• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Instruksional Guru Dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Instruksional Guru Dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Di susun Oleh

Rahmi Isnaini 204051002855

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

DI SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)

Oleh

RAHMI ISNAINI NIM: 204051002855

Pembimbing

(3)

Dengan ini, saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S I) di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini buka hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Agustus 2008

(4)

i

ABSTRAK

Nama : Rahmi Isnaini

Judul : “Komunikasi Instruksional Guru dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”

Komunikasi merupakan sebuah alat transformasi yang digunakan oleh manusia dengan berkomunikasi manusia dapat mengekspresikan keinginannya. Komunikasi juga ada dalam sebuah pendidikan dalam prosesnya melibatkan banyak komponen yang terdiri atas guru, murid, kepala sekolah dan lainnya. Di dalam sebuah kependidikan ada 2 konsep yang sangat berkaitan, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar ada pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran pada pihak guru. Namun demikian pembelajaran atau intrucsion biasanya terjadi dalam situasi formal dimana guru mentransformasikan ilmu yang diberikan kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum yang hendak dicapai.

Dalam proses belajar mengajar seyogyanya guru dapat mengisntruksikan muridnya melalui berbagai macam komunikasi yang digunakan. Supaya murid dapat mengerti dan memahami sebuah pelajaran. Apalagi murid yang diajarkan adalah murid khusus yang menyandang autisme yaitu anak yang tidak mampu dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik. Maka guru harus mengetahui metode pembelajaran yang pantas digunakan dalam mengajar murid tersebut. Karena pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu. Dan individu autis juga layak mendapatkan sebuah pendidikan.

Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui komunikasi instruksional yang dipakai oleh guru dalam proses belajar mengajar ketika mengajar murid autis, lalu metode yang digunakan oleh guru dalam membina anak autis dan ingin mengetahui faktor yang menunjang dan faktor yang menghambat di dalam proses belajar mengajar. Melalui observasi, wanwancara dan dokumentasi guna mendapatkan informasi data penelitian yang dibutuhkan dan hasil data diuraikan melalui catatan lapangan dengan menggunakan teknik keabsahan data.

Analisis dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kulitatif yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.

(5)

ii

KATA PENGANTAR

ﻢﻴﺣّﺮﻟاﻦـﻤﺣّﺮﻟاﷲاﻢﺴــﺑ

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang

Maha Adil dan Maha Pengasih tanpa Inayah-Nya tak mungkin penulis bisa

mencapai pendidikan sampai strata satu (S1).

Shalawat serta salam semoga tetap teriring keharibaan junjungan Nabi besar

Muhammad SAW para keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya

sampai akhir zaman. Atas do’a dan usaha, dan perjalanan panjang, akhirnya

penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas penting yang mempertaruhkan

segenap keilmuan yang penulis pelajari selama menuntut ilmu di Fakultas

Dakwah dan Komunikasi, walaupun jauh dari kesempurnaan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini penulis

memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara moriil maupun

materiil, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan kesempatan baik secara edukatif

maupun administratif sehingga memperlancar skripsi ini.

2. Dr. Arief Subhan, M.A. Selaku Pembantu Dekan Satu (PUDEK I). Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Drs. Mahmud Jalal M.A.

Selaku Pembantu Dekan Dua (PUDEK II). Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan nasehat serta dorongan

(6)

iii

(PUDEK III). Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah,

Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan arahan kepada penulis.

3. Dra. Asriati Jamil, M. Hum, dan Dra. Musfirah Nurlaily, M.A, selaku Ketua

Koordinator Teknis dan Sekretaris Koordinator Teknis Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Program Non Reguler.

4. Dra. Nurul Hidayati M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan

bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan

begitu banyak wawasan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

6. Bu Asti dan Bu Iis selaku Pimpinan dan Sekretaris Sekolah Dasar Insania

Jatiasih Bekasi beserta Staf pengajarnya (Bu Nia, Bu Olyah, Bu Diah, Bu

Anti, Bu Indah), yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.

7. Ayahanda Barlin Kamin dan Ibunda Darmilis yang telah membesarkan dengan

kasih sayang, mendidik, dan yang selalu memberikan do’a. Semoga dalam

lindungan Allah SWT Amin. Uni Ineng, Abang Adri dan Abang Tamjil yang

telah membantu penulis baik moriil maupun materiil dan memberikan

semangat serta do’anya demi keberhasilan penulis.

8. Rekan-Rekan Mahasiswa Non Reguler KPI (B) angkatan 2004, Pak Nurdin,

Nurul, Vina, Rany, Lia, Umi, Oom, Mila KD, Millati, Erfan, Ronal, Irul,

Syauqi, Roby, Tedy, Muhaimin, Dado, Haris, Culo, Ryan dan Umar, yang

telah sama-sama berbagi ilmu, berdiskusi, bercanda dan saling berbagi rasa,

(7)

iv

9. Teman-teman yang berada di rumah kost “Al-Barkah 2” yang penulis tidak

bisa sebutkan satu persatu, atas kebersamaan dan canda tawa mereka yang

senantiasa mengobati rasa jenuh dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,

teman sekamar penulis yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka

thanks guys.. “Nurma”

10.Mas Ari yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan motivasi dan do’anya,

thanks for everything.. Abang Samsul thanks guys.. dan untuk semua pihak

yang terkait dalam pembuatan skripsi ini baik langsung maupun tidak

langsung.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis kembalikan semoga semua yang

telah diberikan kepada penulis akan menjadi amal ibadah yang tak terhapus

selamanya. Dengan kerendahan hati, penulis memohon do’anya agar ilmu yang

telah di peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat dan memberi berkah. Semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca

(8)

v

DAFTAR ISI

Abstrak...i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Metodologi Penelitian... 6

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II : TINJAUAN TEORITIS A. Komunikasi Instruksional 1. Pengertian Komunikasi Intruksional... 10

2. Pengertian Belajar Mengajar... 11

3. Tujuan Belajar Mengajar ... 14

B. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi ... 15

2. Unsur-unsur Komunikasi ... 17

3. Tingkatan Komunikasi ... 20

4. Jenis-jenis Komunikasi ... 21

(9)

vi

C. Autis

1. Pengertian Autis ... 25

2. Penatalaksanaan Anak Autis ... 31

BAB III : GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania ... 39

B. Tujuan Sekolah Dasar Insania ... 40

C. Sasaran Sekolah Dasar Insania... 41

D. Visi dan Misi Sekolah Dasar Insania ... 41

E. Sarana Prasarana Sekolah dasar Insania ... 41

F. Program Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Dasar Insania... 42

G. Struktur Organisasi Sekolah Dasar Insania... 49

BAB IV : TEMUAN DAN ANLISIS DATA A. Komunikasi yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi ... 51

B. Metode yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi... 61

(10)

vii

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran-saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA………..70

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan aktivitas manusia dasar, dengan

berkomunikasi manusia melakukan hubungan, karena manusia makhluk

sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling

membutuhkan. Hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya

dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Komunikasi adalah sendi dasar

terjadinya proses interaksi sosial, karena tanpa komunikasi kehidupan

manusia tidak akan berkembang dan tidak akan menghasilkan kebudayaan

yang tinggi. Dengan berkomunikasi manusia mencoba mengekspresikan

keinginannya dan dengan berkomunikasi itu pula manusia melaksanakan

kewajibannya. Seperti dikutip oleh Toto Tasmara bahwa Wilbur Schramn

(1980) memberikan predikat manusia sebagai the communication animal,

artinya tanpa komunikasi manusia akan jauh derajatnya pada tingkat yang

rendah.1

Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi

instruksional (instructional communication) salah satu aspek fungsi

komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar (komunikan)

dalam situasi instruksional yang terkondisi.

Dalam penelitian ini, fungsi komunikasi dalam pendidikan adalah

sebagai pengalihan ilmu pengetahuan yang mendorong perkembangan

1

(12)

intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran

yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.2

Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi antara guru

sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Karena dalam bidang

pendidikan melibatkan komunikasi antara guru dan murid, maka satu sama

lain dapat menyampaikan pesan, maksud dan tujuan menurut caranya

masing-masing. Pesan yang disampaikan tersebut dapat direncanakan

terlebih dahulu kepada para murid selaku komunikan. Pihak komunikator

atau guru dalam hal ini mengharapkan feedback dari komunikan atas ide-ide

dan pesan-pesan yang disampaikan, sehingga dengan pesan di sampaikan

tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan.

Seorang guru (komunikator) mengupayakan perubahan sikap peserta didik

selaku komunikan dalam pembentukan kepribadian berdasarkan nilai-nilai

tertentu yang disampaikan melalui proses kegiatan belajar-mengajar

(KBM).3

Dalam dunia pendidikan yang memegang peranan komunikasi adalah

guru/pendidik. Pada kegiatan proses balajar mengajar guru

menginstruksikan pesannya melalui tindakan - tindakan komunikasi.

Tindakan komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai macam cara,

baik secara “verbal” (dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan)

ataupun “non verbal” (tidak dalam bentuk kata-kata, misalnya gestura, sikap

tingkah laku, gambar-gambar dan bentuk-bentuk lainnya yang mengandung

arti). Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak

2

H.A Widjaya, komunikasi dan hubungan masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),h.11 3

(13)

langsung. Bicara secara tatap muka, berbicara di depan kelas dalam proses

belajar mengajar, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang,

sekelompok orang atau organisasi, ini adalah contoh-contoh dari tindakan

komunikasi langsung. Sementara yang termasuk tindakan komunikasi tidak

langsung adalah komunikasi yang dilakukan secara perorangan tetapi

melalui medium atau alat perantara tertentu. Misalnya penyampaian

informasi melalui surat kabar, majalah, radio, TV, film, pertunjukan

kesenian dan lain-lain.4

Pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu, apalagi bila ia

termasuk penyandang autisme. Setiap orangtua mendambakan agar anaknya

bisa mengikuti pendidikan jalur 'normal' yang memberikan kesempatan bagi

anak mengikuti semua kegiatan.

Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa, manusia di lahirkan dalam

keadaan lemah fisik, maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang

demikian ia telah mempunyai kemampuan bawaan yang bersifat laten.5

Sekolah Dasar Insania, sangat berperan bagi pembentukan dan

perkembangan anak yang menderita autis. Lembaga ini bertujuan untuk

mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus,

sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat dan

memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang

secara optimal. Lembaga ini juga sekaligus merupakan salah satu wadah

yang signifikan dalam membentuk sarana keagamaan pada diri seorang

4

Sasa Djuarsa Sendjaja, (at. Al), Pengantar Komunikasi , (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), Cet ke-4, h.2

5

(14)

anak autis. Penulis melihat, bahwa Sekolah Dasar Insania merupakan

sarana pembelajaran yang memiliki peranan penting dalam membina

anak-anak yang menyandang autis dan juga sekaligus berfungsi sebagai media

untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya antara guru dan murid autis

dalam proses belajar mengajar.

Interaksi belajar mengajar diarahkan agar aktivitas berada pada pihak

anak didik. Hal ini menjadi keharusan karena anak didik merupakan

orientasi dari setiap proses atau langkah kegiatan belajar-mengajar, peranan

guru disini sebagai pembimbing yang dapat mengarahkan murid dan

memberikan motivasi untuk mencapai hasil yang optimal.6

Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu

proses pengoperan atau pemindahan informasi dari komunikator kepada

komunikan untuk mencapai suatu tujuan yang digunakan oleh komunikator.

Karena itu, penting bagi pendidik dan orangtua anak autis untuk bekerja

sama berusaha mencari penanganan terbaik bagi anak-anak ini. Mau tidak

mau, suka tidak suka, para orang dewasa di sekitar anak autis lah yang harus

menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak autis. Berikan mereka

kesempatan dan target yang realistis di tempat belajar "umum", serta ajarkan

keterampilan-keterampilan baru melalui cara yang khusus sesuai

kemampuan dan gaya belajar mereka.

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, akhirnya penulis tertarik

untuk membahas dan mendalami skripsi yang berjudul:

6

(15)

“Komunikasi Instruksional Guru Dan Murid Autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Memperhatikan luasnya masalah yang di uraikan, maka penulis

membatasi pada masalah yaitu komunikasi Instruksional yang dipakai dalam

proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania.

2. Perumusan Masalah.

Berdasarkan pembatasan di atas, maka perumusan masalah yang akan

penulis kemukakan sebagai berikut:

a. Bagaimana komunikasi instruksional yang dipakai dalam proses belajar di

Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi?

b. Metode apakah yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah

Dasar Insania Jatiasih Bekasi?

c. Faktor apakah yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar

mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Bertujuan untuk mengetahui komunikasi instruksional yang di pakai dalam

proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.

b. Bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam membina anak

autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.

c. Bertujuan untuk mengetahui factor yang menunjang dan menghambat

(16)

D. Manfaat penelitian ini yaitu:

Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang

besar dalam penerapan sistem komunikasi dalam proses belajar mengajar

yang meliputi:

a. Sebagai usaha untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai

hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan profesi sesuai dengan bidang

garapan penulis.

b. Sebagai pengalaman langsung bagi penulis dalam menyusun karya

ilmiah.

c. Hasil penelitan ini diharapkan akan mengembangkan ilmu, dan

metodologis dalam ilmu komunikasi.

E. Metodologi penelitan

Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, adalah jenis

penelitian yang di hasilkan dari suatu data-data yang di kumpulkan dan

berupa kata-kata, gambar, dan merupakan suatu penelitian alamiah. Badgan

dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati mengenai pelaksanaan

komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania

Jatiasih Bekasi.

a. Waktu dan lokasi penelitian

Lokasi penelitian yang akan penulis teliti yaitu Sekolah Dasar Insania

Jatiasih Bekasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan

(17)

b. Subyek dan Obyek penelitian

Adapun subyek dalam penelitian adalah murid-murid autis yang ada

pada kelas individual dan kelas klassikal, sedangkan informan

penelitiannya yaitu guru-guru pada kelas klassikal dan individual serta

orangtua murid autis. Kemudian yang di jadikan obyek penelitian adalah

komunikasi instruksional guru dan murid autis dalam proses belajar

mengajar.

c. Teknik Pencatatan Data

Beberapa teknik pencatatan data yang penulis gunakan sebagai berikut:

1) Observasi: Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan

sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.7 Dalam hal ini

penulis secara langsung mengamati komunikasi instruksional guru dan

murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. Dengan

menggunakan alat perekam gambar (handy camera) setelah itu ditulis

kedalam catatan lapangan dengan menggunakan bahasa yang apa

adanya. Observasi ini dilakukan Sebanyak 2 kali dalam seminggu

selama 1 bulan penuh.

2) Wawancara: Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.8 Dalam hal

ini penulis mengadakan wawancara secara mendalam yang dilakukan

dengan berbagai informan yaitu guru, orangtua murid dan pihak terkait

7

Dedy Mulyanah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung PT. Rosdakarya, 2002) h.181 8

(18)

di antaranya dengan pihak yayasan kemudian penulis menuliskan hasil

wawancara dengan bahasa yang apa adanya yang sesuai dengan hasil

wawancara.

3) Dokumentasi: Sumber datanya berupa catatan dokumen yang tersedia,

bisa termasuk sumber data yang berupa catatan resmi atau juga termasuk

dokumen-dokumen ekspresif. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi

data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu

melalui observasi dan wawancara.

e. Teknik Analisa Data

Setelah data terkumpul, dan di kelompokkan sesuai dengan tujuan

penelitian untuk di analisis dan diberikan interpretasi dengan cara

mengklarifikasikannya dengan kerangka teori yang ada dan akhirnya di

simpulkan.

f. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini. Penulis berpedoman pada buku

yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul

“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) 2008”.9

F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

9

(19)

Bab II Tinjaun Teoritis

Membahas tentang pengertian komunikasi Instruksional,

pengertian belajar mengajar, tujuan belajar mengajar, pengertian

komunikasi, unsur-unsur komunikasi, tingkatan komunikasi,

jenis-jenis komunikasi, hambatan-hambatan komunikasi, pengertian

autis, dan penatalaksanaan anak autis.

Bab III Gambaran Umum Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi

Membahas tentang Latar Belakang SD Insania, Tujuan SD Insania,

Sasaran SD Insania, Visi dan Misi SD Insania, Sarana Prasarana

SD Insania, Struktur Organisasi SD Insania.

Bab IV Temuan dan Analisis Data

Membahas tentang analisa terhadap komunikasi instruksional

yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar

Insania Jatiasih Bekasi, metode yang dipakai dalam membina anak

autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi, faktor-faktor yang

menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di

Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.

BAB V Penutup

Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi, yang

berisi tentang kesimpulan, saran-saran. Pada bagian akhir dari

penulisan skripsi, penulis menyajikan daftar pustaka yang menjadi

referensi dalam peulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran yang

(20)

10

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Komunikasi Instruksional

1. Pengertian Komunikasi Instruksional

Istilah Instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti

pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau instruksi. Webster’s Third

New International Dictionary of the English Language mencantumkan kata

intruksional (dari kata to instruct) dengan arti “memberikan pengetahuan atau

informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai bidang khusus,

memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau

spesialisasi tertentu”. Atau dapat berarti pula ”mendidik dalam subjek atau

bidang pengetahuan tertentu”. Disini juga di cantumkan dengan makna lain

yang berkaitan dengan komando dan perintah.10

Di dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak di artikan perintah,

tetapi lebih mendekati kedua arti yang pertama, yakni pengajaran dan atau

pelajaran. Bahkan akhir-akhir ini kata tersebut diartikan sebagai pembelajaran.

Kalau pada istilah pengajaran, yang dominan adalah guru, pengajar, atau

dosen sebagaimana kata mengajar itu sendiri datangnya dari pengajar, maka

pada pelajaran titik beratnya adalah pada materi atau pesan yang diajarkan

oleh pengajar tadi. Titik perhatiannya berbeda. Mengajar pada guru, belajar

pada murid, dan pelajaran pada bahan yang digunakan oleh guru untuk

disampaikan kepada murid, dan murid melaksanakan ajaran atau bahan ajar

10

(21)

tadi, ini disebut belajar. Sedangkan bahan belajar dan sekaligus bahan

pengajaran tadi disebut pelajaran atau bidang studi.11

Di dalam dunia pendidikan sekarang, istilah pengajaran ataupun pelajaran

mempunyai makna yang berbeda meskipun kedua istilah tersebut bisa berasal

dari kata yang sama: Instruction. Oleh karena itu, kata ini tidak di

alihbahasakan menjadi pengajaran atau pelajaran. Ia diterjemahkan dengan

pembelajaran karena kata ini lebih dapat mewakili pengajaran, pelajaran, dan

belajar.12

Uraian diatas menunjukan bahwa istilah intruksional, pembelajaran, yang

pada prinsipnya merupakan proses belajar yang terjadi akibat tindakan

pengajar dalam melakukan fungsinya, yaitu fungsi yang memandang pihak

belajar sebagai subjek yang sedang berproses menuju cita-citanya mencapai

sesuatu yang bermanfaat kelak. Dan itulah tujuan akhir proses belajar yang

direncanakan pada sistem intruksional itu mengacu pada tujuan yang lebih

luas, bahkan tujuan yang menjadi panutannya, yaitu tujuan pendidikan.

2. Pengertian Belajar Mengajar

Sebelum penulis menguraikan tentang pengertian belajar mengajar terlebih

dahulu penulis akan menguraikan tentang pengetian belajar. Belajar adalah

suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung

seumur hidup. Sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti.13 Salah satu

pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan

tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut menyangkut baik perubahan

11 Ibid 12

Ibid 13

(22)

yang bersifat pengetahuan dan keterampilan maupun menyangkut nilai dan

sikap.

Gage (1984) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana

organisma berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga

Harold Spear mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan,

pendengaran, membaca dan meniru.14

Belajar merupakan suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu

kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil latihan penguatan.

Penguatan itulah yang merupakan sebab adanya perubahan tersebut, murid

dikatakan telah mengalami belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang

sebelumnya ia tidak dapat melaksanakannya.15

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan

bahwa belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman

atau latihan. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa

memperoleh perilaku yang baru / memperbaiki / meningkatkan perilaku yang

sudah ada. Belajar menghasilkan perubahan perilaku baik positif maupun

negatif. Belajar disekolah diarahkan untuk memperoleh perlakuan yang

positif.

Belajar adalah proses perubahan berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya

tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut

pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.

14

Martinus Yamin, Srategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press,2004), Cet. Ke-2, h.99

15

(23)

Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai

proses dan hasil belajar termasuk cakupan tanggung jawab guru.16

Setelah menguraikan definisi belajar penulis akan membahas pengertian

mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mencapai

kondisi suatu sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk

berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik murid maka

mengajar sebagai kegiatan guru.

Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut

pengertian ini berarti tujuan belajar dari murid itu hanya sekedar ingin

mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi pengertian

semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena

hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya.

Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang

memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar dikelas.

Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas

mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya. Dan

menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan,

mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk

berlangsungnya kegiatan belajar bagi para murid. Kondisi ini diciptakan

sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik

jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Pengertian mengajar

seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu

adalah mnyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan

16

(24)

banyak melakukan kegiatan adalah muridnya, dalam upaya menemukan dan

memecahkan masalah.

Yang belajar adalah murid itu sendiri dengan kegiatannya sendiri. Guru

dalam hal ini membimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi

yang kondusif itu sudah barang tentu guru tidak dapat mengabaikan faktor

atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar

mengajar, termasuk misalnya bagaimana dirinya sendiri, keadaan murid,

alat-alat peraga atau media metode dan sumber-sumber belajar lainnya. Konsep

mengajar ini memberikan indikator bahwa pengajarannya lebih bersifat pupil

centered, sehingga tercapailah suatu yang optimal, sangat bergantung oleh

kegiatan murid / anak didik itu sendiri.17

Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang

terorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah

sesuai tujuan pendidikan

3. Tujuan Belajar Mengajar

Tujuan dari proses belajar mengajar adalah sebagai pengumpulan

pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap dan

perbuatan.18

Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen pertama

yang harus ditetapkan dalam proses pengajaran yang berfungsi sebagai

indikator keberhasilan pengajar. Tujuan pada dasarnya merupakan rumusan

tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki murid setelah ia

17

Sardiman A,M. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 47-48

18

(25)

menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses pengajaran.

Tujuan dari belajar mengajar pada hakikatnya adalah hasil belajar yang

diharapkan.19

B. Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Cherry dalam stuart, (1983) mendefinisikan komunikasi berpangkal pada

perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau

membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga

berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi.20

Akan tetapi pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah

dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan

makna antara dua pihak yang dikatakan minimal. Karena kegiatan komunikasi

tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tapi juga

persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau

keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang

mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human

communication) bahwa:

”Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki

orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar

sesama manusia (2) melalui pertukaran komunikasi (3) untuk menguatkan

19

Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Al Gesindo, 2000 cet ke 5 h. 30.

20

(26)

sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan

tingkah laku itu”.21

Carl Hoveland (1953) menyatakan bahwa komunikasi adalah “proses

bilamana seorang individu atau komunikator pengoperan stimulasi yang

biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku individu

lainnya atau komunikan”.22

Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa dalam

komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyampaikan

pesan berupa lambang-lambang kepada orang lain melalui saluran yang

disebut channel atau media, selain itu pula dalam definisi Hoveland tampak

adanya penekanan bahwa komunikasi adalah bukan sekedar menyampaikan

pesan, tetapi untuk mengubah pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan.

Untuk lebih memahami pengertian komunikasi, tepatlah apa yang

dikemukakan oleh Harold Lasswell (1948) dalam karyanya, “The Structure

and Function of Communication in Society”, bahwa cara yang baik untuk

menjawab pertanyaan sebagai berikut “Who says what in which channel to

whom with what effect?”. Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa

komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut,

yakni: komunikator, pesan, komunikan, media dan efek.

21

Ibid, hal 18-19 22

(27)

Jadi pada dasarnya Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah proses

penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang

menimbulkan efek tertentu.23

Dari uraian beberapa tokoh di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa

komunikasi adalah suatu proses pengoperan atau pemindahan

lambang-lambang informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu

tujuan yang diinginkan oleh komunikator. Dalam proses belajar mengajar

komunikasi lebih bersifat khusus, ini artinya komunikasi yang di terapkan

dalam proses belajar mengajar lebih menekankan pada penerapan teori-teori

komunikasi yang dapat memudahkan seorang guru menyampaikan kurikulum

kepada murid sehingga tercapai tujuan pendidikan.

2. Unsur-unsur Komunikasi

Komunikasi adalah proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan

pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang

atau lebih dengan tujuan tertentu. Dari pengertian komunikasi sebagaimana

diuraikan diatas, tampak adanya sejumlah komponen dan unsur yang dicakup

dan merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam bahasa komunikasi

komponen atau unsur adalah sebagai berikut:24

a. Komunikator

Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis,

kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, Radio,

televisi, film dan sebagainya. Dalam komunikator menyampaikan pesan

kadang-kadang komunikator dapat menjadi komunikan sebaliknya

23

Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13, h.10.

24

(28)

komunikan menjadi komunikator.25 Komunikator berfungsi sebagai

encoder yaitu, sebagai orang yang memformulasikan pesan yang kemudian

menyampaikan kepada orang lain.26 Syarat-syarat yang perlu diperhatikan

oleh seseorang komunikator adalah sebagai berikut:27

1) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya.

2) Keterampilan berkomunikasi

3) Mempunyai pengetahuan yang luas

4) Sikap

5) Memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk

melakukan perubahan sikap / penambahan pengetahuan bagi diri

komunikan.

b. Pesan

Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan

cara tatap muka atau melalui media komunikasi, isinya bisa berupa ilmu

pengetahuan, hiburan informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa

Inggris pesan biasanya di terjemahkan dengan kata message, content atau

information.28

Pesan dalam dunia pendidikan adalah muatan kurikulum yang

disajikan oleh guru sebagai komunikator atau penyampai pesan kepada

siswa / murid selaku komunikan atau yang menerima pesan.

25

Ibid. h, 12 26

Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & anak dalam keluarga. Sebuah perspektif pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) cet ke-1, h, 11-12

27

H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) h.12

28

(29)

c. Media

Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk

memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa

pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media

bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi

antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi.29

Media dalam dunia pendidikan dapat berupa papan tulis, benda, peta,

atau yang lainnya yang sesuai dengan pesan atau kurikulum yang di

sampaikan.

d. Penerima / Komunikan

Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi

sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan ke dalam

konteks pengertiannya sendiri.30 Komunikan mempunyai peranan sebagai

penerima pesan atau sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi

haruslah mengikuti dan menyesuaikan diri dengan proses komunikasi agar

tidak terjadi hambatan-hambatan sehingga tercapai pada tujuan

komunikasi.31

Komunikasi bisa seseorang (murid) atau sekelompok orang atau

organisasi / institusi yang menjadi sasaran penerima pesan.

e. Pengaruh / Efek

De Fleur, (1982) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang

dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah

29

H. Hafied Cangara Ibid, h.23-24 30

Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13 h.59

31

(30)

menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan

tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan

perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan

tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.32

Dalam proses belajar mengajar efek adalah hasil dari apa yang

diajarkan oleh guru yang disampaikan kepada murid supaya murid tersebut

dapat mengerti dan memahami pelajaran.

3. Tinkatan Komunikasi a. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi, yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan

secara langsung antara seseorang dengan orang lain atau secara tatap muka

(face to face). Misalnya: percakapan secara tatap muka diantara dua orang

(seperti guru dengan murid ketika sedang konsultasi), surat menyurat

pribadi, dan percakapan melalui telepon. Corak komunikasinya juga

bersifat pribadi, dalam arti pesan atau informasi yang disampaikan hanya

ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang

terlibat.33

b. Komunikasi dan kelompok

Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu

kelompok. Pada tingkatan ini, tiap individu yang terlibat masing-masing

berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok.

Pesan atau informasi yang di komunikasikan juga menyangkut semua

32

H. Hafied Cangara, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet I, h.25

33

(31)

kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya:

ngobrol-ngobrol dalam keluarga antar bapak, ibu, dan anak-anaknya,

diskusi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan seorang guru

dengan murid-muridnya didalam kelas.34

c. Komunikasi Massa

Komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang

menggunakan media massa. Massa adalah kumpulan orang-orang yang

hubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak mempunyai struktur

tertentu. Komunikasi massa sangat efisien karena dapat menjangkau

daerah yang luas dan audiensi yang praktis tak terbatas, namun

komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat persona karena

komunikasi massa tidak dapat langsung diterima oleh massa. tetapi

melalui opinion leader, ialah yang kemudian menerjemahkan apa yang

disampaikan dalam komunikasi massa itu kepada komunikan.35

4. Jenis-jenis Komunikasi a. Komunikasi Verbal

Yaitu komunikasi yang menggunakan bahasa dan tulisan. Menurut

Paulette J. Thomas, komunikasi verbal adalah penyampaian dan

penerimaan pesan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan.

Lambang verbal adalah semua lambang yang digunakan untuk

menjelaskan pesan-pesan dengan memanfaatkanan kata-kata (bahasa).36

Dalam proses belajar mengajar komunikasi verbal dapat dilangsungkan

34

Sasa Djuarsa Sendjaja, Sendjaja, (et.al). Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka 1993), Cet ke-4.h.39

35

H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.37 36

(32)

dengan kata-kata, seperti: ceramah, bercerita, berdiskusi dan lain-lain. Bisa

juga dilangsungkan dengan menggunakan tulisan surat, buku, majalah,

koran, dan lain-lain. Bahasa lisan dan tulisan adalah lambang yang paling

banyak digunakan dalam komunikasi seperti komunikasi yang terjadi

antara guru dan murid. Sebabnya ialah karena bahasa selain dapat

mewakili kenyataan yang konkrit dan obyektif dalam dunia sekeliling kita,

juga dapat mewakili hal yang abstrak sekalipun. Yakni bahasa verbal

adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, gagasan, perasaan dan

maksud kita.37

b. Komunikasi Non Verbal

Menurut penulis komunikasi non verbal yaitu jenis komunikasi yang

menggunakan symbol, lambang, gerakan-gerakan, sikap, ekspresi wajah

dan isyarat yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Pelaksanaan

komunikasi dengan non verbal inipun tidak kalah pentingnya, namun

dalam kenyataannya, jika seseorang belum mengetahui lambang-lambang

yang ada, maka akan salah arti, dan akibatnya akan fatal. Dalam

prakteknya yang lebih efektif itu adalah komunikasi verbal dan non verbal

saling mengisi. Seperti halnya jika ada gambar di surat kabar, maka akan

lebih jelas jika ada keterangannya dengan verbal. Karena jika tidak ada

keterangan, mungkin akan salah arti.38

Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas

dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi

no verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal,

37

Ibid, h.93 38

(33)

dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis

komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi non verbal

bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur

mengungkapkan hal yang mau diungkap secara sepontan.39

Albert Mehrabian (1981) di dalam bukunya ”Silent Message: Implicit

Communication Of Emmotion and Attitudes” menegaskan hasil

penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari

fungsi-fungsi: 7% pernyataan verbal, 38 % bentuk vokal, dan 55 %

ekspresi wajah. Dengan demikian kode-kode non verbal merupakan aspek

sangat penting di dalam komunikasi manusia.40

c. Komunikasi Satu Arah

Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang bersifat koersifdapat

berbentuk perintah, instruksi dan bersifat memaksa dengan menggunakan

sanksi-sanksi.41

d. Komunikasi Dua Arah

Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang bersifat informatif dan

persuasif dan memerlukan hasil (feed back).42

5. Hambatan-hambatan komunikasi

Menurut Hafied Cangara dalam karyanya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”,

mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang

39

Agus M. hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. 2003. cet ke-1, hal.26

40

Ibid, h. 95 41

H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.100 42

(34)

membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan

komunikator pada penerima.43

Hambatan Komunikasinya sebagai berikut:

a. Hambatan Teknis

Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam

berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang

ditaransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (channel noise).

b. Hambatan Semantik

Hambatan semantik ialah hambatan komunikasi yang disebabkan

karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.

c. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan

oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga

penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan

sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.

d. Hambatan Fisik

Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi

geografis. Misalnya jarak jauh sehigga sulit dicapai, tidak adanya sarana

kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan sebagainya.

e. Hambatan Status

Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial

diantara peserta komunikasi. misalnya perbedaan status antara senior dan

yunior atau atasan dan bawahan.

43

(35)

f. Hambatan Kerangka berfikir

Hambatan kerangka berfikir ialah hambatan yang disebabkan adanya

perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang

digunakan dalam berkomunikasi.

g. Hambatan Budaya

Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena

adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh

pihak-pihak yang terlibat dalam berkomunikasi.44

C. Autis

1. Pengertian Autis

Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks pada yang ditandai

dengan adanya gangguan dengan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa

perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.45

Budiman, (1997) mendefinisikan Autisme adalah salah satu defisit

perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh

gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu

terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta

munculnya perilaku yang bersifat repetitif, stereotipik dan obsesif.

Lumbantobing (2001) mendefinisikan Autisme sebagai gangguan

perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan fungsi afek,

komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup

interest (minat), kognisi dan atensi. Anak dengan gangguan autis dikenal

sebagai pribadi yang tak mampu berkomunikasi dengan orang terdekat

44

Ibid, h. 153-156 45

(36)

sekalipun. Anak autis juga tak mampu mengekspresikan perasaan dan

keinginannya, seringkali tertawa atau menangis sendiri.

Kata autisme sering juga disebut dengan kata autis kata autis disini

pengertiannya sama saja degan kata autisme dan tak ada bedanya hanya

kebanyakan orang memendekan kata autisme menjadi autis.

Autis berasal dari kata “auto” yang berarti berdiri sendiri. Kalau kita

perhatikan, maka kita akan mendapat kesan bahwa penyandang autisme itu

seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme ini baru diperkenalkan

oleh Leo Kanner pada tahun 1943 saat Leo melihat seorang anak berperilaku

aneh, acuh terhadap lingkungan, cenderung meyendiri dan seakan-akan hidup

dalam dunianya sendiri. Masalah pada penyandang autisme ini dapat

dikelompokan dalam adanya masalah gangguan interaksi sosial, masalah

gangguan komunikasi / bicara, masalah gangguan perilaku, dan masalah

gangguan sensori (penginderaan).

Memiliki anak yang menderita autis memang berat. Anak penderita autis

seperti seorang yang kerasukan setan maksudnya adalah anak autis terkadang

tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba menangis dan kadang marah tak terkendali.

Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan

emosinya. Dia sendiri tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan

memiliki gerakan-gerakan aneh yang selalu diulang-ulang. Selain itu dia

punya ritual sendiri yang harus dilakukannya pada saat-saat atau kondisi

tertentu.46

46

(37)

IQ-EQ (2001) mendefinisikan Autisme adalah gangguan perkembangan

khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak

mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya

sendiri.

Beberapa hal yang menyebabkan anak menderita autisme disebabkan oleh

adanya kelainan struktur otak atau fungsi otak. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Edelson tahun 1980 di Utah Amerika Serikat, mutasi gen

adalah kemungkinan terbesar penyebab autisme. Kelainan otak itu terjadi

karena:

a. Faktor genetik, (kelainan kromosom)

b. Gangguan pertumbuhan sel otak

c. Komplikasi saat hamil dan persalinan (pendarahan, gawat janin, dan lain-

lain)

d. Gangguan sistim kekebalan tubuh (auto imun) karena vaksinasi dan

infeksi virus

e. Keracunan timah hitam dan bahan kimia yang beracun

f. Setelah anak mengalami kejang

g. Defisiensi enzim pencernaan (tubuh tidak dapat mendetoksifikasi) zat

toksik, fenol (zat pewarna) dan amin (terdapat di apel, jeruk, para setamol,

coklat)47

Klasifikasi Autisme

Autisme diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan waktu pertama kali

gangguan autisme terjadi pada seorang anak, yaitu:

47

(38)

a. Autisme Klasik (Infantil Autisme)

Gejala autisme klasik dapat diketahui sejak si anak baru lahir.

Penyebabnya dikarenakan adanya gangguan pada saat kehamilan, seperti si

ibu terkena virus rubella, taksoplasma atau terpapar logam berat (merkuri dan

timbal). Hal tersebut berpengaruh mengacaukan pembentukan sel saraf di otak

janin yang menyebabkan anak lahir dengan gejala autisme.48

Adapun penderita autisme klasik memiliki beberapa gejala yaitu: 49

1) Gangguan interaksisosial seperti:

a) Menolak atau menghindari untuk bertatap muka

b) Anak mengalami ketulian

c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk

d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang

e) Bila mengiginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan

mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya

f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh

g) Tidak berbagi kesenangan oleh orang lain kadang mereka masih

mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar,

kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun

h) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya di

bandingkan terhadap orangtuanya

2) Hambatan dalam komunikasi verbal dan non verbal

a) Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara

48 Ibid 49

(39)

b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat di mengerti oleh orang lain yang

sering disebut sebagai bahasa planet.

c) Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang

sesuai.

d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi

e) Meniru atau membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian,

nada, maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya.

f) Kadang bicara monoton seperti robot50

g) Mimik muka datar

h) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan

bereaksi dengan cepat.

3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain

Pada anak autis terlihat adanya perilaku yang berlebihan (excessive) dan

kekurangan (deficient).

Contoh perilaku yang berlebihan adalah:

a) Adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, lari kesana sini tak

terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau

meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu.

Contoh perilaku yang kekurangan adalah:

b) Duduk diam bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara

monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang,

c) Duduk diam terpukau oleh sesuatu hal, misalnya bayangan, atau benda

yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti

(40)

sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus

dipegangnya dan dibawa kemana-mana. Perilaku yang ritualistik sering

terjadi.

4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi

a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak

merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang

menangis akan di datangi dan dipukulnya.

b) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang

nyata.

c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak

mendapatkan apa yang di inginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan

dekstruktif.

5) Gangguan dalam persepsi sensoris

a) Mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.

b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.

c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan bila digendong cenderung merosot

untuk melepaskan diri dari pelukan.

d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.

b. Autisme Regresif

Autisme yang gejalanya muncul saat anak berusia 12-24 bulan, walaupun

pada awalnya anak sempat berkembang normal.51

Gejala-gejala yang digambarkan diatas tidak harus ada semua pada setiap

anak penyandang autisme. Pada penyandang autisme yang berat mungkin

(41)

hampir semua gejala diatas ada, tapi pada kelompok yang termasuk ringan

hanya terdapat sebagian saja dari gejala diatas.

2. Penatalaksanaan pada anak autis

Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu

perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama

belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang

bermain, tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang ulang, dan tuntunlah

mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Orang tua perlu memasuki dunia

mereka untuk membantu mereka masuk kedunia luar.

Temukan cara lain untuk mendorong perilaku baik dan untuk mengangkat

harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan

kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak autis

belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar)

dan verbal (melalui kata-kata).

Masukan komunikasi argumentative dalam kegiatan rutin sehari-hari

dengan menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan

untuk membantu anak mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya.

Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara tetapi

sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak

mempelajari kata baru dalam permainan, sebaiknya orangtua tetap berbicara

kepada anak autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan

mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, tangan, bahasa tubuh

manusia maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktifitas

(42)

sistem gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia

disekitarnya.52

Penatalaksanaan Menyeluruh 1) Terapi Psikofarmaka.

Kerusakan sel otak di sistem limbik, yaitu pusat emosi akan menimbulkan

gangguan emosi dan perilaku temper tantrum, agresifitas, baik terhadap diri

sendiri maupun pada orang-orang disekitarnya, serta hiperaktifitas dan

stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang

mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak. Obat-obat yang digunakan antara

lain:

a) Haloperidol

Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor,

biasanya digunakan pada anak yang menampakkan perilaku temper

tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu

meningkatkan proses belajar biasanya digunakan dalam dosis 0,20mg.53

b) Fenfluramin

Suatu obat yang mengurangi kadar serotonin darah yang bermanfaat pada

beberapa anak autisme.54

52 Ibid 53

Campbell, M., shay dkk., 1983., Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text

Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari

http//www.google.co.id) 54

(43)

c) Naltrexone

Merupakan obat antagonis opiat yang diharapkan dapat menghambat

opioid endogen sehingga mengurangi gejala autisme seperti mengurangi

cedera pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktifitas.55

d) Clompramin

Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi,

perilaku ritual dan agresifitas, biasanya digunakan dalam dosis 3,75mg.56

e) Lithium

Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif

dan mencederai diri sendiri.57

f) Ritalin

Untuk menekan hiperaktifitas.58

2) Terapi Perilaku

Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan

tatalaksana yang paling penting. Berbagai jenis perilaku telah dikembangkan

untuk mendidik penyandang autisme, mengurangi perilaku yang tidak lazim

dan menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.

Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang autisme

untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja gurunya

yang harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap

55

Lensing, dkk., 1995,Gangguan Perkembangan Pervassif., Ilustrasi 1 Kasus, Jurnal Medika Nusantara.,vol:22(2):347-54 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id)

56

Campbell, M., shay dkk., 1983. Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text

Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari

http//www.google.co.id) 57

Lumbantobing, S.M., 2001, Anak Dengan Mental Terbelakang., Balai Penerbit Fakultas kedokteran Indonesia (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id)

(44)

anggota keluarga dirumah harus bersikap sama dan konsisten dalam

menghadapi penyandang autisme. Metode yang digunakan adalah metode

Lovass.

Pengertian Lovass adalah modifikasi tingkah laku yang dapat memberi

dorongan dan pengertian sehingga para penyandangnya dapat hidup dan

berkembang lebih baik.

Metode Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut

dengan Applied Behavioral Analysis (ABA). Metode Lovass yang dipelopori

oleh B.F Skinner seorang behavioralist. Teknik Lovass yang berdasarkan

”Behaviour modification” atau ”Discrate Trial Learning” menggunakan

urutan: A-B-C.59

A atau Antendence (pra kejadian) adalah pemberian intruksi, misalnya: pertanyaan, perintah atau visual. Berikan waktu 3-5 detik untuk si anak

memberi respons. Dalam memberikan intruksi perhatikan bahwa si anak ada

dalam keadaan siap (duduk, diam, tangan kebawah). Suara dan intruksi harus

jelas, dan instruksi tidak diulang. Untuk permulaan gunakanlah SATU kata

perintah. B atau Behaviour (perilaku) yaitu respons anak. Respons yang diharapkan haruslah jelas dan anak harus memberi respons dalam 3 detik.

Mengapa demikian, karena ini normal dan dapat meningkatkan perhatian. C

atau Consuquence (konsekuensi atau akibat). Konsekuensi haruslah seketika,

berupa reinforcer atau ”TIDAK”.

Reinforcer adalah konsekuensi yang telah diberikan setelah perilaku.

Reinforcer positif dapat berupa: pujian, pelukan, elusan, ataupun kelitikan

59

(45)

yang menyenangkan. Reinforcer dapat berbentuk apa saja asalkan itu adalah

sesuatu yang disenangi oleh anak dan ia akan berperilaku lebih baik untuk

mendapatkannya.

Prompt adalah bantuan atau apa saja yang bersifat membantu agar si anak

dapat menjawab dengan benar. Setelah si anak menjawab atau memberikan

respons yang benar, dia lalu diberikan reinforcer. Prompt yang biasa

diberikan:

FISIK : Secara fisik si anak dibantu dengan respons yang benar

MODEL : Si anak diberikan contoh agar ia dapat meniru dengan benar

VERBAL : Mengucapkan kata yang benar untuk ditiru, atau menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh sang anak,

untuk menanyakan misalnya ”apa lagi?”

GESTURAL : Secara isyarat, dengan menunjuk, melirik, ataupun gerakan kepala.

POSITIONAL : Dengan meletakan apa yang diminta lebih dekat dengan si anak dari pada benda-benda lainnya yang kita minta untuk

membedakan.

Contohnya: (1) Untuk respons yang BENAR; A-bila intruksi diberikan

yaitu: ”tepuk tangan”, B-anak menepuk tangannya; C-terapis berkata

”BAGUS” sebagai imbalan positif. (2) Untuk respons yang SALAH; A-bila

intruksi diberikan yaitu ”tepuk tangan”, B-anak melambaikan tangannya;

maka C-terapis berkata ”TIDAK”. (3) Tidak ada respons; A-bila intruksi

(46)

C-terapis akan mengatakan ”LIHAT” atau ”DENGAR” (promt atau bantuan).

Metode ini melatih anak berkemampuan bahasa, sosial, akademis, dan

kemampuan membantu sendiri.60 Dasar pemikirannya, perilaku yang

diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan

system reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan

frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan

menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.61

Tujuan Lovass / ABA (Applied Behavioral Analysis)

Membuat kegiatan belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi

anak. Mengajarkan kepada anak agar mampu membedakan atau

mendiskriminasikan stimulus-stimulus yang berbeda. Tanpa kemampuan ini,

anak tidak sanggup merespon secara tepat.

3) Terapi Bicara

Gangguan bicara dan berbahasa di derita oleh hampir semua anak autisme.

Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena

merupakan gangguan yang spesifik pada anak autisme. Anak dipaksa untuk

berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian

diajarkan berdialog setelah mampu berbicara. Anak dipaksa untuk

memandang terapis, seperti diketahui anak austistik tidak mau adu pandang

dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru

gerakan bibir terapis.62

60

Ibid, 62-63 61

Nakita, 2002.Vol:30 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 62

(47)

4) Terapi Okupasional

Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik

halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau

melakukan keterampilan lainnya.

5) Fisio Terapi

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kesimbangan

pada fisiknya misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik

halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas

dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. Biasanya terapi

inilah yang diperlukan pertama kali bagi anak. Dikarenakan mereka

mempunyai otot tubuh yang lemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa

berjalan dengan cara yang benar.

6) Pendidikan Khusus

Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para

penyandang autisme. Anak autis mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu

pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang

tidak luas dan tidak ada gambar-gambar didinding atau benda-benda yang

tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada

perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil, kemudian

baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi

mulai dimasukan pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal.63

(48)

Gaya belajar individu pada anak autis

Setiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam upayanya mencerna

informasi secara efektif. Bagaimana dengan individu autisme ada beberapa

gaya belajar yang dominan pada diri mereka.64

a) Rote learner: Anak yang memakai gaya belajar ini, cenderung menghafalkan informasi apa adanya, tanpa memahami arti simbol yang

mereka hafalkan itu. Contoh: anak dapat mengucapkan huruf dengan baik

secara urut (atau melengkapi urutan abjad yang tak lengkap), tetapi

sesungguhnya tidak tahu bahwa huruf itu bila digabung dengan huruf lain

akan menjadi kata yang mengandung makna.

b) Visual learner: Anak dengan gaya belajar 'visual' senang melihat-lihat buku atau gambar atau menonton TV dan umumnya lebih mudah

mencerna informasi yang dapat mereka lihat, dari pada yang hanya dapat

mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indera terkuat mereka,

tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar.

c) Hands-on learner: Anak yang belajar dengan gaya ini, senang mencoba- coba dan biasanya mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya.

Mulanya ia mungkin tidak tahu apa arti kata 'buka' tetapi sesudah anda

letakkan tangannya di pegangan pintu dan membantu tangannya membuka

sambil anda katakan 'buka'. Anak-anak ini umumnya senang

menekan-nekan tombol, membongkar mainan dan sebagainya.65

64

Sussman 1999, “Anak Autis” (Artikel diakses pada tanggal 21 april 2008 dari http//www.google.co.id)

65

(49)

BAB III

GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI

A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania

Berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang berkebutuhan khusus

dalam beberapa tahun terakhir ini seperti autisme, sulit konsentrasi, hiperaktif,

dan masih banyak lagi. Keadaan ini cukup memprihatinkan kita. Walaupun

anak-anak yang berkebutuhan khusus ini bisa dikatakan mempunyai

kemampuan yang terbatas, tetapi kita tidak boleh menyerah dengan kondisi

seperti ini. Banyak yang dapat kita lakukan untuk melatih mereka, misalnya

dengan melakukan terapi.

Dengan adanya situasi dan kondisi seperti diatas, maka kami mendirikan

suatu kelompok belajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Maka Pada

tahun 2000 lembaga ini didirikan oleh Bapak Dhani Widjanarko dan dikelola

oleh Ibu Diah Tri Astuti dengan nama Yayasan Asa Daya Insania (YADI).

Pada awalnya lembaga ini diperuntukan anak yang membutuhkan terapi

seperti Okupasi terapi, terapi Wicara, Sensori terapi (Fisio terapi), terapi

edukasi. Tetapi setelah lembaga ini berdiri, ternyata peminat untuk anak

berkebutuhan khusus, cukup memberikan respon dari masyarakat di daerah

bekasi umumnya dan dari orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus

pada khususnya.

Karena banyaknya permintaan dan keluhan dari orangtua yang mempunyai

(50)

sekolah umum, maka pada tahun 2005 lembaga Yayasan Asa Daya Insania

mendirikan pendidikan luar sekolah yang setara SD Insania.

SD Insania ini adalah sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus

dengan jumlah murid + 10 orang dan ditangani oleh 2 guru dari IKIP PLB, 1

guru musik, 1 guru lukis. Semua guru-guru tersebut sudah berpengalaman

menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus.47

SD Insania berdiri berdasarkan naungan Yayasan Asa Daya Insania

dengan berdasarkan akte notaris IRENE KUSUMAWARDHANI

SH.NO.232/Y/2002/PN.BKS.

Pada awalnya lembaga ini berdomisili di Jl. Sadewa no.27 KOMP.PEMDA

Jatiasih, dikarenakan tempat bermain kurang memadai, maka kegiatan belajar

mengajar pindah ke Jl. Nakula II Blok B no.13 KOMP.PEMDA Jatiasih Tlp.

021-82413578, 021-82413579.

Lembaga ini dipercayakan pengelolahnya kepada Ibu Diah Tri Astuti

dibantu dengan 8 orang tenaga pengajar khusus yang sesuai dengan disiplin

ilmunya dan 1 orang tenaga administrasi.48

B. Tujuan Sekolah Dasar Insania

1. Mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus,

sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.

2. Menumbuhkan kemandirian anak.

3. Memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang

secara optimal.

4. Menyediakan faslitas belajar bagi anak berkebutuhan khusus.49

47

Dokumentasi SD Insania 48

Gambar

Tabel I
Tabel II

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemurnian lemak fleshing terhadap pembuatan sabun mandi.. Lemak fleshing yang banyaknya antara 22-33%

Krop merupakan bagian penting bagi tanaman kubis dimana sebagai tolak ukur bagi petani kubis dalam keberhasilan penanaman kubis krop dimana hasil pada tanamn kubis

tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi dalam pemilu di Kecamatan Pajangan ini masih. didominankan oleh kontrol sosial masyarakat

[r]

Variabel independen yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah gaya kepemimpinan situasional, motivasi kerja, dan Locus of control sedangkan yang akan

DAFTAR NAMA CALON MAHASISWA BARU TAHUN AKADEMIK 2016/2017 YANG LULUS SELEKSI AKADEMIK JALUR USM PERIODE MARET 2016.. UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD

Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka dapat..

This paper seeks to address the following questions: 1) is it possible to detect violent events based on ultra-short ECG signal; 2) which method, BEMD or RQA, is more suit- able