• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran-Saran

Dari pembahasan dan penjelasan diatas, maka penulis ingin memberikan beberapa saran sebagai alternatif pemikiran yang dapat dijadikan masukan yang nantinya akan sangat berguna, dengan harapan agar lebih dapat meningkatkan kualitas dari kinerja instansi yang terkait secara optimal dalam hal menjaga alam semesta dari bencana alam dalam pandangan Bhikku agama Buddha.

Adapun saran penulis yang sekiranya dapat berguna terutama bagi instansi yang terkait maupun pengguna aplikasi tersebut yaitu sebagai berikut :

1. Interaksi Bhikku dengan jemaah harus berinterkasi sosial di sertai dengan sifat komunal agar tercipta keharmonisan di dalam vihara

2. Bagi pihak vihara ada baiknya jika ada perwakilan diserahkan pada

samaneraatau para Bhikku yang baru tinggal di vihara Dhammacakka Jakarta, sehingga mereka dapat mengenal tempat tinggal mereka serta masyarakat sekitar meraka juga dapat mengenal mereka.

3. Bagi para Bhikku dan jamaah di lingkungan vihara Dhammacakka Jakarta agar selalu menjaga kebersihan lingkungan vihara, sehingga dapat mejadikan contoh bagi masyarakat sekitar agar terhindar dari bencana banjir.

Demikianlah saran-saran yang penulis berikan, semoga dengan memperhatikan saran-saran tersebut, maka skripsi yang disusun ini akan menjadi lebih sempurna dan mampu menyelesaikan permasalahan sesuai dengan yang di harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. Mukti., Agama-Agama Di Dunia, Yogyakarta: Iain Sunan Kalijaga Press, 1988.

Narada Mahathera, Sang Buddha dan Ajaran-Ajarannya, Jakarta: Yayasan Dhammapida Arama, 1994.

Kaharuddin, Pandit Jinaratana, Rampaian Dhamma, Jakarta : DPP Pervitubi, tt. W.F. Jayasuriya, the psychology and philosophy of budhisme, Kuala Lumpur:

Buddhist Missionary Socciety, tt.

Suwarto, Drs. T, Buddha Dharma Mahayana, tt: Majlis Agama Buddha Mahayana Indonesia, 1995.

Wowor, Carnelis MA, Pandanga Sosial Agama Buddha, tt: CV. NITRA KENCANA BUANA, tt.

Kaharuddin, Pandit J, Hidup dan kehidupan, Jakarta: Graha Metta Sejahtera, 2002.

Mukti, Krishnanda Wijaya, Wacana Buddha-Dharma, Jakarta: Yayasan Buddha Dharma, 2003.

Vajirananavarorasa, Prince., Dhama Vibhaga, Jakarta: Aryasuryacandra, 1993. YAYASAN RADHA SOAMI SATSANG BEAS INDONESIA, Ceramah Rohani,

cet-1. tt.

Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail- archive.com/...com/msg05607.html3sudhammacaro.blogspot.com/.../tuhan-allah-yang- mengatur-gempa-bumi.html

Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009 http://mail-archive.com/...com/msg05607.html

Artikel diakses pada tanggal 1 Desember 2009

http://www.beliefnet.com/sdtory/158/story-15871-1.html).

Artikel diakses pada tanggal 25 Februari 2010

http://indonesia.com/definisionline/?tag=pengertia-analisis

Jayasuriya., W.F., The Psychology and Philosophy of budhism, Kuala Lumpur: Buddhist Missionary Society, 1976.

Sudassano, Bhikku Dhammacakka Jaya, Wawancara Pribadi, 1 Mei 2010.

Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik Pusat. Informasi Kesejahteraan Rakyat., Penanggulangan Bencana Alam Dalam Perspektif Agama Di Indonesia Jakarta; Depkominfo, 2007.

Adhiratano, Bhikku Dhammacakka Jaya, Wawancara Pribadi, 10 Desember 2010. Kodoatie, J Robert, Pengelola Bencana Terpadu Banjir, Longsor, Kekeringan

Dan Tsunami, Jakarta: yasrif watamone, 2006 Bencana gempa dan tsunami, Jakarta: kompas, 2005.

www.dhammacakka.org/index?.php?option=com_conten..id

Suramin, Pegawai Vihara, wawancara pribadi, 1 Mei 2010.

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet Ke-3, 1988.

Lampiran

Wawancara (interview) di Vihara Dhammacakka

T : Apa tatacara memasuki Vihara ?

J : Etika masuk vihara adalah 1) pakaian harus rapih dan sopan santun, 2) memasang dupa, 3) sampai di pintu vihara penghormatan kepada Buddha dharma dan Sangha.

T : Fasilitas apa saja yang terdapat di Vihara Dhammacakka ?

J : Lapangan parkir, balai pengobatan, bursa buku, sekretariat, beduk, mading, bendera budhis, pohon budhis, reflika candi rawon, ruang serbaguna.

T : Apa pendapat Banthe dalam mengatasi pencegahan bencana alam ?

J : Ada dua macam bencana, diantaranya bencana yang dapat dicegah dan bencana yang tidak dapat dicegah. Tsunami, gunung merapi merupakan bencana yang tidak dapat dicegah karena proses alam yang selalu berjalan.

Karena alam memiliki aturan sendiri. Manusia tidak dapat mencegahnya, pada bencana yang terjadi tidak ada kaitannya dengan manusia dalam pencegahan bencana yang terjadi diawali dengan pembenahan diri manusia yang kurang baik.

T : Apa solusi untuk mengatasi bencana alam menurut banthe ?

J : dalam mengatasi bencana alam yang terjadi manusia haruslah membaenahi sifat kebencian, keserakahan, harus mengikuti atuaran-aturan bagaimana menjaga lingkungan, harus belajar menganl tentang alam.

Selama ini banyak terjadi bencana alam, khususnya di Indoanesia. Bencana banjir, tanah longsor, tsunami, kekeringan, gempa bumi, gunung merapi, dan angin topan.

T : Menurut Banthe adakah bencana-bencana lain, selain bencana yang disebutkan diatas ?

J : Ada bencana yang jauh lebih besar daripada bencana alam. Yaitu rendahnya kemoralan yang dimiliki seseorang itula sesungguhnya. Bencana yang lebih besar yang akan mengakibatkan hancurnya kehidupan. Karena begitu pentingnya nilai kemoralan, maka sang Buddha menekankan kepada umat budha untuk menjalankan lima sila: yaitu tidak membunuh, tidak mencuri, tidak asusila, tidak berbohong dan tidak makan serta minum hal yang melemahkan kesadaran.

T : Apa pendapat Banthe terhadap faktor terjadinya bencana alam ?

J : Ajaran pada hukum kausalitas (sebab-akibat yang saling bergantungan) yang ditemukan oleh sang Buddha. Buddhisme percaya bahwa proses-proses alam secara langsung dipengaruhi oleh kualitas moral manusia, budhisme memandang manusia hanya merupakan bagian dari alam bukan merupakan sentral dari alam sehingga untuk terciptanya keharmonisan manusia tidak boleh memandang bahwa alam dan seisinya ada hanya demi untuk kepentingan manusia.

Budhisme percaya penggunaan sumberdaya alam secara membabi buta tidak bijaksana dan hanya demi keuntungan jangk apendek merupakan salah satu faktor yang dominan yang menyebabkan terjadinya bencana alam dewasa ini.

Karna didorong keserakahan (loba) manusia berlomba untuk memenuhi setiap keinginan, budaya ”instans” dipandang sebagai suatu kewajaran sehingga tidak peduli lagi dengan nilai-nilai luhur moral (sila) dalam proses pencapaian keinginan, karna orientasi bagian besar manusia saat ini adalah hasil akhir. Sudah banyak contoh yang dapat kita saksikan bagaimana akibat dari keserakahan manusia yang justru menghancurkan manusia itu sendiri, dengan dalil ”ekonomi” hutan, tanah dengan sumber daya lainnya di eksploitasi berlebihan.

Budhisme berpandangan bahwa bencana alam bukankah peringatan atau hukuman ynag diberikan mahluk adikuasa, tetapi bencana alam merupakan bukti bahwa alam membutuhkan keseimbangan agar tercipta keharmonisan. Hukum kausalitas selalu berlaku dala setiap bencana yang timbul.

Dokumen terkait