Di susun Oleh
Rahmi Isnaini 204051002855
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DI SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi persyaratan memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S. Sos. I)
Oleh
RAHMI ISNAINI NIM: 204051002855
Pembimbing
Dengan ini, saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang di ajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S I) di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini buka hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 8 Agustus 2008
i
ABSTRAK
Nama : Rahmi Isnaini
Judul : “Komunikasi Instruksional Guru dan Murid Autis Di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi”
Komunikasi merupakan sebuah alat transformasi yang digunakan oleh manusia dengan berkomunikasi manusia dapat mengekspresikan keinginannya. Komunikasi juga ada dalam sebuah pendidikan dalam prosesnya melibatkan banyak komponen yang terdiri atas guru, murid, kepala sekolah dan lainnya. Di dalam sebuah kependidikan ada 2 konsep yang sangat berkaitan, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (instruction). Konsep belajar ada pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran pada pihak guru. Namun demikian pembelajaran atau intrucsion biasanya terjadi dalam situasi formal dimana guru mentransformasikan ilmu yang diberikan kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum yang hendak dicapai.
Dalam proses belajar mengajar seyogyanya guru dapat mengisntruksikan muridnya melalui berbagai macam komunikasi yang digunakan. Supaya murid dapat mengerti dan memahami sebuah pelajaran. Apalagi murid yang diajarkan adalah murid khusus yang menyandang autisme yaitu anak yang tidak mampu dalam bersosialisasi dan berkomunikasi dengan baik. Maka guru harus mengetahui metode pembelajaran yang pantas digunakan dalam mengajar murid tersebut. Karena pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu. Dan individu autis juga layak mendapatkan sebuah pendidikan.
Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui komunikasi instruksional yang dipakai oleh guru dalam proses belajar mengajar ketika mengajar murid autis, lalu metode yang digunakan oleh guru dalam membina anak autis dan ingin mengetahui faktor yang menunjang dan faktor yang menghambat di dalam proses belajar mengajar. Melalui observasi, wanwancara dan dokumentasi guna mendapatkan informasi data penelitian yang dibutuhkan dan hasil data diuraikan melalui catatan lapangan dengan menggunakan teknik keabsahan data.
Analisis dalam skripsi ini menggunakan metode penelitian kulitatif yaitu sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang diamati.
ii
KATA PENGANTAR
ﻢﻴﺣّﺮﻟاﻦـﻤﺣّﺮﻟاﷲاﻢﺴــﺑ
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT. Tuhan Yang
Maha Adil dan Maha Pengasih tanpa Inayah-Nya tak mungkin penulis bisa
mencapai pendidikan sampai strata satu (S1).
Shalawat serta salam semoga tetap teriring keharibaan junjungan Nabi besar
Muhammad SAW para keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para pengikutnya
sampai akhir zaman. Atas do’a dan usaha, dan perjalanan panjang, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan salah satu tugas penting yang mempertaruhkan
segenap keilmuan yang penulis pelajari selama menuntut ilmu di Fakultas
Dakwah dan Komunikasi, walaupun jauh dari kesempurnaan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini penulis
memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara moriil maupun
materiil, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Murodi, M.A. selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah, yang telah memberikan kesempatan baik secara edukatif
maupun administratif sehingga memperlancar skripsi ini.
2. Dr. Arief Subhan, M.A. Selaku Pembantu Dekan Satu (PUDEK I). Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah. Drs. Mahmud Jalal M.A.
Selaku Pembantu Dekan Dua (PUDEK II). Fakultas Dakwah dan Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan nasehat serta dorongan
iii
(PUDEK III). Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah,
Dosen Penasehat Akademik, yang telah memberikan arahan kepada penulis.
3. Dra. Asriati Jamil, M. Hum, dan Dra. Musfirah Nurlaily, M.A, selaku Ketua
Koordinator Teknis dan Sekretaris Koordinator Teknis Fakultas Dakwah dan
Komunikasi Program Non Reguler.
4. Dra. Nurul Hidayati M.Pd, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktunya, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Segenap Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan
begitu banyak wawasan, ilmu dan pengetahuan kepada penulis.
6. Bu Asti dan Bu Iis selaku Pimpinan dan Sekretaris Sekolah Dasar Insania
Jatiasih Bekasi beserta Staf pengajarnya (Bu Nia, Bu Olyah, Bu Diah, Bu
Anti, Bu Indah), yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.
7. Ayahanda Barlin Kamin dan Ibunda Darmilis yang telah membesarkan dengan
kasih sayang, mendidik, dan yang selalu memberikan do’a. Semoga dalam
lindungan Allah SWT Amin. Uni Ineng, Abang Adri dan Abang Tamjil yang
telah membantu penulis baik moriil maupun materiil dan memberikan
semangat serta do’anya demi keberhasilan penulis.
8. Rekan-Rekan Mahasiswa Non Reguler KPI (B) angkatan 2004, Pak Nurdin,
Nurul, Vina, Rany, Lia, Umi, Oom, Mila KD, Millati, Erfan, Ronal, Irul,
Syauqi, Roby, Tedy, Muhaimin, Dado, Haris, Culo, Ryan dan Umar, yang
telah sama-sama berbagi ilmu, berdiskusi, bercanda dan saling berbagi rasa,
iv
9. Teman-teman yang berada di rumah kost “Al-Barkah 2” yang penulis tidak
bisa sebutkan satu persatu, atas kebersamaan dan canda tawa mereka yang
senantiasa mengobati rasa jenuh dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini,
teman sekamar penulis yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka
thanks guys.. “Nurma”
10.Mas Ari yang selalu mengisi hari-hari penulis dengan motivasi dan do’anya,
thanks for everything.. Abang Samsul thanks guys.. dan untuk semua pihak
yang terkait dalam pembuatan skripsi ini baik langsung maupun tidak
langsung.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT penulis kembalikan semoga semua yang
telah diberikan kepada penulis akan menjadi amal ibadah yang tak terhapus
selamanya. Dengan kerendahan hati, penulis memohon do’anya agar ilmu yang
telah di peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat dan memberi berkah. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi para pembaca
v
DAFTAR ISI
Abstrak...i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi... v
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Metodologi Penelitian... 6
F. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II : TINJAUAN TEORITIS A. Komunikasi Instruksional 1. Pengertian Komunikasi Intruksional... 10
2. Pengertian Belajar Mengajar... 11
3. Tujuan Belajar Mengajar ... 14
B. Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi ... 15
2. Unsur-unsur Komunikasi ... 17
3. Tingkatan Komunikasi ... 20
4. Jenis-jenis Komunikasi ... 21
vi
C. Autis
1. Pengertian Autis ... 25
2. Penatalaksanaan Anak Autis ... 31
BAB III : GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania ... 39
B. Tujuan Sekolah Dasar Insania ... 40
C. Sasaran Sekolah Dasar Insania... 41
D. Visi dan Misi Sekolah Dasar Insania ... 41
E. Sarana Prasarana Sekolah dasar Insania ... 41
F. Program Kegiatan Belajar Mengajar Sekolah Dasar Insania... 42
G. Struktur Organisasi Sekolah Dasar Insania... 49
BAB IV : TEMUAN DAN ANLISIS DATA A. Komunikasi yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi ... 51
B. Metode yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi... 61
vii
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 68
B. Saran-saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA………..70
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan aktivitas manusia dasar, dengan
berkomunikasi manusia melakukan hubungan, karena manusia makhluk
sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain saling
membutuhkan. Hubungan antara individu yang satu dengan yang lainnya
dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Komunikasi adalah sendi dasar
terjadinya proses interaksi sosial, karena tanpa komunikasi kehidupan
manusia tidak akan berkembang dan tidak akan menghasilkan kebudayaan
yang tinggi. Dengan berkomunikasi manusia mencoba mengekspresikan
keinginannya dan dengan berkomunikasi itu pula manusia melaksanakan
kewajibannya. Seperti dikutip oleh Toto Tasmara bahwa Wilbur Schramn
(1980) memberikan predikat manusia sebagai the communication animal,
artinya tanpa komunikasi manusia akan jauh derajatnya pada tingkat yang
rendah.1
Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi
instruksional (instructional communication) salah satu aspek fungsi
komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar (komunikan)
dalam situasi instruksional yang terkondisi.
Dalam penelitian ini, fungsi komunikasi dalam pendidikan adalah
sebagai pengalihan ilmu pengetahuan yang mendorong perkembangan
1
intelektual, pembentuk watak dan pendidikan keterampilan dan kemahiran
yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.2
Ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi antara guru
sebagai komunikator dan murid sebagai komunikan. Karena dalam bidang
pendidikan melibatkan komunikasi antara guru dan murid, maka satu sama
lain dapat menyampaikan pesan, maksud dan tujuan menurut caranya
masing-masing. Pesan yang disampaikan tersebut dapat direncanakan
terlebih dahulu kepada para murid selaku komunikan. Pihak komunikator
atau guru dalam hal ini mengharapkan feedback dari komunikan atas ide-ide
dan pesan-pesan yang disampaikan, sehingga dengan pesan di sampaikan
tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkah laku yang diharapkan.
Seorang guru (komunikator) mengupayakan perubahan sikap peserta didik
selaku komunikan dalam pembentukan kepribadian berdasarkan nilai-nilai
tertentu yang disampaikan melalui proses kegiatan belajar-mengajar
(KBM).3
Dalam dunia pendidikan yang memegang peranan komunikasi adalah
guru/pendidik. Pada kegiatan proses balajar mengajar guru
menginstruksikan pesannya melalui tindakan - tindakan komunikasi.
Tindakan komunikasi dapat dilakukan dalam berbagai macam cara,
baik secara “verbal” (dalam bentuk kata-kata baik lisan maupun tulisan)
ataupun “non verbal” (tidak dalam bentuk kata-kata, misalnya gestura, sikap
tingkah laku, gambar-gambar dan bentuk-bentuk lainnya yang mengandung
arti). Tindakan komunikasi juga dapat dilakukan secara langsung dan tidak
2
H.A Widjaya, komunikasi dan hubungan masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),h.11 3
langsung. Bicara secara tatap muka, berbicara di depan kelas dalam proses
belajar mengajar, berbicara melalui telepon, menulis surat kepada seseorang,
sekelompok orang atau organisasi, ini adalah contoh-contoh dari tindakan
komunikasi langsung. Sementara yang termasuk tindakan komunikasi tidak
langsung adalah komunikasi yang dilakukan secara perorangan tetapi
melalui medium atau alat perantara tertentu. Misalnya penyampaian
informasi melalui surat kabar, majalah, radio, TV, film, pertunjukan
kesenian dan lain-lain.4
Pendidikan adalah kunci masa depan setiap individu, apalagi bila ia
termasuk penyandang autisme. Setiap orangtua mendambakan agar anaknya
bisa mengikuti pendidikan jalur 'normal' yang memberikan kesempatan bagi
anak mengikuti semua kegiatan.
Jalaluddin Rakhmat, berpendapat bahwa, manusia di lahirkan dalam
keadaan lemah fisik, maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang
demikian ia telah mempunyai kemampuan bawaan yang bersifat laten.5
Sekolah Dasar Insania, sangat berperan bagi pembentukan dan
perkembangan anak yang menderita autis. Lembaga ini bertujuan untuk
mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus,
sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat dan
memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang
secara optimal. Lembaga ini juga sekaligus merupakan salah satu wadah
yang signifikan dalam membentuk sarana keagamaan pada diri seorang
4
Sasa Djuarsa Sendjaja, (at. Al), Pengantar Komunikasi , (Jakarta: Universitas Indonesia, 1993), Cet ke-4, h.2
5
anak autis. Penulis melihat, bahwa Sekolah Dasar Insania merupakan
sarana pembelajaran yang memiliki peranan penting dalam membina
anak-anak yang menyandang autis dan juga sekaligus berfungsi sebagai media
untuk mengkomunikasikan pesan-pesannya antara guru dan murid autis
dalam proses belajar mengajar.
Interaksi belajar mengajar diarahkan agar aktivitas berada pada pihak
anak didik. Hal ini menjadi keharusan karena anak didik merupakan
orientasi dari setiap proses atau langkah kegiatan belajar-mengajar, peranan
guru disini sebagai pembimbing yang dapat mengarahkan murid dan
memberikan motivasi untuk mencapai hasil yang optimal.6
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah suatu
proses pengoperan atau pemindahan informasi dari komunikator kepada
komunikan untuk mencapai suatu tujuan yang digunakan oleh komunikator.
Karena itu, penting bagi pendidik dan orangtua anak autis untuk bekerja
sama berusaha mencari penanganan terbaik bagi anak-anak ini. Mau tidak
mau, suka tidak suka, para orang dewasa di sekitar anak autis lah yang harus
menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak autis. Berikan mereka
kesempatan dan target yang realistis di tempat belajar "umum", serta ajarkan
keterampilan-keterampilan baru melalui cara yang khusus sesuai
kemampuan dan gaya belajar mereka.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, akhirnya penulis tertarik
untuk membahas dan mendalami skripsi yang berjudul:
6
“Komunikasi Instruksional Guru Dan Murid Autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi ”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Memperhatikan luasnya masalah yang di uraikan, maka penulis
membatasi pada masalah yaitu komunikasi Instruksional yang dipakai dalam
proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania.
2. Perumusan Masalah.
Berdasarkan pembatasan di atas, maka perumusan masalah yang akan
penulis kemukakan sebagai berikut:
a. Bagaimana komunikasi instruksional yang dipakai dalam proses belajar di
Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi?
b. Metode apakah yang digunakan dalam membina anak autis di Sekolah
Dasar Insania Jatiasih Bekasi?
c. Faktor apakah yang menunjang dan menghambat dalam proses belajar
mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
a. Bertujuan untuk mengetahui komunikasi instruksional yang di pakai dalam
proses belajar mengajar di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.
b. Bertujuan untuk mengetahui metode yang digunakan dalam membina anak
autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.
c. Bertujuan untuk mengetahui factor yang menunjang dan menghambat
D. Manfaat penelitian ini yaitu:
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh yang
besar dalam penerapan sistem komunikasi dalam proses belajar mengajar
yang meliputi:
a. Sebagai usaha untuk memperdalam pengetahuan penulis mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan peningkatan profesi sesuai dengan bidang
garapan penulis.
b. Sebagai pengalaman langsung bagi penulis dalam menyusun karya
ilmiah.
c. Hasil penelitan ini diharapkan akan mengembangkan ilmu, dan
metodologis dalam ilmu komunikasi.
E. Metodologi penelitan
Metode penelitian yang digunakan yaitu penelitian kualitatif, adalah jenis
penelitian yang di hasilkan dari suatu data-data yang di kumpulkan dan
berupa kata-kata, gambar, dan merupakan suatu penelitian alamiah. Badgan
dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati mengenai pelaksanaan
komunikasi instruksional guru dan murid autis di Sekolah Dasar Insania
Jatiasih Bekasi.
a. Waktu dan lokasi penelitian
Lokasi penelitian yang akan penulis teliti yaitu Sekolah Dasar Insania
Jatiasih Bekasi dan waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan
b. Subyek dan Obyek penelitian
Adapun subyek dalam penelitian adalah murid-murid autis yang ada
pada kelas individual dan kelas klassikal, sedangkan informan
penelitiannya yaitu guru-guru pada kelas klassikal dan individual serta
orangtua murid autis. Kemudian yang di jadikan obyek penelitian adalah
komunikasi instruksional guru dan murid autis dalam proses belajar
mengajar.
c. Teknik Pencatatan Data
Beberapa teknik pencatatan data yang penulis gunakan sebagai berikut:
1) Observasi: Observasi adalah pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki.7 Dalam hal ini
penulis secara langsung mengamati komunikasi instruksional guru dan
murid autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi. Dengan
menggunakan alat perekam gambar (handy camera) setelah itu ditulis
kedalam catatan lapangan dengan menggunakan bahasa yang apa
adanya. Observasi ini dilakukan Sebanyak 2 kali dalam seminggu
selama 1 bulan penuh.
2) Wawancara: Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.8 Dalam hal
ini penulis mengadakan wawancara secara mendalam yang dilakukan
dengan berbagai informan yaitu guru, orangtua murid dan pihak terkait
7
Dedy Mulyanah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung PT. Rosdakarya, 2002) h.181 8
di antaranya dengan pihak yayasan kemudian penulis menuliskan hasil
wawancara dengan bahasa yang apa adanya yang sesuai dengan hasil
wawancara.
3) Dokumentasi: Sumber datanya berupa catatan dokumen yang tersedia,
bisa termasuk sumber data yang berupa catatan resmi atau juga termasuk
dokumen-dokumen ekspresif. Dokumen ini digunakan untuk melengkapi
data-data hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu
melalui observasi dan wawancara.
e. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul, dan di kelompokkan sesuai dengan tujuan
penelitian untuk di analisis dan diberikan interpretasi dengan cara
mengklarifikasikannya dengan kerangka teori yang ada dan akhirnya di
simpulkan.
f. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini. Penulis berpedoman pada buku
yang diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul
“Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) 2008”.9
F. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan
Bab ini yang berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
9
Bab II Tinjaun Teoritis
Membahas tentang pengertian komunikasi Instruksional,
pengertian belajar mengajar, tujuan belajar mengajar, pengertian
komunikasi, unsur-unsur komunikasi, tingkatan komunikasi,
jenis-jenis komunikasi, hambatan-hambatan komunikasi, pengertian
autis, dan penatalaksanaan anak autis.
Bab III Gambaran Umum Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi
Membahas tentang Latar Belakang SD Insania, Tujuan SD Insania,
Sasaran SD Insania, Visi dan Misi SD Insania, Sarana Prasarana
SD Insania, Struktur Organisasi SD Insania.
Bab IV Temuan dan Analisis Data
Membahas tentang analisa terhadap komunikasi instruksional
yang dipakai dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar
Insania Jatiasih Bekasi, metode yang dipakai dalam membina anak
autis di Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi, faktor-faktor yang
menunjang dan menghambat dalam proses belajar mengajar di
Sekolah Dasar Insania Jatiasih Bekasi.
BAB V Penutup
Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi, yang
berisi tentang kesimpulan, saran-saran. Pada bagian akhir dari
penulisan skripsi, penulis menyajikan daftar pustaka yang menjadi
referensi dalam peulisan skripsi ini dan lampiran-lampiran yang
10
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Komunikasi Instruksional
1. Pengertian Komunikasi Instruksional
Istilah Instruksional berasal dari kata instruction. Ini bisa berarti
pengajaran, pelajaran atau bahkan perintah atau instruksi. Webster’s Third
New International Dictionary of the English Language mencantumkan kata
intruksional (dari kata to instruct) dengan arti “memberikan pengetahuan atau
informasi khusus dengan maksud melatih dalam berbagai bidang khusus,
memberikan keahlian atau pengetahuan dalam berbagai bidang seni atau
spesialisasi tertentu”. Atau dapat berarti pula ”mendidik dalam subjek atau
bidang pengetahuan tertentu”. Disini juga di cantumkan dengan makna lain
yang berkaitan dengan komando dan perintah.10
Di dalam dunia pendidikan, kata instruksional tidak di artikan perintah,
tetapi lebih mendekati kedua arti yang pertama, yakni pengajaran dan atau
pelajaran. Bahkan akhir-akhir ini kata tersebut diartikan sebagai pembelajaran.
Kalau pada istilah pengajaran, yang dominan adalah guru, pengajar, atau
dosen sebagaimana kata mengajar itu sendiri datangnya dari pengajar, maka
pada pelajaran titik beratnya adalah pada materi atau pesan yang diajarkan
oleh pengajar tadi. Titik perhatiannya berbeda. Mengajar pada guru, belajar
pada murid, dan pelajaran pada bahan yang digunakan oleh guru untuk
disampaikan kepada murid, dan murid melaksanakan ajaran atau bahan ajar
10
tadi, ini disebut belajar. Sedangkan bahan belajar dan sekaligus bahan
pengajaran tadi disebut pelajaran atau bidang studi.11
Di dalam dunia pendidikan sekarang, istilah pengajaran ataupun pelajaran
mempunyai makna yang berbeda meskipun kedua istilah tersebut bisa berasal
dari kata yang sama: Instruction. Oleh karena itu, kata ini tidak di
alihbahasakan menjadi pengajaran atau pelajaran. Ia diterjemahkan dengan
pembelajaran karena kata ini lebih dapat mewakili pengajaran, pelajaran, dan
belajar.12
Uraian diatas menunjukan bahwa istilah intruksional, pembelajaran, yang
pada prinsipnya merupakan proses belajar yang terjadi akibat tindakan
pengajar dalam melakukan fungsinya, yaitu fungsi yang memandang pihak
belajar sebagai subjek yang sedang berproses menuju cita-citanya mencapai
sesuatu yang bermanfaat kelak. Dan itulah tujuan akhir proses belajar yang
direncanakan pada sistem intruksional itu mengacu pada tujuan yang lebih
luas, bahkan tujuan yang menjadi panutannya, yaitu tujuan pendidikan.
2. Pengertian Belajar Mengajar
Sebelum penulis menguraikan tentang pengertian belajar mengajar terlebih
dahulu penulis akan menguraikan tentang pengetian belajar. Belajar adalah
suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung
seumur hidup. Sejak masih bayi hingga ke liang lahat nanti.13 Salah satu
pertanda bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan
tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tersebut menyangkut baik perubahan
11 Ibid 12
Ibid 13
yang bersifat pengetahuan dan keterampilan maupun menyangkut nilai dan
sikap.
Gage (1984) mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana
organisma berubah perilakunya diakibatkan pengalaman. Demikian juga
Harold Spear mendefinisikan bahwa belajar terdiri dari pengamatan,
pendengaran, membaca dan meniru.14
Belajar merupakan suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu
kecenderungan tingkah laku yang merupakan hasil latihan penguatan.
Penguatan itulah yang merupakan sebab adanya perubahan tersebut, murid
dikatakan telah mengalami belajar bila ia dapat melakukan sesuatu yang
sebelumnya ia tidak dapat melaksanakannya.15
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan
bahwa belajar ialah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman
atau latihan. Perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berupa
memperoleh perilaku yang baru / memperbaiki / meningkatkan perilaku yang
sudah ada. Belajar menghasilkan perubahan perilaku baik positif maupun
negatif. Belajar disekolah diarahkan untuk memperoleh perlakuan yang
positif.
Belajar adalah proses perubahan berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya
tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut
pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi.
14
Martinus Yamin, Srategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press,2004), Cet. Ke-2, h.99
15
Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai
proses dan hasil belajar termasuk cakupan tanggung jawab guru.16
Setelah menguraikan definisi belajar penulis akan membahas pengertian
mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk mencapai
kondisi suatu sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk
berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik murid maka
mengajar sebagai kegiatan guru.
Mengajar adalah menyampaikan pengetahuan kepada anak didik. Menurut
pengertian ini berarti tujuan belajar dari murid itu hanya sekedar ingin
mendapatkan atau menguasai pengetahuan. Sebagai konsekuensi pengertian
semacam ini dapat membuat suatu kecenderungan anak menjadi pasif, karena
hanya menerima informasi atau pengetahuan yang diberikan oleh gurunya.
Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered, jadi gurulah yang
memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar dikelas.
Kemudian pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya. Dan
menghubungkan dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan,
mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk
berlangsungnya kegiatan belajar bagi para murid. Kondisi ini diciptakan
sedemikian rupa sehingga membantu perkembangan anak secara optimal baik
jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental. Pengertian mengajar
seperti ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok dalam mengajar itu
adalah mnyediakan kondisi yang kondusif, sedang yang berperan aktif dan
16
banyak melakukan kegiatan adalah muridnya, dalam upaya menemukan dan
memecahkan masalah.
Yang belajar adalah murid itu sendiri dengan kegiatannya sendiri. Guru
dalam hal ini membimbing. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi
yang kondusif itu sudah barang tentu guru tidak dapat mengabaikan faktor
atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar
mengajar, termasuk misalnya bagaimana dirinya sendiri, keadaan murid,
alat-alat peraga atau media metode dan sumber-sumber belajar lainnya. Konsep
mengajar ini memberikan indikator bahwa pengajarannya lebih bersifat pupil
centered, sehingga tercapailah suatu yang optimal, sangat bergantung oleh
kegiatan murid / anak didik itu sendiri.17
Proses belajar mengajar adalah suatu aspek dari lingkungan sekolah yang
terorganisasi. Lingkungan ini diatur serta diawasi agar kegiatan belajar terarah
sesuai tujuan pendidikan
3. Tujuan Belajar Mengajar
Tujuan dari proses belajar mengajar adalah sebagai pengumpulan
pengetahuan, penanaman konsep, keterampilan, dan pembentukan sikap dan
perbuatan.18
Tujuan dalam proses belajar mengajar merupakan komponen pertama
yang harus ditetapkan dalam proses pengajaran yang berfungsi sebagai
indikator keberhasilan pengajar. Tujuan pada dasarnya merupakan rumusan
tingkah laku dan kemampuan yang harus dicapai dan dimiliki murid setelah ia
17
Sardiman A,M. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. Ke-10, h. 47-48
18
menyelesaikan pengalaman dan kegiatan belajar dalam proses pengajaran.
Tujuan dari belajar mengajar pada hakikatnya adalah hasil belajar yang
diharapkan.19
B. Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Cherry dalam stuart, (1983) mendefinisikan komunikasi berpangkal pada
perkataan latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau
membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga
berasal dari akar kata dalam bahasa latin Communico yang artinya membagi.20
Akan tetapi pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah
dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan
makna antara dua pihak yang dikatakan minimal. Karena kegiatan komunikasi
tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tapi juga
persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau
keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.
Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang
mengkhususkan diri pada studi komunikasi antarmanusia (human
communication) bahwa:
”Komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki
orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar
sesama manusia (2) melalui pertukaran komunikasi (3) untuk menguatkan
19
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Sinar Baru Al Gesindo, 2000 cet ke 5 h. 30.
20
sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan
tingkah laku itu”.21
Carl Hoveland (1953) menyatakan bahwa komunikasi adalah “proses
bilamana seorang individu atau komunikator pengoperan stimulasi yang
biasanya berupa lambang kata-kata untuk mengubah tingkah laku individu
lainnya atau komunikan”.22
Dari beberapa definisi yang dikemukakan diatas, jelaslah bahwa dalam
komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyampaikan
pesan berupa lambang-lambang kepada orang lain melalui saluran yang
disebut channel atau media, selain itu pula dalam definisi Hoveland tampak
adanya penekanan bahwa komunikasi adalah bukan sekedar menyampaikan
pesan, tetapi untuk mengubah pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan.
Untuk lebih memahami pengertian komunikasi, tepatlah apa yang
dikemukakan oleh Harold Lasswell (1948) dalam karyanya, “The Structure
and Function of Communication in Society”, bahwa cara yang baik untuk
menjawab pertanyaan sebagai berikut “Who says what in which channel to
whom with what effect?”. Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa
komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari pertanyaan tersebut,
yakni: komunikator, pesan, komunikan, media dan efek.
21
Ibid, hal 18-19 22
Jadi pada dasarnya Lasswell menyatakan bahwa komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.23
Dari uraian beberapa tokoh di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses pengoperan atau pemindahan
lambang-lambang informasi dari komunikator kepada komunikan untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkan oleh komunikator. Dalam proses belajar mengajar
komunikasi lebih bersifat khusus, ini artinya komunikasi yang di terapkan
dalam proses belajar mengajar lebih menekankan pada penerapan teori-teori
komunikasi yang dapat memudahkan seorang guru menyampaikan kurikulum
kepada murid sehingga tercapai tujuan pendidikan.
2. Unsur-unsur Komunikasi
Komunikasi adalah proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan
pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang
atau lebih dengan tujuan tertentu. Dari pengertian komunikasi sebagaimana
diuraikan diatas, tampak adanya sejumlah komponen dan unsur yang dicakup
dan merupakan persyaratan terjadinya komunikasi. Dalam bahasa komunikasi
komponen atau unsur adalah sebagai berikut:24
a. Komunikator
Komunikator dapat berupa individu yang sedang berbicara, menulis,
kelompok orang, organisasi komunikasi seperti surat kabar, Radio,
televisi, film dan sebagainya. Dalam komunikator menyampaikan pesan
kadang-kadang komunikator dapat menjadi komunikan sebaliknya
23
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13, h.10.
24
komunikan menjadi komunikator.25 Komunikator berfungsi sebagai
encoder yaitu, sebagai orang yang memformulasikan pesan yang kemudian
menyampaikan kepada orang lain.26 Syarat-syarat yang perlu diperhatikan
oleh seseorang komunikator adalah sebagai berikut:27
1) Memiliki kredibilitas yang tinggi bagi komunikasinya.
2) Keterampilan berkomunikasi
3) Mempunyai pengetahuan yang luas
4) Sikap
5) Memiliki daya tarik dalam arti ia memiliki kemampuan untuk
melakukan perubahan sikap / penambahan pengetahuan bagi diri
komunikan.
b. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan
cara tatap muka atau melalui media komunikasi, isinya bisa berupa ilmu
pengetahuan, hiburan informasi, nasihat atau propaganda. Dalam bahasa
Inggris pesan biasanya di terjemahkan dengan kata message, content atau
information.28
Pesan dalam dunia pendidikan adalah muatan kurikulum yang
disajikan oleh guru sebagai komunikator atau penyampai pesan kepada
siswa / murid selaku komunikan atau yang menerima pesan.
25
Ibid. h, 12 26
Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua & anak dalam keluarga. Sebuah perspektif pendidikan Islam (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) cet ke-1, h, 11-12
27
H.A.W. Widjaja, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002) h.12
28
c. Media
Media yang dimaksud disini ialah alat yang digunakan untuk
memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa
pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media
bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi
antarpribadi pancaindera dianggap sebagai media komunikasi.29
Media dalam dunia pendidikan dapat berupa papan tulis, benda, peta,
atau yang lainnya yang sesuai dengan pesan atau kurikulum yang di
sampaikan.
d. Penerima / Komunikan
Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Komunikan berfungsi
sebagai decoder, yakni menerjemahkan lambang-lambang pesan ke dalam
konteks pengertiannya sendiri.30 Komunikan mempunyai peranan sebagai
penerima pesan atau sebagai pihak yang menjadi sasaran komunikasi
haruslah mengikuti dan menyesuaikan diri dengan proses komunikasi agar
tidak terjadi hambatan-hambatan sehingga tercapai pada tujuan
komunikasi.31
Komunikasi bisa seseorang (murid) atau sekelompok orang atau
organisasi / institusi yang menjadi sasaran penerima pesan.
e. Pengaruh / Efek
De Fleur, (1982) Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang
dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah
29
H. Hafied Cangara Ibid, h.23-24 30
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan praktek, (bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), cet ke-13 h.59
31
menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan
tingkah laku seseorang. Karena itu, pengaruh bisa juga diartikan
perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap dan
tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.32
Dalam proses belajar mengajar efek adalah hasil dari apa yang
diajarkan oleh guru yang disampaikan kepada murid supaya murid tersebut
dapat mengerti dan memahami pelajaran.
3. Tinkatan Komunikasi a. Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi, yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan
secara langsung antara seseorang dengan orang lain atau secara tatap muka
(face to face). Misalnya: percakapan secara tatap muka diantara dua orang
(seperti guru dengan murid ketika sedang konsultasi), surat menyurat
pribadi, dan percakapan melalui telepon. Corak komunikasinya juga
bersifat pribadi, dalam arti pesan atau informasi yang disampaikan hanya
ditujukan untuk kepentingan pribadi para pelaku komunikasi yang
terlibat.33
b. Komunikasi dan kelompok
Yakni kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu
kelompok. Pada tingkatan ini, tiap individu yang terlibat masing-masing
berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok.
Pesan atau informasi yang di komunikasikan juga menyangkut semua
32
H. Hafied Cangara, Pegantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998) cet I, h.25
33
kepentingan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya:
ngobrol-ngobrol dalam keluarga antar bapak, ibu, dan anak-anaknya,
diskusi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan seorang guru
dengan murid-muridnya didalam kelas.34
c. Komunikasi Massa
Komunikasi yang ditujukan kepada massa atau komunikasi yang
menggunakan media massa. Massa adalah kumpulan orang-orang yang
hubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak mempunyai struktur
tertentu. Komunikasi massa sangat efisien karena dapat menjangkau
daerah yang luas dan audiensi yang praktis tak terbatas, namun
komunikasi massa kurang efektif dalam pembentukan sifat persona karena
komunikasi massa tidak dapat langsung diterima oleh massa. tetapi
melalui opinion leader, ialah yang kemudian menerjemahkan apa yang
disampaikan dalam komunikasi massa itu kepada komunikan.35
4. Jenis-jenis Komunikasi a. Komunikasi Verbal
Yaitu komunikasi yang menggunakan bahasa dan tulisan. Menurut
Paulette J. Thomas, komunikasi verbal adalah penyampaian dan
penerimaan pesan dengan menggunakan bahasa lisan dan tulisan.
Lambang verbal adalah semua lambang yang digunakan untuk
menjelaskan pesan-pesan dengan memanfaatkanan kata-kata (bahasa).36
Dalam proses belajar mengajar komunikasi verbal dapat dilangsungkan
34
Sasa Djuarsa Sendjaja, Sendjaja, (et.al). Pengantar Komunikasi, (Jakarta: Universitas Terbuka 1993), Cet ke-4.h.39
35
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.37 36
dengan kata-kata, seperti: ceramah, bercerita, berdiskusi dan lain-lain. Bisa
juga dilangsungkan dengan menggunakan tulisan surat, buku, majalah,
koran, dan lain-lain. Bahasa lisan dan tulisan adalah lambang yang paling
banyak digunakan dalam komunikasi seperti komunikasi yang terjadi
antara guru dan murid. Sebabnya ialah karena bahasa selain dapat
mewakili kenyataan yang konkrit dan obyektif dalam dunia sekeliling kita,
juga dapat mewakili hal yang abstrak sekalipun. Yakni bahasa verbal
adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, gagasan, perasaan dan
maksud kita.37
b. Komunikasi Non Verbal
Menurut penulis komunikasi non verbal yaitu jenis komunikasi yang
menggunakan symbol, lambang, gerakan-gerakan, sikap, ekspresi wajah
dan isyarat yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan. Pelaksanaan
komunikasi dengan non verbal inipun tidak kalah pentingnya, namun
dalam kenyataannya, jika seseorang belum mengetahui lambang-lambang
yang ada, maka akan salah arti, dan akibatnya akan fatal. Dalam
prakteknya yang lebih efektif itu adalah komunikasi verbal dan non verbal
saling mengisi. Seperti halnya jika ada gambar di surat kabar, maka akan
lebih jelas jika ada keterangannya dengan verbal. Karena jika tidak ada
keterangan, mungkin akan salah arti.38
Komunikasi Non Verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas
dalam bentuk non verbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi
no verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal,
37
Ibid, h.93 38
dengan kata-kata. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis
komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi non verbal
bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi non verbal lebih jujur
mengungkapkan hal yang mau diungkap secara sepontan.39
Albert Mehrabian (1981) di dalam bukunya ”Silent Message: Implicit
Communication Of Emmotion and Attitudes” menegaskan hasil
penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari
fungsi-fungsi: 7% pernyataan verbal, 38 % bentuk vokal, dan 55 %
ekspresi wajah. Dengan demikian kode-kode non verbal merupakan aspek
sangat penting di dalam komunikasi manusia.40
c. Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah adalah komunikasi yang bersifat koersifdapat
berbentuk perintah, instruksi dan bersifat memaksa dengan menggunakan
sanksi-sanksi.41
d. Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah adalah komunikasi yang bersifat informatif dan
persuasif dan memerlukan hasil (feed back).42
5. Hambatan-hambatan komunikasi
Menurut Hafied Cangara dalam karyanya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”,
mengatakan bahwa hambatan komunikasi ialah adanya hambatan yang
39
Agus M. hardjana. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius. 2003. cet ke-1, hal.26
40
Ibid, h. 95 41
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h.100 42
membuat proses komunikasi tidak berlangsung sebagaimana harapan
komunikator pada penerima.43
Hambatan Komunikasinya sebagai berikut:
a. Hambatan Teknis
Hambatan teknis terjadi jika salah satu alat digunakan dalam
berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi pengajaran yang
ditaransmisi melalui saluran mengalami kerusakan (channel noise).
b. Hambatan Semantik
Hambatan semantik ialah hambatan komunikasi yang disebabkan
karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.
c. Hambatan Psikologis
Hambatan psikologis terjadi karena adanya hambatan yang disebabkan
oleh persoalan-persoalan dalam diri individu. Misalnya rasa curiga
penerima pada sumber, situasi berduka atau karena gangguan kejiwaan
sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi tidak sempurna.
d. Hambatan Fisik
Hambatan fisik ialah hambatan yang disebabkan karena kondisi
geografis. Misalnya jarak jauh sehigga sulit dicapai, tidak adanya sarana
kantor pos, kantor telepon, jalur transportasi dan sebagainya.
e. Hambatan Status
Hambatan status ialah hambatan yang disebabkan karena jarak sosial
diantara peserta komunikasi. misalnya perbedaan status antara senior dan
yunior atau atasan dan bawahan.
43
f. Hambatan Kerangka berfikir
Hambatan kerangka berfikir ialah hambatan yang disebabkan adanya
perbedaan persepsi antara komunikator dan khalayak terhadap pesan yang
digunakan dalam berkomunikasi.
g. Hambatan Budaya
Hambatan budaya ialah hambatan yang terjadi disebabkan karena
adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam berkomunikasi.44
C. Autis
1. Pengertian Autis
Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks pada yang ditandai
dengan adanya gangguan dengan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.45
Budiman, (1997) mendefinisikan Autisme adalah salah satu defisit
perkembangan pervasif pada awal kehidupan anak yang disebabkan oleh
gangguan perkembangan otak yang ditandai dengan ciri pokok yaitu
terganggunya perkembangan interaksi sosial, bahasa dan wicara, serta
munculnya perilaku yang bersifat repetitif, stereotipik dan obsesif.
Lumbantobing (2001) mendefinisikan Autisme sebagai gangguan
perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan fungsi afek,
komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi, fleksibilitas, lingkup
interest (minat), kognisi dan atensi. Anak dengan gangguan autis dikenal
sebagai pribadi yang tak mampu berkomunikasi dengan orang terdekat
44
Ibid, h. 153-156 45
sekalipun. Anak autis juga tak mampu mengekspresikan perasaan dan
keinginannya, seringkali tertawa atau menangis sendiri.
Kata autisme sering juga disebut dengan kata autis kata autis disini
pengertiannya sama saja degan kata autisme dan tak ada bedanya hanya
kebanyakan orang memendekan kata autisme menjadi autis.
Autis berasal dari kata “auto” yang berarti berdiri sendiri. Kalau kita
perhatikan, maka kita akan mendapat kesan bahwa penyandang autisme itu
seolah-olah hidup di dunianya sendiri. Istilah autisme ini baru diperkenalkan
oleh Leo Kanner pada tahun 1943 saat Leo melihat seorang anak berperilaku
aneh, acuh terhadap lingkungan, cenderung meyendiri dan seakan-akan hidup
dalam dunianya sendiri. Masalah pada penyandang autisme ini dapat
dikelompokan dalam adanya masalah gangguan interaksi sosial, masalah
gangguan komunikasi / bicara, masalah gangguan perilaku, dan masalah
gangguan sensori (penginderaan).
Memiliki anak yang menderita autis memang berat. Anak penderita autis
seperti seorang yang kerasukan setan maksudnya adalah anak autis terkadang
tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba menangis dan kadang marah tak terkendali.
Selain tidak mampu bersosialisasi, penderita tidak dapat mengendalikan
emosinya. Dia sendiri tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri dan
memiliki gerakan-gerakan aneh yang selalu diulang-ulang. Selain itu dia
punya ritual sendiri yang harus dilakukannya pada saat-saat atau kondisi
tertentu.46
46
IQ-EQ (2001) mendefinisikan Autisme adalah gangguan perkembangan
khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak
mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya
sendiri.
Beberapa hal yang menyebabkan anak menderita autisme disebabkan oleh
adanya kelainan struktur otak atau fungsi otak. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Edelson tahun 1980 di Utah Amerika Serikat, mutasi gen
adalah kemungkinan terbesar penyebab autisme. Kelainan otak itu terjadi
karena:
a. Faktor genetik, (kelainan kromosom)
b. Gangguan pertumbuhan sel otak
c. Komplikasi saat hamil dan persalinan (pendarahan, gawat janin, dan lain-
lain)
d. Gangguan sistim kekebalan tubuh (auto imun) karena vaksinasi dan
infeksi virus
e. Keracunan timah hitam dan bahan kimia yang beracun
f. Setelah anak mengalami kejang
g. Defisiensi enzim pencernaan (tubuh tidak dapat mendetoksifikasi) zat
toksik, fenol (zat pewarna) dan amin (terdapat di apel, jeruk, para setamol,
coklat)47
Klasifikasi Autisme
Autisme diklasifikasikan menjadi 2 tipe berdasarkan waktu pertama kali
gangguan autisme terjadi pada seorang anak, yaitu:
47
a. Autisme Klasik (Infantil Autisme)
Gejala autisme klasik dapat diketahui sejak si anak baru lahir.
Penyebabnya dikarenakan adanya gangguan pada saat kehamilan, seperti si
ibu terkena virus rubella, taksoplasma atau terpapar logam berat (merkuri dan
timbal). Hal tersebut berpengaruh mengacaukan pembentukan sel saraf di otak
janin yang menyebabkan anak lahir dengan gejala autisme.48
Adapun penderita autisme klasik memiliki beberapa gejala yaitu: 49
1) Gangguan interaksisosial seperti:
a) Menolak atau menghindari untuk bertatap muka
b) Anak mengalami ketulian
c) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk
d) Tidak ada usaha untuk melakukan interaksi dengan orang
e) Bila mengiginkan sesuatu ia akan menarik tangan orang yang terdekat dan
mengharapkan orang tersebut melakukan sesuatu untuknya
f) Bila didekati untuk bermain justru menjauh
g) Tidak berbagi kesenangan oleh orang lain kadang mereka masih
mendekati orang lain untuk makan atau duduk di pangkuan sebentar,
kemudian berdiri tanpa memperlihatkan mimik apapun
h) Keengganan untuk berinteraksi lebih nyata pada anak sebaya di
bandingkan terhadap orangtuanya
2) Hambatan dalam komunikasi verbal dan non verbal
a) Terlambat bicara atau tidak dapat berbicara
48 Ibid 49
b) Mengeluarkan kata-kata yang tidak dapat di mengerti oleh orang lain yang
sering disebut sebagai bahasa planet.
c) Tidak mengerti dan tidak menggunakan kata-kata dalam konteks yang
sesuai.
d) Bicara tidak digunakan untuk komunikasi
e) Meniru atau membeo, beberapa anak sangat pandai menirukan nyanyian,
nada, maupun kata-katanya tanpa mengerti artinya.
f) Kadang bicara monoton seperti robot50
g) Mimik muka datar
h) Seperti anak tuli, tetapi bila mendengar suara yang disukainya akan
bereaksi dengan cepat.
3) Gangguan pada bidang perilaku dan bermain
Pada anak autis terlihat adanya perilaku yang berlebihan (excessive) dan
kekurangan (deficient).
Contoh perilaku yang berlebihan adalah:
a) Adanya hiperaktivitas motorik, seperti tidak bisa diam, lari kesana sini tak
terarah, melompat-lompat, berputar-putar, memukul-mukul pintu atau
meja, mengulang-ulang suatu gerakan tertentu.
Contoh perilaku yang kekurangan adalah:
b) Duduk diam bengong dengan tatap mata yang kosong, bermain secara
monoton dan kurang variatif secara berulang-ulang,
c) Duduk diam terpukau oleh sesuatu hal, misalnya bayangan, atau benda
yang berputar. Kadang-kadang ada kelekatan pada benda tertentu, seperti
sepotong tali, kartu, kertas, gambar, gelang karet atau apa saja yang terus
dipegangnya dan dibawa kemana-mana. Perilaku yang ritualistik sering
terjadi.
4) Gangguan pada bidang perasaan dan emosi
a) Tidak ada atau kurangnya rasa empati, misal melihat anak menangis tidak
merasa kasihan, bahkan merasa terganggu, sehingga anak yang sedang
menangis akan di datangi dan dipukulnya.
b) Tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah-marah tanpa sebab yang
nyata.
c) Sering mengamuk tidak terkendali (temper tantrum), terutama bila tidak
mendapatkan apa yang di inginkan, bahkan dapat menjadi agresif dan
dekstruktif.
5) Gangguan dalam persepsi sensoris
a) Mencium-cium, menggigit, atau menjilat mainan atau benda apa saja.
b) Bila mendengar suara keras langsung menutup mata.
c) Tidak menyukai rabaan dan pelukan bila digendong cenderung merosot
untuk melepaskan diri dari pelukan.
d) Merasa tidak nyaman bila memakai pakaian dengan bahan tertentu.
b. Autisme Regresif
Autisme yang gejalanya muncul saat anak berusia 12-24 bulan, walaupun
pada awalnya anak sempat berkembang normal.51
Gejala-gejala yang digambarkan diatas tidak harus ada semua pada setiap
anak penyandang autisme. Pada penyandang autisme yang berat mungkin
hampir semua gejala diatas ada, tapi pada kelompok yang termasuk ringan
hanya terdapat sebagian saja dari gejala diatas.
2. Penatalaksanaan pada anak autis
Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu
perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama
belajar melalui permainan, bergabunglah dengan anak ketika dia sedang
bermain, tariklah anak dari ritualnya yang sering diulang ulang, dan tuntunlah
mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Orang tua perlu memasuki dunia
mereka untuk membantu mereka masuk kedunia luar.
Temukan cara lain untuk mendorong perilaku baik dan untuk mengangkat
harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan
kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak autis
belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar)
dan verbal (melalui kata-kata).
Masukan komunikasi argumentative dalam kegiatan rutin sehari-hari
dengan menggabungkan kata-kata dan foto-foto, lambang atau isyarat tangan
untuk membantu anak mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya.
Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara tetapi
sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak
mempelajari kata baru dalam permainan, sebaiknya orangtua tetap berbicara
kepada anak autis sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan
mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, tangan, bahasa tubuh
manusia maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktifitas
sistem gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia
disekitarnya.52
Penatalaksanaan Menyeluruh 1) Terapi Psikofarmaka.
Kerusakan sel otak di sistem limbik, yaitu pusat emosi akan menimbulkan
gangguan emosi dan perilaku temper tantrum, agresifitas, baik terhadap diri
sendiri maupun pada orang-orang disekitarnya, serta hiperaktifitas dan
stereotipik. Untuk mengendalikan gangguan emosi ini diperlukan obat yang
mempengaruhi berfungsinya sel-sel otak. Obat-obat yang digunakan antara
lain:
a) Haloperidol
Suatu obat antipsikotik yang mempunyai efek meredam psikomotor,
biasanya digunakan pada anak yang menampakkan perilaku temper
tantrum yang tidak terkendali serta mempunyai efek lain yaitu
meningkatkan proses belajar biasanya digunakan dalam dosis 0,20mg.53
b) Fenfluramin
Suatu obat yang mengurangi kadar serotonin darah yang bermanfaat pada
beberapa anak autisme.54
52 Ibid 53
Campbell, M., shay dkk., 1983., Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text
Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari
http//www.google.co.id) 54
c) Naltrexone
Merupakan obat antagonis opiat yang diharapkan dapat menghambat
opioid endogen sehingga mengurangi gejala autisme seperti mengurangi
cedera pada diri sendiri dan mengurangi hiperaktifitas.55
d) Clompramin
Merupakan obat yang berguna untuk mengurangi stereotipik, konvulsi,
perilaku ritual dan agresifitas, biasanya digunakan dalam dosis 3,75mg.56
e) Lithium
Merupakan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agresif
dan mencederai diri sendiri.57
f) Ritalin
Untuk menekan hiperaktifitas.58
2) Terapi Perilaku
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan
tatalaksana yang paling penting. Berbagai jenis perilaku telah dikembangkan
untuk mendidik penyandang autisme, mengurangi perilaku yang tidak lazim
dan menggantinya dengan perilaku yang bisa diterima dalam masyarakat.
Terapi perilaku sangat penting untuk membantu para penyandang autisme
untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat. Bukan saja gurunya
yang harus menerapkan terapi perilaku pada saat belajar, namun setiap
55
Lensing, dkk., 1995,Gangguan Perkembangan Pervassif., Ilustrasi 1 Kasus, Jurnal Medika Nusantara.,vol:22(2):347-54 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id)
56
Campbell, M., shay dkk., 1983. Pervassif Development Disorder., Comprehensive Text
Book of Psychiatry., 2277-2293 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari
http//www.google.co.id) 57
Lumbantobing, S.M., 2001, Anak Dengan Mental Terbelakang., Balai Penerbit Fakultas kedokteran Indonesia (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id)
anggota keluarga dirumah harus bersikap sama dan konsisten dalam
menghadapi penyandang autisme. Metode yang digunakan adalah metode
Lovass.
Pengertian Lovass adalah modifikasi tingkah laku yang dapat memberi
dorongan dan pengertian sehingga para penyandangnya dapat hidup dan
berkembang lebih baik.
Metode Lovass adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut
dengan Applied Behavioral Analysis (ABA). Metode Lovass yang dipelopori
oleh B.F Skinner seorang behavioralist. Teknik Lovass yang berdasarkan
”Behaviour modification” atau ”Discrate Trial Learning” menggunakan
urutan: A-B-C.59
A atau Antendence (pra kejadian) adalah pemberian intruksi, misalnya: pertanyaan, perintah atau visual. Berikan waktu 3-5 detik untuk si anak
memberi respons. Dalam memberikan intruksi perhatikan bahwa si anak ada
dalam keadaan siap (duduk, diam, tangan kebawah). Suara dan intruksi harus
jelas, dan instruksi tidak diulang. Untuk permulaan gunakanlah SATU kata
perintah. B atau Behaviour (perilaku) yaitu respons anak. Respons yang diharapkan haruslah jelas dan anak harus memberi respons dalam 3 detik.
Mengapa demikian, karena ini normal dan dapat meningkatkan perhatian. C
atau Consuquence (konsekuensi atau akibat). Konsekuensi haruslah seketika,
berupa reinforcer atau ”TIDAK”.
Reinforcer adalah konsekuensi yang telah diberikan setelah perilaku.
Reinforcer positif dapat berupa: pujian, pelukan, elusan, ataupun kelitikan
59
yang menyenangkan. Reinforcer dapat berbentuk apa saja asalkan itu adalah
sesuatu yang disenangi oleh anak dan ia akan berperilaku lebih baik untuk
mendapatkannya.
Prompt adalah bantuan atau apa saja yang bersifat membantu agar si anak
dapat menjawab dengan benar. Setelah si anak menjawab atau memberikan
respons yang benar, dia lalu diberikan reinforcer. Prompt yang biasa
diberikan:
FISIK : Secara fisik si anak dibantu dengan respons yang benar
MODEL : Si anak diberikan contoh agar ia dapat meniru dengan benar
VERBAL : Mengucapkan kata yang benar untuk ditiru, atau menjelaskan apa yang harus dikerjakan oleh sang anak,
untuk menanyakan misalnya ”apa lagi?”
GESTURAL : Secara isyarat, dengan menunjuk, melirik, ataupun gerakan kepala.
POSITIONAL : Dengan meletakan apa yang diminta lebih dekat dengan si anak dari pada benda-benda lainnya yang kita minta untuk
membedakan.
Contohnya: (1) Untuk respons yang BENAR; A-bila intruksi diberikan
yaitu: ”tepuk tangan”, B-anak menepuk tangannya; C-terapis berkata
”BAGUS” sebagai imbalan positif. (2) Untuk respons yang SALAH; A-bila
intruksi diberikan yaitu ”tepuk tangan”, B-anak melambaikan tangannya;
maka C-terapis berkata ”TIDAK”. (3) Tidak ada respons; A-bila intruksi
C-terapis akan mengatakan ”LIHAT” atau ”DENGAR” (promt atau bantuan).
Metode ini melatih anak berkemampuan bahasa, sosial, akademis, dan
kemampuan membantu sendiri.60 Dasar pemikirannya, perilaku yang
diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan
system reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan
frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan
menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan.61
Tujuan Lovass / ABA (Applied Behavioral Analysis)
Membuat kegiatan belajar menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi
anak. Mengajarkan kepada anak agar mampu membedakan atau
mendiskriminasikan stimulus-stimulus yang berbeda. Tanpa kemampuan ini,
anak tidak sanggup merespon secara tepat.
3) Terapi Bicara
Gangguan bicara dan berbahasa di derita oleh hampir semua anak autisme.
Tatalaksana melatih bicara dan berbahasa harus dilakukan oleh ahlinya karena
merupakan gangguan yang spesifik pada anak autisme. Anak dipaksa untuk
berbicara sekata demi sekata, cara ucapan harus diperhatikan, kemudian
diajarkan berdialog setelah mampu berbicara. Anak dipaksa untuk
memandang terapis, seperti diketahui anak austistik tidak mau adu pandang
dengan orang lain. Dengan adanya kontak mata diharapkan anak dapat meniru
gerakan bibir terapis.62
60
Ibid, 62-63 61
Nakita, 2002.Vol:30 (Artikel diakses pada tanggal 6 mei 2008 dari http//www.google.co.id) 62
4) Terapi Okupasional
Melatih anak untuk menghilangkan gangguan perkembangan motorik
halusnya dengan memperkuat otot-otot jari supaya anak dapat menulis atau
melakukan keterampilan lainnya.
5) Fisio Terapi
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kesimbangan
pada fisiknya misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik
halus dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas
dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat. Biasanya terapi
inilah yang diperlukan pertama kali bagi anak. Dikarenakan mereka
mempunyai otot tubuh yang lemas maka disinilah mereka dibantu agar bisa
berjalan dengan cara yang benar.
6) Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang terstruktur bagi para
penyandang autisme. Anak autis mudah sekali teralih perhatiannya, karena itu
pada pendidikan khusus satu guru menghadapi satu anak dalam ruangan yang
tidak luas dan tidak ada gambar-gambar didinding atau benda-benda yang
tidak perlu, yang dapat mengalihkan perhatian anak. Setelah ada
perkembangan mulai dilibatkan dalam lingkungan kelompok kecil, kemudian
baru kelompok yang lebih besar. Bila telah mampu bergaul dan berkomunikasi
mulai dimasukan pendidikan biasa di TK dan SD untuk anak normal.63
Gaya belajar individu pada anak autis
Setiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam upayanya mencerna
informasi secara efektif. Bagaimana dengan individu autisme ada beberapa
gaya belajar yang dominan pada diri mereka.64
a) Rote learner: Anak yang memakai gaya belajar ini, cenderung menghafalkan informasi apa adanya, tanpa memahami arti simbol yang
mereka hafalkan itu. Contoh: anak dapat mengucapkan huruf dengan baik
secara urut (atau melengkapi urutan abjad yang tak lengkap), tetapi
sesungguhnya tidak tahu bahwa huruf itu bila digabung dengan huruf lain
akan menjadi kata yang mengandung makna.
b) Visual learner: Anak dengan gaya belajar 'visual' senang melihat-lihat buku atau gambar atau menonton TV dan umumnya lebih mudah
mencerna informasi yang dapat mereka lihat, dari pada yang hanya dapat
mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indera terkuat mereka,
tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar.
c) Hands-on learner: Anak yang belajar dengan gaya ini, senang mencoba- coba dan biasanya mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya.
Mulanya ia mungkin tidak tahu apa arti kata 'buka' tetapi sesudah anda
letakkan tangannya di pegangan pintu dan membantu tangannya membuka
sambil anda katakan 'buka'. Anak-anak ini umumnya senang
menekan-nekan tombol, membongkar mainan dan sebagainya.65
64
Sussman 1999, “Anak Autis” (Artikel diakses pada tanggal 21 april 2008 dari http//www.google.co.id)
65
BAB III
GAMBARAN UMUM SEKOLAH DASAR INSANIA JATIASIH BEKASI
A. Latar Belakang Berdirinya Sekolah Dasar Insania
Berawal dari semakin banyaknya anak-anak yang berkebutuhan khusus
dalam beberapa tahun terakhir ini seperti autisme, sulit konsentrasi, hiperaktif,
dan masih banyak lagi. Keadaan ini cukup memprihatinkan kita. Walaupun
anak-anak yang berkebutuhan khusus ini bisa dikatakan mempunyai
kemampuan yang terbatas, tetapi kita tidak boleh menyerah dengan kondisi
seperti ini. Banyak yang dapat kita lakukan untuk melatih mereka, misalnya
dengan melakukan terapi.
Dengan adanya situasi dan kondisi seperti diatas, maka kami mendirikan
suatu kelompok belajar untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Maka Pada
tahun 2000 lembaga ini didirikan oleh Bapak Dhani Widjanarko dan dikelola
oleh Ibu Diah Tri Astuti dengan nama Yayasan Asa Daya Insania (YADI).
Pada awalnya lembaga ini diperuntukan anak yang membutuhkan terapi
seperti Okupasi terapi, terapi Wicara, Sensori terapi (Fisio terapi), terapi
edukasi. Tetapi setelah lembaga ini berdiri, ternyata peminat untuk anak
berkebutuhan khusus, cukup memberikan respon dari masyarakat di daerah
bekasi umumnya dan dari orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus
pada khususnya.
Karena banyaknya permintaan dan keluhan dari orangtua yang mempunyai
sekolah umum, maka pada tahun 2005 lembaga Yayasan Asa Daya Insania
mendirikan pendidikan luar sekolah yang setara SD Insania.
SD Insania ini adalah sekolah khusus untuk anak berkebutuhan khusus
dengan jumlah murid + 10 orang dan ditangani oleh 2 guru dari IKIP PLB, 1
guru musik, 1 guru lukis. Semua guru-guru tersebut sudah berpengalaman
menangani anak-anak yang berkebutuhan khusus.47
SD Insania berdiri berdasarkan naungan Yayasan Asa Daya Insania
dengan berdasarkan akte notaris IRENE KUSUMAWARDHANI
SH.NO.232/Y/2002/PN.BKS.
Pada awalnya lembaga ini berdomisili di Jl. Sadewa no.27 KOMP.PEMDA
Jatiasih, dikarenakan tempat bermain kurang memadai, maka kegiatan belajar
mengajar pindah ke Jl. Nakula II Blok B no.13 KOMP.PEMDA Jatiasih Tlp.
021-82413578, 021-82413579.
Lembaga ini dipercayakan pengelolahnya kepada Ibu Diah Tri Astuti
dibantu dengan 8 orang tenaga pengajar khusus yang sesuai dengan disiplin
ilmunya dan 1 orang tenaga administrasi.48
B. Tujuan Sekolah Dasar Insania
1. Mengembangkan potensi dan kemampuan anak berkebutuhan khusus,
sehingga dapat bermanfaat bagi dirinya dan masyarakat.
2. Menumbuhkan kemandirian anak.
3. Memodisivikasi perilaku menjadi lebih baik, sehingga dapat berkembang
secara optimal.
4. Menyediakan faslitas belajar bagi anak berkebutuhan khusus.49
47
Dokumentasi SD Insania 48