DAMPAK MODERNISASI TERHADAP
UPACARA ADAT PERKAWINAN
MASYARAKAT BATAK TOBA
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Antropologi
OLEH :
DINI AFRIANTY SIMANUNGKALIT
NIM. 309122017
PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
ABSTRAK
Dini Afrianty Simanungkalit, Nim: 309122017, Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Program Studi Pendidikan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.
Bagi masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting adalah perkawinan karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau melaksanakan upacara adat lainnya. Perkawinan masyarakat Batak Toba merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki- laki dengan seorang wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat si laki- laki (paranak) dengan pihak kerabat si wanita (parbou) . Saat ini kebudayaan Batak Toba telah mengalami perubahan. Kebudayaan yang berubah itu adalah dalam hal upacara adat perkawinan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi non- partisipasi, wawancara mendalam kepada informan kunci yaitu pengetua- pengetua, wawancara sambil lalu kepada masyarakat Batak Toba yang telah menikah dan dokumentasi. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kecamatan Medan Baru.
Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaanya upacara perkawinan melibatkan banyak pihak, maka prinsip pertanggung jawaban adalah milik kelompok sosial. Upacara adat perkawinan Batak Toba telah mengalami perubahan baik dalam sistem upacara maupun tata cara pelaksanaan upacara tersebut. Kehadiran modernisasi telah mengubah penilaian masyarakat Batak Toba terhadap tata cara dan kewajiban- kewajiban yang terdapat dalam upacara adat perkawinan Batak Toba. Perkawinan marpariban tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi putra/ putri Batak Toba. Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah seperti tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan, marhori- hori dingding tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Batak, patua hata dan marhusip di Kota Medan dilaksanakan secara bersamaan, maningkir lobu yang biasanya dilakukan setelah acara marhata sinamot sudah ditiadakan/ dihilangkan dan tahapan atau acara paulak une dan maningkir tangga telah dilangsungkan bersamaan dengan pesta unjuk. Bentuk upacara perkawinan yang demikian disebut adat ulaon sadari artinya pesta yang dituntaskan selama satu hari. Pelaksanaan upacara adat Batak Toba di Kota Medan mayoritas dilaksanakan dalam bentuk ulaon sadari ( upacara adat yang dituntaskan dalam satu hari).Sebagian masyarakat menyetujui adat ulaon sadari dan sebagian lagi menolak terutama raja- raja adat.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul :
“Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Perkawinan Masyrakat Batak Toba di
Kota Medan”.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan Antropologi. Penyelesaian Skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak baik secara langsung maupun
tidak langsung, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar Damanik, M. Si selaku Rektor Universitas
Negeri Medan
2. Bapak Dr. H. Restu, M. Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Medan
3. Ibu Dra. Puspitawati, M. Si selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Antropologi
4. Ibu Murni Eva Marlina Rumapea, M. Si sebagai Dosen Pembimbing
Skripsi penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dan
motivasi sejak awal penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Tumpal Simarmata, M. Si sebagai Dosen Pembimbing
Akademik penulis, yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi
6. Ibu Dra. Nurjannah, M. Pd dan Bapak Bakhrul Khair Amal, M. Si sebagai
dosen penguji, yang telah memberikan berbagai masukan dan pendapat
yang berarti bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan civitas akademik Program Studi Pendidikan
Antropologi yang tidak dapat penulis sebutkan seluruhnya, terimakasih atas
ilmu, pengalaman dan motivasi selama ini.
8. Teristimewa buat kedua orangtuaku, G. Simanungkalit dan Ibunda T.
Tampubolon sebagai motivator terbaik penulis, yang telah mencurahkan
kasih sayang, memberikan semangat dan dukungan moril, materil serta doa
yang tiada pernah putus.
9. Kakak penulis, Erni Lisda Noventa Simanungkalit, S.Pd serta kedua adik
penulis Petris Afrina Simanungkalit, Am. Keb dan Asido Gideon
Simanungkalit yang telah memberikan semangat, bantuan dan doa.
10. Sahabat penulis, Hotnida Simanjuntak, Erna Puput Reskya Ginting, Irna
Maria Situmorang, Musdarwinsyah dan semua teman- teman Antropologi
2009 yang selalu memotivasi dan mendukung penulis.
11. Muda-mudi Wijk 3 HKBP P. Simalingkar, Yuni Hutagaol, Daniel Siahaan,
Umar Sinaga dan Joshua Sidabutar yang telah memberikan semangat dan
keceriaan selama masa penulisan.
12. Bapak Camat Medan Baru dan seluruh staff Kecamatan Medan Baru yang
membantu penulis dalam pengumpulan Data
13. Bagi semua pihak dan seluruh informan yang telah banyak membantu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan baik dari
segi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terimakasih.
Medan, Agustus 2013
Penulis
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 29
4.2 Gambaran Lokasi Penelitian... 34
4.2.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 34
4.2.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Baru ... 37
1. Letak Geografis ... 37
2. Keadaan Penduduk ... 39
2.1 Keadaan Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin 39 2.2 Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama 40
2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Etnis 41 2.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian 42 4.3 Hakekat Perkawinan Menurut Adat Batak ... 43
4.4 Perkawinan Ideal dan Pemilihan Jodoh ... 45
4.5 Bentuk Perkawinan Suku Batak Toba ... 48
4.6 Pihak- Pihak Yang Terlibat ... 50
4.7 Tahapan Upacara Perkawinan Batak Toba ... 51
4.8 Dampak Modernisasi Terhadap Upacara Perkawinan .. 78
4.9 Tanggapan Masyarakat Terhadap Upacara Perkawinan 81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 85
5.2 Saran ... 87
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Data Kelurahan di Kecamatan Medan Baru ... 38
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 39
3. Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 40
4. Komposisi Penduduk Menurut Etnis/ Suku ... 41
5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 42
DAFTAR GAMBAR
1. Acara Marsibuha- buhai ... 64
2. Acara Tudu- tudu ni sipanganon ... 66
3. Acara Pasahat dengke simudur- mudur ... 67
4. Acara Tintin marangkup ... 70
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia. Suku
Batak merupakan bagian dari enam ( 6) sub suku yakni: Batak Toba, Batak Karo,
Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola dan Mandailing. Keenam suku
ini menempati daerah induk masing- masing di daratan Provinsi Sumatera Utara.
Suku Batak Toba berdiam di Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba
Samosir, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Humbang Hasundutan.
Setiap masyarakat di dunia pasti memiliki kebudayaan yang berbeda dari
masyarakat lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan
kemampuan- kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Demikian halnya suku Batak Toba, meskipun merupakan
bagian dari enam sub suku Batak, suku Batak Toba tentunya memiliki
kebudayaan sendiri yang membedakannya dari lima sub suku Batak lainnya.
Masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh
nenek moyangya. Adat istiadat ialah berbagai aktivitas sosial budaya termasuk
upacara- upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan berlaku secara
umum di masyarakat. Sementara tradisi adalah segala sesuatu seperti adat,
kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang secara turun temurun
Upacara adat Batak, baik upacara perkawinan (marunjuk), pasahat
sulang-sulang sian pahompu maupun upacara kematian merupakan tradisi nenek
moyang masyarakat Batak yang diwariskan turun- temurun sejak ratusan tahun
silam. Bagi masyarakat Batak Toba, upacara adat yang terpenting adalah
perkawinan karena hanya orang yang sudah kawin berhak mengadakan atau
melaksanakan upacara adat lainnya.
Pelaksanaan upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba dianggap
sebagai suatu yang sakral, dimana perkawinan tidak dapat dilaksanakan dengan
suka-suka, melainkan memiliki aturran dan membutuhkan waktu.
Tahapan-tahapan pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba yakni
dimulai dari marhori-hori dinding, marhusip, martumpol, marhata sinamot, pesta
unjuk, paulak une, dan maningkir tangga. Namun pada saat sekarang ini sudah
terjadi perubahan, banyak hal yang sudah dirubah melalui kesepakatan bersama.
Salah satu penyebab perubahan upacara adat perkawinan masyarakat
Batak Toba ialah modernisasi. Modernisasi suatu masyarakat merupakan suatu
poses transformasi yang meliputi segala aspek kehidupan. Dilihat dari segi
kebudayaan, modernisasi dapat diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan
mentalitas sebagian warga masyarakat yang disebabkan oleh adanya kebutuhan
Perkembangan zaman mempengaruhi terjadinya perubahan dalam setiap
bagian upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba. Perubahan yang
dimaksud berarti menambah atau mengurangi kewajiban- kewajiban tertentu
dalam upacara perkawinan tersebut. Pelaksanan upacara adat perkawinan
masyarakat Batak Toba dahulu dilaksanakan dalam waktu dan proses yang cukup
lama, sekarang dipersingkat dengan istilah upcara adat ulaon sadari ( pesta yang
dituntaskan selama satu hari). Adapun tahapan dalam upacara adat perkawinan
dalam bentuk ulaon sadarai adalah yang dimulai dengan marhusip, martumpol,
marhata sinamot, pesta unjuk yang langsung diikuti oleh acara paulak une dan
maningkir tangga.
Secara umum tahapan-tahapan acara adat yang dipersingkat ini jika
dilihat dari segi waktu sangat menguntungkan karena memberikan masyarakat
kesempatan untuk mengejar kebutuhan yang lain. Namun jika ditinjau dari segi
pendidikan dan pengetahuan, hal tersebut merugikan generasi muda sekarang
karena dengan dipersingkatnya tahap-tahap perkawinan menyebabkan generasi
muda tidak lagi mengetahui bagaimana seharusnya tahapan-tahapan perkawinan
tersebut yang sesuai dengan nilai-nilai budaya asli Batak Toba.
Berdasarkan latar belakang masalah inilah yang mendorong penulis
melakukan penelitian dengan mengambil judul : “Dampak Modernisasi
Terhadap Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba Di Kota
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka muncul beberapa hal yang ingin
diketahui oleh peneliti dalam penelitian ini yakni:
1. Proses pelaksanaan upacara adat perkawinan masyarakat Batak Toba
2. Jenis- jenis perkawinan pada masyarakat Batak Toba
3. Pihak- pihak yang terlibat dalam perkawinan Batak Toba
4. Perubahan tahapan pelaksanaan upacara adat perkawinan Batak Toba
5. Dampak modernisasi dalam pelaksanaan upacara perkawinan masyarakat
Batak Toba
1.3 Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini dimaksudkan agar peneliti membatasi ruang
lingkup penelitiannya secara tegas dan jelas hingga dapat diketahui secara
terperinci masalah yang akan diteliti, dan tidak akan menjadi sedemikian luas dan
kabur, tapi akan membantu peneliti mengarahkan sasaran kerjanya. Adapun
pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah “ dampak modernisasi terhadap
upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba di kota Medan. “
1.4 Perumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang masalah yang ada dalam suatu
penelitian, perlu ditentukan rumusan masalah agar memperjelas masalah yang
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa saja perubahan yang terjadi dalam upacara perkawinan masyarakat Batak
Toba
2. Bagaimana dampak modernisasi terhadap pelaksanaan upacara perkawinan
masyarakat Batak Toba
3. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap perubahan upacara perkawinan
masyarakat Batak Toba
1.5 Tujuan Penelitian
Menetapkan tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting karena
setiap penelitian harus mempunyai tujuan tertentu, dengan berpedoman pada
tujuan akan lebih mudah mencapai sasaran yang diharapkan. Tujuan penelitian
ialah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya suatu hal yang diperoleh setelah
penelitian selesai. Maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perubahan- perubahan dalam upacara perkawinan
masyarakat Batak Toba
2. Untuk mengetahui dampak modernisasi terhadap upacara perkawinan
masyarakat Batak Toba
3. Untuk mengetahui tanggapan atau persepsi masyarakat terhadap perubahan
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis dapat menambah wawasan mengenai upacara adat perkawinan
masyarakat Batak Toba
2. Menambah wawasan penulis tentang pengaruh modernisasi terhadap upacara
adat perkawinan masyarakat Batak Toba
3. Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai dampak modernisasi
terhadap upacara perkawinan pada masyarakat Batak Toba
4. Menambah kajian tentang suatu tradisi dalam konteks Antropologi Sosial
5. Sebagai bahan referensi bagi penelitian berikutnya yang relevan dikemudian
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan beberapa uraian yang telah dibahas di bab- bab terdahulu,
dapat dilihat bahwa adat perkawinan Batak Toba mengalami perubahan.
Kebudayaan setiap kelompok masyarakat selalu bersifat dinamis. Artinya, selalu
saja terjadi perubahan dengan adanya pergeseran, pengurangan, dan penambahan
kebudayaan. Dari hasil penelitian yang didapat melalui observasi ke lapangan
serta wawancara dengan berbagai pihak yang mengetahui tentang upacara adat
perkawinan Batak Toba, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa:
1. Perkawinan masyarakat Batak Toba merupakan perkawinan keluarga. Dilihat
dari sudut pelaksanaanya upacara perkawinan melibatkan banyak pihak, maka
prinsip pertanggung jawaban adalah milik kelompok sosial. Keluarga kedua
belah pihak pengantin beserta setiap unsur dalihan na tolu dari kedua belah pihak terlibat secara langsung dan bertanggung jawab sesuai dengan
kedudukan sosial adatnya.
2. Upacara adat perkawinan Batak Toba telah mengalami perubahan baik dalam
sistem upacara maupun tata cara pelaksanaan upacara tersebut. Adapun
penyebab perubahan tersebut ialah modernisasi. Kehadiran modernisasi telah
mengubah penilaian terhadap tata cara dan kewajiban- kewajiban yang
terdapat dalam upacara adat perkawinan Batak Toba. Pada saat sekarang ini,
3. Pada saat ini upacara adat perkawinan Batak Toba telah berubah. Adat Batak
Toba yang berubah tersebut adalah:
Tahapan mangalehon tanda hata ( pemberian tanda burju) sudah jarang dilaksanakan dan telah berubah menjadi yang disebut tukar cincin dan
dilakukan pada saat acara pemberkatan nikah di gereja .
Tahapan marhori- hori dingding tidak lagi menjadi suatu kewajiban bagi masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Dahulu pelaksanaan marhori- hori dingding dilaksanakan oleh boru dari pihak mempelai laki- laki dan boru
dari pihak mempelai perempuan, kini pelaksanaanya langsung oleh
orangtua kedua calon mempelai.
Pelaksanaan tahapan patua hata dan marhusip di Kota Medan dilaksanakan secara bersamaan yang dahulu tahapan ini dilaksanakan di waktu yang
berbeda. Dan sekarang ini pelaksanaan marhusip ada yang dilaksanakan secara meriah bila keadaan ekonomi kedua keluarga mapan.
Pelaksanaan acara marhata sinamot di Kota Medan diadakan setelah acara
martumpol dan tahapan maningkir lobu yang biasanya dilakukan setelah acara marhata sinamot sudah ditiadakan/ dihilangkan.
Pada upacara adat Batak Toba di Kota Medan, tahapan atau acara paulak une dan maningkir tangga telah dilangsungkan bersamaan dengan pesta
unjuk. Bentuk upacara perkawinan yang demikian disebut adat ulaon sadari artinya pesta yang dituntaskan selama satu hari.
5. Perubahan upacara adat perkawinan Batak Toba menjadi adat ulaon sadari
menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Batak Toba. Sebagian
masyarakat menyetujui adat ulaon sadari dan sebagian lagi menolak terutama raja- raja adat.
5.2 Saran
Adat dalam upacara perkawinan haruslah di pertahankan, jangan
pelaksananya hanya sebagai simbol atau sekedar formalitas saja, agar upacara adat
perkawinan dapat terlestarikan sampai kegenerasi-generasi berikutnya dan makna
yang terkandung dalam adat tersebut tidak hilang begitu saja.
Pelaksanan upacara adat perkawinan jaganlah dipersulit atau
diperpanjang misalnya pembicaraan dalam acara adat yang sering bertele-tele,
sebaiknya dipersingkat tanpa mengurangi makna dan inti adat tersebut. Agar para
generasi muda tidak jenuh mengikuti proses adat yang sekarang mengingat
kondisi waktu dan ekonomi yang semakin sempit dan adat janganlah dianggap
sebagai suatu beban yang harus dipenuhi. Dan bila kedua belah pihak pengantin
berasal dari satu wilayah, sebaiknya upacara ulaon sadari jangan dijadikan pilihan atau dilaksanakan karena akan mengurangi makna upacara tersebut.
Perlu keterbukaan antar generasi muda dengan generasi sebelumya, agar
bentuk tata cara perkawinan manapun yang akan ditempuh merupakan
kesepakatan bersama sehingga nilai-nilai yang ada dalam perkawinan tetap
DAFTAR PUSTAKA
Berutu, Lister. 1997. Tradisi dan Perubahan. Medan: Monora
Gultom, Ibrahim. 2010. Agama Malim di Tanah Batak. Jakarta: Bumi Aksara
Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Haviland, William. A. 1988. Pengantar Antropologi Jilid I dan II. Jakarta: UI Press
Ihromi, T. O. 2006. Pokok- Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Koentjaraningrat . 1980. Beberapa Pokok Antropologi Soisal. Jakarta: Dian Rakyat
. . 1987. Sejarah Antropologi I. Jakarta: UI Press
. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta
. . 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan
Kurniawan, Benny. 2012. Ilmu Budaya Dasar. Tangerang: Jelajah Nusa
Mintargo. S, Bambang. 2000. Tinjauan Manusia dan Nilai Budaya. Jakarta: Penerbit
Setiadi, dkk. 2007. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Kencana
Sibarani, Jobit. 2005. Pola Penerapan Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba
Perantauan. Medan: USU Press.
Simanjuntak, B.A. 2009. Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia
Situmeang, Doangsa P.L. 2003. Sistem Kekerabatan Masyarakat Batak Toba. Jakarta:
Djambatan.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: PT.LKiS