• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Remaja Anggota dan Bukan Anggota Fan Club K-Pop

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Remaja Anggota dan Bukan Anggota Fan Club K-Pop"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmaini, Dini. (2010). Perbedaan Prokrastinasi Akademik Antara Mahasiswa Yang Aktif Dengan Yang Tidak Aktif Dalam Organisasi. Diambil dari: http://www.repository.usu.ac.id. Diakses pada: 3 Januari 2013

Alderman, M. Kay. (2004). Motivation for achievement. London: Lawrence Erlbaum Associates

Ali, Ahmad. (2012). Penggunaan Internet di Indonesia Didominasi Remaja.

http://www.lensaindonesia.com/2012/09/26/pengguna-internet-di-indonesia-didominasi-kalangan-remaja.html. Diakses pada tanggal 15 Februari 2013)

Amelia, T. (2012). Optimasi Peran Parenting dalam Pengawasan Penggunaan Media Internet demi Membangun Karakter Positif Remaja. Diambil dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/01/30/optimasi-peran-parenting- dalam-pengawasan-penggunaan-media-internet-demi-membangun-karakter-positif-remaja. Diakses pada tanggal 19 April 2012. Azwar, S. (2010). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar

_________(2009). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ________(2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

________(2004). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Daulay, Fahrizal Fahmi.(2012). K-pop Mewabah di Medan. Diambil dari

http://medan.tribunnews.com/2012/07/07/kpop-mewabah-di-medan Di akses pada tanggal 20 Februari 2013.

Dembo, M. H. 2004. Motivation and Learning Strategies for College Success A self-Management Approach. Second Edition. Lawrence Erlbaum Associates, Publisher. Mahwah. London. New Jersey.

Djamarah, S. B. (2002). Rahasia Sukses Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. ____________. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

(2)

Ferrari, Johnson, & McCown. (1995). Procrastination and Task Avoidance: Theory, Research, and Treatment. New York: Springer

Field, Andy.(2009).Discovering Statistic Using SPSS 3thedition.Singapore: SAGE. Fiore, Neil. (2009). Overcoming Procrastination. New York: MJF Book.

Gargari, Rahim Badri. (2011). Academic Procrastination: The Relationship Between Causal Attribution Styles and Behavioral Postponement

Giles, D. (2003). Media Psychology. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Google Trend: Web Search Interest. (2013). Diambil dari:

http://www.google.com/trends/explore#q=kpop. Diakses pada tanggal 16 Februari 2013

Husamah. (2012). Demam Latah Korea dan Tantangan Pendidikan Karakter. Diambil dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/10/demam-latah-korea-dan-tantangan-pendidikan-karakter. Diakses pada tanggal 12 April 2012.

Hudley, Cynthia. (2008). Academic Motivation and the Culture of School in Childhood and Adolescence. New York: Oxford University Press

Humphrey, Patricia. (2010). An Exploratory Study Of The Effect Of Rewards And Deadlines On Academic Procrastination In Web-Based Classes. Academy of Educational Leadership Journal. 14(4)

Jung, Sun. (2012). Fan Activism, Cybervigilantism, and Othering Mechanisms in K-pop Fandom, Transformative Works and Cultures, no. 10.

________(2011). Korean Masculinities and Transcultural Consumption: Yonsama, Rain, Oldboy, K-Pop Idols. Hong Kong: Hong Kong University Press

________(2011). K-pop, Indonesian fandom, and social media. Race and Ethnicity in Fandom: Praxis. Vol 8

Juwitasari. (2011). Pecinta K-Pop, Anti Musik Indonesia?. Diambil dari http://musik.kapanlagi.com/resensi/chill-out/pecinta-k-pop-anti-musik-indonesia.html. Diakses pada tanggal 15 Januari 2012.

Larson, C. C. (1991). The effects of a Cognitive-Behavioral Education Program

(3)

Kerlinger, F. (1998). Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Knaus, E. (1986). Overcoming Procrastination. New York: Institute for Rational-Emotive Therapy. Diambil dari http://www.utulsa.edu/files/healt-overcoming-procrastination. Diakses pada tanggal 15 April 2012.

Korean Culture and Information Service. (2011). K-POP: A New Force in Pop Music. South Korea: KOCIS.

Korean Culture and Information Service. (2011). The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon. South Korea: KOCIS.

Munib, T. A., (2012). Demam K-Pop: Keberhasilan Pemerintah Korea Selatan Membangun Perekonomian Lewat Seni. Diambil dari: http://sosbud.kompasiana.com/2012/04/09/demam-k-pop-keberhasilan-pemerintah-korea-selatan-membangun-perekonomian-lewat-seni/. Diakses pada tanggal 31 Mei 2012.

Newman, Newman. (2006). Development Trough Life. United States of America: Thomson Learning Inc.

Özer, Bilge Uzun. (2009). Exploring Academic Procrastination Among Turkish Students: Possible Gender Differences in Prevalence and Reasons. The Journal of Social Psychology. 149(2). 241–257.

Park & Sperling.(2012). Academic Procrastinator and Their Self-Regulation.

Diambil dari:

http://search.proquest.com/docview/940329392/fulltextPDF/13771872D7 C37CFF4F2/1?accountid=50257. Diakses pada tanggal: 19 April 2012. Phye, G. D. (1997). Handbook of Academic Learning: Construction of

Knowledge. London: Academic Press

Regar, Momo. (2011).Demam K-pop Sampai Ke Medan. Diambil dari: http://medan.tribunnews.com/mobile/index.php/2011/08/23/demam-k-pop-sampai-ke-medan. Diakses pada: 17Februari 2013

Rosario, Pedro. (2009). Academic Procrastination, Association With Personal, School, And Family Variables. Spanish journal of psychology. 12, 118-127

(4)

Santrock, John W. (2009). Educational psychology 4th edition. McGraw-hill companies new York

_____________ (2007). Psikologi Pendidikan. Diterjemahkan oleh: Diana Angelica. Jakarta: Salemba Humanika.

Schouwenburg, H.C. (1995). Academic Procrastination: Theoritical notions, Measurement, and Research. Dalam C.R. Snyder (Serien Ed.). & J.R. Ferrari (Vol. Ed.), Social/ Clinical Psychology: Procrastination and Task Avoidance: Theory, Research, and Treatment. (hal 71-96) New York: Springer

Senecal, Koestner, & Vallerand.(1995). Self-regulation and Academic Procrastination. The Journal of Social Psychology, 135.

Sentosa, M, dkk. (2008). Antara Orientasi Kuliah dan Orientasi Organisasi Mahasiswa. Diambil dari: http://www.alumni.unair.ac.id. Diakses pada: 1 My 2013

Suryabrata, S. (2008). Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. ___________. (2004). Pengembangan alat ukur psikologis. Yogyakarta: Andi. Susanthi. (2011). ‘Gurita’ Budaya Populer Korea di Indonesia. Diambil dari:

http://repo.isi-dps.ac.id/1187/1/%E2%80%98Gurita%E2%80%99_Budaya_Populer_Kor ea_Di_Indonesia.pdf. Diakses pada tanggal: 16 Mei 2012

Steviani, A. (2012). Yuk, Kenal Lebih Dekat dengan ForSujuIndo!. Diambil dari http://hot.detik.com/music/read/2012/04/20/113647/1897182/1180/yuk-kenal-lebih-dekat-dengan-forsujuindo. Diakses pada tanggal 1 Juni 2012. Storey, J. (2009). Cultural Theory and Popular Culture 5th edition. Inggris:

Harlow Pearson Education

Thalib, S. B. (2010). Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris. Jakarta: Prenada Kencana.

Trezza, Caroline. (2011). The Relationship between Academic Procrastination

and Beliefs about. Diambil dari:

https://www.mazziotti.uchicago.edu/journal/trezza_c.pdf. Diakses pada tanggal 9 Februari 2013

(5)

Weiten W., Lloyd M.(2006). Psychology Appllied to Modern Life: Adjustment in 21st Century.8th ed.Thomson

Woolfok, A. (2004). Educational Psychology. United States of America: Pearson Education.

Yoon, (2010) Korean Pop, with Online Help, Goes Global. Diambil dari: http://www.time.com/time/world/article/0,8599. Diakses pada tanggal: 14 Februari 2013.

Yoong, Hengardi, & Karis. (2011). The Good or Bad Phenomenon - Good or Bad?. Singapore Chinese Girls’ School. Diambil dari:

http://www.docstoc.com/docs/109172411/The-Korean-Pop-Culture-Phenomenon---Good-or-Bad. Diakses pada tanggal 12 Februari 2012. Youtube Video Statistic. (2013). Diambil dari: http://www.youtube.com. Diakses

(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan maksud untuk memecahkan masalah. Metode penelitian digunakan dalam penelitian dengan tujuan sebagai panduan menuju hasil penelitian agar lebih terlihat sistematis (Azwar, 2007). Proses yang terjadi dalam metode penelitian meliputi identifikasi variabel, definisi operasional, populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, alat ukur, dan metode analisa data yang digunakan dalam penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparasional dengan kuantitatif, karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan antara prokrastinasi akademis pada remaja anggota fan club dengan bukan anggota fan club K-pop. Populasi yang digunakan adalah remaja anggota fan club pop dan remaja yang bukan anggota fan club K-pop di kota Medan.

A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel tergantung : Prokrastinasi Akademik

2. Variabel bebas : Keanggotaan penggemar K-pop (fan club) a. Anggota fan club K-pop

b. Bukan anggota fan club K-pop

B. DEFINISI OPERASIONAL PENELITIAN

(7)

1. Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi akademik adalah kecenderungan untuk menunda mengerjakan tugas atau belajar dengan kegiatan lain yang tidak penting prioritasnya, kemudian pengerjaan dilakukan dalam keadaan tertekan dan cemas. Adapun tiga dimensi sesuai yang diungkapkan Schouwenburg (1995). adalah: (a) prokrastinasi, yang mengukur kecenderungan siswa dan mahasiswa melakukan penundaan terhadap tugas akademiknya, (b) takut gagal (fear of failure), bagaimana kondisi ataupun kecemasan mereka terhadap gagalnya pengerjaan tugas atau pun prestasi yang diperoleh, dengan kata lain seberapa besar ia merasa cemas dan tidak tenang ketika memikirkan tugas-tugasnya, (c) kurangnya motivasi (lack of motivation), menjadi ukuran seberapa menarik ataupun tertariknya siswa terhadap subjek tertentu, dalam hal ini mengenai tugas dan mata pelajaran yang ada, sehingga ia termotivasi untuk mengerjakan kewajibannya dalam pengerjaan tugas dan belajar

Pada skala prokrastinasi akademik ini, semakin tinggi skor total yang didapatkan oleh subjek penelitian, maka semakin tinggi prokrastinasi akademik yang dimiliki oleh subjek dan sebaliknya, semakin rendah skor yang dipeorleh subjek penelitian, maka semakin rendah prokrastinasi yang dimiliki oleh subjek penelitian.

2. Keanggotaan Remaja dalam Fan Club Korean Pop

(8)

TRIPLE S, QUEEN, dan HOTTEST. Mereka rutin dalam kegiatan perkumpulan yang biasa diadakan. Keanggotaannya bisa terlihat dari data member fan club Sedangkan remaja bukan penggemar K-pop adalah siswa dan mahasiswa yang bukan merupakan salah satu anggota fan club artis K-pop.

C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Masalah populasi dan sampel yang dipakai dalam penelitian merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan. Populasi adalah semua individu untuk siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel penelitian hendak di generalisasikan (Hadi, 2004). Populasi menurut Field (2009) adalah istilah statistik yang menunjukkan sekumpulan unit yang dimana akan kita generalisasikan hasil penelitian yang kita peroleh. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang merupakan siswa dan mahasiswa penggemar K-pop di kota Medan.

1. Populasi dan Sampel

Adapun karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Remaja, siswa atau mahasiswa, berusia 12-24 tahun

2. Penggemar Korean pop (K-pop) berada dalam fan club K-pop, remaja bukan anggota fan club K-pop

3. Domisili kota Medan.

2. Metode Pengambilan Sampel

(9)

karakteristik yang hampir sama dengan karakteristik populasinya. Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan incidental sampling pada remaja anggota dan bukan anggota fan club K-pop dengan menanyakan terlebih dahulu mengenai identitas mereka pada fan club K-pop. Teknik sampling ini digunakan karena peneliti tidak dapat memperoleh data akurat jumlah dari anggota fan club K-pop yang ada di kota Medan. Setelah dilakukan pengamatan lebih jauh, ada satu kelompok artis K-pop yang memiliki lebih dari satu fan club di kota Medan khususnya.

Sampel anggota fan club K-pop diperoleh pada saat mereka melakukan acara gathering rutin yang dilakukan tiap bulan oleh para anggotanya. Sedangkan dengan yang bukan anggota fan club diambil dari kampus dan juga beberapa sekolah di kota Medan, dengan terlebih dahulu menanyakan identitas keanggotaan mereka.

3. Jumlah Sampel Penelitian

Pada penelitian ini akan diambil sampel sebanyak 232 orang. Terdiri dari 116 remaja anggota fan club K-pop dan 116 remaja yang bukan merupakan bagian dari fan club K-pop. Remaja anggota fan club diambil dari data-data fan club untuk idola Korea Pop yang ada di kota Medan.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

(10)

kepribadian individu (Azwar, 2004). Skala psikologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah skala prokrastinasi akademik.

1. Skala Prokrastinasi Akademik

Skala menggunakan Skala Prokrastinasi akademik yang disusun dari dimensi oleh Schouwenburg (1995) yaitu (a) prokrastinasi, (b) takut gagal (fear of failure), dan (c) kurangnya motivasi (lack of motivation).

Model skala yang digunakan adalah skala model likert dengan menggunakan empat pilihan jawaban yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk aitem yang favorable, pilihan SS diberikan skor empat, pilihan S akam mendapatkan skor tiga, TS mendapat skor 2, dan STS mendapat satu.

Tabel 1. Blue print skala prokrastinasi akademik sebelum di uji coba

No Aspek Indikator Aitem Total Bobot

1 Prokrastinasi

1) Keterlambatan dalam pengerjaan tugas & belajar, baik itu niat atau perilakunya.

46, 3, 5,

(11)

3

terhadap mata pelajaran yang ada, sehingga tidak memiliki semangat dalam menjalani

E. VALIDITAS, RELIABILITAS DAN UJI DAYA BEDA AITEM

1. Validitas Alat Ukur

Validitas adalah sejauh mana sebuah alat ukur mampu mengungkapkan dan memberikan gambaran data dengan tepat agar dapat menjalankan fungsi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendai dengan tepat (Azwar, 2009)

(12)

Tabel 2. Blueprint skala prokrastinasi akademik sebelum uji coba

Indikator Favorable Unfavorable Total

Prokrastinasi

Pengujian daya beda aitem memiliki tujuan untuk memperlihatkan kesesuaian fungsi-fungsi aitem dengan skala penelitian dalam rangka untuk mengungkap perbedaan individual (Azwar, 2010). Aitem untuk skala dipilih berdasarkan koefisien korelasi totalnya yang dilambangkan dengan (riX). Aitem dipilih berdasarkan korelasi aitem-total, dengan batasan riX ≥ 0,25. Aitem yang memiliki koefisien lebih dari 0,25 dianggap memiliki daya beda yang memuaskan dan bisa dipakai untuk skala penelitian. Aitem yang memiliki koefisien korelasi di bawah 0,25 memiliki daya beda atau daya diskriminasi yang rendah sehingga sebaiknya tidak digunakan dalam skala (Azwar, 2010). Penelitian ini menggunakan batasan koefisien korelasi riX ≥ 0,25.

3. Reliabilitas

(13)

berbeda (Kerlinger, 1998). Inti pokok tentang reliabilitas ini adalah mengenai sejauh mana hasil pengukuran dari alat ukur dapat dipercaya. Keterpercayaan hasil pengukuran diperoleh dari beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang memiliki karakteristik yang relatif sama (Azwar, 2009).

Reliabilitas merupakan tolak ukur untuk mengetahui apakah hasil pengukuran dapat dipercaya atau tidak. Reliabilitas disimbolkan dengan (rxx’) yaitu merupakan symbol dari koefisien reliabilitas tes. Koefisien reliabilitas (rxx’) memiliki rentang dari angka 0 sampai dengan 1, artinya semakin koefisien reliabilitas mendekati angka 1 maka reliabilitasnya semakin tinggi, dan sebaliknya bila koefisien reliabilitas semakin mendekati 0 maka reliabilitasnya semakin rendah.

Adapun reliabilitas alat ukur pada penelitian ini adalah 0.896 dengan aitem sebanyak 35, berikut reliabilitas alat ukur dihitung dengan SPSS dapat dilihat pada tabel 3 berikut

Tabel 3. Reliabilitas alat ukur

Cronbach's Alpha N of Items

.896 35

4. Hasil Uji Coba Alat Ukur

(14)

a. Skala prokrastinasi akademik

Jumlah aitem awal skala prokrastinasi akademik ada sebanyak 65 aitem. Setelah diujicobakan, didapatlah sebanyak 35 aitem yang memiliki daya beda aitem yang memuaskan atau baik dan 30 aitem gugur. Adapun blue print-nya sebagai berikut

Tabel 4. Blueprint skala prokrastinasi akademik sesudah uji coba

(15)

3

Sesuai yang dilihat pada tabel 4, nomer aitem yang ditebalkan merupakan aitem yang gugur yaitu sebanyak 30 aitem dan yang tidak ditebalkan ada sebanyak 35 aitem merupakan aitem yang memenuhi syarat uji daya beda aitem. Hasil uji coba skala prokrastinasi akademik menunjukan reliabilitas sebesar α = 0.896 dengan daya beda aitem mulai dari 0.288 sampai dengan 0.654.

Setelah melewati proses uji coba yang terdiri dari uji reliabilitas dan uji daya beda aitem, selanjutnya peneliti mengatur kembali penomoran skala penelitian ini. Adapun penomoran ulangnya tersaji pada tabel 5 berikut.

Tabel 5. Blueprint penomoran skala akhir

(16)

3

( ) angka di dalam kurung adalah nomor aitem baru

F. PROSEDUR PELAKSANAAN PENELITIAN

Prosedur pelaksaan terdiri dari tiga tahap yakni, tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan yang dilewati dalam penelitian ini adalah:

a. Penyusunan alat ukur

Alat ukur disusun berdasarkan aspek prokrastinasi akademik dari Schouwenburg (1995). Skala prokrastinasi akademik yang disusun terdiri dari 65 aitem dimana terdiri dari pernyataan yang mencerminkan indikator dari aspek yang ada. Setelah aitem disusun, kemudian peneliti meminta penilaian dari dosen pembimbing sebagai professional judgement untuk mengevaluasi aitem-aitem yang ada satu persatu.

b. Uji coba alat ukur

(17)

reliabilitas, dan diperoleh sebanyak 35 aitem skala prokrastinasi akademik yang memenuhi syarat validitas dan reliabilitasnya.

c. Revisi alat ukur.

Revisi alat ukur dilakukan dengan bantuan SPSS untuk melihat reliabilitas serta menguji daya beda aitem di dalam skala. Setelah skala diproses melalui SPSS, maka didapatlah sebanyak 35 aitem, kemudian peneliti menyusun kembali penomoran aitem untuk menjadi skala penelitian prokrastinasi akademik.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Setelah menyelesaikan revisi alat ukur, maka peneliti kemudian mempersiapkan untuk mengambil data. Skala diberikan pada subjek penelitian yang memiliki karakteristik yang peneliti tentukan sebelumnya. Peneliti melakukan pengambilan data secara bertahap dari tanggal 10 Desember 2012 - 15 Januari 2013. Peneliti menyebar skala untuk remaja anggota fan club K-pop melalui acara gathering yang diadakan di akhir minggu dan juga lewat pengisian skala online yang disebar lewat komunitas fan club K-pop di jejaring sosial, sedangkan untuk remaja bukan anggota fan club K-pop disebar melalui kampus serta sekolah dengan lebih dahulu menanyakan identitas subjek pada fan clubK-pop.

(18)

CASSIEOPEIA, EXOTIC, V.I.P, QUEEN, serta SHAWOL. Subjek remaja yang bukan anggota fan club K-pop manapun didapat dari mahasiswa/i Universitas Sumatera Utara (USU), Politeknik Medan, Universitas Medan Area, SMA Shaffiyatul, serta SMA 1 Medan.

3. Tahap Pengolahan Data

Pengolahan hasil data dari skala yang telah disebar menggunakan bantuan program microsoft excel dan SPSS 16.0 for windows. Data diolah dengan mengelompokkan data menjadi dua untuk mendapatkan hasil perbandingan diantara kedua kelompok tersebut.

G. METODE ANALISA DATA

Penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota fan club dengan remaja bukan anggota fan club K-pop. Maka metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji t-test, dengan maksud untuk menguji dan melihat perbedaan antara dua kelompok

sampel yang telah ditentukan (Field, 2009) dengan bantuan SPSS 16.0 for windows.

Sebelum melakukan analisa data, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi berikut:

1. Uji Normalitas

(19)

one-sample Kolmogorov smirnov. Data dapat dikatakan terdistribusi normal jika hasil

yang diperoleh p > 0,05.

2. Uji Homogenitas

(20)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan mengenai analisa data serta pembahasan. Pembahasan akan diawali dengan memberikn gambaran umum dari subjek penelitian kemudin dilanjutkan dengan hasil analisa data dan pembahasan.

A. GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berdomisili di kota medan, dimana jumlah subjek yang di dapat adalah 232 orang. Remaja sebagai subjek dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu remaja anggota fan club K-pop dan remaja yang bukan merupakan anggota fan club K-K-pop.

1. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat terlihat dari tabel 6 berikut:

Tabel 6. Pengelompokan subjek berdasarkan jenis kelamin

Status Perempuan Laki-laki Jumlah

Remaja Anggota Fan Club

K-pop 107 9 116

Remaja Bukan Anggota Fan

Club K-pop 87 29 116

Total 194 38 232

Tabel 6 menunjukkan jumlah subjek penelitian remaja anggota fan club K-pop yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 107 orang, sedangkan yang

(21)

club K-pop yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 87, dan yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 29 orang.

2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Penyebaran subjek penelitian berdasarkan jenjang pendidikan antaran lain: Tabel 7. Penyebaran subjek berdasarkan kelompok jenjang pendidikan

Kategori Jumlah Persentase

SMP 10 4,31%

SMA 86 37,07%

Perguruan Tinggi 136 58,62%

Total 232 100%

Tabel 7 menunjukkan bahwa subjek yang berada jenjang pendidikan SMP sebanyak 10 orang (4,31%), SMA sebanyak 86 orang (37,07%), dan Perguruan Tinggi sebanya 136 orang (58,62%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek lebih banyak berasal dari jenjang Perguruan Tinggi.

3. Hasil Penelitian

Berikut akan disajikan hasil uji asumsi, normalitas, homogenitas, dan hasil pengolahan data terhadap hasil data subjek penelitian prokrastinasi akademik.

a. Uji asumsi

i. Uji normalitas

(22)

Uji normalitas ini menggunakan interpretasi dengan melihat perbandingan nilai signifikansi (p) terhadap nilai alpha (α). Apabila nilai p > α, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian variabel prokrastinasi akademik terdistribusi secara normal. Sebaliknya bila nilai p < α, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian variabel prokrastinasi akademik tidak terdistribusi secara normal. Tabel 8. Hasil uji normalitas

Remaja Anggota

Fan club K-pop

Remaja Bukan

Anggota Fan

club K-pop

Keterangan

Jumlah Subjek 116 116

Kolmogorov-Smirnov (z) 0.49 0.593 Sebaran normal

Signifikansi (p) 0.97 0.874 Sebaran normal

Hasil uji normalitas menggunakan one-sample Kolmogorov-Smirnov dari tabel 8 dapat terlihat bahwa nilai z untuk remaja anggot fan club K-pop adalah sebesar 0.49 dengan signifikansi (p) = 0.97 dimana p > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data penelitian pada remaja anggota fan club K-pop tersebar atau terdistribusi secara normal. Begitu juga dengan data remaja bukan anggota fan club K-pop menunjukkan hasil z sebesar 0.593 dengan signifikansi (p) = 0.874

dimana p > 0.05, sehingga bisa disimpulkan bahwa data penelitian pada remaja bukan anggota fan club K-pop juga terdistribusi secara normal.

i. Uji homogenitas

(23)

adalah sama. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan Levene Statistic, dengan membandingkan nilai signifikansi (p) terhadap nilai alpha (α).

Varians pada kelompok dinyatakan sama atau homogen bila signifikansi lebih besar dari pada alpha (p > α). Sebaliknya apabila p < α maka varians pada kelompok tidak sama atau tidak homogeny. Adapun hasil dari Levense statistic untuk uji homogenitas dapat dilihat pada tabel 9 berikut.

Tabel 9. Hasil uji homogenitas

Levene statistic Signifikansi (p) Keterangan

0.261 0.610 Homogen

Dari tabel 9 dapat terlihat hasil nilai Levene statistic sebesar 0.261, dengan nilai signifikansi (p) sebesar 0.610. Nilai p > α, maka dapat disimpulkan bahwa varians dalam kelompok adalah homogen.

b. Hasil penelitian utama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota fan club K-pop dengan remaja yang bukan merupakan anggota fan club K-pop. Penelitian ini menggunakan metode analisa independent t-test. Metode analisa ini digunakan setelah memenuhi syarat uji normalitas dan homogenitas (Field, 2009). Adapun perumusan hipotesa statistik dari penelitian ini, yaitu:

1.) H0: μ1 = μ2, artinya adalah tidak ada perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota dan bukan anggota fan club K-pop

(24)

Prosedur untuk uji hipotesa penelitian ini mengikuti kriteria berikut, apabila p < α; α = 0.05 maka H0 ditolak. Analisa data menggunakan signifikansi 2-tailed.

Tabel 10. Hasil uji independent t-test

t Df. Sig. (2-tailed) Mean 0,848 (p > 0,5) yang berarti dapat disimpulkan bahwa H0 diterima dan Ha ditolak, dengan kata lain bahwa tidak ada perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota dengan remaja bukan anggota fan club K-pop, dengan nilai t(230) = 0,192; p > 0,05.

Tabel 11. Deskripsi data statistik kelompok keanggotaan remaja fan club K-pop

Kelompok Jumlah (N) Mean Std. Deviasi

merupakan anggota fan club K-pop (M = 88,72; SD 14,848).

c. Kategorisasi jenjang data hasil penelitian

(25)

kategorisasi ini adalah untuk menempatkan individu ke dalam kelompok secara bertingkat sebanyak 3 tingkatan yaitu rendah, sedang, dan tinggi.

Skala prokrastinasi akademik pada penelitian ini teridiri dari 35 aitem yang tiap aitemnya memiliki skor dari 1 sampai dengan 5. Skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 175, sedangkan skor terendah yang dapat dicapai adalah 35. Maka rata-rata dan simpangan baku teoretisnya dapat diperoleh yaitu, Mean = 105; Simpangan baku = 23

Berikut adalah tabel perbandingan rata-rata dan simpangan baku empiris dengan rata-rata dan simpangan baku hipotetiknya.

Tabel 12. Perbandingan Mean dan simpangan baku empiris dengan hipotetik

Kelompok Remaja Jumlah Rata-rata Std Deviasi Min Max

Remaja anggota FC Empirik 116 89.086 14.522 43 120

Hipotetik 116 105 23 35 175

Remaja bukan anggota FC

Empirik 116 88.716 14.858 52 124

Hipotetik 116 105 23 35 175

Dari data hasil rata-rata dan simpangan baku empiris di tabel 12, dengan remaja anggota fan club K-pop memiliki rata-rata 89.086 dan simpangan baku 14.522. Sedangakan rata-rata kelompok remaja bukan anggota fan club K-pop memiliki rata-rata 88.716 dan simpangan baku senilai 14.858.

(26)

Tabel 13. Tabel kategorisasi jenjang nilai

SD = Simpangan baku (standar deviasi)

Maka kategorisasinya dapat terlihat dari tabel 14 berikut Tabel 14. Kategorisasi berdasarkan jenjang nilai

Kelompok

(27)

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini melibatkan 232 orang remaja yang berdomisili di Kota Medan, dimana 232 orang remaja tersebut terdiri dari 116 orang remaja yang merupakan anggota fan club K-pop dan 116 orang remja yang bukan merupakan anggota fan club K-pop. Adapun penelitian ini menggunakan skala psikologis dimana memiliki keuntungan dalam hal waktu, energi dan biaya dibandingkan dengan metode lain. Sedangkan kelemahan dari penelitian dengan metode ini adalah kurang mengungkapkan hasil penelitian secara mendalam.

Hasil dari penelitian mengenai prokrastinasi akademik ini diolah menggunakan independent sample t-test dengan hasil yang didapat adalah H0 diterima dan Ha ditolak. Dengan kata lain bahwa tidak terdapat perbedaan prokrastinasi akademik yang yang signifikan antara remaja anggota dan bukan anggota fan club K-pop di kota Medan. Berikut merupakan penjelasan lebih jauh mengenai jawaban mengapa hipotesa tidak terbukti.

(28)

tidak dapat dikontrol peneliti. Maksud dari variabel yang tidak dapat dikontrol dalam hal ini adalah mengenai faktor eksternal.

Faktor eksternal pada subjek dalam hal ini berkaitan dengan lingkungan di sekitar subjek, seperti tingkat pendidikan orang tua dan jumlah saudara kandung. Jumlah saudara kandung berkaitan dengan bagaimana suasana rumah dimana subjek mengerjakan tugas sekolah ataupun kuliah, dan seberapa besar gangguan yang ia terima. Senada dengan Rosario (2009) yang mengungkapkan bahwa kehadiran saudara kandung di rumah dapat menjadi distraksi bagi remaja untuk belajar di rumah. Bukan hanya sekedar jumlah saudara, tetapi lebih menjurus ke keadaan ataupun kekondusifan lingkungan tempat sekitar remaja tersebut belajar atau mengerjakan tugas akademiknya. Sejalan dengan Gargari (2011) yang mengungkapkan bahwa siswa dan mahasiswa yang prokrastinasi memiliki control eksternal yang lebih tinggi. Dalam hal ini peneliti tidak mendapat gambaran bagaimana keadaan lingkungan tempat subjek tinggal.

(29)

serupa bahwa tingkat kesulitan tugas mempengaruhi perilaku prokrastinasi pada siswa dan mahasiswa.

Sistem reward juga menjadi salah satu faktor terjadinya prokrastinasi. Di antara kedua kelompok remaja tersebut mungkin memiliki perlakuan tertentu yang tidak dapat dicapai peneliti. Humphrey (2010) mengatakan bahwa kehadiran reward juga menjadi salah satu penentu terjadinya prokrastinasi. Latar belakang

(30)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dikemukakan kesimpulan serta saran yang berhubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh peneliti. Pada bagian awal akan disampaikan kesimpulan dari penelitian ini dan kemudian dilanjutkan dengan mengemukakan saran-saran yang dapat berguna bagi penelitian selanjutnya dengan topik yang sama.

A. KESIMPULAN

Setelah penelitian dilakukan kemudian analisis data telah dilaksanakan, maka diperolehlah kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota dengan remaja yang bukan anggota fan club K-pop.

2. Antara kelompok remaja anggota dengan remaja yang bukan anggot fan clubK-pop tidak ditemukan yang memiliki prokrastinasi akademik yang tinggi.

3. Prokrastinasi akademik pada remaja anggota fan club K-pop dalam tingkat sedang memiliki persentase sebesar 68,1% dan prokrastinasi tingkat rendah sebesar 31,9%. Sedangkan remaja yang bukan anggota fan club K-pop memiliki persentase sebesar 65,5% pada tingkat sedang dan 34,5% pada tingkat rendah.

(31)

B. SARAN

Selanjutnya akan dikemukakan mengenai saran praktis dan metodologis, dalam upaya menyempurnakan penelitian selanjutnya mengingat penelitian ini masih jauh dari sempurna. Berikut adalah saran yang diajukan:

1. Saran Metodologis

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti memberikan saran bagi pihak yang ingin meneliti selanjutnya mengenai topik yang sama ataupun mengembangkan penelitian ini, sekiranya dapat mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Peneliti selanjutnya hendaknya membuat penelitian mengenai prokrastinasi pada remaja anggota fan club K-pop dengan lebih mendalam, bisa disertakan dengan hasil wawancara yang spesifik.

b. Adapun hal lainnya yaitu mengenai faktor lain yang mempengaruhi data hasil penelitian yang berasal dari subjek, hendaknya peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan faktor tersebut

c. Peneliti selanjutanya bisa juga mempersempit ataupun fokus terhadap satu institusi, sehingga perbedaan treatment dari pengajar dapat dikendalikan

2. Saran Praktis

a. Saran untuk institusi

(32)

mengontrol dari jauh perkembangan ataupun sistem belajar dari siswa ataupun mahasiswa.

b. Saran untuk pihak keluarga

Subjek penelitian ini merupakan remaja, dimana remaja harusnya masih dalam tahap pengawasan orangtua, berkembangnya kegiatan klub penggemar K-pop juga merupakan imbas dari semakin berkembangnya teknologi. Remaja

memperoleh informasi lewat internet ataupun media sosial lain. Dalam hal ini orangtua juga bisa ikut andil dalam mengendalikan ataupun memantau kegiatan dari remaja sehingga tidak mengganggu sistem belajarnya.

c. Saran untuk siswa dan mahasiswa

(33)

BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini bertujuan untuk menguraikan landasan teori yang menjadi dasar masalah dalam objek penelitian, diantaranya memuat mengenai prokrastinasi akademik, remaja, serta teori mengenai K-pop. Dalam bab ini juga akan dikemukakan hipotesa sebagai dugaan sementara dari masalah penelitian.

A. PROKRASTINASI AKADEMIK

1. Definisi Prokrastinasi

Prokrastinasi berasal dari bahasa Latin yaitu procrastinare, yang berarti menunda sampai hari lain. Prokrastinasi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu pro yang memiliki arti umum sebagai gerakan maju, dan cratinus yang memiliki

arti milik esok hari (Ferrari, 1995). Prokrastinasi diartikan sebagai menunda sampai di keesokan hari (Knaus, 2002).

Prokrastinasi menurut Weiten (2006) adalah suatu masalah yang berkaitan dengan waktu, yaitu kecenderungan untuk menunda pengerjaan tugas sampai di penghujung waktu. Prokrastinasi merupakan bentuk penundaan tugas hingga di detik terakhir dan menyalahkan pengaturan waktu yang buruk sebagai pengalihan dugaan ketidakkompetanan individu tersebut (Covington dan Dray dalam Santrock, 2009).

(34)

dengan kecemasan dalam memulai dan menyelesaikan tugas ataupun keputusan. Alderman (2004) menyebutkan bahwa prokrastinasi itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari perilaku self-handicapping, yaitu sebuah strategi untuk menghindari atau menolak kegagalan.

Berdasarkan pemaparan definisi dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi adalah suatu perilaku penundaan terhadap pengerjaan tugas tertentu sebagai pengalih dari dugaan ketidakkompetenan pelaku prokrastinasi.

2. Definisi Prokrastinasi Akademik

Scraw, Wadkins, & Olafson (dalam Santrock, 2009) mengatakan bahwa prokrastinasi akademik berkaitan dengan gagalnya siswa untuk meraih potensinya. Alasan siswa dan mahasiswa melakukan prokrastinasi adalah pengaturan waktu yang buruk, sulit berkonsentrasi, kecemasan, keyakinan negatif, masalah personal, kebosanan, harapan yang terlalu tinggi, dan ketakutan akan kegagalan (University of Buffalo Counseling Service dalam Santrock, 2009).

(35)

Baumeister (dalam Weiten, 2006) mengungkapkan bahwa prokrastinasi adalah salah satu tipe perilaku self-defeating, yaitu perilaku yang dapat merugikan dan merusak diri sendiri. Lay (dalam Weiten, 2006) juga mengungkapkan bahwa prokrastinator cenderung mengalami kecemasan yang tinggi dan masalah kesehatan yang meningkat. Ferrari et al. (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik merupakan hasil dari fear of failure (takut gagal). Schouwenburg (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik berkaitan dengan mudahnya siswa serta mahasiswa terganggu terhadap perilaku di luar kegiatan belajar seperti aktivitas sosial.

Prokrastinasi akademik menurut Schouwenburg (1995) adalah suatu perilaku menunda pengerjaan tugas ataupun kegiatan belajar untuk ujian, dan digantikan dengan kegiatan lain yang tidak perlu. Pengerjaan tugas dilakukan setelah mendekati batas tenggang waktu, sehingga pengerjaannya menimbulkan tekanan, ketakutan, serta kecemasan. Wolters (dalam Hudley, 2008) menambahkan bahwa prokrastinasi merupakan suatu bentuk penolakan akademik (academic avoidance) yang digunakan siswa dan mahasiswa ketika berada di dalam setting akademik, seperti dalam pengerjaan tugas dan kerja kelompok.

(36)

3. Faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik

Schouwenberg (1995) mengungkapkan bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh faktor perilaku berikut:

a. Kurangnya kecepatan dan ketepatan, baik dalam intensi dan perilaku. Tidak adanya ketepatan dalam pengerjaan tugas begitupun dengan intensinya dalam pengerjaan tugas.

b. Kesenjangan antara intensi dengan perilaku sebenarnya. Intensi yang dimiliki untuk pengerjaan tugas, tidak dibarengi dengan perwujudan perilaku yang direncanakan.

c. Kehadiran aktivitas-aktivitas yang saling bersaing atau berlawanan, contohnya aktivitas belajar untuk ujian yang bersamaan dengan adanya aktivitas sosial dan organisasi pada waktu yang bertepatan.

Faktor lain yang mempengaruhi tinggi rendahnya prokrastinasi menurut Rosario (2009) antara lain:

a. Faktor sekolah atau kampus, yaitu mengenai tingkatan jenjang pendidikan dari siswa dan mahasiswa. Hal ini meliputi tingkat kesulitan tugas akademik yang diterima siswa dan mahasiswa.

(37)

4. Dimensi prokrastinasi akademik

Schouwenburg (1995) mengemukakan tiga dimensi prokrastinasi akademik. Dimensi-dimensi ini merupakan patokan alat pengukur perubahan dan fluktuasi dari perilaku prokrastinasi di bidang akademik. Adapun dimensi dari prokrastinasi akademik tersebut adalah sebagai:

a. Prokrastinasi.

Perilaku menunda aktivitas belajar untuk ujian hingga dipenghujung waktu, dan menimpakan kesalahan pada manajemen waktu untuk menutupi ketidakkompetenan diri. Pada umumnya pelaku prokrastinasi membiarkan dirinya terganggu dengan aktivitas lain selain belajar, serta memiliki masalah pada konsentrasinya.

b. Takut gagal (fear of failure).

Rasa takut umumnya menghasilkan penghindaran. Perilaku menghidar, dalam ranah pendidikan, hampir tidak dapat dibedakan dengan prokrastinasi akademik. Perasaan takut gagal tersebut salah satunya ditandai dengan rasa tekanan ketika belajar, dan merasa ragu terhadap kemampuan diri.

c. Kurangnya motivasi (lack of motivation).

Kurangnya motivasi pada prokrastinasi akademik dalam hal ini merupakan rasa ketidaktertarikan terhadap belajar ataupun mata pelajaran tertentu.

Hermans (dalam Ferrari, 1995) mengungkapkan dimensi yang diukur pada prokrastinasi akademik antara lain:

(38)

akademik dalam pengerjaan tugas, ketidakteraturan dalam mengerjakan tugas, serta pengabaian hal lain di luar tugas utama.

b. Takut gagal (Fear of failure), menggambarkan pelaku prokrastinasi yang memiliki karakteristik perilaku yang memiliki ketakutan akan kegagalan, selalu merasa bersalah, bahkan cenderung merasa panik. Individu yang melakukan prokrastinasi biasanya selalu merasa cemas dan terbayang dengan tugas yang diabaikannya.

c. Ketertarikan belajar (Study Interest), mengggambarkan ketertarikan akan mata pelajaran tertentu pada siswa dan mahasiswa, bagaimana tinggi rendahnya minat mereka pada mata pelajaran tertentu.

5. Bentuk-Bentuk Perilaku Prokrastinasi Akademik

Ferrari (1995) menjabarkan bahwa prokrastinasi akademik menunjukkan perilaku sebagai berikut:

a. Menunda pelaksanaan belajar ketika sudah diniatkan b. Menunda ketika tugas akan dikerjakan

c. Kesenjangan antara intensi belajar dengan perilaku yang sebenarnya d. Melakukan hal lain selain tentang pelajaran.

University of Buffalo Counseling Service (dalam Santrock, 2009)

memaparkan bentuk dari prokrastinasi:

a. Menghindari tugas dengan harapan akan hilang dengan sendirinya

(39)

d. Mengganti tugas yang prioritasnya lebih rendah dari yang lain, misalnya membersihkan kamar drpd belajar untuk ujian

e. Percaya bahwa penundaan sesaat secara berulang tidak akan berpengaruh f. Semangat hanya di awal pengerjaan tugas

g. Menjadi bingung diantara dua pilihan yang pada akhirnya tidak ada yang selesai satupun.

Alderman (2004) menambahkan mengenai empat pola dari prokrastinasi pada siswa dan amahasiswa:

a. Belajar di menit terakhir

b. Menyibukkan diri dengan hal-hal kecil

c. Mengumpulkan bahan untuk proyek tanpa pernah memulai ataupun menunda dalam pengerjaan awalnya

d. Memilih banyak menanggung aktivitas tetapi tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengerjakan satu aktivitas pun.

B. REMAJA

Remaja menurut Newman & Newman (2006) merupakan masa transisi dari anak-anak menuju ke masa dewasa, tahap ini terbagi atas dua yaitu tahap remaja awal (12-18 tahun) dan tahap remaja akhir (18-24 tahun). Tantangan dan peristiwa serta kegembiraan pada masa remaja memiliki andil dalam membangun arti dan kemandirian diri dari hidup mereka kedepannya. Remaja merupakan masa pencarian dan penjelajahan identitas diri.

(40)

SMA, dan sebagian sebagai mahasiswa. Proses perkembangan remaja juga tidak lepas dari lingkungannya, baik itu keluarga ataupun teman sebaya. Pada usia ini pula remaja harus mampu menyesuaikan diri demi keberhasilan mencapai tugas perkembangan pada tahap dewasa.

Keniston (dalam Thalib, 2010) menyatakan bahwa transisi yang diikuti dengan adanya perubahan-perubahan selalu menimbulkan kesulitan ataupun masalah pada penyesuaian diri remaja. Pada tahap transisi, remaja dalam kondisi tidak stabil karena ada perasaan tidak aman karena harus mengganti atau mengubah pola tingkah laku anak-anak ke dewasa. Emosi yang tidak stabil dapat mendatangkan perasaan tidak bahagia pada remana (Nuryoto dalam Thalib, 2010). Perasaan tidak bahagia pada remaja bisa berakibat pada tingkah laku yang tidak teroganisir, prestasi belajar yang rendah karena kurangnya motivasi dan keyakinan diri, dan melarikan diri dari keadaan yang ada.

Djamarah (2002) mengungkapkan bahwa remaja kerap menemukan jati dirinya sesuai dengan atau berdasarkan situasi kehidupan yang mereka alami. Remaja juga percaya pada kelompok mereka dalam menemukan jati dirinya. Pergaulan remaja kebanyakan diwujudkan dalam bentuk kelompok baik kelompok kecil maupun kelompok besar yang diikuti dengan pertimbangan seperti moral, sosial ekonomi, ketertarikan atau minat, kesamaan bakat, dan kemampuan.

(41)

2. kebutuhan akan rasa superior, ingin menonjol, ingin terkenal dalam arti positif maupun negatif

3. kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan sehingga mereka berlomba-lomba untuk memperoleh kejuaraan dalam berbagai hal.

4. kebutuhan akan keteraturan, ingin terlihat rapi, teratur, dan cantik 5. kebutuhan akan kebebasan dalam menentukan sikap

6. kebutuhan dalam menciptakan hubungan persahabatan

7. keinginan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain atau empati 8. mencari bantuan dan simpati untuk memecahkan masalah

9. ingin berkuasa tetapi bukan untuk dikuasai

10.menganggap rendah diri sendiri dan tidak sombong akan kemampuan yang dimiliki

11.adanya kesediaan untuk membantu orang lain

12.membutuhkan variasi dalam kehidupan dan tidak menyukai hal-hal bersifat rutin

13.adanya keuletan dalam melaksanakan tugas dan tidak mudah menyerah dengan hambatan yang ada

14.bergaul dan ketertarikan dengan lawan jenis, dan cenderung bersikap agresif, serta suka mengkritik orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.

C. KOREAN WAVE

Korean wave atau gelombang Korea merupakan istilah yang dipopulerkan

(42)

kepopuleran budaya pop Korea di China yang dimulai dengan masuknya drama serta musik, yang dikenal dengan Korean Pop (K-pop), asal negeri ginseng tersebut. Sejak saat itu Korea Selatan mulai dikenal sebagai produsen budaya populer antar Negara, yaitu dengan mengekspor sejumlah produk kultural pada seluruh wilayah Asia (Korean Culture and Information Service, 2011).

Fenomona gelombang Korea ini merupakan budaya populer yang juga menjadi salah satu kajian pada psikologi populer saat ini. Williams (dalam Storey, 2009) menyatakan bahwa budaya populer adalah sesuatu yang disukai banyak orang. Dalam hal ini Lull (dalam Giles, 2003) menambahkan bahwa budaya populer memiliki dampak yang besar pada sosialisasi antar remaja. Begitu jelasnya terlihat bagaimana antusias remaja Indonesia dengan kehadiran artis asal negri ginseng yang ada di tanah air.

1. Korean Pop (K-pop)

K-pop merupakan kepanjangan dari Korean pop. K-pop pertama kali

muncul dan meluas di pertengahan 1990-an di bawah naungan gelombang korea (Korean wave). K-pop mendapat perhatian dari seluruh dunia bersamaan dengan keberhasilan grup K-pop, maka bisa didefinisikan K-pop sebagai musik pop Korea yang dinyanyikan dan diperformakan oleh artis Korea dan diterima secara positif oleh fans internasional. Di Indonesia, penyebaran pengaruhnya budaya populer Korea ini diawali sekitar tahun 2002 dengan tayangnya salah satu ikon budaya popular dikemas dalam bentuk drama berjudul “Endless Love” yang ditayangkan

(43)

K-mengungkapkan bahwa K-pop merupakan produk yang diproses sedemikian rupa dengan menggabungkan pengaruh barat dan timur serta aspek budaya lokal dan juga global. Alasan utama strategi tersebut dilakukan adalah untuk memenuhi keinginan ataupun hasrat dari kelompok konsumen yang beragam, sehingga dapat memaksimalkan keuntungan yang diraih.

Djamarah (2002) menjabarkan mengenai kelompok pada remaja, nilai positif dalam kehidupan kelompok adalah tiap anggota kelompok saling belajar dalam berorganisasi dan mematuhi aturan dalam kelompok sekalipun dalam hal tertentu tindakan suatu kelompok kurang memperhatikan norma umum yang berlaku dalam masyarakat, karena keutuhan kelompok berada di atas segalanya. Sesuai dengan kelompok remaja penggemar K-pop yang memiliki aturan dalam kelompoknya, contohnya seperti kesepekatan mengenai kehadiran dalam setiap aktivitas di dalam fan club-nya yang memiliki konsekuensi bila tidak memenuhi syarat yang telah disepakati.

Fan club untuk artis K-pop di Indonesia telah hadir sejak lama, tepatnya

(44)

Adapun definisi dari kata fan club menurut kamus Oxford adalah kelompok penggemar dari artis populer yang terorganisasi. Internet atau teknologi merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan fan club K-pop di Indonesia (Jung, 2011). Para remaja yang tergabung pada fanclub K-pop tersebut sangat tergantung pada internet terutama situs Youtube, Facebook, dan Twitter. Adapun media sosial tersebut mereka gunakan sebagai wadah untuk memperbanyak teman yang memiliki ketertarikan pada bidang K-pop ataupun juga untuk saling bertukar informasi mengenai idola mereka. Keterlibatan remaja dalam kumpulan penggemar K-pop merupakan salah satu bentuk ekspresi perasaan mereka terhadap idolanya. Wilis (dalam Gilis, 2003) mengungkapkan ekpresi remaja terhadap kelompok musik tertentu merupakan cara remaja menentukan jati diri mereka. Begitu juga dengan remaja yang berada dalam tahap pencarian jati diri di dalam komunitas K-pop yang mereka bentuk.

Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam kelompok penggemar (fan club), dalam hal ini Forsujuindo, tersebut antara lain:

a. Gathering rutin. b. Konser mini

c. Cosplay (berdandan semirip mungkin dengan idola) d. Belajar bahasa korea

e. Mengunduh video idola

f. Mengunggah video kreasi sendiri g. Membuat cover dance/ sing

(45)

2. Perkembangan K-pop Di Kota Medan

Di kota Medan wabah pop ditandai dengan lahirnya banyak fan club K-pop yang anggotanya didominasi remaja putri dan tidak sedikit juga anggotanya

yang merupakan remaja laki-laki (Daulay, 2012). Acara atau event besar juga selalu diadakan setiap tahunnya dengan sponsor acara yang berbeda-beda. Di Indonesia secara umum di tahun 2010, tercatat ada sekitar 120 acara besar yang digelar oleh fan club K-pop yang ada di Indonesia, diantaranya acara fans gathering, festival, dan lomba lain (Jung, 2011). Selain itu juga kerap diadakan

acara sederhana rutin oleh tiap fan club dari artis atau kelompok groupband K-pop yang diadakan setiap minggu ataupun setiap bulannya. Kegiatan mereka antara meliputi nonton bareng, bertukar koleksi video, dan juga cover dance serta cover sing yang anggotanya aktif melakukan perekrutan anggota baru.

(46)

acara perkumpulan fans, banyak acara di kota Medan yang menggelar tema K-pop, seperti beberapa acara peluncuran produk dari perusahaan ternama yang

diadakan di Mall-Mall besar di kota Medan bahkan sampai salah satu tempat wisata di Sumatera Utara juga turut menggelar lomba tari K-pop (cover dance) sebagai upaya untuk menarik perhatian pengunjung dan peminat yang sebagian besar adalah remaja. Banyaknya rangkaian acara gathering K-pop dikarenakan banyaknya bermunculan fans club K-pop di kota Medan. Regar (2011) mengungkapkan perkembangan K-pop yang pesat di kota Medan dikarenakan adanya fasilitas internet yang menunjang kepopuleran musik Korea tersebut.

D. PERBEDAAN PROKRASTINASI AKADEMIK ANTARA REMAJA

ANGGOTA DAN BUKAN ANGGOTA FAN CLUB K-POP.

Prokrastinasi sendiri dilakukan oleh hampir setiap orang dari berbagai kalangan di setiap ada kesempatan untuk menunda (Ferrari, 1995). Penelitian mengenai prokrastinasi di kalangan mahasiswa menunjukkan hasil 70-90 persen mahasiswa melakukan prokrastinasi sebelum mengerjakan tugas akademik (Knaus dalam Weiten, 2006). Baumeister (dalam Weiten, 2006) menyatakan kecenderungan untuk melakukan prokrastinasi terus menerus dapat berakibat meningkatnya stress dan menghambat performa dalam pengerjaan tugas akademik.

(47)

aktivitas akademik atau belajar (Schouwenburg, 1995). Rendahnya ketertarikan terhadap mata pelajaran dan kegiatan belajar juga merupakan salah satu faktor yang membuat siswa dan mahasiswa cenderung melakukan prokrastinasi akademik.

Efek globalisasi dan kemajuan teknologi menjadikan remaja Indonesia sedang dilanda K-pop yang kemudian mengubah gaya hidup dan aktivitas para remaja, mendengarkan lagu dari bangun tidur, mengunduh lagu serta video, dan berkumpul dengan sesama penggemar dalam sebuah fan club merupakan beberapa kegiatan dari banyak kegiatan lain yang dilakukan secara rutin (Munib, 2012). Kegiatan yang dilakukan remaja anggota fan club kemungkinan dapat menghambat aktivitas, khususnya di bidang akademik. Penelitian yang dilakukan Jung di Singapura pada tahun 2011, meneliti mengenai aktivitas remaja penggemar K-pop di Indonesia, diketahui bahwa remaja banyak melakukan aktivitas sehari-harinya berkaitan dengan idola mereka dan kebanyakan dari mereka cukup sering dalam penggunaan sarana internet. Dapat terlihat juga dari data statistik yang dilampirkan pada bab sebelumnya bahwa begitu besarnya peminat dari kalangan remaja, khususnya Indonesia, yang mengakses segala sesuatu informasi dari internet. Dapat dibayangkan bagaimana besarnya aktivitas remaja di dunia maya yang berkaitan dengan segala sesuatu tentang K-pop.

(48)

para remaja (siswa dan mahasiswa) anggota fan club K-pop seperti mengunduh lagu ataupun video dilakukan lewat internet yang merupakan dampak dari berkembangnya teknologi yang ada. Selain itu media sosial juga tidak luput sebagai sarana para remaja anggota fan club K-pop untuk memperlebar pergaulannya kepada sesama pecinta artisnya. Trezza (2011) mengungkapkan bahwa perkembangan teknologi yang ada dapat menjadi distraksi atau penghambat para siswa dan mahasiswa dalam belajar.

Tidak hanya berkegiatan di dunia maya, remaja anggota fan club K-pop juga memiliki banyak aktivitas lain di luar itu, sebut saja dengan mengikuti kegiatan gathering, yang biasannya diisi oleh lomba menyanyi ataupun cover dance yang sengaja menyerupai artis kesayangan mereka. Jung (2011)

menemukan fakta yang didapat dari United K-pop Lovers Indonesia (UKLI), bahwa ada sekitar 100 kelompok dance cover yang didata oleh UKLI. Tiap kelompok dance cover tersebut memiliki akun khusus di media sosial (Facebook, blog, Twitter) yang aktif merekrut anggota baru untuk bergabung menirukan artis

kesayangan mereka.

Remaja anggota fan club K-pop di kota Medan juga memiliki gambaran aktivitas yang tidak jauh berbeda dari yang dipaparkan sebelumnya. Peneliti mencoba bertanya terhadap beberapa remaja yang tergabung dalam fan club K-pop, mereka merasa mengerjakan tugas akademik secara terdesak dikarenakan

(49)

remaja anggota fan club K-pop di kota Medan memiliki banyak kegiatan yang cukup menyita waktu dan perhatiannya. Remaja anggota fan club K-pop di kota Medan banyak mengikuti aktivitas seputar idola mereka. Waktu remaja untuk belajar bertabrakan dengan kegiatan berkaitan dengan K-pop seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya. Tugas dari siswa dan mahasiswa sendiri adalah memenuhi kewajiban mereka untuk mengerjakan tugas akademik, sudah seharusnya akademik menjadi prioritas utama di atas aktivitas menyenangkan lain.

E. Hipotesis

(50)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah sebuah proses yang bertujuan untuk mengembangkan perilaku manusia ke arah yang lebih baik. Proses ini merupakan hal penting karena menjadi cerminan dari kemajuan masyarakatnya (Sanjaya, 2005). Pendidikan memiliki tujuan untuk mengantarkan peserta didik ke arah kedewasaan, serta mencapai perilaku-perilaku yang lebih luas dan lebih banyak kemungkinan-kemungkinannya (Miller dalam Thalib, 2010).

Dembo (2004) mengungkapkan, menjadi peserta didik bukanlah hal yang mudah. Peserta didik yang merupakan siswa dan mahasiswa, harus memiliki keefektifan yang lebih dengan cara menggunakan strategi belajar yang benar serta tekun untuk meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri, memonitori dan mengubah perilaku mereka ketika proses pembelajaran itu terjadi. Djamarah (2002) menyatakan bahwa selama menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal, siswa dan mahasiswa tidak akan terlepas dari kewajiban mengerjakan tugas-tugas akademik. Tugas akademik tersebut memiliki batas pengumpulan waktu tertentu. Oleh sebab itu, siswa maupun mahasiswa harus mampu memanfaatkan waktu untuk penyelesaian tugas akademiknya tersebut.

(51)

mahasiswa. Ketidakmampuan mengatur waktu serta strategi dalam belajar dapat membuat pengerjaan tugas menjadi tertunda. Kecenderungan untuk tidak segera mulai mengerjakan tugas yang dilakukan oleh siswa dan mahasiswa merupakan indikasi dari prokrastinasi (Knaus, 1986). Gambaran dari prokrastinasi akademik dikalangan akademis tertuang pula pada penelitian Solomon dan Rothblum (dalam Weiten, 2006) pada 379 mahasiswa dari beberapa universitas di Amerika, mengungkapkan bahwa sebanyak 46% mahasiswa melakukan prokrastinasi pada tugas menulis, sebanyak 27,6 % melakukan penundaan pada waktu belajar untuk ujian, dan 30,1 % melakukan penundaan pada tugas membaca mingguan.

(52)

pandangannya ia melihat prokrastinasi akademik merupakan salah satu bentuk perilaku coping pada siswa dan mahasiswa untuk mengatur stress akademik pada diri mereka. Tokoh lain juga mengungkapkan bahwa prokrastinasi merupakan salah satu tipe perilaku self-defeating, yaitu melakukan penundaan atau penolakan untuk segera mengerjakan tugas yang tidak disukai, yang pada akhirnya hanya dapat meningkatkan stress dan hambatan pada performa pengerjaan tugas ataupun aktivitas akademik (Baumeister dalam Weiten, 2006)

Santrock (2009) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik merupakan suatu indikasi strategi belajar kurang efektif yang digunakan oleh siswa dan mahasiswa. Bentuk dari prokrastinasi secara nyata yang diuraikan University of Illinois Counseling Center antara lain menghindari dan menyepelekan tugas,

menghabiskan waktu bermain internet, mengganti prioritas tugas penting dengan tugas yang tidak penting, percaya bahwa penundaan tugas sesaat secara berulang tidak akan berpengaruh apa-apa, semangat hanya di awal pengerjaan tugas, dan tidak dapat menyelesaikan satu pun pekerjaan yang ada. Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi akademik menurut Biordy (dalam Larson, 1991) adalah dikarenakan kegiatan dari remaja yang mengikuti organisasi ataupun perkumpulan lain di luar kegiatan akademisnya. Hasil penelitian Ahmaini (2010) yang menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti organisasi secara aktif memiliki kecenderugan prokrastinasi akademik yang lebih tinggi daripada mahasiswa yang tidak tergabung di dalam organisasi

(53)

cenderung melakukan prokrastinasi pada pengerjaan tugas akademiknya. Prokrastinasi itu sendiri merupakan suatu masalah umum yang memberi pengaruh buruk pada perilaku individu (Bliss, Ellis, & Knaus dalam Phye, 1997). Salah satu pengaruh buruk dari prokrastinasi akademik yang diungkapkan Ferrari et al (dalam Weiten, 2006) adalah dampak negatif pada kualitas performa dalam pengerjaan tugas akademis siswa dan mahasiswa.

Schouwenburg (1995) menjelaskan bahwa prokrastinasi akademik terjadi pada siswa dan mahasiswa, dikarenakan mudahnya mereka terdistraksi oleh aktivitas atau perilaku di luar belajar, seperti kegiatan sosial. Silver dan Sabini (dalam Ferrari, 1995) menambahkan bahwa karakteristik pelaku prokrastinasi akademik ditandai dengan kegiatan ataupun aktivitas yang saling berlawanan. Senecal, Koestner, & Vallerand (1995) juga menambahkan bahwa prokrastinasi akademik terjadi karena buruknya manajemen waktu belajar siswa dan mahasiswa. Prokrastinasi dewasa ini, merupakan sebuah isu yang cukup serius di kalangan siswa dan mahasiswa dikarenakan semakin berkembangnya teknologi, seperti internet, yang dapat mendistraksi konsentrasi para remaja yang merupakan siswa dan mahasiswa (Trezza, 2011).

Internet adalah salah satu produk dari perkembangan teknologi, di Indonesia penggunaan internet sendiri mencapai 55 juta pengakses per Mei 2011, dan sekitar 64% atau sekitar 28 juta pengguna adalah berusia muda (Harijadi dalam EL, 2011). Pengguna internet tersebut diantara lain menggunakan mobile internet, ataupun komputer. Menurut Sumartini (dalam Amelia, 2012) aktivitas

(54)

transaction atau jual-beli. Statistik dari Yahoo (dalam Ali, 2012) juga

menggambarkan bahwa pengguna internet di Indonesia sebagian besar adalah remaja, dengan perincian sekitar 64% dari keseluruhan pengguna internet di Indonesia. Adapun kegiatan yang di lakukan remaja di dunia maya didominasi oleh kegiatan fun activities, yaitu berupa kegiatan menyenangkan seperti jejaring sosial, diskusi forum, blog, serta aktivitas mengunduh lagu ataupun streaming video lewat website Youtube.

Di Indonesia sendiri, menurut salah satu perusahaan informasi internet yaitu alexa, beberapa situs populer yang sering dikunjungi pengguna internet di wilayah Indonesia adalah situs Youtube, blog, mesin pencari (google dan yahoo), dan media sosial. Kebanyakan dari situs tersebut merupakan situs hiburan yang menjadi konsumsi remaja Indonesia. Sesuai data dari alexa, Indonesia termasuk 15 besar untuk negara yang paling banyak mengakses situs Youtube. Remaja yang merupakan pengguna internet terbesar dengan kebanyakan mengakses situs hiburan (fun activities) dijelaskan oleh Juwitasari (2011) yang memberi gambaran bahwa remaja Indonesia pada saat ini sedang dilanda gelombang Korea atau disebut dengan Korean wave yang mulai melanda Indonesia di tahun 2000-an melalui drama dan musik (K-pop). Pada umumnya penggemar adalah para anak muda berusia di bawah 25 tahun yang memiliki semangat luar biasa dalam mendukung idola mereka.

(55)

untuk idola yang dilakukan di dalam sebuah klub penggemar (fan club) antara lain, menonton video, mencari berita di internet, membaca ataupun menulis cerita fiksi, membuat komunitas pada media sosial, bahkan mengadakan kegiatan gathering yang cukup rutin. Berbagai kegiatan tersebut tentunya memakan waktu

para siswa dan mahasiswa anggota fan club K-pop.

Fan club K-pop berkembang ditandai dengan meningkatnya website yang

berkaitan dengan K-pop (Jung, 2011). Tahun 2010, sekitar 86 juta kata kunci “

K-pop” menjadi bahan yang paling sering dibahas di internet, dengan Indonesia

menjadi peringkat ketiga sebagai bahasa yang paling banyak digunakan dalam

pencarian kata kunci “K-pop” di google.com, setelah Thailand dan Vietnam.

Berikut dapat terlihat data statistik yang di dapat dari Google dan Youtube

(56)

Gambar 1 merupakan data statistisk pencarian kata kunci yang populer di google.com (google trend). Dari gambar 1 terlihat penyebaran kata kunci

(keyword) K-popdi mesin pencari google dari seluruh dunia sejak tahun 2004 sampai dengan 2013. Indonesia merupakan wilayah dengan skor 100, yang berarti memiliki peminat dengan volume tertinggi dalam pencarian kata kunci K-pop dari map statistik yang tersaji.

Okirianti (dalam Husamah, 2012) melakukan survey sederhana mengenai perkembangan budaya pop Korea di Indonesia dapat dilihat dari munculnya

Asian Fans Club” (AFC), yaitu blog Indonesia yang berisi tentang berita dunia

hiburan Korea. AFC didirikan pada 1 Agustus 2009 oleh seorang remaja perempuan bernama Santi Ela Sari. Berdasarkan data statistik dari situs Pagerank Alexa, AFC adalah situs ”Korean Intertainment” terbesar di Indonesia dan dari

data asal pengakses, pengunjung situs AFC tersebut hampir seluruhnya dari Indonesia, yang sebagian besar adalah wanita berusia di bawah 25 tahun dengan akses internet rumah maupun sekolah. Terlihat bahwa kemajuan teknologilah yang menjadi pemicu utama berkembangnya fan club K-pop di Indonesia. Media sosial ataupun internet menjadi alat penting sebagai perantara antara fans dengan artisnya (Yoon, 2010). Dari penelitian Jung (2011) terhadap 35 orang remaja fans K-pop di Indonesia, sebanyak 95% partisipan menggunakan internet untuk

(57)

Munib (2012) menjabarkan bahwa kepopuleran K-pop di Indonesia benar-benar telah mengubah gaya hidup dan jadwal kegiatan para remaja remaja sehari-hari. Mulai dari bangun tidur dari kamar, mereka sudah mendengarkan lagu K-pop. Kegiatan yang dilakukan remaja penggemar K-pop juga tidak lepas dari

me-request dan mengunduh lagu-lagu K-pop yang hampir setiap harinya bermunculan

dengan lagu baru. Para remaja anggota fan club K-pop yang kebanyakan terdiri dari siswa dan mahasiswa tersebut tidak akan rela ketinggalan berita terbaru mengenai K-pop, aktivitas sehari-hari seperti makan dan belajar, dilakukan di depan komputer atau televisi untuk dapat mengikuti perkembangan berita artis K-pop. Survey yang dilakukan Yoong dari Singapore Chinese Girls’ School (SCGS) tahun 2011 terhadap remaja Singapura tentang aktivitas yang mereka minati, dalam hal ini berkaitan dengan Korean Pop, dimana terdapat hasil bahwa mereka menghabiskan waktu belajar dan waktu istirahat hanya untuk menonton video ataupun aktivitas lain yang berhubungan dengan idola mereka.

(58)

tersebut juga mengungkapkan bahwa mereka cukup aktif mengikuti kegiatan gathering yang diadakan hampir setiap minggu.

Dari pemaparan latar belakang di atas, peneliti merasa perlu untuk meneliti tentang perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota fan club dengan remaja bukan anggota fan club K-pop di kota Medan, hal ini dikarenakan remaja yang juga merupakan bagian dari siswa dan mahasiswa seharusnya dapat menjalankan aktivitas akademisnya dengan baik berkaitan dengan pendidikannya di masa depan kelak. Sesuai dengan Sentosa (2008) yang mengungkapkan bahwa penyebab prokrastinasi akademik adalah keikutsertaan dalam sebuah organisasi ataupun komunitas. Pendidikan yang tidak lepas dari tugas-tugas akademik yang kemungkinan tidak mudah, hendaknya dapat dikerjakan oleh siswa dan mahasiswa secara serius dan tidak melakukan penundaan yang hanya akan menghambat prestasinya.

B. PERUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada perbedaan prokrastinasi akademik antara remaja anggota fan club K-pop dengan remaja bukan anggota fan club K-pop.

C. TUJUAN PENELITIAN

(59)

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis:

1. Manfaat Teoritis

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang Psikologi khususnya Psikologi Pendidikan yaitu mengenai prokrastinasi akademik pada remaja anggota fan club K-pop.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi informasi komparatif kepada pembaca mengenai gambaran perbandingan berhubungan dengan prokrastinasi akademik dan fenomena remaja anggota fan club dan bukan anggota fan club K-pop, khususnya di kota Medan.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam psikologi untuk terciptanya solusi mencegah prokrastinasi akademik yang terjadi dalam dunia pendidikan.

E. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah: Bab I : Pendahuluan

Gambar

Tabel 1. Blue print skala prokrastinasi akademik sebelum di uji coba No Aspek Indikator Aitem
Tabel 2. Blueprint skala prokrastinasi akademik sebelum uji coba Indikator Favorable Unfavorable
Tabel 4. Blueprint skala prokrastinasi akademik sesudah uji coba
Tabel 5. Blueprint penomoran skala akhir
+7

Referensi

Dokumen terkait

keluargadengan prokrastinasi akademik pada remaja pengguna game online. Untuk mengetahui hubungan antara regulasi diri dan komunikasi interpersonal. dalam keluarga dengan

BABI PENDAHULUAN ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Keaslian Penelitian ... Prokrastinasi Akademik ...

Berdasarkan hasil analisis data penelitian mengenai perbedaaan motivasi berprestasi akademik siswa pengurus OSIS dan siswa bukan pengurus OSIS SMA Negeri 3 Salatiga diperoleh

Penelitian ini bertujuan meneliti perbedaan profil kognitif, orientasi masa depan serta prestasi belajar terhadap remaja pengguna dan bukan pengguna NAPZA.. Alat pengumpul

Berdasarkan pada hasil tersebut, hipotesis yang menyatakan bahwa “Ada Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada Anggota BEM

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang remaja perokok dan 30 orang remaja yang bukan perokok, beijenis kelamin pria, berusia 13-17 tahun (tergolong