• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK MODERNISASI TERHADAP UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK MODERNISASI TERHADAP UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK MODERNISASI TERHADAP

UPACARA ADAT PERKAWINAN

MASYARAKAT BATAK TOBA

DI KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Antropologi

OLEH :

DINI AFRIANTY SIMANUNGKALIT

NIM. 309122017

PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Dini Afrianty Simanungkalit, Nim: 309122017, Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Bagi masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting adalah perkawinan karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau melaksanakan upacara adat lainnya. Perkawinan masyarakat Batak Toba merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki- laki dengan seorang wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat si laki- laki (paranak) dengan pihak kerabat si wanita (parbou) . Saat ini kebudayaan Batak Toba telah mengalami perubahan. Kebudayaan yang berubah itu adalah dalam hal upacara adat perkawinan.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi non- partisipasi, wawancara mendalam kepada informan kunci yaitu pengetua- pengetua, wawancara sambil lalu kepada masyarakat Batak Toba yang telah menikah dan dokumentasi. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Medan Baru.

Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaanya upacara perkawinan melibatkan banyak pihak, maka prinsip pertanggung jawaban adalah milik kelompok sosial. Upacara adat perkawinan Batak Toba telah mengalami perubahan baik dalam sistem upacara maupun tata cara pelaksanaan upacara tersebut. Kehadiran modernisasi telah mengubah penilaian masyarakat Batak Toba terhadap tata cara dan kewajiban- kewajiban yang terdapat dalam upacara adat perkawinan Batak Toba. Perkawinan marpariban tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi putra/ putri Batak Toba. Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah seperti tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan, marhori- hori dingding tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Batak, patua hata dan marhusip di Kota Medan dilaksanakan secara bersamaan, maningkir lobu yang biasanya dilakukan setelah acara marhata sinamot sudah ditiadakan/ dihilangkan dan tahapan atau acara paulak une dan maningkir tangga telah dilangsungkan bersamaan dengan pesta unjuk. Bentuk upacara perkawinan yang demikian disebut adat ulaon sadari artinya pesta yang dituntaskan selama satu hari. Pelaksanaan upacara adat Batak Toba di Kota Medan mayoritas dilaksanakan dalam bentuk ulaon sadari ( upacara adat yang dituntaskan dalam satu hari).Sebagian masyarakat menyetujui adat ulaon sadari dan sebagian lagi menolak terutama raja- raja adat.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Perkawinan Masyrakat Batak Toba di

Kota Medan”.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar sarjana pendidikan Antropologi. Penyelesaian Skripsi ini tidak

terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak baik secara langsung maupun

tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar Damanik, M. Si selaku Rektor Universitas

Negeri Medan

2. Bapak Dr. H. Restu, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Medan

3. Ibu Dra. Puspitawati, M. Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Antropologi

4. Ibu Murni Eva Marlina Rumapea, M. Si sebagai Dosen Pembimbing

Skripsi penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dan

motivasi sejak awal penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M. Si sebagai Dosen Pembimbing

Akademik penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi

(7)

6. Ibu Dra. Nurjannah, M. Pd dan Bapak Bakhrul Khair Amal, M. Si sebagai

dosen penguji, yang telah memberikan berbagai masukan dan pendapat

yang berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan civitas akademik Program Studi Pendidikan

Antropologi yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya, terimakasih atas

ilmu, pengalaman dan motivasi selama ini.

8. Teristimewa buat kedua orangtuaku, G. Simanungkalit dan Ibunda T.

Tampubolon sebagai motivator terbaik penulis, yang telah mencurahkan

kasih sayang, memberikan semangat dan dukungan moril, materil serta doa

yang tiada pernah putus.

9. Kakak penulis, Erni Lisda Noventa Simanungkalit, S.Pd serta kedua adik

penulis Petris Afrina Simanungkalit, Am. Keb dan Asido Gideon

Simanungkalit yang telah memberikan semangat, bantuan dan doa.

10. Sahabat penulis, Hotnida Simanjuntak, Erna Puput Reskya Ginting, Irna

Maria Situmorang, Musdarwinsyah dan semua teman- teman Antropologi

2009 yang selalu memotivasi dan mendukung penulis.

11. Muda-mudi Wijk 3 HKBP P. Simalingkar, Yuni Hutagaol, Daniel Siahaan,

Umar Sinaga dan Joshua Sidabutar yang telah memberikan semangat dan

keceriaan selama masa penulisan.

12. Bapak Camat Medan Baru dan seluruh staff Kecamatan Medan Baru yang

membantu penulis dalam pengumpulan Data

13. Bagi semua pihak dan seluruh informan yang telah banyak membantu

(8)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari

segi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun demi memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir

kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Agustus 2013

Penulis

(9)
(10)

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 29

4.2 Gambaran Lokasi Penelitian... 34

4.2.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 34

4.2.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru ... 37

1. Letak Geografis ... 37

2. Keadaan Penduduk ... 39

2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 39 2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama 40

2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis 41 2.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 42 4.3 Hakekat Perkawinan Menurut Adat Batak ... 43

4.4 Perkawinan Ideal dan Pemilihan Jodoh ... 45

4.5 Bentuk Perkawinan Suku Batak Toba ... 48

4.6 Pihak- Pihak Yang Terlibat ... 50

4.7 Tahapan Upacara Perkawinan Batak Toba ... 51

4.8 Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Perkawinan .. 78

4.9 Tanggapan Masyarakat Terhadap Upacara Perkawinan 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85

5.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

1. Data Kelurahan di Kecamatan Medan Baru ... 38

2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 39

3. Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 40

4. Komposisi Penduduk Menurut Etnis/ Suku ... 41

5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 42

(12)

DAFTAR GAMBAR

1. Acara Marsibuha- buhai ... 64

2. Acara Tudu- tudu ni sipanganon ... 66

3. Acara Pasahat dengke simudur- mudur ... 67

4. Acara Tintin marangkup ... 70

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku

Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo,

Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku

ini menempati daerah induk masing- masing di daratan Provinsi Sumatera Utara.

Suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba

Samosir, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Humbang Hasundutan.

Setiap masyarakat di dunia pasti memiliki kebudayaan yang berbeda dari

masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan

kemampuan- kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai

anggota masyarakat. Demikian halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan

bagian dari enam sub suku Batak, suku Batak Toba tentunya memiliki

kebudayaan sendiri yang membedakannya dari lima sub suku Batak lainnya.

Masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh

nenek moyangya. Adat istiadat ialah berbagai aktivitas sosial budaya termasuk

upacara- upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan berlaku secara

umum di masyarakat. Sementara tradisi adalah segala sesuatu seperti adat,

kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang secara turun temurun

(14)

Upacara adat Batak, baik upacara perkawinan (marunjuk), pasahat

sulang-sulang sian pahompu maupun upacara kematian merupakan tradisi nenek

moyang masyarakat Batak yang diwariskan turun- temurun sejak ratusan tahun

silam. Bagi masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting adalah

perkawinan karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau

melaksanakan upacara adat lainnya.

Pelaksanaan upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba dianggap

sebagai suatu yang sakral, dimana perkawinan tidak dapat dilaksanakan dengan

suka-suka, melainkan memiliki aturran dan membutuhkan waktu.

Tahapan-tahapan pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba yakni

dimulai dari marhori-hori dinding, marhusip, martumpol, marhata sinamot, pesta

unjuk, paulak une, dan maningkir tangga. Namun pada saat sekarang ini sudah

terjadi perubahan, banyak hal yang sudah dirubah melalui kesepakatan bersama.

Salah satu penyebab perubahan upacara adat perkawinan masyarakat

Batak Toba ialah modernisasi. Modernisasi suatu masyarakat merupakan suatu

poses transformasi yang meliputi segala aspek kehidupan. Dilihat dari segi

kebudayaan, modernisasi dapat diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan

mentalitas sebagian warga masyarakat yang disebabkan oleh adanya kebutuhan

(15)

Perkembangan zaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap

bagian upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Perubahan yang

dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban- kewajiban tertentu

dalam upacara perkawinan tersebut. Pelaksanan upacara adat perkawinan

masyarakat Batak Toba dahulu dilaksanakan dalam waktu dan proses yang cukup

lama, sekarang dipersingkat dengan istilah upcara adat ulaon sadari ( pesta yang

dituntaskan selama satu hari). Adapun tahapan dalam upacara adat perkawinan

dalam bentuk ulaon sadarai adalah yang dimulai dengan marhusip, martumpol,

marhata sinamot, pesta unjuk yang langsung diikuti oleh acara paulak une dan

maningkir tangga.

Secara umum tahapan-tahapan acara adat yang dipersingkat ini jika

dilihat dari segi waktu sangat menguntungkan karena memberikan masyarakat

kesempatan untuk mengejar kebutuhan yang lain. Namun jika ditinjau dari segi

pendidikan dan pengetahuan, hal tersebut merugikan generasi muda sekarang

karena dengan dipersingkatnya tahap-tahap perkawinan menyebabkan generasi

muda tidak lagi mengetahui bagaimana seharusnya tahapan-tahapan perkawinan

tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai budaya asli Batak Toba.

Berdasarkan latar belakang masalah inilah yang mendorong penulis

melakukan penelitian dengan mengambil judul : “Dampak Modernisasi

Terhadap Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Di Kota

(16)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka muncul beberapa hal yang ingin

diketahui oleh peneliti dalam penelitian ini yakni:

1. Proses pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba

2. Jenis- jenis perkawinan pada masyarakat Batak Toba

3. Pihak- pihak yang terlibat dalam perkawinan Batak Toba

4. Perubahan tahapan pelaksanaan upacara adat perkawinan Batak Toba

5. Dampak modernisasi dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat

Batak Toba

1.3 Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar peneliti membatasi ruang

lingkup penelitiannya secara tegas dan jelas hingga dapat diketahui secara

terperinci masalah yang akan diteliti, dan tidak akan menjadi sedemikian luas dan

kabur, tapi akan membantu peneliti mengarahkan sasaran kerjanya. Adapun

pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah “ dampak modernisasi terhadap

upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba di kota Medan. “

1.4 Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang masalah yang ada dalam suatu

penelitian, perlu ditentukan rumusan masalah agar memperjelas masalah yang

(17)

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah yang telah

dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja perubahan yang terjadi dalam upacara perkawinan masyarakat Batak

Toba

2. Bagaimana dampak modernisasi terhadap pelaksanaan upacara perkawinan

masyarakat Batak Toba

3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap perubahan upacara perkawinan

masyarakat Batak Toba

1.5 Tujuan Penelitian

Menetapkan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting karena

setiap penelitian harus mempunyai tujuan tertentu, dengan berpedoman pada

tujuan akan lebih mudah mencapai sasaran yang diharapkan. Tujuan penelitian

ialah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah

penelitian selesai. Maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perubahan- perubahan dalam upacara perkawinan

masyarakat Batak Toba

2. Untuk mengetahui dampak modernisasi terhadap upacara perkawinan

masyarakat Batak Toba

3. Untuk mengetahui tanggapan atau persepsi masyarakat terhadap perubahan

(18)

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Bagi penulis dapat menambah wawasan mengenai upacara adat perkawinan

masyarakat Batak Toba

2. Menambah wawasan penulis tentang pengaruh modernisasi terhadap upacara

adat perkawinan masyarakat Batak Toba

3. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai dampak modernisasi

terhadap upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba

4. Menambah kajian tentang suatu tradisi dalam konteks Antropologi Sosial

5. Sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang relevan dikemudian

(19)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan beberapa uraian yang telah dibahas di bab- bab terdahulu,

dapat dilihat bahwa adat perkawinan Batak Toba mengalami perubahan.

Kebudayaan setiap kelompok masyarakat selalu bersifat dinamis. Artinya, selalu

saja terjadi perubahan dengan adanya pergeseran, pengurangan, dan penambahan

kebudayaan. Dari hasil penelitian yang didapat melalui observasi ke lapangan

serta wawancara dengan berbagai pihak yang mengetahui tentang upacara adat

perkawinan Batak Toba, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa:

1. Perkawinan masyarakat Batak Toba merupakan perkawinan keluarga. Dilihat

dari sudut pelaksanaanya upacara perkawinan melibatkan banyak pihak, maka

prinsip pertanggung jawaban adalah milik kelompok sosial. Keluarga kedua

belah pihak pengantin beserta setiap unsur dalihan na tolu dari kedua belah pihak terlibat secara langsung dan bertanggung jawab sesuai dengan

kedudukan sosial adatnya.

2. Upacara adat perkawinan Batak Toba telah mengalami perubahan baik dalam

sistem upacara maupun tata cara pelaksanaan upacara tersebut. Adapun

penyebab perubahan tersebut ialah modernisasi. Kehadiran modernisasi telah

mengubah penilaian terhadap tata cara dan kewajiban- kewajiban yang

terdapat dalam upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada saat sekarang ini,

(20)

3. Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah. Adat Batak

Toba yang berubah tersebut adalah:

 Tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan dan telah berubah menjadi yang disebut tukar cincin dan

dilakukan pada saat acara pemberkatan nikah di gereja .

 Tahapan marhori- hori dingding tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Dahulu pelaksanaan marhori- hori dingding dilaksanakan oleh boru dari pihak mempelai laki- laki dan boru

dari pihak mempelai perempuan, kini pelaksanaanya langsung oleh

orangtua kedua calon mempelai.

 Pelaksanaan tahapan patua hata dan marhusip di Kota Medan dilaksanakan secara bersamaan yang dahulu tahapan ini dilaksanakan di waktu yang

berbeda. Dan sekarang ini pelaksanaan marhusip ada yang dilaksanakan secara meriah bila keadaan ekonomi kedua keluarga mapan.

 Pelaksanaan acara marhata sinamot di Kota Medan diadakan setelah acara

martumpol dan tahapan maningkir lobu yang biasanya dilakukan setelah acara marhata sinamot sudah ditiadakan/ dihilangkan.

 Pada upacara adat Batak Toba di Kota Medan, tahapan atau acara paulak une dan maningkir tangga telah dilangsungkan bersamaan dengan pesta

unjuk. Bentuk upacara perkawinan yang demikian disebut adat ulaon sadari artinya pesta yang dituntaskan selama satu hari.

(21)

5. Perubahan upacara adat perkawinan Batak Toba menjadi adat ulaon sadari

menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Batak Toba. Sebagian

masyarakat menyetujui adat ulaon sadari dan sebagian lagi menolak terutama raja- raja adat.

5.2 Saran

Adat dalam upacara perkawinan haruslah di pertahankan, jangan

pelaksananya hanya sebagai simbol atau sekedar formalitas saja, agar upacara adat

perkawinan dapat terlestarikan sampai kegenerasi-generasi berikutnya dan makna

yang terkandung dalam adat tersebut tidak hilang begitu saja.

Pelaksanan upacara adat perkawinan jaganlah dipersulit atau

diperpanjang misalnya pembicaraan dalam acara adat yang sering bertele-tele,

sebaiknya dipersingkat tanpa mengurangi makna dan inti adat tersebut. Agar para

generasi muda tidak jenuh mengikuti proses adat yang sekarang mengingat

kondisi waktu dan ekonomi yang semakin sempit dan adat janganlah dianggap

sebagai suatu beban yang harus dipenuhi. Dan bila kedua belah pihak pengantin

berasal dari satu wilayah, sebaiknya upacara ulaon sadari jangan dijadikan pilihan atau dilaksanakan karena akan mengurangi makna upacara tersebut.

Perlu keterbukaan antar generasi muda dengan generasi sebelumya, agar

bentuk tata cara perkawinan manapun yang akan ditempuh merupakan

kesepakatan bersama sehingga nilai-nilai yang ada dalam perkawinan tetap

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Berutu, Lister. 1997. Tradisi dan Perubahan. Medan: Monora

Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara

Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Haviland, William. A. 1988. Pengantar Antropologi Jilid I dan II. Jakarta: UI Press

Ihromi, T. O. 2006. Pokok- Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Koentjaraningrat . 1980. Beberapa Pokok Antropologi Soisal. Jakarta: Dian Rakyat

. . 1987. Sejarah Antropologi I. Jakarta: UI Press

. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta

. . 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Kurniawan, Benny. 2012. Ilmu Budaya Dasar. Tangerang: Jelajah Nusa

Mintargo. S, Bambang. 2000. Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Penerbit

Setiadi, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana

Sibarani, Jobit. 2005. Pola Penerapan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba

Perantauan. Medan: USU Press.

Simanjuntak, B.A. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia

(23)

Situmeang, Doangsa P.L. 2003. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba. Jakarta:

Djambatan.

Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo

Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: PT.LKiS

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai makna simbolik (tanda) pada “Parjambaron” Upacara Adat Kematian “Saur Matua” Batak Toba diantaranya

Hukum adat Batak Toba, khususnya perkawinan sangat memperhatikan prinsip dasar yaitu dalihan na tolu (artinya tungku nan tiga), yang merupakan suatu ungkapan yang menyatakan

SEKULERISASI LAGU-LAGU ROHANI PADA PELAKSANAAN UPACARA ADAT PERKAWINAN ETNIS BATAK TOBA DI JEMAAT.. GEREJA

Keberadaan Alat Musik Keyboard Dan Sulim Pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba Di Kecamatan Sosorgadong Kabupaten Tapanuli Tengah (Tinjauan Terhadap Bentuk,

Upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba di Sidikalang merupakan serangkaian aktivitas yang terdiri dari beberapa tahapan mulai dari Martuppol, Marhata Sinamot ketika

Dalam masyarakat Batak Toba unsur nasab yang dilarang dalam perkawinan aitu ”semarga”. masyarakat adat Batak Toba, perkawinan semarga dilarang, karena masyarakat adat Batak

Sebelum ajaran agama Kristen muncul pada kebudayaan masyarakat batak toba, musik yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua adalah satu set ensambel Gondang sabangunan

PERANAN DALIHAN NATOLU SEBAGAI MEDIATOR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA.. Permasalahan Yang Sering Timbul dalam Perkawinan Adat