• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2 Saran

Kajian ini hanya membahas tentang struktur semantis verba BAWA saja sehingga kajian ini tergolong terbatas.Oleh karena itu, masih perlu diperbaharui dengan menambah pengkajian terhadap verba-verba lainnya dalam bahasa Batak Toba dengan membahas aspek semantis lainnya seperti peran semantis verba untuk memperluas pengkajian.

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep 2.1.1 Semantik

Semantik adalah studi tentang makna, pusat penyelidikan bahasa untuk memahami hakikat bahasa dan kemampuan bahasa manusia (Goddard 1998:1).

2.1.2 Verba

Verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan yang disebut juga kata kerja (KBBI 2008:1546). Verba merupakan salah satu kelas leksikal utama dalam bahasa.Verba dari segi perilaku semantisnya memiliki makna inheren perbuatan atau tindakan yang terkandung di dalamnya.Secara umum, verba bahasa Indonesia dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu verba keadaan, verba proses, dan verba tindakan dimana setiap verba memiliki kategori bawahannya (Tampubolon dkk, dalam Mulyadi 2009:57).

2.1.3 Verba BAWA

Verba BAWA pada hakikatnya mencerminkan suatu tindakan di mana X(subjek) menyebabkan Y(objek) mengalami perubahan posisi (berpindah).Verba BAWA adalah sebuah verba yang mengandung dua makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang membentuk sintaksis makna universal ‘X melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) karena itu sesuatu terjadi pada Y’.

2.1.4 Metabahasa Semantik Alami (MSA)

Metabahasa Semantik Alami (MSA) diakui sebagai pendekatan kajian semantik yang dianggap mampu memberi hasil analisis makna yang memadai dan dapat diterima oleh semua penutur jati karena parafrasa maknanya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah (Mulyadi dan Rumnasari K. Siregar 2006:69).

2.2 Landasan Teori

Kajian ini mengggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).Teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) merupakan kajian semantik leksikal.Asumsi dasar teori ini adalah bahwa makna kompleks dapat dideskripsikan dengan menggunakan konfigurasi elemen makna yang lebih sederhana hingga tidak dapat diuraikan lagi.Teori MSA memiliki beberapa prinsip dasar untuk menghindari terjadinya kekaburan dan keberputaran dalam analisis makna.

Ada tiga konsep teoritis dalam teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) yaitu makna asali (semantic primitive/semantic prime),polisemi takkomposisi(non-compositional polysemy),dan sintaksis universal (universal syntax).

2.2.1 Makna Asali

Analisis makna akan diskret dan tuntas jika menggunakan perangkat yang disebut makna asali.Makna asali adalah makna yang tidak dapat berubah dan telah diwarisi manusia sejak lahir atau dengan kata lain , makna kata pertama dari sebuah kata yang tidak mudah berubah meskipun terjadi perubahan kebudayaan

(perubahan zaman). Makna asali merupakan refleksi dan pembentukan pikiran yang dapat dieksplikasi dari bahasa alamiah yang merupakan satu-satunya cara dalam mempersentasikan makna (Wierzbicka 1996 dalam Purwo 2000:243).

Sebuah tanda tidak dapat dianalisis ke dalam bentuk yang bukan merupakan tanda itu sendiri.Ini berarti bahwa tidak mungkin menganalisis makna pada kombinasi bentuk yang bukan merupakan makna bentuk itu sendiri.Asumsi ini berangkat dari prinsip teori semiotik, yaitu teori tentang tanda.

Asumsi teori MSA berhubungan dengan prinsip semiotik yang menyatakan bahwa analisis makna akan menjadi diskret dan tuntas, dalam arti makna sekompleks apapun dapat dijelaskan tanpa perlu berputar-putar (Wierzbicka 1996 dalam Purwo 2000:241).Prinsip tersebut menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat makna asali.

Wierzbicka telah mengusulkan sejumlah makna asali berdasarkan penelitian pada sejumlah bahasa di dunia seperti bahasa Cina, Jepang, Inggris, Aceh, bahasa Aborijin di Australia.

Tabel 2.1

Perangkat makna asali oleh Wierzbicka

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif AKU, KAMU, SESORANG/ORANG,

SESUATU/HAL, TUBUH Substantif relasional JENIS, BAGIAN

Penjumlah SATU, DUA, SEMUA, BANYAK, BEBERAPA

Evaluator BAIK, BURUK

Predikat mental PIKIR, TAHU, INGIN, RASA, LIHAT , DENGAR

Ujaran UJAR, KATA, BENAR

Tindakan, peristiwa, gerakan, perkenaan

LAKU, TERJADI, GERAK, SENTUH

Keberadaan dan milik ADA, PUNYA Hidup dan Mati HIDUP, MATI

Waktu BILA/WAKTU, SEKARANG, SEBELUM,

SETELAH, LAMA, SEKEJAP, SEBENTAR, SEKARANG ,SAAT

Ruang (DI) MANA/TEMPAT, (DI) SINI, (DI) ATAS, (DI) BAWAH, JAUH, DEKAT, SEBELAH, DALAM Konsep logis TIDAK, MUNGKIN, DAPAT, KARENA, JIKA Augmentor, intensifier SANGAT, LEBIH

Kesamaan SEPERTI

Sumber :Goddard 2006:12 dalam Mulyadi 2009: 5)

2.2.2 Polisemi Takkomposisi

Asumsi lain yang mendasari teori ini adalah polisemi. Goddard 1996 dalam Purwo 2000:245) mengatakan bahwa polisemi takkomposisi adalah bentuk leksikon tunggal yang dapat mengekspresikan dua makna asali yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya hubungan komposisi antara satu eksponen lainnya karena eksponen tersebut memiliki kerangka gramatikal yang berbeda. Dalam

verbatindakan ‘membawa’ initerjadi polisemi takkomposisi antara MELAKUKAN dan TERJADI, sehingga pengalam memiliki eksponen sebagai berikut : ‘X melakukan sesuatu, dankarena itu sesuatu terjadi pada Y’.

Goddard juga mengatakan bahwa terdapat dua jenis hubungan yaitu: hubungan yang menyerupai (entailmeny like relationship), seperti MELAKUKAN, TERJADI, dan hubungan implikasi (implicational relationship), seperti MERASAKAN,TERJADI. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam contoh berikut.

1) X MELAKUKAN sesuatu pada Y Sesuatu TERJADI pada Y

2) Jika X MERASAKAN sesuatu Maka sesuatu TERJADI pada X

Berdasarkan contoh di atas, dari verba MELAKUKAN dan TERJADI dapat diketahui perbedaan sintaksisnya yaitu bahwa MELAKUKAN memerlukan dua argumen sedangkan TERJADI hanya membutuhkan satu argumen dan pada verba TERJADI dan MERASAKAN terjadi hubungan implikasi dimana apabila X MERASAKAN sesuatu, maka sesuatu TERJADI pada X.

2.2.3 Sintaksis Universal

Sintaksis universal dikembangkan Wierzbicka pada akhir tahun 1980-an yang merupakan perluasan dari sistem makna asali. Makna memiliki struktur yang sangat kompleks dan tidak hanya dibentuk dari elemen sederhana, seperti seseorang ingin, tahu; tetapi dari komponen berstruktur kompleks (Wierzbicka

1996 dalam Purwo 2000:246).Sintaksis universal terdiri atas kombinasi butir-butir leksikon makna asali universal yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksis. Misalnya: INGIN akan memiliki kaidah universal tertentu dalam konteks: Saya INGIN melakukan ini (Beratha dalam Purwo, 2000:246).

2.2.4 Struktur Semantis

Konfigurasi makna kata disebut dengan struktur semantis.Struktur semantis ini dapat dipahami karena adanya relasi gramatikal antara verba dan argumen yang dimiliki oleh verba tersebut.Secara universal setiap verba memiliki khasanah makna yang berbeda-beda sehingga sebuah verba dapat memiliki struktur semantis yang sederhana dan kompleks.Struktur semantis adalah jaringan relasi semantis diantara kata-kata di dalam sistem leksikal suatu bahasa.Oleh karena itu pula dikatakan bahwa setiap bahasa pasti memiliki struktur semantik (Lyons, 1995 dalam Mulyadi 2003:5).

Struktur semantis dapat dijelaskan dengan menggunakan teori MSA yang selama ini dianggap berhasil mengeksplikasikan berbagai makna lintas bahasa.Dengan alat bedah berupa pemetaan dari Metabahasa Semantik Alami (MSA) akan diperoleh gambaran yang jelas tentang struktur semantik verba BAWA bahasa Batak Toba.Teori MSA sangat membantu dalam mengkaji struktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Toba dengan menggunakan teknik eksplikasi (parafrasa). Teori MSA mempunyai keunggulan yaitu MSA dapat

diterima oleh semua penutur jati karena parafrasa maknanya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah.

Parafrasa bisa dikatakan sebagai pengungkapan kembali konsep dengan cara lain dalam bahasa yang sama tanpa mengubah maknanya (Wierzbickadalam Purwo 2000: 248).Parafrasa harus mengikuti kaidah-kaidah berikut :

1. Parafrasa harus menggunakan kombinasi sejumlah makna asali yang telah diusulkan oleh Weirzbicka. Kombinasi sejumlah makna asali diperlukan terkait dengan klaim dari teori MAM, yaitu suatu bentuk tidak dapat diuraikan hanya dengan memakai satu makna asali.

2. Parafrasa dapat pula dilakukan dengan memakai unsur yang merupakan kekhasan suatu bahasa. Hal ini dapat dilakukan dengan menggabungkan unsur-unsur yang merupakan keunikan bahasa itu sendiri untuk menguraikan makna.

3. Kalimat parafrasa harus mengikuti kaidah sintaksis bahasa yang dipakai untuk memparafrasa.

4. Parafrasa selalu menggunakan bahasa yang sederhana.

5. Kalimat parafrasa kadang-kadang memerlukan indentasi dan spasi khusus.

2.2.5 Kategorisasi

Teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) dapat digunakan untuk menetapkan kategorisasi dan mengeksplikasi semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik.Kategorisasi dapat ditetapkan dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami.Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal

berdasarkan kesamaan komponen semantisnya.Kategorisasi ditetapkan dengan mengelompokkan butir-butir leksikal berdasarkan komponen semantisnya. Komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‘seseorang’, ‘sesuatu’, ‘mengatakan’, ‘melakukan’, ‘terjadi’, ‘ini’, dan ‘baik’ (Mulyadi 2000:40 dalam Giovanni 2014:10)..

2.3Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap verba sudah banyak dilakukan oleh beberapa ahli.Selanjutnya peneliti akan menjelaskan penelitian- penelitian sebelumnya yang mirip atau relevan dengan penelitian ini.

Beratha (2000) ‘Struktur Semantis Verba Ujaran Bahasa Bali’ dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami yang berkombinasi dengan teori peran umum (macro – role). Teori MSA digunakan dalam mengkaji struktur semantik verba ujaran bahasa Bali dengan membatasinya menggunakan teknik parafrasa sedangkan teori peran umum (macro- role) digunakan untuk menjelaskan peran umum yang dimiliki oleh argumen - argumen verba dan peran umum ini dapat memiliki peran - peran khusus (spesifik).Ada sejumlah verba tindakan yang bertipe ujaran seperti: ngidih, nunas ‘meminta’, nunden, nikain ‘memerintah’, nombang ‘melarang’, majanji ‘berjanji’, ngajum ‘menyanjung’, nyadcad ‘mengkritik’, nesek ‘mendesak’, ngancam ‘mengancam’, nuduh ‘menuduh’, matakon/mataken ‘bertanya’. Struktur semantis verba tindakan tipe ujran ini diformulasikan ‘X mengatakan sesuatu kepada Y’.Beliau juga mengatakan bahwa peran semantis verba ujaran bahasa Bali adalah sebagai

ACTOR yang dapat memiliki peran khusus seperti agen, pemengaruh atau lokatif, serta UNDERGOER yang mempunyai peran khusus sebagai pasien, tema, atau lokatif. Penelitian Beratha memberikan sumbangan yang sangat membantu peneliti terutama dalam menyelesaikan masalah analisis makna yang tampak pada penggunaan parafrasa yang bersumber dari perangkat makna asali. Penelitian Beratha akan dikembangkan peneliti dengan kajian yang sama namun dalam bahasa yang berbeda yaitu verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.

Mulyadi (2003) yang berjudul ‘Struktur Semantis Verba Tindakan BahasaIndonesia’ dengan menggunakan teori MetabahAsa Semantik Alami (MSA). Teori MSA digunakan untuk mengetahui makna asali verba tindakan bahasa Indonesia dan memetakan struktur semantis verba tindakan bahasa Indonesia. Beliau membatasilingkup kajian hanya pada enam verba, yaitu menangkap, menendang, membeli, menangis, pergi, dan bertemu.

Mulyadi menggolongkan verba bahasa Indonesia menjadi tiga kelas yaitu tindakan, proses dan keadaaan. Dalam kajiannya Mulyadi mengemukakan bahwa kajian semantis terhadap verba tindakan bahasa Indonesia memperlihatkan beberapa implikasi yang menarik. Pertama, ada orelasi antara valensi verba tindakan dan komponen yang inheren pada verba tersebut, terutama pada eksponen pertama. Komponen untuk verba bervalensi satu ialah ‘X melakukan sesuatu’, sedangkan komponen untuk verba bervalensi dua adalah ‘X melakukan sesuatu pada Y’. Kedua, struktur semantis verba tindakan tidak bersesuaian dengan tipe verbanya.Verba bervalensi dua seperti menangkap, menendang, dan membeli dengan verba bervalensi satu seperti pergi pada kenyataannya

bertumpang tindih pada komponen kedua.Komponen yang dimaksud ialah ‘sesuatu terjadi karena X menginginkan sesuatu’. Ketiga, dari eksplikasi yang dilakukan terlihat bahwa struktur semantis verba tindakan bahasa Indonesia tidak memperlihatkan adanya keteraturan dalam jaringan elemennya. Karena kajian ini masih dilakukan secara terbatas, yakni hanya menggunakan enam verba sebagai sampel, kiranya diperlukan kajian yang lebih jauh pada seluruh verba tindakan bahasa Indonesia. Penelitian Mulyadi memberikan sumbangan kepada peneliti yang mengkaji semantik verba BAWA dalam bahasa Batak Toba sertacara mengaplikasikan teori MSA dalam menganalisis struktur.

Gande (2012) dalam tesis yang berjudul ‘Verba Memotong dalam Bahasa Manggarai’ memakai Matabahasa Semantik Alami sebagai teorinya. Gande mengklasifikasikan verba yang bermakna “memotong” sesuai dengan realisasi leksikal verba POTONG dalam bahasa Manggarai yang terdiri atas 86 leksikon yang diklasifikasikan atas beberapa bagian, yaitu(1) memotong manusia / anggota tubuh manusia, (2) memotong pada binatang/hewan, (3) memotong pohon, (4) memotong rumput, (5) memotong buah, (6) memotong daun, (7) memotong tali, dan (8) memotong kain. Selain itu, Gande juga melakukan kajian terhadap struktur semantik verbaPOTONGdalam bahasa Manggarai dengan ‘X melakukan sesuatu pada Y’, ‘sesuatu terjadi pada Y’. Penelitian Gande memberikan sumbangan bagi peneliti baik dari segi teori dan cara menganalisis makna verba dengan teknik parafrasa.

Raynold(2014) ‘Struktur Semantis Verba Memotong Bahasa Kei’dengan menggunakan kajian Metabahasa Semantik Alami. Pada penentuan tipe semantis

verba ‘memotong’ bahasa Kei, teori MSA menawarkan polisemi takkomposisi sebagai alat deskripsi.Berdasarkan analisis yang telah dilakukan adabeberapa hal yang dapat disimpulkan dalam kajian terhadap struktur dan peran semantis verba ‘memotong’ bahasa kei sebagai berikut.

a. Struktur semantik verba ‘memotong’ bahasa Kei dapat diekspresikan dalam beberapa leksikon, yaitu: (1) memotong ‘avat’,(2) memotong dengan mesin ‘titat’,(3) memotong dengan kecil-kecil (kek), (4) memotong dengan mesin (kiq),(5) memotong dengan pisau ‘wur’, (6) memotong dengan pisau atau parang ‘rouk’, (7) memotong dengan parang ‘vnge’, (8) memotong dengan pisau ‘isin’, (9) memotong/tebang ‘itan’, dan (10) memotong/membelah ‘uvur’. b. Penggunaan leksikon verba‘memotong’ (avat; titat, kek,kiq,wur, rouk, vnge, isin, itan,dan uvur ) bahasa Kei disesuaikan dengan aktivitas fisik yang kompleks (complex physical activities) yaitu mencakup motivasi prototypical, entitas yang diperlakukan, alat yang digunakan, cara memotong, dan hasil yang diinginkan.

Penelitian Raynold memberikan wawasan bagi peneliti untuk mengkaji verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.Penelitian ini juga menjadi sumber referensi tentang penerapan teori Metabahasa Semantik Alami dalam mengkaji struktur semantis dengan menggunakan teknik parafrasa.

Giovanni (2014) dalam skripsinya yang berjudul ‘Verba POTONG bahasa Batak Toba’ dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami. Beliau menyimpulkan kategorisasi verba yang bermakna POTONG dalam bahasa Batak Toba terdiri atas satu kategori yaitu memotong dengan alat (X melakukan sesuatu

dengan sesuatu) dan satu subkategori (sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama). Beliau juga menyatakan bahwa verba POTONG bahasa Batak Toba dibentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berpolisemi membentuk sintaksis makna universal ‘X melakukan sesuatu pada sesuatu karena ini sesuatu terjadi pada Y’.

Penelitian Giovanni memberikan wawasan bagi peneliti untuk mengkaji verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.Penelitian ini juga menjadi sumber referensi tentang penerapan teori Metabahasa Semantik Alami dalam mengkaji kategorisasi verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah alat komunikasi antar anggota masyarakat berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.Bahasa mempunyai fungsi yang penting bagi manusia terutama fungsi komunikatif.Di samping sebagai alat komunikasi bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan informasi atau berita, fakta, pendapat, dan lain-lain dari seorang penutur.Bahasa adalah sistem bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (KBBI 2008:116).

Bahasa sangat dipengaruhi oleh kebudayaan.Melalui bahasa masyarakat dapat mengetahui budayanya.Bahasa daerah merupakan suatu bahasa yang dituturkan di suatu wilayah dan merupakan salah satu bentuk kebudayaan.Bahasa daerah merupakan suatu aset kekayaan budaya Indonesia yang pantas untuk dijaga dan dilestarikan termasuk bahasa Batak Toba.Bahasa daerah merupakan salah satu sumber bahan untuk menambah kosakata dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Batak Toba merupakan salah satu bahasa daerah yang kaya akan kosakata. Kekayaan kosakata tersebut tidak jarang mengakibatkan penutur mengalami pemakaian butir leksikal yang salah di dalam kalimat.Salah satu contohnya dalam bahasa Batak Toba adalah verba berupa tindakan yaitu verba BAWA. Dalam bahasa Batak Toba memiliki banyak butir leksikal yang bermakna BAWA, seperti mangalanja ‘memikul dengan kayu pikulan (satu

orang)’,manghallung ‘memikul dengan kayu pikulan (dua orang)’’,manuhuk ‘memikul’, mangabarai ‘memikul’, mangusung ‘memikul (jenazah), manghadang ‘menyandang’, manarat ‘menyeret’, mangahut ‘menyeret (garpu tanah), manghandit ‘mengangkat’, mangompa ‘menggendong (kain gendongan’, mangabing ‘menggendong (tanpa kain gendongan)’, manghunti ‘menjunjung’, dan manaruhon ‘mengantarkan’.

Verba BAWA dalam bahasa Batak Toba memiliki fitur semantis untuk membedakan satu butir leksikal dengan butir leksikal lain. Perbedaaan butir-butir leksikal tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan komponen semantis.Dalam teori MSA komponen itu disebut perangkat makna asali (Wierzbicka, 1996 dalam Giovanni 2014:1).

Verba BAWA dalam bahasa Batak Toba cukup banyak jumlah variasinya sehingga tergolong unik karena ada kata-kata yang dianggap bersinonim terletak pada ranah yang berbeda.Misalnya, dalam bahasa Batak Toba kata manuhukdengan kata mangabaraiyang dipahami sebagai dua kata yang bersinonim tetapi terletak pada ranah yang berbeda. Verba manuhuk dan verba mangabarai memiliki pengertianyang sama yaitu sama-sama membawa beban di atas bahu. Perbedaan kedua verba terletak pada objek yang dimilikinya.Verba manuhuk ‘memikul’ memiliki objek benda-benda mati sedangkan verba mangabarai ‘memikul’memiliki objek manusia khususnya anak-anak.Hal tersebut dapat kita lihat dalam contoh di bawah ini.

Contoh :

(1)Tuhuk jo eme on! AKT-pikul padi DEM ‘Pikul dulu padi ini!’

(2) Abarahon anggimi molo mulak ho tu jabu! AKT-pikul 3Tg kalau pulang 1Tg Adv

‘Pikulkan adikmu itu kalau kamu pulang ke rumah!’.

Pada contoh (1) terlihat bahwa verba mamuhuk ‘memikul’ objeknya adalah padi, sedangkan pada contoh (2) tampak bahwa verba mangabarai ‘memikul’ objeknya adalah anak-anak.

Penelitian tentang verba dengan menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA) sudah pernah dilakukan. Misalnya, Beratha (2000) struktur semantis verba ujaran bahasa Bali, Mulyadi (2003) yaitu struktur semantis verba tindakan bahasa Indonesia, Mulyadi dan Rumnasari K. Siregar (2006) aplikasi teori metabahasa makna alami dalam kajian, Mulyadi (2009) kategori dan peran semantis verba bahasaIndonesia,Agus Subiyanto (2011) struktur semantik verba proses tipe kejadian bahasa Jawa, Gande (2012) dalam tesis yang berjudul verba POTONG dalam bahasa Manggarai,Mulyadi (2014) verba mirip TAKUT dalam bahasa Melayu Asahan, dan Raynold (2014) struktur semantis verba “Memotong” bahasa Kei.

Penelitian tentang verba BAWA dalam bahasa Batak Toba belum pernah dilakukan. Pada penelitian ini peneliti akan mengkaji verba BAWA bahasa Batak Toba dengan cara mendeskripsikan struktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.

1.2Masalah

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, masalah penelitian ini dikemukakan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah struktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Toba? 2. Bagaimanakah kategorisasi verba BAWA dalam bahasa Batak Toba?

1.3Batasan Masalah

Pada penelitian ini, penulis akan mengkaji semantik verba BAWA dalam bahasa Batak Toba yaitu mendeskripsikan struktur semantis dan kategorisasi verba BAWA bahasa Batak Toba. Penulis membatasi penelitiannya di Desa Paranginan Utara, Kec.Paranginan, Kab. Humbang Hasundutan.

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan struktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Toba 2. Mendeskripsikan kategorisasi verba BAWA dalam bahasa Batak Toba

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang makna asali dari verba BAWA dalam bahasa Batak Toba.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti dalam kajian linguistik terutama kajian semantik tentang makna verba BAWA dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).

1.4.2.2Secara Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi masyarakat umum atau peneliti- peneliti lain yang ingin membahas verba BAWA dalam bahasa daerah lain.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dan bahan ajar oleh guru maupun dosen.

SEMANTIS VERBA BAWA DALAM BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS METABAHASA SEMANTIK ALAMI

OLEH Dian R Sianturi

ABSTRAK

Skripsi ini ditulis untuk mengetahuistruktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Tobadengan menerapkan pendekatan metabahasa semantik alami (MSA) yang dikemukakan oleh Wierzbicka. Metode yang digunakandalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik sadap, teknik SimakLibat Cakap, dan metode cakap dengan teknik catat dan teknik rekam. Analisis data yang digunakan metode agih. Verba BAWA dalam bahasa Batak Toba dibentuk oleh dua makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang membentuk sintaksis makna universal ‘X melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) karena itu sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama’.Apabila ditinjau dari alat yang digunakan maka verba BAWA dibedakan atas berdasarkan verba BAWA yang menggunakan alat berupa kendaraan, benda tajam, atau dengan melibatkan anggota-anggota tubuh seperti tangan, kepala, bahu, leher, punggung, dan lain sebagainya.Semantisverba BAWA dalam bahasa Batak Toba dicirikan dengan komponen ‘X melakukan sesuatu dengan sesuatu. Struktur semantis verba BAWA dikaji dengan menggunakan makna asali untuk membatasi makna kata dengan menggunakan sistem parafrasa. Kata kunci: Semantik Verba ‘BAWA’, Struktur Semantis, Metabahasa Semantik

SEMANTIK VERBA ‘BAWA’ DALAM BAHASA

BATAKTOBA: ANALISIS METABAHASA SEMANTIK

ALAMI

SKRIPSI

DIAN R. SIANTURI

110701005

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

SEMANTIK VERBA ‘BAWA’ DALAM BAHASA

BATAK TOBA: ANALISIS METABAHASA

SEMANTIK ALAMI

Oleh :

DIAN R. SIANTURI NIM. 110701005

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan gelar sastra dan disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ida Basaria, M.Hum. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum. NIP. 19621111 198702 2 002 NIP. 19610721 198803 1 001

DepartemenSastra Indonesia Ketua,

SEMANTIS VERBA BAWA DALAM BAHASA BATAK TOBA : ANALISIS METABAHASA SEMANTIK ALAMI

OLEH Dian R Sianturi

ABSTRAK

Skripsi ini ditulis untuk mengetahuistruktur semantis verba BAWA dalam bahasa Batak Tobadengan menerapkan pendekatan metabahasa semantik alami (MSA) yang dikemukakan oleh Wierzbicka. Metode yang digunakandalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik sadap, teknik SimakLibat Cakap, dan metode cakap dengan teknik catat dan teknik rekam. Analisis data yang digunakan metode agih. Verba BAWA dalam bahasa Batak Toba dibentuk oleh dua makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang membentuk sintaksis makna universal ‘X melakukan sesuatu pada sesuatu (Y) karena itu sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama’.Apabila ditinjau dari alat yang digunakan maka verba BAWA dibedakan atas berdasarkan verba BAWA yang menggunakan alat berupa kendaraan, benda tajam, atau dengan melibatkan anggota-anggota tubuh seperti tangan, kepala, bahu, leher, punggung, dan lain sebagainya.Semantisverba BAWA

Dokumen terkait