BAB IV : TEMUAN DAN ANLISIS DATA
B. Saran-saran
Penulis mengemukakan beberapa saran yang berkaitan dengan komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi adalah sebagai berikut:
1. Untuk guru di Sekolah Dasar Insania hendaknya lebih dekat lagi dengan anak-anak, supaya dapat lebih tahu perilaku-perilaku anak autis lebih jelas lagi, untuk mengatasi perilaku anak autis maka tingkatkanlah komunikasinya, agar lebih mudah lagi untuk mengarahkan perilaku anak tersebut.
2. Guru lebih fokus lagi dalam membina anak autis melalui metode yang digunakan.
3. Perlunya meningkatkan fasilitas belajar dan bermain yang ada di Sekolah Dasar Insania. Dan peran orang tua anak autis di Sekolah Dasar Insania dalam mendidik anak juga sangat menentukan perkembangan anak dirumah masing-masing. Dalam hal memberikan bimbingan tentang perilaku anak dalam kehidupan sehari-hari dirumah maupun disekolah. 4. Bagi pihak lembaga dan kepala sekolah hendaknya mendukung untuk
meningkatkan kulitas sekolah dan guru dalam melakukan pembelajaran yaitu dengan menyediakan fasilitas-fasilitas, sarana dan prasarana yang berkaitan dengan pembelajaran di sekolah.
70
DAFTAR PUSTAKA
A.M Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2008 cet ke 10,h.47-48
Ahmadi Abu, Strategi Belajar Mengajar, Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997 cet ke 1,h.18
Cangra Hafied. H, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998 cet 1,h.18
Djamarah Bahri Syaiful, Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam keluarga Sebuah perspektif pendidikan Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004 cet ke1,h11-12.
Effendi Uchjana Onong, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, cet ke13,h.10
Melly. Dr, Spkj, Budiman, Penyebab dan Penatalaksanaan Gangguan Spektrum Autisme, Yayasan Autisme Indonesia, Jakarta 2005
Priyantono Hendra, Anak autis, Artikel diakses pada tanggal 5 mei 2008 dari http://www.google.co.id
Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996 h.63
Sabri Alisuf, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasiona, Jakrta: Pedoman Ilmu Jaya, 1995 cet ke1,h.30
Sadirman S Arif (dkk), Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, cet.ke 6,h.12
Sendjaja Djuarsa Sasa, (et. al). Pengantar Komunikasi, Jakarta: Universitas Terbuka 1993 cet ke 4,h.30
Shay, M, Campbell, dkk, Pervassif Development Disorder, Comprehensive Text Book of Psychiatry, 1983 2277-2293, artikel diakses pada tanggal 5mei 2008 dari http://www.google.co.id
Sudjana Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Al Gesindo, 2000 cet ke 5,h.30
Surviana. Dr, www.infoibu.com, artikel diakses pada tanggal 5mei 2008 dari http://www.google.co.id
Tafsir Ahmad, Metodelogi Pengajaran Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1997 cet ke 4,h.60
Tasmara Toto, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, Cet ke-2, h.6.
Widjaya H.A, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta: Bumi Aksara,1997,h.11.
Yamin Martinus, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press, 2004 cet ke 2,h.99
Yayasan Autisme Indonesia, (Jakarta, 22 November 1997) h.61
Yusup M. Pawit, Komunikasi Pendidikan dan Komunikasi Instruksional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002 cet1,h.17.
CATATAN LAPANGAN PADA KELAS INDUVIDUAL
Nama Observer : Rahmi Isnaini
Observasi yang ke : Minggu I / durasi 1 jam
Tempat/Tanggal : Ruangan fisio terapy / 2 July, Rabu
Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Damati : Anak Autis yag bernama (Igo) oleh guru terapis (Bu Anti)
Latar/Situasi ruangan: Ada bangku tersusun yang terletak dipojok Catatan:
Kegiatan yang per 1: Guru menarik tangan si anak lalu loncat-loncat diatas meja karet lalu si anak berhenti bermain lalu guru menarik si anak kemudian berkata “ayo loncat, ayo loncat” lalu si anak mundur kebelakang kemudian guru menarik sang anak lalu si anak duduk kembali lalu guru mengeluarkan kata-kata “berdiri” kemudian si anak bangun.
Kegiatan yang ke 2: Guru menarik si anak berdiri lalu guru mengambil bola yang berukuran besar kemudian mendrible bola dan berkata “ayo” sambil mengulurkan tangan kemudian sang anak membelakangkan tangannya. lalu guru melemparkan bola ke arah si anak lalu sang anak mundur kebelakang dan mengambil bola yang kecil lalu berlari kepojok lalu duduk dan memainkan bola yang kecil tersebut. Lalu guru menghampiri si anak dan berkata “bangun, ayo, bangun” sambil mengelitiki sang anak dan guru memberikan “tos tangan” kepada sang anak. Lalu guru mengambil bola yang ada ditangan sang anak lalu memainkannya dihadapan si anak kemudian si anak tertawa. Lalu guru memainkan kembali bolanya sambil berkata “ayo tangkap” lalu sang anak menangkap bola setelah itu sang anak duduk
kemudian guru menarik si anak sambil berkata “bangun, ayo, bangun”.
Kegiatan yang ke 3: Setelah sang anak bangun guru menarik tangan sang anak untuk melangkahkah kakinya diatas ban lalu sang anak melangkahkan kakinya di atas ban. Lalu sang anak memegang tangan guru lalu guru membelakangkan tangannya sambil berkata “tidak” dan “tidak boleh pegangan”. Kemudian si anak mundur kebelakang kemudian guru menarik tangan si anak untuk maju kembali sambil berkata “ayo”, “igo bisa”. sang anak maju kedepan lalu melangkahkan kakinya diatas ban. Dan guru berkata “igo pintar”. Anak berlari kepojok duduk kembali. Lalu guru melemparkan bola kearah si anak sambil berkata “awas” beberapa detik guru mengucap kata yang sama “awas”, “coba tangkap” lalu guru menarik tangan sang anak sambil berkata “berdiri”.
Deskripsi latar
Setelah penulis mengamati pada kondisi ruangan fisio terapy ada sebuah kotak yang tersusun yang terletak dipojok. Ini mengambarkan bahwa pada setiap kegiatan, anak autis berlari kepojok karena ada suatu benda yang menurutnya dapat bersandar kemudian dapat duduk diatas kotak tersebut jika si anak tidak dapat menyelesaikan tugasnya atau sudah menyelesaikan tugasnya.
Interpretasi data
Pada kegiatan yang per I anak autis melakukan loncat-loncat diatas meja karet akan tetapi belum ada 5 menit anak berhenti dan tidak mau melanjuti permainan. Untuk menariknya kembali guru melakukan berbagai macam cara seperti mengelitiki, memberikan tos tangan atau membuat perhatian seperti melemparkan bola kepada si anak supaya anak tersebut bangun dari tempatnya dan dapat bermain kembali. Pada kegiatan yang ke 2 adalah menangkap dan melempar bola yang penulis amati pada kegiatan ini guru memberikan bola akan tetapi anak autis tidak mau
menangkapnya kemudian pergi dan duduk dipojok. Kemudian guru segera menghampiri anak tersebut dengan melakukan berbagai macam cara supaya anak tersebut dapat bermain kembali cara yang digunakan oleh guru tersebut sama halnya pada kegiatan yang per I yaitu (guru mengeluarkan kata-kata / intruksi seperti “berdiri”, “Ayo” atau “bangun” dengan suara yang tegas. Kemudian dengan bantuan gerakan seperti mengajak anak untuk “tos tangan” sambil memberikan pujian setelah itu anak mau berdiri dan bangun dari tempat duduknya. Dan pada kegiatan yang ke 3 melangkah diatas ban penulis mengamati pada kegiatan ini guru menyuruh sang anak untuk melangkah diatas ban kemudian si anak memegang tangan gurunya namun guru tidak mau dan memberikan intruksi kalo tidak boleh pegangan kemudian si anak tidak mau melanjutkan tugasnya lalu guru menyuruh si anak kembali dan berdiri di atas ban dan memberikan bantuan secara verbal kemudian anak mau menyelesaikan tugasnya dan guru memberikan pujian kepada si anak.
Kesimpulan
Setelah mengamati beberapa kegiatan pada kegiatan terdapat beberapa perilaku anak autis yang sulit untuk melakukan sebuah kegiatan untuk dapat menyelesaikan tugasnya akan tetapi semua itu bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Semua kegiatan yang penulis amati adalah menggunakan cara yang sama. ini terlihat ketika guru terapis memberikan intruksi-intruksi seperti memberikan pujian (Reinforcer positif) ketika anak dapat menyelesaikan tugasnya, memberikan intruksi-intruksi seperti bantuan (prompt) ketika anak sedang mengerjakan tugasnya supaya tugasnya dapat diselesaikan dengan baik dan memberikan (reinforcer negatif) bila si anak tidak menyelesaikan tugas dengan baik. Itu semua adalah metode yang dipakai oleh guru dalam membina anak autis ketika sedang di terapis. Untuk itu penulis menyimpulkan cara yang digunakan guru terapi ketika membina anak autis adalah salah satu cara yang ada di dalam metode lovass.
Pada hasil wawancara dengan guru terapis “bahwa kegiatan fisio terapi ini untuk penekanan fisik yang berhubungan dengan kognitif, atau motorik
kasar dan juga berhubungan dengan sosialisasi anak dengan teman bermainnya. Di dalam fisio terapi ini terdapat kegiatan-kegiatan yang fungsinya untuk melatih keseimbangan tubuh, keseimbangan kordinasi antara mata dengan tangan dan juga untuk melatih konsentrasi. Untuk itu saya menggunakan metode yang pas dengan menggunakan metode lovass saya dapat mudah mengarahkan perilaku anak autis ketika diterapi dan selain dengan lovass juga dengan kata-kata yang tegas”.
Nama Observer : Rahmi Isnaini
Observasi yang ke : Minggu II / durasi 1 jam
Tempat/Tanggal : Ruangan Ocupasi terapy / 10 July, Rabu
Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Damati : Anak Autis yag bernama (Igo) oleh guru terapis (Bu
Indah)
Latar/Situasi ruangan: Ruangan agak gelap dan agak panasnya ruangan Catatan
Kegiatan yang per 1: Guru memberikan puzzle kepada si anak sambil membongkar puzzle dan berkata “lihat” beberapa detik kemudian guru mengucap kata yang sama “lihat” tangan si anak memasang puzzle dan matanya menatap kemana-mana guru berkata “lihat-lihat igo lihat” “ayo pasang” lalu tangan si anak memegang puzzle sambil memasangkan puzzle lalu mata si anak menatap kemana-mana. Guru berkata “lihat” lalu berkata lagi “igo lihat” “ayo pasang” mata si anak masih melihat kemana-mana guru memegang kepala si anak dan kepala sianak diarahkan ke puzzle lalu tangan si anak memegang puzzle dan memasang puzzle guru berkata “tidak” “bukan itu” tangan si anak berhenti memegang puzzle guru berkata “ayo lihat” mata si anak melihat puzzle sambil tangan si anak memegang puzzle guru berkata “pintar” “OK”. Dan
guru berkata TOS sambil mengangkat tangan dan berkata “mana tosnya” dan tangan si anak tos dengan tangan gurunya.
Kegiatan yang ke 2: Guru memberikan tali kepada si anak sambil berkata “pegang “, “pegang talinya” tangan si anak memegang talinya guru berkata “ ayo masukan bendanya” tangan si anak memasukan bendanya kedalam tali guru berkata “pintar” “bagus”, guru berkata “lagi”, “ayo masukan lagi”, “ayo igo” tangan si anak memasukan tali kedalam bendanya lalu mata si anak menatap kemana-mana guru berkata “ayo igo lihat” beberapa detik kemudian berkata lagi “lihat” tangan si anak memegang tali guru memegang tangan si anak sambil berkata “dorong di dorong talinya” dan tangan si anak memasukan bendanya kedalam tali. Guru berkata “igo pintar”. Guru berkata TOS “mana tosnya” sambil guru mengangkat kedua tangannya si anak juga mengangkat tangannya. Guru berkata “TOS” dan berkata “tos tangan kirinya mana” lalu si anak mengangkat tangan kiri guru berkata “tangan kanannya mana” si anak mengangkat tangan kanannya guru berkata “iya pintar”. Lalu mata si anak menatap kemana-mana.
Kegiatan yang ke 3: Guru memegang kain yang ada kancingnya sambil berkata lepas kancingnya tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “lihat lepas kancingnya” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “tarik dorong ayo lihat” mata si anak menatap kemana-mana guru barkata dengan tegas “lepas kancingnya” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru berkata “nah pintar” guru berkata “iya lagi” dan berkata “lepas kancingnya” mata si anak menatap kemana-mana guru berkata “ayo lihat” “lepas kancingnya matanya-matanya igo ayo lihat” “ayo
lepas kancingnya” guru memanggil “igo, igo ayo lihat” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya guru memegang tangan si anak si anak menatap kemana-mana guru berkata “ lihat tangan kanannya kemana-mana?” sambil memanggil “igo, igo” tangan si anak memegang kain dan melepas kancingnya” guru berkata “iya lagi” guru berkata “lepas kancingnya” guru berkata “pegang ayo pegang kancingnya” si anak memegang kain dan melepaskan kancingnya sambl guru memegang tangan si anak guru berkata “nah terlepas semuanya” “sekarang pasang kancingnya yaa” “ayo pasang kancingnya” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya” guru berkata “ayo pegangnya yang benar” guru berkata “tangannya tidak boleh kaku” sambil memegang angan si anak “ayo tangannya tidak boleh kaku” tangan si anak kaku memegang kain dan memasang kancing lalu mata si anak menatap kemana-mana guru memanggil “igo lihat igo matanya” “ayo didorong kancingnya” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya” guru berkata “dorong ayo dorong” tangan si anak memegang kain dan memasang kancingnya guru berkata “iya lagi” “pasang lagi kancingnya “ tangan si anak memegang kain dan memasang kancing guru berkata “bagus” “selesai semuanya” guru berkata “tos mana tangannya” sambil mengangkat kedua tangannya” anak mengangkat kedua tangannya” guru berkata “TOS”.
Deskripsi Latar
Kondisi ruangan yang agak gelap menjadikan perhatiannya si anak seperti anak menjadi tidak konsentrasi atau tidak fokus pada tugasnya dan agak sedikit panasnya ruangan menjadikan igo malas untuk menyelesaikan tugasnya.
Interpretasi Data
Pada kegiatan yang per I yaitu kegiatan memasang puzzle guru memberikan intruksi secara verbal dengan berkata “lihat-lihat ayo lihat” kepada si anak untuk memasang puzzle kemudian si anak mengejakan tugasnya tiba-tiba si anak berhenti untuk memasang puzzle dikarenakan kondisi ruangan yang agak gelap kemudian guru memanggilnya untuk segera menyelesaikan tugasnya lalu si anak menyelesaikan tugasnya kembali setelah itu si anak berhenti kembali kemudian guru mengintruksikan kembali kepada si anak dengan berkata “ayo pasang” “lihat, lihat ayo lihat” untuk konsentrasi memasang puzzle akan tetapi si anak tetap tidak memperhatikan atau tidak mendengar intruksi dari gurunya. Dengan cara lain guru memegang kepala si anak untuk melihat ke puzzle kemudian si anak memasang puzzle dan guru sambil guru memeberkan semangat dan membatunya menyelesaikan tugas si anak. Lalu guru memberikan pujian dan memberikan tos kepada si anak. Pada kegiatan ke 2 yaitu memasukan benda kedalam tali guru memberikan intruksi dengan berkata “ayo pegang talinya” kepada si anak untuk memegang kemudian si anak meresponnya lalu guru memberikan semangat dan bantuan kepada si anak karena si anak dapat menyelesaikan tugas yang pertama karena kondisi ruangan gelap si anak pun berhenti menyelesaikan tugasnya lalu guru memberikan intruksi kembali sambil berkata “ayo masukan lagi bendanya kedalam tali” dan memberi semangat / bantuan kembali kepada si anak dengan berkata “ayo igo bisa” kemudian si anak berusaha menyelesaikan tugasnya sambil guru membantunya. Kemudian si anak dapat menyelesaikan tugasnya lalu guru memberikan pujian kepada si anak dan memberikan tos tangan. Pada kegiatan yang ke 3 guru mengintruksikan si anak untuk mengerjakan kegitan ke 3 yaitu memasang dan membuka kancing hal yang pertama guru mengintruksikan untuk memasang kancingnya kemudian si anak mulai mengerjakannya akan tetapi lagi-lagi si anak berhenti kemudian guru mengintruksikan untuk mengerjakan tugasnya kembali sambil berkata “ayo igo pasang kancingnya” dan guru membantu si anak kemudian si anak menyelesaikan tugasnya dan guru memberikan pujian kepada si anak
kemudian memberikan tos tangan kanan dan kiri karena si anak telah menyelesaikan tugasnya.
Kesimpulan
Setelah mengamati beberapa kegiatan pada kegiatan terdapat beberapa perilaku anak autis yang sulit untuk melakukan sebuah kegiatan untuk dapat menyelesaikan tugasnya dikarenakan diulang-ulangnya kegiatan yang sudah dikerjakan oleh anak tersebut menjadikan anak tersebut malas untuk menyelesaikan kembali tugasnya kemudian karena kondisi ruangan yang agak gelap sepertinya membuat si anak kurang fokus terhadap tugasnya dan juga situasi ruangan yang agak panas membuat si anak memberhentikan tugasnya ketika tugasnya sedang dikerjakannya. Akan tetapi semua itu bisa diatasi dengan berbagai macam cara. Semua kegiatan yang penulis amati adalah menggunakan cara yang sama. Ini terlihat ketika guru terapis memberikan intruksi-intruksi secara verbal dan nonverbal ketika anak autis sedang memulai tugasnya dan mengerjakan tugasnya kemudian guru juga memberikan pujian (Reinforcer positif) ketika anak dapat menyelesaikan tugasnya, memberikan intruksi-intruksi seperti bantuan (prompt) ketika anak sedang mengerjakan tugasnya supaya tugasnya dapat diselesaikan dengan baik. Dan yang sering penulis amati pada terapi ocupasi guru seringkali menggunakan intruksi secara verbal ketika anak tersebut sulit mengerjakan tugas-tugasnya. Itu semua adalah metode yang dipakai oleh guru dalam membina anak autis ketika sedang di terapis. Untuk itu penulis menyimpulkan cara yang digunakan guru ketika membina anak autis adalah salah satu cara yang ada di dalam metode lovass. Dan juga termasuk memakai tindakan komunikasi verbal dan non verbal.
Pada hasil wawancara dengan guru terapis “bahwa kegiatan ocupasi terapi ini perlu diberikan kepada si anak yang mempunyai gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki kekuatan, koordinasi dan keterampilannya dan terutama pada otot halus atau motorik halus. Di dalam ocupasi terapi ini terdapat kegiatan-kegiatan yang fungsinya untuk melatih koordiasi mata dengan tangan, melatih konsentrasi, melatih aktvitas sehari hari seperti berpakaian untuk melatih gerakan-gerakan tangan supaya dapat menulis.
Untuk itu saya menggunakan teori lovass saya dapat mudah mengarahkan perilaku anak autis ketika diterapi dan saya juga cukup sering menggunaka komunikasi verbal untuk mengintruksikan ketika si anak sedang mengerjakan tugasnya.
Nama Observer : Rahmi Isnaini
Observasi yang ke : Minggu II / durasi 1 jam
Tempat/Tanggal : Ruangan terapy wicara / 10 July, Rabu
Objek penelitian : Metode yang digunakan ketika membina anak autis Subjek yang Diamati: Anak Autis yag bernama (bretley) oleh guru terapis
(Bu Diah)
Latar/Situasi ruangan: Ruangan sejuk / dingin Catatan
Kegiatan yang per I: Guru menggambar di kertas lalu menyebutkan di hadapan si anak yaitu”mo-bil” bibir si guru bergerak dengan monyong kedepan mengucap kata “mo” dihadapan si anak dengan berulang ulang si anak mengikuti bibir si guru dengan monyong kedepan dan berucap “mo” lalu si guru melanjuti ucapannya dengan lidah sedikit keluar “bil” di hadapan si anak dengan cara berulang-ulang si anak mengikuti bbir si guru dengan lidah tidak keluar si guru mengucap kembali “bil” dengan lidah yang keluar sambil memegang pipi si anak dan si anak mengucap “bil” dengan sedikit lidah keluar” lalu guru megucap kembali dengan merangkai kata-katanya “mo-bil” sambil memonyongkan bibir dan mengeluarkan lidahnya sambil guru memegang pipi si anak sambil berkata “ayo” si anak melihat bibir dan lidah si guru sambil mengkuti ucapan si guru lalu memonyongkan bibir dan megeluarkan lidahnya dan berucap “mo-bil” si guru berkata “Bagus” “anak pintar”
dan guru berkata “tos” sambil mengangkat tangannya dan si anak mengangkat tangangannya.
Kegiatan yang ke 2: Wajah Guru dan si anak menghadap ke tembok yang ada kacanya kemudian bibir guru mengucap kata-kata “bola” guru memonyongkan bibirnya dan mengeja kata “bo” dan lidah keluar mengeja kata “la” lalu wajah si anak melihat bibir guru dikaca kemudian bibir si anak mengikuti bibir guru lalu si anak memonyongkan bibirnya dan mengeja kata “bo” kemudian mengeluarkan lidahnya dan megeja kata “la” kemudian guru dan si anak merangkai kata-kata sambil memonyongkan bibir dengan lidah keluar dan berucap kata “bo-la”. Dan guru berkata kepada si anak “Pintar” kemudian guru berkata tos sambil mengangkat tangan kanannya lalu si anak mengangkat tangan kanannya kemudian tos tangan.
Kegiatan yang ke 3: Tangan guru meletakan gambar di dinding kemudian guru berkata “mana burung” tangan si anak menunjuk ke arah gambar kucing guru berkata “tidak” dan berkata “mana gambar burung” tangan si anak tidak meunjuk lalu si anak menguap guru berkata “tutup mulutnya” lau guru berkata lagi “ayo mana burung” sambil memegang tangan si anak dan mengarahkan tangan si anak lalu tangan si anak menunjuk gambar burung guru berkata “bu-rung” sambil menghadap ke wajah si anak dan memonyongkan bibirnya si anak mengikuti bibir si guru dan memonyongkannya dan berkata “bu-rung” Kemudian guru berkata kembali “mana bola” tangan si anak menunjuk ke arah gambar bola lalu si anak menguap guru berkata “pintar” dan berkata “tutup-tutup mulutnya”. Lalu guru berkata “bo-la” di hadapan wajah
si anak dengan memonyongkan bibirnya lalu si anak mengikuti bibir gurunya dan memonyongkan bibirnya dan berkata “bo-la”. Guru berkata “tos” sambil mengangkat tangannya dan si anak mengangkat tangannya lalu tos tangan.
Deskripsi Latar