sehari-harinya berkaitan dengan idola mereka dan kebanyakan dari mereka cukup sering dalam penggunaan sarana internet. Dapat terlihat juga dari data statistik yang dilampirkan pada bab sebelumnya bahwa begitu besarnya peminat dari kalangan remaja, khususnya Indonesia, yang mengakses segala sesuatu informasi dari internet. Dapat dibayangkan bagaimana besarnya aktivitas remaja di dunia maya yang berkaitan dengan segala sesuatu tentang K-pop.

Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan aktivitas yang berlawanan dengan aktivitas akademik siswa dan mahasiswa. Seperti yang disebutkan Schouwenburg (1995) bahwa siswa yang memiliki prokrastinasi yang tinggi sangat mudah terdistraksi dengan kegiatan sosial lain dibandingkan kegiatan belajar. Kegiatan

para remaja (siswa dan mahasiswa) anggota fan club K-pop seperti mengunduh lagu ataupun video dilakukan lewat internet yang merupakan dampak dari berkembangnya teknologi yang ada. Selain itu media sosial juga tidak luput sebagai sarana para remaja anggota fan club K-pop untuk memperlebar pergaulannya kepada sesama pecinta artisnya. Trezza (2011) mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi yang ada dapat menjadi distraksi atau penghambat para siswa dan mahasiswa dalam belajar.

Tidak hanya berkegiatan di dunia maya, remaja anggota fan club K-pop juga memiliki banyak aktivitas lain di luar itu, sebut saja dengan mengikuti kegiatan gathering, yang biasannya diisi oleh lomba menyanyi ataupun cover dance yang sengaja menyerupai artis kesayangan mereka. Jung (2011) menemukan fakta yang didapat dari United K-pop Lovers Indonesia (UKLI), bahwa ada sekitar 100 kelompok dance cover yang didata oleh UKLI. Tiap kelompok dance cover tersebut memiliki akun khusus di media sosial (Facebook, blog, Twitter) yang aktif merekrut anggota baru untuk bergabung menirukan artis kesayangan mereka.

Remaja anggota fan club K-pop di kota Medan juga memiliki gambaran aktivitas yang tidak jauh berbeda dari yang dipaparkan sebelumnya. Peneliti

Dokumen terkait